Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan Pimpinan KONASPI ke-7 yang saya hormati, Para Peserta KONASPI yang saya banggakan, Hadirin dan para undangan yang saya hormati.
Assalamualaikum w w
Pertama-tama
saya
menyampaikan
selamat
kepada
seluruh
peserta
Konvensi
Nasional
Pendidikan
Indonesia
(KONASPI)
ke-7,
yang
dalam
waktu
tiga
hari
ini
akan
mengkaji
berbagai
permasalahan
pendidikan
di
tanah
air,
dalam
rangka
menyiapkan
manusia
Indonesia
masa
depan
yang
maju,
mandiri,
demokratis,
berkarakter
dan
bermartabat.
Di
tengah
gejolak
dinamika
kehidupan
bangsa
dewasa
ini,
yang
di
satu
sisi
sedang
berusaha
menuntaskan
proses
reformasi,
sementara
di
sisi
lain
masih
berkutat
dengan
berbagai
persoalan
yang
menghambat
laju
bangsa
ke
depan
seperti
masih
merebaknya
tindak
korupsi,
kecenderungan
adanya
erosi
moralitas,
dan
berbagai
masalah
lain
--
maka
penyelenggaraan
KONASPI
ke-7
ini
sungguh
tepat
karena
forum
pertemuan
nasional
ini
akan
membidik
langsung
akar
persoalan
bangsa,
yaitu
masalah
pengembangan
sumberdaya
manusia.
Saya
mengharapkan
dan
berkeyakinan
dalam
forum
KONASPI
ke-7
ini,
para
pendidik,
pakar
pendidikan,
penggiat
dan
pengelola
lembaga
pendidikan,
akan
dapat
merumuskan
berbagai
strategi
dan
langkah
pengembangan
sumberdaya
manusia
ke
depan,
agar
generasi
Indonesia
Emas
tahun
2045
--
sebagaimana
dijadikan
tema
KONASPI
ini
--
bukan
sekedar
mimpi,
melainkan
dapat
benar-benar
kita
wujudkan.
Dalam
era
globalisasi
dan
informasi,
peran
sumberdaya
manusia
(SDM)
dengan
jaringan
yang
dimiliki
akan
sangat
menentukan
kualitas
kehidupan
masyarakat
di
mana
yang
bersangkutan
berakar
dan
bergerak.
Karena
pada
akhirnya
daya
saing
dan
produktivitas
SDM
tersebut
yang
menentukan
keunggulannya
dalam
masyarakat
lokal,
nasional,
regional
dan
global.
Produktivitas
SDM
mencerminkan
kemampuannya
menghasilkan
produk
apa
saja
yang
dinilai
oleh
masyarakat
berkualitas
tinggi
dengan
harga
rendah
dan
dapat
diselesaikan
tepat
waktu.
Untuk
mencapai
produktivitas
ini,
SDM
harus
terampil,
berdisplin
dan
pandai
memanfaatkan
prasarana
dan
sarana
teknologi
tepat
guna
yang
tersedia.
Dengan
produktivitas
yang
tinggi,
SDM
dapat
meningkatkan
nilai
suatu
produk
melalui
suatu
proses
nilai
tambah
(PNT)
yang
dilanjutkan
melalui
suatu
proses
biaya
tambah
(PBT)
untuk
Pidato
Kunci
pada
Konvensi
Nasional
Pendidikan
Indonesia
ke-7,
Yogyakarta,
1
November
2012
1
pada
akhirnya
ditawarkan
di
pasar,
baik
pasar
lokal,
nasional,
regional
maupun
global,
dengan
harga
hasil
PNT
(yang
maksimal)
dan
PBT
(yang
minimal).
Baik
untuk
dapat
memperoleh
PNT
maupun
PBT
dibutuhkan
teknologi
tepat
guna,
prasarana,
sarana
dan
SDM
yang
terampil,
berdisiplin
dan
produktif.
Hadirin yang berbahagia Mengapa
kita
harus
membuat
pesawat
terbang,
kapal
penumpang,
kereta
api,
produk
transportasi
dan
lain,
yang
semuanya
membutuhkan
investasi
yang
besar
dan
return
of
investment
(ROI)
yang
lama
pula?
Mungkin
sebagian
orang
berpendapat,
investasi
di
bidang
sumberdaya
alam
(SDA)
terbarukan
dan
tidak
terbarukan,
seperti:
bidang
agro
industri
(AI),
industri
sumber
daya
laut
(SDL)
dan
industri
pertambangan
(IP),
akan
lebih
menguntungkan,
karena
tidak
membutuhkan
investasi
yang
besar
dan
tidak
memiliki
ROI
yang
lama.
Oleh
karenanya,
kita
impor
saja
semua
prasarana
dan
sarana
ekonomi,
seperti
alat
transportasi,
alat
komunikasi,
alat
telekomunikasi,
alat
permesinan
dan
alat
energi
dan
sebagainya,
dan
membiayainya
dengan
hasil
ekspor
SDA.
Prasarana
ekonomi
yang
baik
akan
membantu
proses
nilai
tambah
(PNT)
industri
apa
pun
di
Indonesia,
yang
akan
menghasilkan
produk
yang
dapat
bersaing
di
pasar
domestik,
nasional,
regional
dan
global.
Namun
sayangnya,
tanpa
disadari
ternyata
kita
melanjutkan
tradisi
penjajah
yang
datang
tidak
untuk
mengembangkan
SDM
namun
untuk
mengambil
SDA.
Penjajah
mengkondisikan
agar
kita
mengutamakan
ekspor
SDA
dari
hasil
agro
industri
dan
industri
pertambangan.
Kemudian
setelah
mereka
olah
dengan
PNT
yang
tinggi
akan
menghasilkan
produk
yang
berkualitas
yang
akan
mereka
ekspor
antara
lain
ke
negeri
yang
dijajah.
Mereka
dapat
mengembangkan
produk
yang
berkuaitas
dan
berdaya
saing
karena
memiliki
SDM
yang
unggul,
yang
dibina
dan
dikembangkan
antara
lain
dibiayai
oleh
kita
yang
dijajah,
karena
kita
membeli
produk
PNT
dan
PBT
melalui
impor!
Untuk
mengimpor
produk
penjajah
--
baik
yang
terjadi
pada
masa
kolonial
dahulu,
maupun
dalam
rangka
proses
globalisasi
sekarang
ini
--
kita
kembangkan
berbagai
kriteria
pargmatis,
seperti:
harga
paling
rendah,
diserahkan
tepat
waktu,
purna
jual
baik,
rendah
biayanya,
sesuai
teknik
yang
telah
ditentukan
dan
sistem
pembayaran
paling
menguntungkan
Indonesia.
Namun
demikian,
kita
perlu
menyadari,
bahwa
akibat
impor
produk
apa
pun
dari
masyarakat
lain
tersebut,
di
dalamnya
terselubung
jam
kerja
yang
kita
biayai
untuk
mengembangkan
teknologi,
proses
pendidikan
dan
proses
pembudayaan
masyarakat
lain
tersebut.
Mereka
menyediakan
prasarana
dan
sarana
pendidikan
dan
pembudayaan
yang
memadai
sehingga
masyarakat
menjadi
semakin
terampil,
produktif
dan
unggul,
yang
dibiayai
oleh
kita
melalui
ekspor
SDA
dan
impor
produk
hasil
produksi
SDM
mereka.
Dengan
demikian,
mereka
terus
2
berkembang keterampilannya, produktivitasnya, daya saingnya, serta ketenteraman dan kualitas hidupnya. Sementara itu, masyarakat kita tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang karena tidak memperoleh pembinaan yang dibutuhkan. Akibatnya daya saing dan kualitas hidup mereka akan tetap rendah dan tidak berkembang. Pengalaman kita menunjukkan bahwa agro industri, industri sumber daya laut dan industri pertambangan ternyata tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang dibutuhkan. Sehingga, untuk mencegah terjadinya proses kemiskinan masyarakat di desa dan kampung, maka mereka terpaksa eksodus meninggalkan kampung halaman untuk mencari pekerjaan di kota dan bahkan di luar negeri. Lapangan kerja yang tersedia juga terbatas pada yang berkualifikasi rendah, tidak membutuhkan pendidikan atau keterampilan khusus, dan tidak diminati oleh masyarakat setempat. Salah satu alternatif untuk mengatasi pengangguran adalah mereka bekerja sebagai tenaga kasar di bidang bangunan, pengemudi mobil dan pembantu rumah tangga di kota-kota atau di rantau sebagai TKI yang kita kirim (ekspor). Akibatnya, proses pembudayaan (PB) dalam keluarga tidak dapat berlangsung dengan sempurna dan akan berdampak negatip pada perilaku SDM yang bersangkutan. Pada saat yang sama, pengaruh budaya dan perilaku asing masuk dalam kehidupan keluarga yang tak dapat diimbangi oleh pengaruh orang tua sendiri akan merugikan proses nilai tambah pribadi (PNTP), sebagai dasar peningkatan ketrampilan, produktivitas dan daya saing SDM. Andaikata dalam rangka globalisasi semua masalah tersebut -- termasuk ketimpangan proses pembudayaan (PB) -- dapat diatasi, maka masih ada permasalahan lain yang harus diselesaikan, yaitu: Apakah Neraca Pembayaran dan Neraca Perdagangan akan dapat seimbang? Ataukah menjadi negatip? Bagaimana neraca tersebut akan berkembang, jikalau SDA yang tidak terbaharukan -- termasuk energi habis? Sementara pada saat yang sama kita tergantung dari impor produk hasil PNT dan PBT masyarakat lain? Untuk menjawab pertanyaan ini maka sebaiknya kita mempelajari perbandingan antara harga hasil PNT transportasi, komunikasi dan telekomunikasi dengan hasil PNT SDA agro industri, industri sumber daya laut dan industri pertambangan. Ternyata harga 1 kg produk PNT transportasi, komunikasi dan telekomunikasi dibandingkan dengan, misalnya, harga 1 kg beras berkisar antara 500 kali sampai satu juta kali lebih tinggi. (Ilustrasi: 1 kg notebook 800 kali, 1 kg pesawat terbang sepert N250 sudah mencapai sekitar 2.000 kali, 1 kg pesawat tempur euro fighter hampir sama harganya dengan 1 kg blackberry
sekitar
10.000
kali
harga
1
kg
beras
dan
bahkan
1
kg
satelit
300.000
kali
dibandingkan
dengan
harga
1
kg
beras).
Memang
dalam
25
tahun,
perbandingan
atau
perbedaan
harga
tersebut
cenderung
mengecil.
Hal
ini
disebabkan
karena
jumlah
penduduk
dunia
meningkat
terus,
sedangkan
lahan
yang
subur
dengan
curah
hujan
yang
cukup
sangat
terbatas,
sehingga
produksi
beras
tak
dapat
mencukupi
kebutuhan
dan
permintaan
pasar,
menyebabkan
harga
beras
terus
meningkat.
Sementara
itu,
teknologi
untuk
PNT
produk
transportasi,
komunikasi
dan
telekomunikasi
sangat
cepat
berkembang
sehingga
menjadikan
biaya
produksi
mengecil.
Namun
demikian,
perbandingan
tersebut
tetap
timpang
dan
cukup
jauh
nilainya.
Sehingga
kalau
kita
tidak
meningkatkan
jam
kerja
kita
yang
berarti
kita
mengabaikan
PNTP
yang
dibutuhkan
untuk
peningkatan
keterampilan
dan
daya
saing
--
dapatkah
kita
mempertahankan
neraca
perdagangan
tetap
seimbang,
apalagi
menjadi
positip?
Mempelajari
keberhasilan
pembangunan
negara-negara
berpenduduk
dan
berwilayah
besar,
tidaklah
mungkin
dengan
mengandalkan
pada
SDA
saja.
Ternyata
SDA
hanya
dapat
diandalkan
sebagai
pelengkap
proses
industrialisasi,
seperti
halnya
yang
terjadi
di
Jepang,
Korea,
RRC,
USA,
Jerman,
India
dan
Brazil.
Indonesia
tidak
terkecuali!
Dengan
demikian,
mengandalkan
hanya
pada
hasil
produk
tradisional
bidang
agroindustri,
pertambangan
dan
sumber
daya
laut
(SDL)
saja,
jelas
tidak
mencukupi
untuk
mempertahankan
neraca
perdagangan
tetap
seimbang
dan
apalagi
positip!
Hadirin yang berbahagia Setelah
tanggal
10
Augustus
1995
pesawat
N250
Turboprop
dengan
kecepatan
tinggi
dalam
alam
lingkungan
subsonic
hasil
rekayasa
dan
produksi
Indonesia
tinggal
landas,
maka
tidak
ada
seorang
pun
dapat
mempersoalkan
dan
mempertanyakkan
kemampuan
SDM
Indonesia
dalam
mengembangkan,
menerapkan
produk
PNT
secanggih
apa
pun.
Jaringan
dan
pusat
keunggulan
proses
nilai
tambah
pribadi
(PNTP)
tingkat
rendah,
menengah
dan
tinggi
telah
kita
dirikan
dan
kembangkan.
Kita
juga
telah
mengembangkan
pusat
keunggulan
riset
milik
LIPI,
BPPT,
LAPAN,
Kementerian
Pertanian,
Kementerian
Kehutanan,
Kementerian
Kesehatan,
Kementerian
Perindustrian,
PUSPITEK,
di
berbagai
BUMN,
dsb.
Yang
perlu
disempurnakan
adalah
kaitan
dan
sinkronisasi
antara
pusat
keunggulan
yang
berorientasi
pada
kebutuhan
masyarakat
dan
permintaan
pasar.
Pusat
Keunggulan
(PK)
itu
adalah:
Pusat
Keunggulan
pendidikan,
Rendah,
Menengah,
Kejuruan,
Tinggi
dan
Universitas
Pusat
Keunggulan
Penelitian,
Pengembangan
Penerapan
Teknologi
Tepat
Guna
dan
Pengendalian
Kualitas
dan
Produktivitas
Pusat
keunggulan
produksi
PNT
dan
PBT
4
Empat puluh tahun yang lalu saya telah memberikan, dasar filsafah strategi proses industrialisasi yang berkelanjutan, yang intinya sebagai berikut: 1. Mulai pada akhir dan berakhir pada awal; yang berarti kita memproduksi produk yang segera dibutuhkan pasar dan setelah itu secara bertahap mengembangkannya sampai kita dapat menguasai teknologi, sehingga memungkinkan hampir semua komponen produk yang kita butuhkan dapat dikembangkan dan dibuat di dalam negeri! 2. Menyadari bahwa dua puluh lima tahun yang akan datang bagi proses industrialisasi adalah hari ini, berarti pendidikan, pembudayaan dan peningkatan ketrampilan dan keunggulan SDM membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 25 tahun. 3. Transformasi dan perkembangan proses industrialisasi harus dibiayai dari hasil ekspor SDA dan energi dan tidak menggantungkan diri pada dana luar negeri yang diperoleh dari pinjaman dengan persyaratan yang menguntungkan neraca pembayaran dan merugikan neraca jam kerja 4. Tiap kebijakan, baik yang diputuskan di lembaga eksekutif maupun di lembaga legislatif, wajib memprioritaskan jam kerja nasional. Sebagai ilustrasi: pernah terjadi dalam rangka tender pengadaan pesawat angkut militer di negara maju, tender yang sudah dimenangkan oleh perusahan luar negeri, dengan alasan apa saja, dilakukan tender ulang dan dimenangkan oleh perusahaan nasional (Airbus versus Boeing). Kita harus menyadari bahwa ketentuan WTO dan lembaga multi nasional lain, tidak akan pernah memperhatikan masalah jam kerja setempat, sehingga yang harus mengamankan jam kerja adalah warga masyarakatnya sendiri! Ini adalah wajar. Bukankah pimpinan nasional dipilih oleh masyarakatnya, dan diberi amanah untuk meningkatkan kualitis hidup masyarakatnya sendiri? 5. Usaha dan investasi pada bidang ilmu terapan dan teknologi tepat guna untuk produksi produk yang dibutuhkan di pasar nasional saja yang dibiayai dari hasil ekspor SDA dan energi. Lima filsafah strategi di atas telah diterapkan selama 25 tahun dari tahun 1975 sampai 1999 dengan hasil nyata antara lain, produk industri dirgantara, kelautan dan angkutan darat di Indonesia berkembang. Namun sangat disayangkan karya-karya anak bangsa tersebut kita biarkan dihancurkan. Sementara kita mengembangkan strategi membuka pintu selebar-lebarnya untuk impor barang jadi untuk prasarana dan sarana ekonomi -- seperti: pengangkutan, komunikasi, telekomunikasi, elektronik, energi dan yang lain -- dan mengekspor bahan baku dan energi. Strategi tersebut memang sementara dapat menguntungkan neraca perdagangan dan neraca pembayaran namun sangat merugikan neraca jam kerja yang berakibat proses pemerataan dalam segala bidang tidak berfungsi sesuai cita-cita Bangsa yang tersirat dalam Pembuka UUD-45.
Kita bangga karena tunduk atas aturan main WTO serta lembaga internasional sejenis, dan ramai-ramai menari di atas irama pukulan gendang orang lain sampai kita lupa makna perjuangan rakyat kita sendiri. Mau kemana kita? Hadirin yang berbahagia Memperhatikan rangkuman analisis di atas, memang akan membuat kecewa dan sedih bagi siapa pun yang sadar akan kejayaan masa depan bangsa ini. Namun saya mengajak untuk tidak melihat kebelakang dan berpolemik mengenai siapa yang bersalah atau siapa yang benar, tetapi marilah kita memusatkan kembali perhatian pada makna pembangunan dan pemerataan yang berkesinambungan menuju ke masyarakat madani yang berbudaya, sejahtera dan tentram, sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Ternyata dari data tentang dunia usaha terlihat adanya kesenjangan yang cukup memprihatinkan, sebagaimana dapat dilihat pada data berikut: Kesempatan Kerja yang disediakan oleh: 1. Usaha Kecil (UK) 88,92%. 2. Usaha Menengah (UM) 10,54%. 3. Usaha Besar (UB) 0,54% Sumbangan Nilai Tambah dalam perekonomian nasional: 1. Usaha Kecil (UK) 43,42% 2. Usaha Menengah (UM) 15,42% 3. Usaha Besar (UB) 44,90% Nilai Tambah pro Kesempatan Kerja: 1. Usaha Kecil (UK) 0,4883(1xUK) 2. UsahaMenengah (UM) 1,4630 (3xUK) 3. Usaha Besar (UB) 83,1481 (170xUK)
Dari
data
tentang
kesenjangan
yang
dicerminkan
oleh
tiga
indikator
tersebut
dapat
kita
simpulkan
bahwa:
1. Usaha
Kecil
dan
Menengah
menyediakan
99,46%
lapangan
kerja,
sementara
lapangan
kerja
yang
disediakan
oleh
Usaha
Besar
hanya
mencapai
0,54%.
2. PDB
dalam
perekonomian
nasional
disumbang
oleh
hasil
Usaha
Besar
(44,9%),
sedangkan
hasil
Usaha
Kecil
dan
Menengah
(55,1
%).
3. Perbandingan
Nilai
Tambah
yang
dihasilkan
tiap
lapangan
kerja
oleh
UK
:
UM
:
UB
adalah
1
:
3
:
170.
Hal
ini
mencerminkan
adanya:
kesenjangan
kualitas
sumberdaya
manusia;
kesenjangan
pendidikan;
kesenjangan
produktivitas;
dan
kesenjangan
penguasaan
Iptek.
6
Memang angka-angka kuantitatif tersebut diambil dari data statistik sekitar 5 tahun yang lalu, sehingga secara kuantitatif mungkin tidak mencerminkan secara tepat keadaan masa kini. Namun secara kualitatif, angka tersebut kurang lebih sama atau lebih baik sedikit, ataukah bahkan lebih jelek? Namun kesan yang kita peroleh saat ini adalah: ketimpangan dunia usaha atau pelaku ekonomi tersebut sekarang masih tetap ada dan tetap amat mencolok perbedaannya. Oleh karenanya, yang perlu kita lakukan ialah konsentrasi pada peningkatan produktivitas dan daya saing Badan Usaha Micro, Kecil, Menengah (BUMKM) dan Kooperasi, yang menyediakan sebagian besar jam kerja atau lapang kerja (99,46%) di Indonesia. Hadirin yang berbahagia Pengalaman telah membuktikan bahwa sukses-tidaknya pelaksanaan upaya meningkatkan nilai suatu produk, ditentukan oleh hasil pemikiran dan pelaksanaan kualitas terkecil dan rinci dari produk tersebut (the devil is in the detail). Hal ini berlaku baik untuk, perangkat keras (hard ware) maupun perangkat lunak (soft ware) dan perangkat otak (brain ware). Ketiganya ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan SDM yang bersangkutan. Ini berarti ditentukan oleh produktivitas dan efisienci SDM tersebut dalam bekerja dan berkarya, yang sangat ditentukan oleh: 1 Proses Pembudayaan; oleh ibu, ayah, keluarga dan lingkungan pergaulannya; yang antara lain menentukan perilaku dan disiplin SDM. 2 Proses Pendidikan; yang menentukan kemampuan berpikir, berkarya, bekerja dengan pengertian dan menerapkan hasil IPTEK, yang menjadikan SDM terampil. 3 Wahana Jam Kerja sebagai tempat melanjutkan Proses Pembudayaan dan Proses Pendidikan, yang akan menghasilkan SDM ungul dengan daya saing tinggi. Bagaimana kita dapat menciptakan atau melaksanakan keadaan tersebut secara nasional dan merata dengan pengorbanan seminimal mungkin? Untuk dapat melaksanakan keinginan tersebut baiklah kita kaji ketiga penentu masa depan bangsa yang mengandalkan pada kualitas dan keunggulan SDM. 1. Prosess Pembudayaan
Kita
dapat
bersyukur
bahwa
dalam
rangka
reformasi,
tiap
daerah
atau
propinsi
telah
diberikan
otonomi,
yang
antara
lain
memungkinan
SDM
berperilaku
merdeka
dan
bebas
sesuai
budaya
masing-masing.
Dalam
dunia
Informasi
dan
dunia
maya,
jaringan
informasi
sosial
atau
social
network
dan
internet
berkembang
pesat
karena
teknologi.
Filsafah
hidup
masyarakat
atau
bangsa
lain,
walaupun
bukan
tetangga
sebelah
kita,
dengan
mudah
dan
intensif
memasuki
ruang
hidup
keluarga
dan
akan
mempengaruhi
proses
pembudayaan
SDM,
yang
tidak
selalu
menguntungkan
atau
cocok
dengan
budaya
keluarga.
7
Arus
Informasi
tersebut
perlu
diimbangi
dengan
arus
Informasi
yang
cocok
dan
menguntungkan
proses
pembudayaan,
atau
dengan
ungkapan
lain
kualitas
ketahanan
budaya
sendiri
perlu
ditingkatkan.
Ada
dua
negara
besar
di
dunia
yang
memiliki
masyarakat
pluralistik
dan
demokratis
yaitu
Amerika
Serikat
(USA)
dan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
(NKRI).
Jikalau
masyarakat
pluralistik
USA
terbentuk
dalam
236
tahun
sejak
proklamasi
kemerdekaannya
pada
tanggal
4
Juli
1776,
maka
di
benua
maritim
Indonesia
masyarakat
pluralistik
sudah
terbentuk
beberapa
ribu
tahun,
walaupun
NKRI
baru
berusia
67
tahun
sejak
proklamasi
kemerdekaan
pada
tanggal
17
Augustus
1945.
Dalam
masyarakat
pluralistik
keseimbangan
antara
kelompok
etnik
berkembang
dan
menghasilkan
toleransi
antara
kelompok,
serta
terjadi
sinergi
positip
hidup
berdampingan
antara
suku.
Di
NKRI,
perkembangan
tersebut
berlangsung
secara
evolusi
dengan
pengorbanan
minimal
di
bandingkan
dengan
di
USA
secara
evolusi
yang
dipercepat
(accelerated
evolution)
dengan
pengorbanan
yang
cukup
besar.
Walaupun
pada
dasarnya
UUD
Amerika
Seikat
sejak
proklamasinya
236
tahun
yang
lalu
tidak
berubah,
namun
baru
4
tahun
yang
lalu
seorang
Presiden
keturunan
Afrika
secara
demokratis
dan
damai
terpilih.
Di
NKRI,
tanpa
merubah
UUD
1945,
proses
transformasi
sistem
otoriter
menjadi
sistem
demokrasi
dapat
berlangsung
secara
damai,
relatif
cepat
dan
tetap
mempertahankan
keutuhan
NKRI.
Ini
dapat
terjadi
karena
toleransi
yang
ada
pada
kehidupan
antar
suku
dalam
suatu
masyarakat
yang
plural.
Dalam
lingkungan
SDM
yang
merdeka,
bebas
yang
bertanggung
jawab,
berbudaya,
memberi
pengertian
dan
toleransi
antara
sesama,
akan
sangat
menguntungkan
bagi
peningkatan
produktivitas,
efisiensi
dan
keunggulan
SDM
tersebut.
2.
Proses
Pendidikan
Untuk
memiliki
keterampilan
dalam
melaksanakan
tugas
dan
pekerjaan
yang
dihadapi,
yang
bersangkutan
harus
mampu
berpikir,
bekerja
dan
berkarya
secarah
sistimatis,
konsisten
dan
terarah,
sesuai
tugas
yang
diberikan,
dengan
pengorbanan
atau
biaya
yang
minimal
menghasilkan
produk
berkualitas
maksimal
dan
diserahkan
tepat
waktu.
Ini
hanya
mungkin
terjadi
jikalau
yang
bersangkutan
telah
mengalami
proses
nilai
tambah
pribadi
(PNTP)
pada
bidang
yang
ditekuni.
Melalui
proses
pendidikan,
penguasaan
teknologi
tepat
guna
untuk
produksi
perangkat
otak
(brain
ware),
perangkat
lunak
(soft
ware)
dan
perangkat
keras
(hard
ware)
diberikan.
Semuanya
harus
berorientasi
pada
kebutuhan
masyarakat,
yang
berarti
orientasi
ke
pasar.
Teknologi
tidak
mebedakan
kecanggihan,
namun
yang
patut
diperhatikan
adalah
8
kemampuan menghasilkan produk yang berkualitas, murah dan masuk ke pasar sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, semua Pusat Keunggulan Pendidikan harus berorientasi pada kebutuhan pasar jangka pendek, menengah dan panjang, baik di daerah maupun nasional dan untuk ekspor. Oleh karena itu, mata pelajaran atau kurikulum pendidikan harus disesuaikan untuk mengantisipasi kebutuhan BUMN dan BUMS-MKM (mikro, kecil dan menengah) yang menyediakan 99,46% lapang kerja secara nasional. Perlu segera dibentuk Kelompok Bidang Usaha hasil kerjasama KADIN, KADINDA, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, ketrampilan dan daya saing SDM, antara lain: 1 2 3 4 Kelompok Bidang Usaha Jasa Kelompok Bidang Usaha Perhotelan dan Rumah Makan Kelompok Bidang Usaha Transportasi dan Komunikasi Kelompok Bidang Usaha Produksi Perangkat Keras (hard ware) dan Lunak (soft ware)
Pembiayaan proses nilai tambah pribadi (PNTP) dan Pusat-pusat Keunggulan Pendidikan dibebankan pada BUMN dan BUMS-MKM, Pemerintah Daerah dan Pusat, yang dapat dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: Siswa harus memiliki pekerjaan pada BUMN dan BUMS-MKM yang diberi insentip gaji 1 hari kerja dan uang transport serta uang makan sehari jika harus ke sekolah Siswa dididik satu hari penuh tiap minggu. Misalnya hari Senin untuk Kelompok Bidang Usaha 1 dan hari Kamis untuk Kelompok Bidang Usaha 4 di Pusat Keunggulan Pendidikan. Dilakukan absensi kehadiran siswa dan diuji tiap tahun, dan setelah pendidikan 3 sampai 4 tahun akan mendapat ijasah ahli dalam bidang usaha yang ditekuni dan berlaku nasional.
Dengan
cara
demikian
kualitas
produk
dan
daya
saing
BUMN
dan
BUMS-MKM
akan
berkembang
karena
didukung
oleh
SDM
yang
lebih
terampil.
Sistem
PNTP
ini
dapat
diterapkan
hanya
untuk
pendidikan
rendah
dan
menengah
saja.
Untuk
pendidikan
tinggi
(S1,
S2
dan
S3),
kurikulum
pendidikan
perlu
disesuaikan
dengan
permintaan
di
pasar
SDM
yang
terampil,
dalam
waktu
pendek,
menegah
dan
panjang.
Pasar
hasil
pendidikan
PNTP
S1,
S2
dan
S3,
bukan
saja
dibutuhkan
untuk
BUMN
dan
BUMS- MKM
tetapi
juga
untuk
BUMN
dan
BUMS
-
Besar,
Perguruan
Tinggi
dan
pusat-pusat
penelitian
milik
Pemerintah
Daerah
dan
Pusat
maupun
milik
suasta.
Jika
BUMN
dan
BUMS
MKM
dan
Besar
bersama
Perguruan
Tinggi,
Pusat
Penelitian
milik
Pemerintah
Daerah,
Pemerintah
Pusat
dan
suasta
bersama
perguruan
tinggi
menyusun
9
kurikulum pendidikan, maka pasar S1, S2 dan S3 akan rela ikut membiayai pelaksanaan PNTP dengan memberi beasiswa untuk kader karyawan bersangkutan. Akhirnya bagian besar dari Anggaran Pembangunan dapat dimanfaatkan untuk membangun prasarana dan sarana bagi PNTP di perguruan tinggi dan universitas. 3 Wahana Jam Kerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam masyarakat madani adalah satu-satunya kekuatan dominan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan ketentraman secara berkesinambungan. Makin kuat dan unggul Wahana Jam Kerja makin sejahtera dan tenteram kehidupan. Dengan cara apa saja kita berkewajiban memelihara dan membina Wahana Jam Kerja tersebut, yang berperilaku seperti manusia; dapat dilahirkan dan mati yang bersifat irreversible. Jika wahana jam kerja didirikan atau dibentuk, sama halnya seperti manusia dilahirkan. Jika wahana jam kerja bangkrut atau dibangkrutkan, sama seperti manusia mati atau dibunuh! Jika Wahana Jam Kerja mulai merugi dan mulai melaksanakan PHK atau pertumbuhannya terlalu cepat, maka wajar untuk diperhatikan dan dibantu untuk mencegah ia bangkrut atau mati. Jika Wahana Jam Kerja sengaja ditutup tanpa ada usaha membantunya, sama seperti manusia dibunuh tanpa usaha menyehatkannya. Ini adalah tindakan kriminal! Begitu penting dan strategisnya Wahana Jam Kerja ini, maka untuk memantau perkembangan Pembangunan Nasional -- sehat atau tidak -- saya menyarankan untuk memperhatikan tiga indikator makro, sebagaimana pernah saya sampaikan pada pidato dihadapan SU MPR tanggal 1 Juni 2011 dalam rangka memperingati lahirnya Pancasila. Ketiga indikator makro yang dimaksud adalah: (1) Neraca Perdagangan, (2) Neraca Pembayaran, dan (3) Neraca Jam Kerja. Demikian sumbang saran pemikiran yang dapat saya sampaikan dalam forum yang terhormat ini, semoga bermanfaat. Selamat berdiskusi! Wassalamualaikum w w Bacharuddin Jusuf Habibie
10