Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
(Referat)
Oleh: IHSANUR RIDHA 0818011067
Pembimbing : dr. Andreas Infianto, M.M, Sp. P 0818011067
A. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995).
Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik tertentu (Nelson, 1996).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T (GINA, 2006).
B. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun (Sundaru, 2006).
Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8% (Naning, 1991).
Faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu (Sundaru, 2006): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Asap Rokok Tungau Debu Rumah Jenis Kelamin Binatang Piaraan Jenis Makanan Perabot Rumah Tangga Perubahan Cuaca Riwayat Penyakit Keluarga
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut (Sundaru, 2006).
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru (Sundaru, 2006).
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang (Sundaru, 2006). Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi (Sundaru, 2006).
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi (Sundaru, 2006).
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu (Sundaru, 2006).
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe (Sundaru, 2006).
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma (Sundaru, 2006).
Faal Paru VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variability APE <20%
serangan Serangan singkat Persisten Ringan Gejala >1x/minggu tapi >2x sebulan <ix/hari
VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variability 30% APE 20%-
10
Gejala Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Membutuhkan bronkodilator tiap hari
Persisten
Sering
Berat
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas
11
12
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : 1. Riwayat keluarga (atopi) 2. Riwayat alergi / atopi 3. Penyakit lain yang memberatkan 4. Perkembangan penyakit dan pengobatan (PDPI, 2003).
PEMERIKSAAN FISIK Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas (PDPI, 2003).
13
FAAL PARU Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai (PDPI, 2003): 1. obstruksi jalan napas 2. reversibiliti kelainan faal paru 3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (PDPI, 2003).
14
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma.
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test.
15
DIAGNOSIS BANDING
Anak (PDPI, 2003). 1. Benda asing di saluran napas 2. Laringotrakeomalasia 3. Pembesaran kelenjar limfe 4. Tumor 5. Stenosis trakea 6. Bronkiolitis
16
Tujuan penatalaksanaan asma: 1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma 2. Mencegah eksaserbasi akut 3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin 4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise 5. Menghindari efek samping obat 6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel 7. Mencegah kematian karena asma (PDPI, 2003).
17
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila : 1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam 2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise 3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan) 4. Variasi harian APE kurang dari 20% 5. Nilai APE normal atau mendekati normal 6. Efek samping obat minimal (tidak ada) 7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat(PDPI, 2003).
18
asma,
yang
meliputi
Edukasi Menilai dan monitor berat asma secara berkala Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang 5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut 6. Kontrol secara teratur 7. Pola hidup sehat (PDPI, 2003).
19
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma Asma Intermiten Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika dibutuhkan, atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan alternatif kromolin atau leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen dengan alternatif kromolin (PDPI, 2003).
Asma Persisten Ringan Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah bera; sehingga terapi utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (PDPI, 2003).
20
Asma Persisten Sedang Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya pengontrol adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari atau 250-500 ug FP/ hari atau ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta2 kerja lama 2 kali sehari (PDPI, 2003).
Asma Persisten Berat Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin. Untuk mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya satu pengontrol (PDPI, 2003).
21
Alternatif Lain
(200-400 ug BD/hari
ekivalennya) Persisten Sedang Kombinasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari
atau Kromolin
Leukotriene Modifiers inhalasi Glukokortikosteroid inhalasi (400- Ditambah agonis beta-2
800 ug BD atau ekivalennya) kerja lama oral, atau atau ditambah Teofilin lepas lambat Ditambah teofilin lepas
ekivalennya) dan agonis beta-2 ,atau Glukokortikosteroid inhalasi lambat kerja lama (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid
22
Persisten Berat
Kombinasi
inhalasi
gluko Prednisolon/
metilpredni
kortikosteroid (> 800 ug BD solon oral selang sehari 10 atau ekivalennya) dan agonis mg beta-2 kerja lama, ditambah 1 di bawah ini: - teofilin lepas lambat ditambah agonis beta-2
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol (PDPI, 2003).
23
Indikator asma tidak terkontrol 1. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma 2. Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut 3. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise-induced asthma) (PDPI, 2003).
Alasan / kemungkinan asma tidak terkontrol : 1. Teknik inhalasi 2. Kepatuhan 3. Lingkungan 4. Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis, bronkitis dan lain-lain Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain (PDPI, 2003).
24
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor.
25
ASMA BRONCHIAL
(Tugas Tambahan)
Oleh: IHSANUR RIDHA 0818011067
Pembimbing : dr. Andreas Infianto, M.M, Sp. P 0818011067
SUB BAGIAN PENYAKIT PARU SMF PENYAKIT DALAM RSUD JEND. A.YANI KOTA METRO 2012
26
Initial Treatment Oksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi 2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan Re-Assesment setelah 1 jam Pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF, Saturasi O2
Kriteria episode moderate (sedang) : - PEF 60-80% nilai prediksi/terbaik - Tes Fisik : Gejala moderate, penggunaan otot bantu nafas Treatment - O2 - Inhalasi 2-agonist+antikolinergik tiap jam - Oral glukokortikosteroid
Kriteria episode severe (berat) -PEF <60% nilai prediksi/terbaik -Gejala berat timbul pada waktu istirahat -Riwayat faktor resiko yang mendekati asma lanjut Treatment - O2 - Inhalasi 2-agonist+antikolinergik tiap jam - Sistemik glukokortikosteroid
(GINA, 2010).
27
Respon baik : -PEF >70% -SO2 >90% -Tidak ada distress pernafasan
Respon inkomplit (1-2 jam): -Gejala ringan-sedang -PEF<60% -SO2 tidak ada perubahan Acute care setting: -O2
Respon buruk (1-2 jam): -PEF<30% -PCO2>45mmHg -PO2<60mmHg Intensive Care (ICU) : -O2 -Inhalasi 2-agonist+antikolinergik -Pertimbangkan IV 2-agonist -Pertimbangkan IV teofilin
Perubahan : kriteria pulang -PEF >60% -Obat oral/inhalasi -Lanjutkan 2-agonist -Pertimbangkan oral glukokortikosteroid -Pertimbangkan kombinasi inhalasi -Edukasi
Re-Assesment
Perbaikan
Respon buruk : ICU Respon inkomplit dalam 6-12 jam : pertimbangkan ICU
(GINA, 2010).
28
200-500
>500-1000
>1000-2000
(GINA, 2010).
29
Anak-anak
Obat Dosis Harian Rendah (g) Dosis Harian Sedang (g) Dosis Harian Tinggi (g)
Beclomethasone dipropionate Budesonide Budesenide neb Ciclesonide Flunisolide Fluticazone propionate Mumetasone fuoat Triamcinolone acetonide
>400 >400 >1000 >320 >1250 >500 >400 >1200 (GINA, 2010).
30
Pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada pre-treatment kurang dari 20% atau pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment kurang dari 40% merupakan indikasi untuk dilakukan rawat inap pada pasien asma. Pada pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment antara 40-60% dapat dipulangkan namun dengan syarat harus diawasi secara adekuat. Sedangkan pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada posttreatment lebih dari 60% dapat langsung dipulangkan. (GINA, 2010).
31
RR Nadi Pulsus paradoksus Otot bantu napas dan retraksi suprasternal Mengi
Akhir ekspirasi
Inspirasi dan ekspirasi < 60% < 60 mmHg > 45 mmHg < 90 %
Silent chest
(PDPI, 2003).
32
Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan
Serangan RINGAN Aktivitas normal Berbicara satu kalimat dalam satu nafas Nadi < 100x/menit APE > 80% SEDANG Jalan jarak jauh timbulkan gejala Bicara beberapa kata dalam satu kali nafas Nadi 100-120 x/ menit APE 60-80 % Pengobatan Terbaik : Inhalasi agonis -2 Alternatif : Kombinasi oral agins -2 dan teofilin Tempat Pengobatan Di rumah Di praktek dokter/klinik/puskesmas
Terbaik: Nebulisasi agonis -2 tiap 4 jam Alternatif : Agonis -2 subkutan Aminofilin IV Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK Oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik
(PDPI, 2003).
33
BERAT Sesak saat istirahat Berbicara kata perkata dalam satu nafas Nadi >120 x/menit APE <60 % atau 100 l/detik
Terbaik : Nebulisasi agonis -2 tiap 4 jam Alternnatif : Agonis -2 SK/IV Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK Aminofilin bolus dilanjutkan drip Oksigen Kortikosteroid IV Seperti serangan akut berat Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanis
UGD/RS Klinik
UGD/RS ICU
(PDPI, 2003).
34
TERIMA KASIH
35