Sunteți pe pagina 1din 28

MENINGITIS

A. DEFINISI Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. B. PATOFISIOLOGI Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosepalus dan peningkatan tekanan intra cranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah : Hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra cranial. Organism masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan system saraf pusat. Otorrhe atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tenggorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme ke susunan saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus. Meningitis bakteri : netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang subarachnoid. Penumpukan CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan rupture atau thrombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infarct. Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.

Luka pembedahan Injury Pusat (spina bifida)

kelainan system saraf

Bakteri

Melepaskan substansi vasoaktif

Injury neural

Peubahan permeabilitas sawar darah

Reaksi inflamasi

Hiperemis dan edema

Exudasi pada otak (tergantung pada tipe organisme penyebab) C. KOMPLIKASI Hidrosefalus obstruktif Meningococcal septicemia (meningngocemia) Sindrom water friderichssen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral) SIADH (syndrome inappropriate antidiuretik hormon) Efusi subdural Kejang Edema dan herniasi serebral Serebral palsy Gangguan mental Gangguan belajar Attention deficit disorder

D. ETIOLOGI Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), sterpococcus pneumonia, neisseria meningitis, hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli. Factor prediposisi : jenis kelamin : laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita Factor maternal : rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. Factor immunologi ; defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang mendapat obat-obat imunosupresi Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan system persarafan.

E. MANIFESTASI KLINIS Neonates : Menolak untuk makan, reflex mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot berkurang, kurang gerak dan menangis lemah. Anak-anak dan Remaja ; demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kerning dan brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal.) Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan sampai 2 tahun) ; demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kering dan bruszinsky positif.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat Kultur darah Kultur swab hidung dan tenggorokan

G. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK Isolasi Terapi Antimikroba : antibiotic yang diberikan didasarkan pada hasil kultur dengan dosis tinggi melalui intravena Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan. Cairan yang dapat menyebabkan edema. Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC Mengontrol kejang ; pemberian terapi antiepilepsi Mempertahankan ventilasi Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial Penatalaksanaan syok bacterial Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim Memperbaiki anemia

PENATALAKSANAAN PERAWATAN 1. PENGKAJIAN Riwayat Keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala Pada Neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan mengangis lemah. Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang muntah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, per-ilaku agresif atau maniak., penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus. Bayi dan anak-anak (usia 13 bulan sampai 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubunubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kerniq dan brudzinksy positif.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra cranial.

3. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernafasan, ketidakmampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran 4. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan untuk bernapas. 5. Resiko injuri berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah. 6. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran. 7. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan yang abnormal. 8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormone antidiuretik. 9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, lemah, mual dn muntah. 10. Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam

3. PERENCANAAN 1. Anak akan mempertahankan perfusi serebral yang adekuat 2. 3 dan 4. Anak akan menunjukkan status pernapasan adekuat yang ditandai

dengan jalan napas paten dan bersih, pola napas efektif dan pernapasan normal 5. anak tidak akan mengalami injuri 6. anak akan mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar. 7. Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membrane mukosa lembab dan turgor kulit elastis. 8. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat 9. Anak akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat. 10. Orang tua akan mengekspresikan ketakutan/ kecemasan, dan mengidentifikasi situasi yang mengancam, dan mengatasi kecemasan.

4. IMPLEMENTASI 1. Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat : Pastikan anak tidak akan mengalami injuri Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar Mengobservasi dan mencatat tingkat kesadaran (kewaspadaan orientasi, mudah terstimulasi, letargi, respon yang tidak tepat)

Menilai status neurology setiap 1-2 jam (gerakkan yang simetris, reflex infantile, respon pupil, kemampuan mengikuti perintah kemampuan mengepalakan tangan, gerakkan mata, ketajaman penglihatan mata, reflex tendon dalam, kejang, respon verbal). Memonitor adanya peningkatan tekanan intra cranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol, meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernapasan tidak beraturan, mudah terstimulasi, menangis merintih, gelisah, bingung, perubahan pupil, deficit focal, kejang) Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh tubuh yang terkena, lamanya kejang, dan aura Menyiapkan peralatan jika terjadi kejang (pinggiran temapt tidur dinaikkan, tempat tidur dalam posisi rata, peralatan penghisapan lender, bell mudah dijangkau, peralatan emergensi, obat anti kejang) Meninggikan bagian kepala tempat tidur 30o Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return Memberikan antibiotic sesuai order/ mempertahankan lingkungan yang tenang, dan menghindari rangsang yang berlebihan (cahaya lampu tidak terlalu terang, anak dalam posisi yang nyaman, hindari melakukan tindakan yang tidak penting) Mengajarkan kepada anak untuk menghindari valsava maneuver (mengedan, batuk, bersin) dan jika merubah posisi anak lakukan secara perlahan. Melakukan latihan pasif/ aktif (ROM) Hindari dilakukannya pengikatan jika memungkinkan Memonitor tanda-tanda septic syok (hipotensi, meningkatnya temperature, meningkatnya pernapasan, kebingungan, disorientasi, vasokontriksi perifer

2,3, dan 4. Mempertahankan oksigenasi sesuai order Auskultasi suara pernapasan setiap 4 jam, laporkan adanya bunyi tambahan (wheezing, crackles) Memonitor frekuensi pernapasan, pola, inspirasi, dan ekspirasi : observasi kulit, kuku, membrane mukosa terhadap adanya sianosis. Memonitor analisa gas darah terhadap adanya hipoksia Melakukan rontgen dada untuk mengetahui adanya infiltrate

Ganti posisi setiap 2 jam, anjurkan anak-anak untuk melakukan akivitas yang dapat ditoleransi. Mempertahankan kepatenan jalan napas : melakukan pengisapan lender, dan mengatur posisi tidur dengan kepala ekstensi Menilai adanya hilangnya reflex muntah

5.

Mencegah injuri Kaji tanda-tanda komplikasi Kaji status neurologis secara ketat Kaji status pernapasan Menghindari peningkatan intrakaranial : yang dapat menimbulkan valsava maneuver ; batuk, mengejan, bersin, rangsangan dari prosedur seperti ; pengisapan lender (hati hati)

6. Mempertahankan fungsi sensori Bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas untuk meningkatkan pemahaman anak Mengajak anak berbicara ketika melakukan tindakan, menggunakan sentuhan terpeutik Mengorientasikan secara verbal kepada orang, tempat, waktu situasi menyediakan mainan, barang yang disukai, barang yang dikenal, radio, televise Memanggil dengan nama yang disukai anak, menganjurkan orang tua untuk mengunjungi anak 7 dan 8. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat. Mengukur tanda vital paling sedikit setiap 4 jam Memonitor hasil laboratorium : elektrolit, Bj Urin Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi (membrane mukosa kering,

meningkatnya nadi, meningkatnya serum sodium, kehilangan berat badan, meningkatnya Bj Urin, kehilangan cairan yang besar dibandingkan dengan intake cairan)

Mengobservasi adanya tanda-tanda retensi cairan dan cairan hipotonik yang menunjukkan terjadinya SIADH (menurunnya output urin, meningkatnya Bj urin, menurunnya konsentrasi sodium, mudah terstimulasi, anoreksia, mual ) Menimbang berat badan setiap hari dengan skala yang sama dan waktu yang sama Memastikan bahwa jumlah cairan yang masuk tidak berlebihan Memberikan cairan dengan sering tetapi dalam jumlah yang kecil untuk mengurangi distensi lambung Mempertahankan dan memonitor tekanan vena pusat 9. mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas selera anak meningsau jam makat. Berikan makanan disertai dengan supplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan secara perlahan, dan menghindari posisi berbaring satu jam setelah makan Menciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan

(menghilangkan bau yang tidak menyenangkan, udara segar, bunyi yang mengganggu) Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama Mempertahankan kebersihan mulut anak. Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit Ijinkan keluarga untukmakan bersama anak jika memungkinkan Membatasi intake cairan selama makan, yaitu menghindari minum satu jam sebelum dan setelah makan untuk mengurangi distensi lambung,

10.Orang tua akan mengekspresikan ketakutan/kecemasan terhadap kemungkinan kehilangan anak dan mencari solusi untuk mengatasinya Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi atau masalah yang dihadapi.

Memfasilitasi orang tua untuk mengekspresikan kecemasan dan tentukan hal yang paling membuat anak/keluarga terancam, mendengarkan dengan aktif dan empati. Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada serta, menjelaskan program pengobatan yang diberikan. Mengajarkan teknik relaksasi yang sederhana (teknik napas dalam). Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak. Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengebangkan harapan realistis terhadap anak. Menganalisa system yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat (pengobatan, keuangan, social) untuk membantu proses penyesuaian keluarg terhadap penyakit anak.

ASKEP ENCEPHALITIS
1. PENGERTIAN Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

2. PATOGENESIS ENSEFALITIS Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara: Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah

Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat . Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku,

gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak. Penyebab Sering : - Herpes simplex - Arbo virus Jarang : - Entero virus - Mumps - Adeno virus Post Infeksi : - Measles - Influenza - Varisella Post Vaksinasi : - Pertusis Ensefalitis supuratif akut : Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Ensefalitis: Penyebab terbanyak : adalah virus

Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum. Ensefalitis virus: Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola. Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis : - Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy

,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. - Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

A. PENGKAJIAN a. IdentitasEnsefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur. b. Keluhan utama: Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun. c. Riwayat penyakit sekarang. Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala. d. Riwayat penyakit dahulu. Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.

e.

Riwayat Kesehatan Keluarga. Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll.

f. Imunisasi Kapan terakhir diberi imunisasi DTP Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis. Pertumbuhan dan Perkembangan 3. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Kebiasaan sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh) Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah. Pola Nutrisi dan Metabolisme. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi. Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh., Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh. Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal. Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992, umur 1 sampai 6 tahun Umur (dalam tahun) x 2 + 8 Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir. Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang. Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi. Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal. Pola Eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi. Kebiasaan Miksi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun, konsentrasi urine pekat. Pola tidur dan istirahat. Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma. Pola Aktivitas a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.

b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM. Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk . Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan. Pola Hubungan Dengan Peran. Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma. Pola Persepsi dan pola diri.Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri Yang meliputi Body Image ,seef Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan. Pola sensori dan kuanitif a. Sensori - Daya penciuman - Daya rasa - Daya raba - Daya penglihatan - Daya pendengaran. b. Kognitif : Pola Reproduksi Seksual. Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada. Pola penanggulangan Stress Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran : - biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata sajaStress fisiologi ,tidak bias menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia. - Stress Psikologi tidak di evaluasi. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan. Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji 4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI 1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun. 2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia. 3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu. 4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah. 5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas. 6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. 7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat. 8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual. 9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun. 10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang. DIAGNOSA KEPERAWATAN I. Resiko Tujuan: - tidak terjadi infeksi Kriteria hasil: - Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen Intervensi 1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung. R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas. 2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi. R/. Deteksi dini tandatanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia . tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

3. Berikan antibiotika sesuai indikasi R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu. DIAGNOSA KEPERAWATAN II Resiko Tujuan : - Tidak terjadi trauma Kriteria hasil : - Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain Intervensi : 1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas. R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi. 2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut. R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo. 3. Kolaborasi. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb. R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang. 4. Abservasi tanda-tanda vital R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan. tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum

DIAGNOSA KEPERAWATAN III Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang Tujuan : - Tidak terjadi kontraktur Ktiteria hasil : - Tidak terjadi kekakuan sendi - Dapat menggerakkan anggota tubuh Intervensi 1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi. R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan . 2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.

3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh . 4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera 5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang.

HIDROSEFALUS

A. DEFINISI Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang sudural.

B. PATOFISIOLOGI Hidrosepalus terjadi karena ada gangguan absorbs CSF dalam

subaracnoid(communicating hidrosefalus) dan atau adanya obstruksi dalam pertikel yang mencegah CSP masuk kerongga subaracnoid karena inpeksi, neoplsma, perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak

janin.(noncomunicating hidrosefalus). Cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang terdapat dalam otak.

C. KOMPLIKASI Peningkatan tekanan intra cranial. Kerusakan otak Infeksi : septicemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik Hematoma subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus Kematian

D. ETIOLOGI

Penyebab hidrosefalus terbagi dua, yaitu : Kongenital : disebabkan perkembangan janin dalam rahim (misalnya Malformasi Arnold Chiari) atau infeksi intrauterine Di dapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma atau perdarahan.

E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis dibedakan menjadi dua, yaitu pada bayi dan masa kanakkanak. MASA BAYI : Kepala membesar, fontanel anterior menonjol, vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi creckedpot (tanda Macewen), mata melihat ke bawah (tanda setting sun), mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opisthotonus dan spatik pada ekstermitas bawah. Pada bayi dengan malformasi Arnold Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi napas stridor, kesulitan bernapas, apnea, aspirasi, dan tidak ada reflex muntah. Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataksia, mudah terstimulasi, letargi, apatis, bingung, bicara inkoheren.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi hidrosefalus, menangani komplikasi, mengatasi efek hidrosefalon Penatalaksanaan terdiri dari : Non pembedahan : pemberian acetazolamide dan isosorbide atau furosemid mengurangi produksi cairan serebro spinal. Pembedahan : pengangkatan penyebab obstruksi misalnya neoplasma, kista, atau haematom; pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstra cranial misalnya ke rongga peritoneum, atrium kanan, dan rongga pleura atau gangguan perkembangan.

PENATALAKSANAAN PERAWATAN

1. PENGKAJIAN Riwayat keperawatan Kaji adanya pembesaran kepala bayi, vena terlihat jelas pada kulit kepala, bunyi cracked-pot pada perkusi, tanda setting-sun, penurunan kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada ekstremitas bawah, tanda peningkatan tekanan intracranial ( muntah, pusing, papi; edema ) bingung Kaji lingkar kepala Kaji ukuran ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun menonjol Kaji perubahan tanda vital khususnya pernapasan Kaji pola tidur, perilaku dan interaksi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intracranial. 2. Risiko injury berhubungan dengan pemasangan shunt. 3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan adanya tindakan untuk mengurangi tekanan intrakanial, meningkatnya tekanan intrakinal. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek pemasangan shunt 5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi yang mengancam kehidupan anak. 6. Antisipasi berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan anak.

3. PERENCANAAN 1. Anak akan menunjukan tidak adanya tanda-tanda komplikasi dan perfusi jaringan serebral adekurat. 2. Anak akan menunjukan tanda-tanda terpasangnya shunt dengan tepat. 3. Anak tidak akan menujukan tanda-tanda injury 4. Anak tadak akan menunjukan tanda-tanda infeksi 5. Orang tua akan menerima anak dan akan mencari bantuan mengatasi rasa berduka.

4. IMPLEMENTASI 1 dan 3. Mencegah komplikasi Mengukur lingkar kepala setiap 8 jam Memonitor kondisi fontanel Mengatur posisi anak miring kearah yang tidak dilakukan tindakan operasi. Menjaga posisi kepala tetap sejajar dengan tidur untuk menghindari pengurangan tekanan intracranial yang tiba-tiba. Mengobservasi dan menilai fungsi neurologis setiap 15 menit hingga tandatanda vital stabil. Melaporkan segera setiap perubahan tingkah laku ( misalnya; mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran ) atau perubahan tanda-tanda vital ( meningkatnya tekanan darah, denyut nadi perlahan ). Menilai keadaan balutan terhadap adanya pendarahan dan daerah sekitar operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap 15 menit hingga tanda vital stabil, selanjutnya setiap 2 jam. Mengganti posisi setiap 2 jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daeran tertentu. 2 dan 4. Mencegah terjadinya infeksi dan injury Melakukan segera jika terjadi perubahan tanda vital ( meningkatkan temperature tubuh ) atau tingkah laku ( mudah terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran ) segera. Memonitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan atau pembengkakan. Pertahankan terpasangnya kondisi shunt tetap baik, jika kondisi shunt yang tidak baik, maka segera untuk berkolaborasi untuk pengangkatan atau penggantian shunt. Lakukan pemijitan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan pada awalnya.

5 dan 6. Membantu penerimaan orang tua tentng keadaan anak dan dapat berpartisipasi Memberikan kesempatan pada orang tua/anggota keluarga untuk

mengekspresikan perasaan. Menghindari dalam memberikan pernyataan yang negative Menunjukan tingkah laku yang menerima keadaan anak ( menggendong, berbicara, dan memberikan kenyamanan pada anak ) Memberikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak, ijinkan orang tua melakukan perawatan pada anak dengan optimal. Menjelaskan seluruh tindakan dan pengobatan yang dilakukan. Memberikan dukungan pada tingkah laku orang tua yang positif. Mendiskusikan tingkah laku orang tua yang menunjukan adanya frustasi.

5. PERENCANAAN PEMULANGAN Ajarkan teknik perawatan dan balutan pemasangan shunt dan jelaskan tandatanda infeksi dan mal fungsi dari shunt Anjurkan untuk melapor ke perawat atau dokter bila ada sumbatan Jelaskan tentang obat-obatan yang diberikan ; efek kebutuhan

mempertahankan tekanan darah (seperti anti kejang) Jelaskan tentang pentingnya control ulang

ASKEP ANAK KEJANG DEMAM A. PENGERTIAN 1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229) 2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)

3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1) 4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182) 5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). 6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996). 7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. B. ETIOLOGI Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929) 1. Demam itu sendiri. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme 3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial. C. PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi

pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229) E. MANIFESTASI KLINIS Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43) Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang. F. PENATALAKSANAAN Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan : 1. Segera diberikan diezepam intravena -->dosis rata-rata 0,3mg/kg atau diazepam rektal ---------------->dosis 10 kg = 5mg/kg. Bila diazepam tidak tersedia

langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat. 2.Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya 3.Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB 4.memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL. Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu: a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara Intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu. b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul. c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit. Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat

mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah G. KLASIFIKASI Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah 1. Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu : a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit. c. Kejang bersifat umum d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam. e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan. g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali 2. Kejang kompleks. Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

H. KOMPLIKASI Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu : 1. Kerusakan otak. Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. 2. Retardasi mental Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus. I. PENCEGAHAN Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung. 1. Pencegahan berulang a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang b. Penkes tentang 1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter 2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37C) 3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat 4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi. 2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi : a. Baringkan pasien pada tempat yang rata

b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas d. Lepaskan pakaian yang ketat e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera J. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah : 1. EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks. 2. Lumbal Pungsi Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. - Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal Fungsi - Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan : 1)Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom 2)Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml) 3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L bayi 3.6-5.8mEq/L

S-ar putea să vă placă și