Sunteți pe pagina 1din 21

Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Gangguan Hematologi Idiopatik Trombositipenia Purpura

Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. Ida Marhaeni Lazuardi Mahendra R. Nelly Khasanah Artik Ekhtiari Wilujeng

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Gangguan Hematologi Idiopatik Trombositipenia Purpura ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini di susun oleh penulis guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Reproduksi II pada semester VII. Penulis berharap dengan di susunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca, terkhusus untuk mahasiswa program studi S1 Keperawtan STIKES ICME

JOMBANG mengenai asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan gangguan hematologi salah satunya ITP. Tak ada gading yang tak retak penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jombang, 19 November 2012

Penulis

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.latar belakang masalah Kehamilan normal menyebabkan perubahan-perubahan besar dalam system koagulasi dan fibrinolitik, yaitu meningkatnya konsentrasi berbagai factor koagulasi dan penurunan aktivitas fibrinolitik plasma sebagai akibat peningkatan konsentrasi plasminogen activator inhibitors (PAI). Fibrinogen meningkat dari kehamilan awal sampai dapat mencapai dua kali lipat nilai sebelum hamil pada kehamilan aterm. Factor VIII dan X juga meningkat sangat pesat selama kehamilan, tetapi faktor-faktor pembekuan tergantung vitamin K lainnya, factor II, factor IX, dan XII hamper tidak menunjukkan perubahan, sedangkan factor XI dan XIII dapat menurun sedikit.

Hitung trombosit seharusnya tidak banyak berubah selama kehamilan. Waktu perdarahan tetap normal selama kehamilan. Uji skrining untuk memeriksa perdarahan, yaitu activated partial thromboplastin time (APTT) dan prothrombin time (PT), berada dalam nilai normal dewasa selama kehamilan, tetapi paa trimester ketiga, keduanya mungkin sedikit memendek, dan hal ini perlu diperhatikan ketika menilai status koagulasi pada ibu hamil.

Kelainan perdarahan pada masa kehamilan dan nifas merupakan problem tersendiri yang mungkin sulit ditangani. Terdapat berbagai macam kelainan perdarahan yang dapat dikelompokkan dalam kelainan bawaan serta didapat, salah satu kelainan perdarahan didapat pada kehamilan adalah Idiopatik Trombositopenia Purpura. Trombositopenia pada ITP merupakan proses autoimun dimana terjadi perusakan trombosit yang dimediasi oleh autoantibodi antitrombosit yang terikat pada antigen permukaan sel. Trombosit yang telah memiliki kompleks antigen antibodi ini kemudian akan dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial. Autoantibodi antitrombosit tersebut dapat melewati sawar darah plasenta, sehingga dapat mempengaruhi ibu dan janinnya. Komplikasi ibu yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik perdarahan antepartum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post partum. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan metode persalinan tidak memiliki korelasi langsung dengan risiko 1

perdarahan asal dilakukan dengan penanganan tepat.Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis membahas materi tentang asuhan keperawatan ibu hamil dengan gangguan hematologi salah satunya adalah ITP dengan harapan dapat menambah pengetahuan para pembaca terkhusus untuk mahasiswa program studi S1 Keperawatan STIKES ICME JOMBANG mengenai konsep dasar penatalaksanaan asuhan keperawatan bayi dengan bblr.

1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah yang di maksud dengan ITP? 2. Bagaimana etiologi dari ITP? 3. Apa sajakah manifestasi klinis dari ITP? 4. Apa saja komplikasi dari ITP dalam kehamilan? 5. Bagaimanakah penatalaksanaan kehamilan dengan ITP? 1.3.Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep teori ITP dalam kehamilan. 2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan ITP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahun dan lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk). Idiopatik Trombositipenia Purpura ( ITP) adalah kelainan hematologis dimana ditemukan adanya penurunan jumlah trombosis di bawah normal ( trombositopenia), dengan disertai manifestasi klinis berupa perdarahan di kulit (purpura) dan kadang disertai manifestasi perdarahan lain (misal epistaksis) tanpa ditemukan sebab sistemik atau toksisitas yang jelas. ITP merupakan proses autoimun.( http://www./idiopathic-immunetrombocytopenic-purpura.html.).

2.2. Etiologi Etiologi pasti dari purpura trombositopenik imun (PTI) belum diketahui, namun beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah sebagai berikut : 1. Hipersplenisme. 2. Infeksi virus. seperti rubella, rubeola, atau infeksi saluran napas virus. Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura rata-rata 2 minggu. 3. Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS), Fenil butazon, diamokkina, sedormid). 4. Bahan kimia. 5. Pengaruh fisik (radiasi, panas). 6. Kekurangan factor pematangan (malnutrisi). 7. Koagulasi intra vascular diseminata CKID. 8. Autoimmun.

2.3. Patofisiologi

Trombositopenia pada PTI merupakan suatu keadaan dimana jumlah trombosit darah perifer kurang dari normal yang disebabkan oleh menurunnya produksi, distribusi abnormal, destruksi trombosit yang meningkat. Patofisiologi Klasifikasi 1. Trombositopenia artifaktual - Trombosit bergerombol (Platelet clumping) disebabkan oleh anticoagulantdependent immunoglobulin (Pseudotrombositopenia) Trombosit satelit (Platelet satellitism) Trombosit menempel pada sel PMN leukosit yang dapat dilihat pada darah dengan antikoagulan EDTA. Platelet satellism tidak menempel pada limfosit, eosinofil, basofil, monosit. Platelet satellism tidak ditemukan pada individu normal ketika plasma, trombosit, dan sel darah putih dicampur dengan trombosit. Trombosit diikat oleh suatu penginduksi (obat, dll.) sebagai antigen sehingga dikenali oleh sel PMN leukosit yang mengandung antibody sehingga terjadi adhesi trombosit pada PMN leukosit. Giant Trombosit (Giant Platelet) Giant trombosit terdapat pada apusan darah tepi penderita ITP (I Made Bakta, 2006). Trombosit ini berukuran lebih besar dari normal.

2. Penurunan Produksi Trombosit Hipoplasia megakariosit Trombopoesis yang tidak efektif Gangguan kontrol trombopoetik Trombositopenia herediter

3. Peningkatan destruksi Trombosit a. Proses imunologis

Autoimun, idiopatik sekunder : infeksi, kehamilan, gangguan kolagen vaskuler, gangguan limfoproliferatif.

Alloimun : trombositopenia neonates, purpura pasca-transfusi.

b. Proses Nonimunologis Trombosis Mikroangiopati : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), Hemolytic-Uremic Syndrome (HUS). Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vaskuler: infeksi, tranfusi darah massif, dll. c. Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling Gangguan pada limpa (lien) Hipotermia Dilusi trombosit dengan transfuse massif

ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh agen virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 6 minggu sebelum timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura dengan trombositopenia dan anemia. Trombositopenia pada PTI disebabkan terjadinya kerusakan yang berlebihan dari trombosit sedangkan pembentukannya normal atau meningkat. Kerusakan ini mungkin disebabkan oleh faktor yang heterogen, sampai saat ini belum diperoleh kesepakatan mengenai mekanismenya. Harrington (1951) menyimpulkan bahwa kerusakan trombosit disebabkan adanya Humoral antiplatelet factor di dalam tubuh yang saat ini dikenal sebagai PAIgG atau Platelet Associated IgG Court dan kawan-kawan telah membuktikan bahwa PAIgG meningkat pada PTI, sedangkan Lightsey dan kawan-kawan menemukan PAIgG lebih tinggi pada PTI akut dibanding bentuk kronik. Hal ini menunjuk-kan bahwa terdapat perbedaan mekanisme kerusakan trombosit pada bentuk akut dan kronik

PAIgG diproduksi oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan megakariosit dalam tubuh. Pada bentuk akut antigen spesifik diduga bersumber dari infeksi virus yang terjadi 1-6 minggu sebelumnya. Antigen ini bersama PAIgG membentuk kompleks antigen-antibodi dan selanjutnya melekat di permukaan trombosit. Perlekatan ini menyebabkan trombosit akan mengalami kerusakan akibat lisis atau penghancuran oleh sel-sel makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa, sumsum tulang dan getah bening. Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berat diikuti manifestasi perdarahan. Bentuk PTI kronik bisa merupakan kelanjutan dari bentuk akut. Pada bentuk kronik ini ternyata PAIgG tetap tinggi walaupun kompleks antigen-antibodi dikeluarkan dari tubuh, meskipun tidak setinggi pada bentuk akut. Keadaan demikian diduga berhubungan erat dengan konstitusi genetik yang spesifik dari sistim immunologik penderita dimana peninggian PAIgG disebabkan adanya autoantigen pada membrana trombosit atau oleh antigen spesifik yang melekat pada permukaan trombosit. 2.4. Manifestasi Klinis Masa prodormal : keletihan, demam dan nyeri abdomen. Biasanya didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella, rubeola,varisela), atau setelah vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu sebelum trombositopenia. Riwayat perdarahan. Riwayat pemberian obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin. Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia atau kelainan hematologi. Manifestasi perdarahan (ekimosis multipel, petekie, epistaksis). Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan. Hati, limpa dan kelenjar getah bening tidak membesar. Infeksi.

2.5. Diagnosis

Idiopatik Trombositopenia Purpura adalah diagnosis eksklusi, yaitu diagnosis setelah diagnosis diferensial lain telah tersingkirkan. Idiopatik trombositopenia purpura sendiri ditegakkan bila ditemukan antara lain adanya purpura pada kulit, uji tourniquete positif, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mL, adanya perpanjangan masa perdarahan, waktu pembekuan, serta gangguan koagulasi lainnya, dengan jumlah megakariosit dalam sumsum tulang lebih banyak, dengan tanpa ditemukan adanya kelainan sistemik maupun toksisitas obat atau racun, dan tidak ditemukan pula splenomegali. Lebih dari 80% kasus ITP berhubungan dengan antibodi antiplatelet, tetapi adanya antibodi antiplatelet ini bukan merupakan kriteria diagnosis untuk ITP. ITP juga bisa terlihat dan terdiagnosa pada saat kehamilan. Karena sangat sulit membedakan diagnosis antara ITP dan trombositopenia gestational Bahkan dengan pemeriksaan antibodi antitrombosit, kecuali bila terdapat penurunan trombosit yang drastik tanpa ditemukan penyebab lain untuk trombositopenia. pun tidak. ITP ringan sampai sedang merupakan kondisi yang sering ditemui pada akhir kehamilan, tanpa ditemui manifestasi klinis yang berarti. Akan tetapi untuk mendiagnosis ITP hendaknya dilakukan pemeriksaan dan evaluasi ulang post partum.

2.6. Pemeriksaan Penunjang a. Trombocitopenia (khas) Hitung trombosit menurun sampai dibawah 20 x 10/L, dapat mencapai nol. b. Apus darah tepi : Megatrombosit. c. Anemia normositik bila lama anemia mikrositik hipokromik (atau bila ada perdarahan hebat). d. Leukosit : Normal bila ada perdaraha hebat leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri, pada keadaan lama : limfositosis relatif/leukopenia ringan. e. Sumsum tulang Normal, tetapi jumlah dapat bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berisi metamegalialuariosit satu, setoplasma lebar, granulosit sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit) jarang ditemukan. f. Perdarahan hebat hiperaktif sistem eritropoetik. g. Bila ada eosinofil alam jumlah banyak (> normal) prognosis baik.

h. Masa perdarahan memanjang, Rl (+), masa pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal dan protombin consumtion memendek. 2.7. Penatalaksanaan 1. ITP Akut Ringan: observasi tanpa pengobatan sembuh spontan. Jika trombcosit 30.000-50.000 :berikan prednison atau tidak diterapi. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan kortikosteroid. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV. Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit. Transfusi trombosit , Imunoglobulin intravena (1g/kg/hari atau 2-3 hari), Metilprednisolon (1g/hari atau 3 hari).

2. ITP Menahun Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Contohnya: prednison 2 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV). IMMUNOGLOBULIN Preparat Immunoglobulin yang digunakan mengandung lebih dari 95% gamma-globulin dalam bentuk monomerik. Meskipun kesimpulan akhir mekanisme kerjanya belum terungkap, tetapi ada beberapa pendapat yang telah dikemukakan yaitu : 1. Melindungi permukaan trombosit, membungkusnya dengan Immunoglobulin non spesifik, sehingga PAIgG, antigen spesifik, ataupun antigen-antibodi tidak dapat melekat pada permukaan trombosit 2. Menurunkan produksi PAIgG 3. Memblokade Fc reseptor di RES 4. Dapat mengatasi penekanan trombopoetik yang disebabkan oleh kortikosteroid apabila pengobatan konservatif sebelumnya telah menggunakan preparat ini

SPLENEKTOMI

Pada wanita yang tidak berespon terhadap steroid atau terapi imunoglobulin, splenektomi mungkin efektif. Menjelang akhir kehamilan, prosedur ini secara teknis lebih sulit dan mungkin perlu dilakukan seksio sesarea agar limpa lebih mudah dicapai. a. Mekanisme kerja Seperti telah diketahui limpa merupakan salah satu organ pembentuk PAIgG dan sebaliknya juga merupakan tempat penghancuran PAIgG tersebut. Dengan diangkatnya limpa diharapkan pembentukan PAIgG berkurang dan penghancuran PAIgG atau trombosit di limpa tidak ada lagi; akibatnya trombosit meningkat, dan permeabilitas kapiler mengalami perbaikan. b. Indikasi PTI kronik yang sedang dan berat PTI kronik yang diobati secara konservatif ternyata gagal mencapai remisi setelah 6-12 bulan, atau mengalami relaps 23 kali dalam setahun, atau tidak memberi respons terhadap pengobatan konservatif

c. Kontra Indikasi Penderita PTI kronik yang juga menderita penyakit akut atau berat lainnya. Penderita PTI kronik disertai penyakit jantung atau hal lain yang merupakan indikasi-kontra bagi setiap tindakan bedah.

d. Pasca splenektomi Penilaian terhadap basil splenektomi menurut perbaikan klinis dan hitung trombosit dilakukan 6-8 minggu kemudian. Dan basil yang diperoleh ternyata 80% mengalami remisi sempurna Penyulit pasca splenektomi: Pada masa kurang dari 2 minggu berupa sepsis dan perdarahan, sedangkan lebih dari 2 minggu berupa penyakit infeksi berat. 2.7.Pencegahan

Imun trombositopeni purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya yaitu sebagai berikut : Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan resiko pendarahan. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan, lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa. 2.8.Komplikasi a. Komplikasi maternal Komplikasi ibu yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik perdarahan antepartum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post partum. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan metode persalinan tidak memiliki korelasi langsung dengan risiko perdarahan asal dilakukan dengan penanganan tepat.Hitung trombosit > 50.000/mL masih aman untuk persalinan, bahkan beberapa ahli mengatakan sampai level 3050.000/mL masih dapat melahirkan dengan normal tanpa komplikasi. Wanita dengan ITP yang mengalami perdarahan intra-partum memiliki jumlah trombosit < 30.000/mL. Penatalaksanaan ITP dalam kehamilan haruslah mengacu pada hal tersebut. Tidak direkomendasikan untuk melakukan pengambilan sampling darah janin untuk mengetahui hitung trombosit janin. Akan tetapi bila data tersebut sudah tersedia, maka dianjurkan untuk melakukan sectio cesaria bila kadar trombosit janin < 20.000/mL. Riwayat melahirkan bayi dengan jumlah trombosit yang rendah (<50.000/mL) atau bayi yang mengalami perdarahan intracranial juga bias dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Beberapa tahun terakhir wanita dengan ITP lebih banyak yang menjalani sectio cesaria ( 77%), akan tetapi hendaknya pemilihan metode persalinan lebih dikarenakan indikasi obstetric dan bukan karena ITP maternal. Komplikasi lain yang harus diperhatikan selama persalinan adalah TTP ( Trombotik Trombositopenik Purpura) juga merupakan hal yang patut diwaspadai dan dimonitor dengan baik, walaupun insidennya jarang, akan tetapi memerlukan terapi yang lebih agresif. Karena pada TTP terbentuk trombi yang dapat menyebabkan iskemi, selain juga menurunkan jumlah trombosit dalam sirkulasi. TTP memiliki tingkat mortalitas yang tinggi

10

baik untuk ibu (44%) atau janin (80%). Sebagian besar TTP terjadi antepartum, dan hanya 11% yang terjadi post partum (11%). b. Komplikasi fetal dan neonatal Risiko trombositopenia fetal pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita ITP sekitar 10%, dimana 1/3 nya mengalami komplikasi perdarahan. Hitung trombosit mungkin akan turun setelah persalinan, dan biasanya akan membaik dalam 2 minggu. Dapat terjadi perdarahan spontan post natal. Insiden terjadinya trombositopenia neonatal (NAIT Neonatal Alloimmune Thrombocytopenia ) berkisar 12%. Perdarahan intracranial neonatus jarang terjadi ( sekitar 1%), dan tidak bergantung dari metode persalinan. Persalinan per vaginam tidak terbukti menyebabkan perdarahan intracranial. Sectio cesaria sebaiknya hanya dilakukan atas indikasi obstetric. Rendahnya jumlah trombosit neonatus selain karena factor intrauterine seringkali juga disebabkan IgG antitrombosit ibu yang berada pada air susu yang diminum oleh neonatus. Trombositopenia ini dapat menyebabkan perdarahan intracranial neonatus post partum. Sangatlah penting untuk memberitahu dokter anak yang merawat pasien dimana ibunya mengalami ITP tentang kemungkinan terjadinya trombositopenia. Akan tetapi pemberian ASI tetap boleh dilakukan hanya perlu dilakukan penatalaksanaan yang tepat dan monitor dengan baik. Wanita dengan ITP memiliki risiko lebih besar untuk melahirkan neonatus yang mengalami trombositopenia. Dimana 10% diantara neonatus tersebut memiliki hitung trombosit <50.000/mL, dan 4% < 20.000/mL. Adanya antibodi antiplatelet dalam sirkulasi fetomaternal memungkinkan hal ini. IgG menembus sawar plasenta dan menempel pada epitop trombosit janin, sehingga dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial janin. Akan tetapi walaupun kejadian trombositopenia neonatus memang lebih banyak pada wanita ITP, belum ada korelasi yang jelas mengenai hal tersebut. Dari beberapa penelitian terlihat bahwa 10 dari 11 bayi yang lahir dari ibu yang bukan penderita ITP juga memiliki antibodi antiplatelet dalam sirkulasinya, sehingga mengalami trombositopenia. Ibu dari bayi-bayi tersebut ternyata setelah dilakukan pemeriksaan post partum memiliki siklus hidup trombosit lebih pendek, sehingga didiagnosa dengan ITP ringan. 11

BAB III KONSEP ASKEP

3.1.Pengkajian Anamnesa I.Identias Idenitas klien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi kesehatan, dan diagnosa medis. II.Keluhan Utama MRS Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta perolongan kesehatan adalah adanya gejala dan tanda seperti demam, bintik-bintik merah pada kulit di daerah kaki, memar di sekitar mulut, dan sering mimisan. III.Keluhan Penyakit Sekarang Klien dengan ITP biasanya mengeluhkan letih,ada bintik-bintik merah di kulit,dan juga demam. IV. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian yang peru ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit terdahulu. V. Riwayat Penyakit Keluarga Adakah yang menderita penyakit ITP dalam keluarga, atau penyakit menular misalnya TBC dan penyakit keturunan seperti DM. VI.Riwayat Psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping yang di gunakan klien dan keluarga untuk menilai respons terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respons aau pengaruhnya dalam kehidupan sehari- hari baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kondisinya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal. VII. Pengkajian ANC 1. Riwayat Obstetri a.Riwayat Menstruasi Kaji tentang menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya. 12

b.Riwayat Abortus, Persalinan,Nifas Kaji jumlah anak saat ini, riwayat kehamilan dan pengalaman persalinan sebelumnya, riwayat kehilangan (abortus) janin, dan nifas. c.Riwayat Kehamilan Sekarang HPHT, HTP Gerakan janin (kapan mulai dirasakan dan apakah ada perubahan yang terjadi) Masalah atau tanda-tanda bahaya Keluhan-keluhan lazim pada kehamilan Penggunaan oba-obatan Kehawatiran-kehawatiran yang dirasakan.

2. Riwayat pembedahan Kaji adanya pembedahan yang pernah di alami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan dimana tindakan tersebut berlangsung. 3. Riwayat pemakaian obat Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. 4. Riwayat imunisasi Memberikan imunisasi TT 0,5 cc, jika sebelumnya telah mendapatkan. Dengan jadwal sebagai berikut : Antigen Interval (selang waktu minimal) Pada kunjungan antenatal pertama 4 minggu setelah TT1 6 bulan setelah TT2 1 tahun setelah TT3 1 tahun setelah TT4 Lama perlindungan 3 tahun* 5 tahun 10 tahun 25 % perlindungan 80 95 99 99

TT1 TT2 TT3 TT4 TT5

tahun/seumur hidup Keterangan : *artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terilndung dari TN (Tetanus Neonatorum). 5.Riwayat Keluarga Berencana Perlu di kaji apakah sebelumnya ibu sudah pernah melaksanakan KB, jenis kontrasepsi apa yang di gunakan, sejak kapan menggunakan kontrasepsi, dan adakah masalah selama memakai kontrasepsi tersebut?. 13

Pemeriksaan Fisik 1. B1 (Breathing) Perubahan pada system pernapasan yang mungkin muncul pada pasien ITP Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas yang bias di tandai adanya takipnea.

2. B2 (Blood) Terdapat gejala perdarahan seperti ptekie, ekimosis, epitaksis tanpa ditemukan sebab sistemik atau toksisitas yang jelas. Nadi lemah dan cepat, bisa terjadi peningkatan tekanan sistolik. Bila terjadi yang lebih parah, hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok,. 3. B3(Brain) Dapat di sertai sakit kepala, pusing, demam. 4. B4 (Bladder) Pada ibu hamil pada prinsipnya, secara fisiologis mengalami perubahan system perkemihan karena kegiatan ginjal meningkat, adanya dilatasi glomerolus dan ureter sehingga sering BAK. Pada ibu hamil dengan ITP ada kemungkinan terjadi hematuri. 5. B5 (Bowel) Harus di ketahui bahwa adanya perubahan fisiologis system pencernaan pada ibu hamil yaitu Mual dan muntah akibat pengaruh HCG, Tonus dan motilitas lambung menurun, Hyperptialisin, dan Peristaltik GI menurun, konstipasi karena peningkatan reabsorbsi cairan. Pada ibu hamil dengan ITP memungkinkan terjadinya hematemesis, feses dengan darah segar, melena. 6. B6 (Bone) Sering muncul keletihan, kelemahan, malaise umum, sering terdapat bintik-bintik merah dan memar di daerah kaki, penyembuhan luka buruk sering infeksi. 3.2. Diagnosa Keperawatan a. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan fungsi trombosit abnormal, trombositopenia b. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat.
c. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

14

3.3. Intervensi Keperawatan a. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan fungsi trombosit abnormal, trombositopenia 1. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest ) R/Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. 2. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan baik untuk ibu atau janin, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis). R/Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan. 3. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tandatanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan). R/Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. 4. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap). R/mengetahui jumlah trombosit sebagai acuan tindakan selanjutnya. 5. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis. R/Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kenaikan produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan megakariosit dalam tubuh 6. Kolaborasi dalam pemberian medikamentosa. R/membantu mempercepat proses kesembuhan pasien.

b. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat. 1. Monitor keadaan umum pasien R/ Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok 2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih R/Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok 3. Monitor masukan & keluaran, catat & ukur perdarahan yang terjadi, produksi urin. R/Pengukuran & pencatatan sangat penting untuk mengetahui jumlah perdarahan yang dialami pasien. Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh. Produksi urin 15

yang lebih pekat & lebih sedikit dari normal (sangat sedikit) menunjukkan pasien kekurangan cairan & mengalami syok. Hati-hati terha-dap perdarahan di dalam 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan R/Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan. 5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena R/Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat. Monitor masukan & keluaran, catat & ukur perdarahan yang terjadi, produksi urin. 6. Berikan obat-obatan untuk me-ngatasi perdarahan sesuai dengan program dokter. R/mengurangi resiko syok hipovolemik.

c. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi. 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit ITP

R/untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien & keluarga. 2.Menjelaskan tentang proses penyakit,, perawatan & obat-obatan pada pasien dengan bahasa & kata-kata yang mudah dimengerti/ dipahami. R/menambah pengetahuan pasien. 3.Menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan & manfaat nya bagi pasien. R/mengurangi kekhawatiran pasien dalam setiap tindakan yang diberikan perawat. 4..Memberikan kesempatan pada pasien/keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang di alami pasien. R/ Mengurangi kecemasan & memo-tivasi pasien untuk kooperatif se-lama masa perawatan atau penyem-buhan.

5. Menggunakan leaflet atau gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada/memungkinkan). R/ Gambar-gambar atau media cetak seperti leaflet dapat membantu me-ngingat penjelasan yang telah dibe-rikan karena dapat dilihat atau di baca berulang kali.

16

BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan ITP ( Idiopatik Trombositopenia Purpura) merupakan kondisi yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi, sehingga kejadiannya pada kehamilan juga cukup tinggi yaitu hingga 1-2 kasus dalam 1000 kehamilan. Kehamilan dan ITP saling mempengaruhi satu sama lain. ITP merupakan kondisi trombositopenia yang dapat diperberat dengan adanya kehamilan. Wanita yang sebelum hamil memiliki jumlah trombosit yang normal secara fisiologis mengalami penurunan jumlah trombosit selama kehamilannya (trombositopenia gestational). Akan tetapi penurunan jumlah trombosit hingga < 50.000/mL (beberapa ahli menyebutkan <70.000/mL) harus dimonitor dengan baik, karena kemungkinan merupakan kasus ITP, dan difollow up hingga post partum, selain untuk penanganan juga untuk memastikan diagnosis. Sebaliknya pasien ITP yang hamil juga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami perdarahan baik antenatal, intra partum maupun post partum. ITP juga dapat menyebabkan trombositopenia fetal dan neonatal dengan segala akibatnya, baik perdarahan maupun gangguan hemodinamik lain. Adanya trombositopenia fetal maupun neonatal ini diakibatkan antibodi antitrombosit ibu yang dapat melewati sawar darah plasenta dan air susu. Setelah ditegakkan diagnosis ITP, Penatalaksanaan ITP dalam kehamilan memerlukan pengetahuan yang cukup mengenai penyakit, terapi dan efek sampingnya terhadap ibu dan janin, serta kondisi ibu dengan janin itu sendiri. Pengobatan medikamentosa dengan steroid masih merupakan pilihan pertama, dan dilakukan splenektomi bila memang terapi steroid tidak berhasil. Antenatal care yang teratur dan cermat sangat diperlukan untuk memonitor perkembangan ibu serta janin. Metode persalinan hendaknya dipilih berdasar indikasi obstetrik, mengingat tidak ada perbedaan komplikasi antara persalinan per vaginam dan perabdominam. Dengan penatalaksanaan yang baik dan adekuat diikuti monitor dan evaluasi berkala, maka akan memberikan hasil optimal baik bagi ibu maupun janin. 4.2.Saran

17

Mahasiswa

harus

mampu

menguasai

konsep

penyakit

beserta

prosedur

penatalaksanaannya agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien sehingga penatalaksanaan dapat di lakukan secara efektif dan efisien, salah satunya adalah dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida sehingga di harapkan meminimalisir terjadinya komplikasi.

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. .( http://www./idiopathic-immune-trombocytopenic-purpura.html.). Di akses tanggal 17 november 2012. Feryanto, Achmad F.2011.Asuhan Kebidanan Patologis.Jakarta :Salemba Medika. Mansjoer Arif.2001. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 1. Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.. Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

19

S-ar putea să vă placă și