Sunteți pe pagina 1din 21

TUGAS EKONOMI KESEHATAN DAN EKONOMI MIKRO MENGHITUNG SUPPLY MAKSIMAL PELAYANAN RAWAT INAP DI RS ISLAM SURABAYA DAN

UTILIZATION FOR MEDICAL CARE

Oleh : 1. Aulia Oktaviani 2. Elvira Yuniarti


3. Norita Rachman FR

4. Domitianus Adhio 5. Agia Tessa A

MANAJEMEN PEMASARAN DAN KEUANGAN PELAYANAN KESEHATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012
1

A. Menghitung Supply Maksimal Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Islam Surabaya 1. Definisi Supply Dalam Pelayanan Kesehatan a. Pengertian supply dan supply maksimal Penawaran (supply) adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu. Dalam ilmu ekonomi, penawaran maksimal (supply maximal) menunjukkan jumlah (maksimum) yang ingin dijual pada berbagai tingkat harga, atau berapa harga (minimum) yang masih mendorong penjual untuk menawarkan berbagai jumlah dari suatu barang. Titik beratnya pada kerelaan atau kesediaan untuk menjual, bukan berapa barang yang sungguh-sungguh terjual. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang yang ditawarkan para penjual. Hukum penawaran mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan dengan asumsi ceteris paribus bahwa semua variabel yang sedang tidak dibicarakan diangap tetap dan sama. Hal mendasar dalam supply baik itu pada produk barang ataupun jasa adalah fungsi produksi yang meliputi input (6M2T1I) dan proses. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara output pada barang ataupun jasa tersebut dengan sumber daya (input) yang digunakan untuk memproduksinya. b. Pengertian pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/ masyarakat yang optimal/ setinggi-tingginya.

c. Supply maksimal pelayanan kesehatan Supply maksimal pelayanan kesehatan adalah jumlah maksimal/ kemampuan maksimal/ kapasitas maksimal pelayanan yang dapat diberikan dalam periode tertentu. 2. Faktor Yang Mempengaruhi Supply Pelayanan Kesehatan a. Karakteristik fungsi produksi (Characteristics of production function) Penawaran terhadap produk atau pelayanan adalah tergantung pada fungsi produksi. Supply pada pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kemampuan produksi /input yaitu 6M (man, money, material, machine, methode, market ), 2T (time, technology), dan 1I (information). a. Man : dokter, dokter spesialis, bidan, perawat, skm, farmasis, tenaga administrasi, dan lain sebagainya.
b. Money : biaya operasional, biaya infestasi dan biaya lain-lain. c.

Material

: berhubungan dengan logistik pelayanan

kesehatan, misalnya obat, suntik, bahan makanan, dan lain sebagainya.


d.

Methode : SOP rumah sakit, Standart Pelayanan Minimal (SPM), dll Machiene : peralatan laboratorium, peralatan unit penunjang, incenerator, dll Market : wilayah kerja pelayanan kesehatan,

e.
f.

segmentasi pasar, masyarakat sasaran yang dibidik berdasarkan proses STP (segmenting, targeting dan posisioning)
g.

Teknologi : kecanggihan dan kemutakhiran teknologi yang digunakan misalnya finger print, dan lain sebagainya.

h. Time

: waktu yang digunakan untuk pelayanan, unit pelayanan.

i. Informasi : melalui internet, pamflet dan leaflet.


3

b. Faktor Dominan Dalam Supply Pelayanan Kesehatan Supply pelayanan kesehatan merupakan derivat dari supply sehingga faktor yang mempengaruhi juga sama. Faktor paling dominan yang mempengaruhi penawaran pada pelayanan kesehatan adalah man dan machine (fasilitas medis) sedangkan 4M 2T 1i lainnya diasumsikan terpenuhi. Sumberdaya manusia dan machine merupakan faktor terpenting dalam pelayanan kesehatan karena:
a. Pelayanan kesehatan merupakan bisnis jasa, jadi man yang

memberi pelayanan (man sebagai pemberi jasa), seperti paramedic dan non paramedic.
b. Man pada pelayanan kesehatan memiliki kompetensi secara

khusus. Kompetensi ini meliputi keterampilan, kemampuan yang disertai kewenangan yang dilindungi undang-undang. c. Fasilitas disini sebagai penunjang keberadaan sumberdaya manusia tersebut. Jadi antara man dan machine harus selalu ada di dalam pelayanan kesehatan. c. Contoh Supply Dalam Pelayanan Kesehatan (keperawatan) Pada Rumah Sakit X akan dilakukan perhitungan mengenai jumlah pelayanan perawat. Jika outputnya adalah pelayanan keperawatan tiap pasien dan input yang digunakan adalah jumlah dan jenis perawat, alat keperawatan, maka hubungan teknis antara keduanya adalah sebagai berikut: Qnpc = f (RNs, LPNs, Ads, UN) Keterangan : Qnpc = Quantity of nursing patient care (kuantitas pelayanan keperawatan pasien) RNs = Registered Nurse (Perawat yang terdaftar) terlisensi/tersertifikasi)
4

LPNs = Licensed Practical Nurse (Perawat yang telah

ADs UN

= Nursing Aides (pembantu perawat) = The type of nursing unit (Unit atau tipe perawatan) Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Qnpc adalah kuantitas

pelayanan keperawatan , RNs (jumlah perawat yang tercatat, perawat yang mahir, sudah memiliki surat ijin praktek, sudah bisa mandiri sebagai perawat panggilan), AD (pembantu perawat) dan LPN (perawat praktek yang masih harus dinaungi oleh institusi), ketiga (RNs, LPNs, Ads) factor diatas terkategori dalam MAN, sedangkan UN terkategori dalam aspek sarana, prasarana, teknologi, material dan methode. Karakteristik tertentu dari fungsi produksi pada sektor kesehatan mempengaruhi biaya dan kuantitas pelayanan yang dapat disediakan. Hubungan dari fungsi ini menyatakan bahwa antara pelayanan untuk tiap pasien dan jenis perawat dapat digantikan dengan lainnya untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang sama. Tingkat penggantian tersebut bukan berarti jenis yang satu digantikan oleh jenis yang lain. Sebagai contoh satu LPN tidak dapat digantikan oleh satu RN, walaupun RN memiliki skill lebih. LPN hanya dapat menggantikan beberapa tetapi tidak semua tugas RN dapat digantikan. Tingkat penggantikan tersebut penting untuk ditentukan karena menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan untuk merencanakan kombinasi tenaga yang dapat meminimkan cost / biaya yang dikeluarkan produsen dalam memberikan pelayanan karena pemanfaatan resources yang maksimal. Dalam industri kesehatan terdapat legal restriction (pembatasan legal) dalam hal tugas dari pemberi pelayanan kesehatan. Artinya walaupun seorang perawat mampu untuk melakukan tugas tertentu dari dokter maka perawat itu tidak boleh melakukannnya karena akan melanggar kode etik profesi. Adanya legal restriction ini membatasi tingkat penggantian pada fungsi produksi. Sehingga pengambil harus memperhatikan kombinasi pemakaian input yang akan digunakan. Karakteristik lain dari fungsi produksi yaitu tidak semua input dapat divariasikan secara simultan pada setiap waktu. Pada waktu tertentu
5

pengambil keputusan dapat memvariasikan kombinasi input. Misalnya dalam anaisis jangka waktu yang panjang dengan mengkombinasikan tipe perawat (memperbanyak atau memperbaikinya) selama penggunaan yang lebih besar dari mekanisme monitoring. Periode jangka panjang adalah jangka waktu dimana administrator dapat memvariasikan tidak hanya jumlah dan tipe perawat, tetapi juga ukuran dan karakteristik dari unit keperawatan. Periode jangka pendek adalah jangka waktu dimana administrator hanya dpat memvariasikan input , tidak dapat melakukan perubahan pada unit keperawatan. Contoh lain yaitu dalam periode jangka pendek, untuk menaikkan pelayanan dokter dapat dilakukan dengan menambah jumlah jam kerja atau dengan menambah pekerja tambahan. Pada periode jangka panjang dapat dilakukan dengan pelatihan. Perbedaan antara analisis jangka pendek dan panjang ini penting untuk ditentukan karena mempengaruhi penetapan biaya terendah dalam pemberian pelayanan kesehatan. Aspek lain dalam fungsi produksi yang perlu diperhatikan adalah teknologi. Peran teknologi adalah dalam efisiensi yaitu memperbanyak jumlah output/ pelayanan dari penggunaan input yang lebih sedikit. Dalam perawatan kesehatan, teknologi dapat merubah penyakit yang awalnya tidak bisa diobati sekarang dengan adanya kecanggihan dapat di-treatment dengan kemungkinan sembuh yang lebih tinggi. Tetapi penggunaan teknologi dapat meningkatkan penggunaan input. Namun dalam hal lain teknologi dapat menurunkan penggunaan obat baru (input) yang dapat menurunkan perawatan yang mahal. d. Elastisitas Supply Dalam Pelayanan Kesehatan Efisiensi ekonomis pada sisi supply dalam sektor pelayanan kesehatan juga memiliki dampak kebijakan penting. Jika sisi supply pelayanan kesehatan secara relatif inelastis. Kebutuhan peningkatan harga yang besar secara relatif selalu membawa kelanjutan peningkatan pada output pelayanan kesehatan (karena provider tidak sedang berusaha untuk meminimalisasi biaya mereka).maka hal ini akan mempengaruhi jenis
6

redistribusi tujuan program dalam sisi demand, secara spesifik, jenis program asuransi kesehatan nasional yang dapat diinstitusikan. Seperti ditunjukkan pada gambar, kurva supply yang relatif inelastis, digambarkan dengan S1, akan, dengan peningkatan demand dari D1 ke D2, menghasilkan peningkatan harga yang lebih baik dan peningkatan penyediaan layanan yang lebih kecil daripada jika supply pelayanan kesehatan adalah lebih elastis. Daftar supply yang lebih elastis menjadi, sama meningkat dalam demand, menggambarkan Q2-Q1 meningkatkan pelayanan dengan peningkatan harga yang lebih kecil: P2 dibandingkan dengan P1. Total biaya dalam peningkatan demand menjadi P1 xQ1 dalam kasus yang inelastis. Versus P2 xQ2 dalam situasi jika suplai lebih elastis. Dalam kasus terakhir, peningkatan yang lebih dalam total peningkatan belanja akan menyebabkan peningkatan pelayanan kesehatan, mengingat bentuknya maka akan lebih meningkatkan harga dengan cepat dengan peningkatan pelayanan yang lebih kecil. Biaya untuk program asuransi kesehatan nasional menjadi lebih baik dan kesediaan pelayanan. S1 (In Elastis) Price P1 P2 D1 Q1 D2 Q2 Q/T S2 ( Elastis)

Kuantitas pelayanan medis Gambar 1. pengaruh elastisitas supplay berbeda pada kuantitas, harga, dan biaya asuransi kesehatan nasional
7

Efisiensi ekonomi dari sisi penawaran perawatan medis akan mempengaruhi pengambilan keputusan kita untuk jenis program asuransi kesehatan nasional yang dikembangkan, ketika akan dilaksanakan, dan apa yang akan menutupi. Juga akan ada efek redistributif di antara kelompok penduduk yang berbeda dalam masyarakat tergantung pada sifat kaku pasokan pelayanan medis. sifat kaku lebih besar akan berarti lebih meningkatkan harga, upah, dan pendapatan dari penyedia layanan kesehatan. Sisanya penduduk akan membiayai kenaikan tersebut dari pendapatan mereka sendiri dan dari pajak mereka membayar untuk mendukung program pergeseran permintaan dalam perawatan medis. Dengan menganalisis elastisitas penyediaan pelayanan medis, adalah mungkin untuk lebih akurat memperkirakan efek pada harga dan pengeluaran program peningkatan permintaan dan untuk mengevaluasi kinerja penyedia perawatan medis. Jika analisis menunjukkan bahwa pasokan pelayanan medis hanya ditentukan oleh sifat fungsi produksi untuk menghasilkan jasa tersebut, dan selanjutnya, bahwa penyedia sedang berusaha untuk meminimalkan biaya mereka, maka sangat sedikit perubahan akan mungkin untuk meningkatkan kinerja industri. Kenaikan harga medis dan jenis output yang dihasilkan tidak dapat diubah tanpa efek serius dan berbahaya pada industri dan pasien. Namun jika, fungsi produksi secara artifisial dibatasi oleh batasan hukum, dan ada beberapa insentif bagi penyedia layanan untuk meminimalkan biaya produksi mereka, maka akan mungkin untuk meningkatkan kinerja sektor medis. 3. Cara menghitung supply maksimal pada pelayanan kesehatan a. Rawat Inap A. Sumber Daya Sumber daya paling dominan pada rawat inap adalah material (tempat tidur), Material disini adalah sarana dan prasarana yang berhubungan dengan tempat tidur di rumah sakit. Material yang dimaksud adalah bantal, sarung bantal, guling, sarung guling dan seprei, untuk 5M
8

2T 1i, diasumsikan sebagai faktor penunjang dan terpenuhi. Berikut pelayanan rawat inap RS Islam Surabaya dengan jumlah tempat tidur 116 buah. B.Supply Maximal Perhitungan supply maximal untuk pelayanan rawat inap di RS Islam Surabaya dengan jumlah tempat tidur sebanyak 116 buah adalah sebagai berikut : 1.) pasien yg dirawat = 365 hari x 1 hari x 116 TT

Rata-rata hari pasien yang dirawat Apabila rata-rata hari pasien yang dirawat disamakan dengan standart yaitu berjumlah 6 maka : pasien yg dirawat = 365 x 1 x 116 6 = 42340 / 6 = 7.056,66 = 7.057 pasien Jadi jumlah pasien maksimal yang dirawat untuk 116 TT dalam waktu 1 tahun adalah 7.057 pasien. 2.) hari rawat = 365 hari x jumlah TT x 24 jam 24 jam = 365 x 116 x 24 24 jam = 42.340 hari Jumlah hari rawat maksimal untuk 116 TT dalam waktu 1 tahun adalah 42.340 hari. 4. Utilization for Medical Care

Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat (consumer satisfaction), melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara efisien (institutional satisfaction). Harapan pasien terhadap kualitas pelayanan yang mereka terima dapat dilihat dari beberapa aspek, meliputi: 1) kemudahan mengakses atau mendapatkanPerawatan 2) tenaga kesehatan yang kompeten dan terampil 3) kebebasan memilih dokter dan rumah sakit; 4) pengobatan yang sesuai 5) penjelasan tenaga kesehatan tentang kondisi dan pengobatan/perawatan 6) penghargaan tenaga kesehatan terhadap klien 7) perhatiantenaga kesehatan 8) tenaga kesehatan yang profesional 9) perbaikan kondisi klien setelah perawatan (Kajian Pengeluaran Publik Sektor Kesehatan Tahun 2007) Teori Perubahan Perilaku Perilaku adalah apa yang dilakukan oleh seseorang. GreenCOM mengemukanan definisi, Behavior as a single, observable action performed by an individual.(Perilaku,secara tunggal, adalah aksi dari seseorang yang dapat diamati). Walaupun perilaku tersebut barangkali dilaksanakan menurut kebiasaan (habit), tapi hal itu merupakan sebuah keputusan yang sadar. Berbicara masalah perilaku, Ajzen dan Fishbein (1980) mengatakan bahwa perilaku mempunyai empat elemen, yakni action, target, context and time. Elemen action, sangat mudah dimengerti, karena berkaitan dengan apa yang dikerjakan. Elemen Target, merujuk kepada perorangan atau kelompok yang dipengaruhi oleh action tersebut. Berkaitan dengan perilaku penggunaan jamban
10

saniter, adalah berkaitan dengan siapa yang melakukan perilaku tersebut: laki-laki dewasa saja dan perempuan dewasa saja, atau orang-orang di kampung A saja dan seterusnya, serta siapa yang terkena akibat perilaku yang tidak sehat itu. Elemen context, merujuk kepada bagaimana action tersebut dilakukan. Misalnya: buang air besar di kebun dan membersihkannya pakai kayu; atau buang air besar di kebun dan bilasnya dirumah; atau buang air besar disungai tanpa cuci tangan dengan sabun dan sebagainya. Elemen Time, merujuk kepada kapan action tersebut dilakukan. Misalnya: masyarakat urban biasa buang air di kanal pada malam hari; atau ada kebiasaan buang air besar pakai kantong plastik pada pagi buta dan dilembar ke kebun dan sebagainya. Perumusan dengan jelas tentang 4 elemen perilaku tersebut akan sangat membantu dalam men-spesifikasikan perilaku yang akan dirubah. Beberapa teori perilaku akan dijelaskan sebagai berikut : a. Theory of Planed of Behaviour (Teori Tingkah Laku yang direncanakan) oleh Ajzen (1985,1987) Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA (Theory of Reasoned Action). Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu, 2002). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku, status

sosial

ekonomi,

suasana

hati,

sifat

kepribadian,

dan

pengetahuan)

mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar
11

belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Di dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni Personal, Sosial, dan Informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan ekspose pada media.
2. Keyakinan Perilaku atau behavioral belief yaitu hal-hal yang diyakini oleh

individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.
3. Keyakinan Normatif (Normative Beliefs), yang berkaitan langsung dengan

pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu.
4. Norma subjektif (Subjective Norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki

motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh

dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia
12

memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.
6. Persepsi kemampuan mengontrol (Perceived Behavioral Control), yaitu

keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini dengan persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku (Intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. b. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan) Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ; 1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan. 2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku. 3. Perilaku itu sendiri. Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana & petugas kesehatan. Health Belief Model menurut Becker (1979) ditentukan oleh : Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan
13

Menganggap serius masalah yakin terhadap efektivitas pengobatan tidak mahal menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan Model ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang yang berkaitan dengan kesehatan tergantung kepada persepsi seseorang itu terhadap empat area kritis, yaitu: 1. 2. 3. 4. Keganasan penyakit tersebut, Kerentanan seseorang terhadap penyakit itu, Keuntungan yang dirasakan bila melakukan perilaku yang baru dan Hambatan-hambatan yang mungkin ditemui bila melakukan perilaku baru itu. Seseorang akan lebih mudah mengikuti anjuran untuk hidup sehat apabila: Dia pernah merasakan atau paling kurang melihat keganasan penyakit yang akan menyerangnya, bila ia tak mau merubah perilakunya. Dia merasakan bahwa dia rentan terhadap penyakit tersebut. Contoh, karena yang bersangkutan selamanya tak pernah merasakan sakit diare walaupun selalu minum air mentah, maka amat sulit menganjurkannya untuk minum air air masak. Menganjurkan seseorang yang sedang menderita sesuatu penyakit adalah lebih mudah dari pada yang sedang sehat, karena akan merasakan manfaatnya bila ia mau mengikuti anjuran kita. Akhirnya, seseorang akan mau merubah perilakunya apabila dia tahu bahwa dengan sumberdaya yang ada padanya dia mampu melakukan perilaku baru tersebut. Misalnya, setelah tahu benar manfaat jamban bagi kesehatan diri dan keluarganya, dia mempunyai uang yang cukup untuk membangun jamban seperti yang diinginkan atau tidak sulit mendapatkan material tersebut didesanya. c. The Precede-Proceed Framework oleh Law Green Lawrence Green mengemukakan bahwa ada 3 faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya perilaku, yaitu :

14

1)

Predisposing factors, yaitu faktor-faktor yang memberi kecenderungan seseorang untuk berperilaku, yang mencakup pengetahuan, sikap , keyakinan dan nilai.

2)

Enabling factors atau faktor pemungkin, yaitu faktor-faktor lingkungan dan masyarakat dari seseorang/individu yang memungkinkan atau yang hadir sebagai hambatan dalam perubahan.

3)

Reinforcing factors atau faktor pendorong, yaitu pengaruh-pengaruh positif atau negatif dari penerimaan (adopsi) perilaku (termasuk dukungan sosial) yang mempengaruhi keberlanjutan perilaku tersebut. Teori ini sering dipakai sebagai pendekatan dalam penyusunan

perencanaan, yang dekenal sebagai The Precede-Proceed Framework. Menurut teori L.Green, seseorang akan merubah perilakunya bila ia paham akan manfaat perubahan itu bagi kesehatan diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya; dia punya keyakinan akan manfaat itu dan mampu mencapainya; serta sesuai dengan nilainilai atau norma yang selam ini dianutnya. Yang bersangkutan juga akan bersedia merubah perilakunya apabila tak ada hambatan dari lingkungannya. Misalnya, anjuran kepada PSK untuk memakai kondom, dimana semua pelanggannya menolak memakai kondom, sementara di sangat membutuhkan uang untuk hidup sehari-harinya, adalah sangat tidakrelevan. Akhirnya, biasanya seseorang mau merubah perilakunya bila orang-orang disekitarnya, mendukung perubahan itu. d. Learning Theory (Teori Pembelajaran) Theori ini menekankan bahwa dalam mempelajari sesuatu yang baru, pola perilaku yang sangat kompleks biasanya menghendaki adanya perubahan dari banyak perilaku-perilaku kecil yang menyusun keseluruhan perilaku yang kompleks tersebut. Perilaku-perilaku yang mengarah kepada perilaku tujuan utama membutuhkan penguatan dan penegakan dengan pemberian penghargaanpenghargaan pada pencapaian-pencapaian dari setiap bagian bila diperlukan. Peningkatan secara bertahap, kemudian dibutuhkan dalam rangka menuju bentuk perilaku yang diinginkan.

15

Berikutnya, tantangan akan dihadapi bila proses perubahan kearah perilaku yang baru itu dihadapkan atau dikompetisikan dengan perilaku-perilaku lama yang lebih dilakukan, sudah memberikan kepuasan, dan perilaku-perilaku yang sudah menjadi kebiasaan atau adanya pengaruh lingkungan. Inilah permasalahan yang sering kita jumpai dalam mempromosikan pemakaian jamban kepada masyarakat. Dalam masyarakat telah mengkristal perilaku lama yang sangat mudah dikerjakan, praktis, tak memerlukan biaya dan sudah dilakukan bertahuntahun, yakni buang air besar di sebarang tempat. Walapupun perilaku tersebut kotor dan jorok, mereka telah terbiasa dengan keadaan itu dan sama sekali tak merasa terganggu. Tidak ada pula control social yang melarang perilaku tersebut, karena semua anggota masyarakat, termasuk para tokoh masyarakatnya pun melakukan hal yang sama. Upaya penguatan, menggambarkan konsekwensi-konsekwensi yang memotivasi individu-individu untuk mau atau menolak untuk merubah perilakunya. Sebagian besar perilaku dipelajari dan dipelihara/dipertahankan dibawah skedul penguatan dan antisipasi future reward yang kompleks. Future rewards atau insentives bisa menjadi lebih bersih hadiah/penghargaan), berupa konsekwensi-konsekwensi & sehat),extrinsic rewards. Penting untuk fisik dicatat (seperti bahwa rewards (seperti penerimaan

danintrinsic

walaupun pemberian penghargaan dari luar dapat merubah perilaku, tetapi tidak menjamin terjadinya perubahan perilaku yang lestari dan dalam jangka panjang. e. Trans Theoritical Model (TTM) Menurut TTM, individu bergerak maju melalui 5 tahap tersebut diatas dalam perjalanan mereka menuju sebuah perubahan yang bermanfaat dan lestari. 1) Pre-contemplation belum siap untuk melakukan perilaku sehat Pada tahap ini, orang belum ingin untuk memulai perilaku sehat dalam waktu dekat (kira-kira dalam 6 bulan). Mereka mungkin belum menyadari kebutuhan untuk berubah. Strategi yang diperlukan bagi individu dalam tahapan ini antara lain: o o Belajar lebih banyak mengenai perilaku hidup sehat, Berpikir tentang pro/menerima terhadap perubahan perilaku mereka
16

Merasakan emosi-emosi tentang perilaku yang negative atau perilaku sehat dari orang lain.

2) Contemplation (perenungan) mencapai kesiapan untuk melakukan perilaku sehat Pada tahap ini, seseorang/individu sedang berpikir tentang memulai berperilaku sehat kira-kira dalam 6 bulan kedepan. Tetapi, mereka barangkali masih berada bagian sisi bawah dari perubahan itu. Strategi yang diperlukan bagi individu dalam tahapan ini antara lain: o o o Membayangkan manfaatnya atau kenikmatannya menjadi seseorang jika mereka sudah merubah perilaku mereka. Belajar lebih banyak dari orang yang berperilaku sehat Bekerja dalam mengurangi kontra terhadap perubahan perilaku mereka . Pada tahap ini, seseorang/individu telah siap untuk memulai berperilaku sehat dalam kira-kira 30 hari kedepan. Mereka mengambil langkah-langkah yang diyakini dapat menolong mereka untuk membuat mereka berperilaku sehat sebagai bagian dari kehidupan mereka. Contohnya, mereka mengatakan kepada teman-teman dan keluarganya bahwa mereka mau berubah. Strategi yang dibutuhkan bagi individu dalam tahapan ini antara lain: o o o Mencari dukungan dari teman-teman atau guru yang mereka percayai Mengatakan kepada orang lain tentang rencananya untuk merubah cara dia berperilaku Berpikir tentang bagaimana mereka akan rasakan jika mereka melakukan perilaku yang baru. 4) Action mengerjakan perilaku sehat Pada tahap ini, orang mulai melakukan perilaku sehat, tapi mereka telah melakukannya kurang dari 6 bulan. Ini jelas nampak pada si pelajar dan mereka yang disekitarnya bahwa mereka sedang bergerak maju. Pelajar-pelajar itu sedang menegakkan komitmen untuk berubah. Strategi yang diperlukan antara lain:

3) Preparation (persiapan) siap untuk melakukan perilaku sehat

17

o o o

Men-substitusi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perilaku yang tidak sehat dengan yang positif Menghargai dirinya sendiri untuk mengambil langkah kedepan dalam perubahan Menghindari orang dan situasi yang menggoda mereka untuk mengerjakan perilaku yang tidak sehat.

5) Maintenance memelihara perilaku sehat Pada tahap ini, seseorang telah (selalu) memelihara perilaku sehat untuk lebih dari 6 bulan. Hal ini penting untuk si pelajar , pada tahapan ini, untuk sadar terhadap situasi-situasi yang mungkin menggoda mereka untuk tergelincir kembali kedalam perilaku tidak sehat. Strategi yang diperlukan antara lain: o o o Mencari dukungan dari dan berbicara dengan orang lain yang mereka percayai. Meluangkan waktu dengan orang-orang yang melakukan perilaku sehat. Mengingat untuk melibatkan dalam kegiatan-kegiatan alternative dari pada dengan perilaku yang tidak sehatSeseorang/individu bergerak maju melalui tahap-tahap tersebut dengan sangat bervariasi, maju-mundur sepanjang continuum, dengan membutuhkan waktu yang bervariasi pula sebelum mencapai tujuan dari tahap maintenance. Lebih baik bila digambarkan sebagai spiral atau sirkel dari pada linier. Efisiensi seseorang untuk berubah tergantung kepada doing the right thing (processes) at the right time (stages). Menurut teori ini, intervensi yang specific pada tahap kesiapan seseorang untuk berubah adalah essential. Sebagai contoh, untuk seseorang yang belum pada tahap kontemplasi untuk menjadi lebih aktif, pemberian semangat melalui tahap per tahap sepanjang continuum mungkin lebih efektif dari pada menyuruh mereka untuk bergerak langsung untuk ber-aksi. f. Social Learning/Social Cognitive Theory Social learning theory, yang kemudian dinamakan Social Cognitive theory, mengusulkan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi oleh pengaruh
18

lingkungan, factor-faktor personal dan atribut dari perilaku itu sendiri. Masingmasing bisa mempengaruhi atau dipengaruhi oleh lainnya atau dari dua diantaranya. Inti ajaran dari social cognitive theory ini adalah Concept of Self Efficacy(konsep kemanjuran diri). Seseorang harus yakin dalam dirinya sendiri akan kemampuannya untuk melakukan perilakunya ( yaitu seseorang harus memiliki self efficacy) dan harus merasakan suatu insentif dalam mengerjakan itu (yaitu ekspektasi-ekspektasi positif seseorang pada saat melakukan perilaku itu, dan harus mempertimbangkan pula ekspektasi-ekspektasi negatifnya). Sebagai tambahan, seseorang harus menghargai hasil-hasil akhir (outcomes) atau konsekuensi-konsekuensinya, yang dia yakini akan terjadi sebagai hasil dari melakukan sebuah perilaku atau action tertentu/spesisifik. Hasilhasil akhir dimaksud barangkali bisa diklasifikasikan sebagai keuntungan jangka pendek/ immediate benefits( seperti rasa semangat mengikuti kegiatan fisik/olah raga, misalnya) atau keuntungan jangka panjang (seperti mengalami peningkatan kesehatan jantung sebagai hasil dari kegiatan fisik). Self-efficacy diyakini sangat penting dalam menentukan perubahan perilaku seseorang, karena ekspektasi jangka panjang dari seseorang akan disaring melalui ekspektasi-ekspekatasi atau persepsi-persepsi akan kemampuannya melakukan perilaku tersebut. Self efficacy bisa ditingkatkan melalui berbagai cara, yaitu dengan memberikan (1) instruksi yang jelas, (2) kesempatan untuk pengembangan kemampuan atau pelatihan, dan (3) pemberian model tentang perilaku yang diinginkan. Untuk bisa menjadi efektif, model harus bisa menimbulkan kepercayaan (trust), kekaguman (admiration) dan rasa hormat (respect) dari si observer. Tetapi, si model tidak harus, muncul untuk mewakili suatu tingkat perilaku yang tidak mampu diwujudkan oleh si pengamat. g. Ecological Approaches (Pendekatan Ekologi) Satu kritik terhadap sebagian besar teori dan model perubahan perilaku adalah bahwa teori-teori tersebut menekankan kepada proses perubahan perilaku individual dan sedikit memberikan perhatian kepada pengaruh sosio-kultural dan

19

lingkungan fisik terhadap perilaku.Belakangan ini, interest telah dikembangkan dalam pendekatan ekologi guna meningkatkan partisipasi didalam kegiatan fisik. Konsep sebuah lingkungan dalam promosi kesehatan telah didemonstrasikan dengan menggambarkan bagaimana kegiatan fisik dapat di promosikan melalui mewujudkan dukungan-dukungan lingkungan, seperti bersepeda santai, jalan santai ditaman, dan penghargaan-penghargaan untuk memberikan semangat kepada kebiasaan berjalan atau bersepeda ketempat kerja. Sebuah tema dasar dari perspektif ekologi adalah bahwa sebagian besar intervensi yang efektif terjadi pada multiple levels (tingkatan-tingakatan ganda). Sebuah model telah diusulkan bahwa meliputi beberapa tingkatan pengaruh terhadap perilaku sehat, yaitu faktor intrapersonal, faktor interpersonal dan kelompok, faktor institutional, faktor masyarakat dan kebijakan publik. Dengan cara yang sama, model lain mempunyai tiga tingkatan (individual, organizational, dan governmental) didalam 4 setting (sekolah, tempat kerja, institusi pelayanan kesehatan dan masyarakat). Intervensi-intervensi yang secara bersamaan mempengaruhi multiple levels dan multiple settings itu bisa diharapkan mengarahkan kepada perubahan-perubahan yang lebih besar dan lestari dan pemeliharaan promosi kebiasaan hidup sehat. Ini adalah sebuah area yang dijanjikan untuk mendesign riset intervensi kedepan untuk mempromosikan kegiatan-kegiatan fisik. h. Kelman Berkaitan dengan mengapa seseorang mau merubah perilakunya, Kelman mengemukakan bahwa seseorang mau merubah perilakunya karena alasan-alasan sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) Dipaksa (Coersive), karena instruksi , dipaksa atau ancaman. Terpaksa (compliance), menuruti anjuran orang lain karena ingin mendapatkan imbalan, baik berupa materi maupun non materi. Karena ingin meniru atau ingin dipersamakan (identification) dengan seseorang yang ia kagumi. Karena menyadari manfaatnya (internalization)

20

Patut menjadi catatan bahwa perubahan yang paling lestari adalah apabila seseroang menyadari benar akan manfaat perubahan perilakunya.

TINJAUAN PUSTAKA Neila Ramdhani, 2007. Model Perilaku tanggal 10 April 2012) Anonim, 2011. Teori Perubahan Perilaku Hidup Sehat. Penggunaan It NR-2007

neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/.../neila_buletin-tsm.pdf (sitasi

http://labkomfkmuvri.blogspot.com/2011/06/teori-perubahan-perilakuhidup-sehat.html (sitasi tanggal 10 April 2012)

21

S-ar putea să vă placă și