Sunteți pe pagina 1din 14

ASUHAN KEPERAWTAN HIV/AIDS

Disusun Oleh : Leny Qomariah

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2013

KERANGKA KONSEP

DEFINISI Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi. Menurut Price dan Wilson (2006) pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi

INSIDENSI Pnemonia merupakan penyebab kematian pada balita. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada balita dan bayi didugakarena pneumonia dan merupakan penyakit akut dan kualitaspenata laksananya masih belum

memadai.Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran Pernafasan akut lebih difokuskan pada upaya penemuan dini

dantatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderitapneumonia balita yang ditemukan.Jumlah penderita pneumonia balita pada tahun 2006

sebanyak1.803, yang dapat ditangani 1.803 (100%), sedangkan jumlah penderita pneumonia semua umur sebanyak 9.005 orang di kabupaten Situbondo.

ETIOLOGI Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti: 1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter 2. Virus: virus influenza, adenovirus 3. Micoplasma pneumonia, Streptococus pneumonia, mycoplasma pneumonia, haemophilus influenza, 4. Jamur: candida albicans

PATOFISIOLOGI Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif.Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari

infeksi.Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal.Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas.Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/ viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks.Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis MANIFESTASI KLINIK

1. Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 C sampai 40,5 C). 2. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk. 3. Takipnea (25 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung, 4. Nadi cepat dan bersambung 5. Bibir dan kuku sianosis 6. Sesak nafas

KOMPLIKASI 1. Efusi pleura 2. Hipoksemia 3. Pneumonia kronik 4. Bronkaltasis 5. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). 6. Komplikasi sistemik (meningitis) 7. Empiema PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto thoraks: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyebabkan abses.

2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. 3. Pemeriksaan serologi: cara melakukan pemeriksaan serologi pd pneumonia membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi zat antilehionella Sampel darah vena penderita tersangka Pnemonia sebanyak 10 cc, pemeriksaan serum darah dilakukan dengan cara Direct Fluorescent Antibody (DFA). Untuk pemeriksaan serologi, sampel darah dimasukkan dalam botol steril dan tertutup rapat.Kemudian darah disentrifuge, dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan bakteri dan pembiakan. Pemeriksaan serum darah dilakukan dengan cara Direct fluorescent Antibody (DFA), dan pemeriksaan dengan cara fluorescence isothiocyanat (FITC juga dapat dilakukan untuk mendeteksi grup L. pneumonia secara serologi atau dengan cara enzim linkage, 4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.

5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.

PENATALAKSANAAN Farmakologi Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya: 1. Eritromisin
1. FARMAKOKINETIK 1.Pemberian Eritromisin basa dihancurkan oleh asam

lambung sehingga obat ini diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau
ester. Semua obat ini diabsorpsi secara adekuat setelah pemberian peroral.2.Distribusi Distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke cairan sebrospinal. Obat ini merupakan satu di antara sedikit antibiotika yang bedifusi ke dalam cairan prostat da mempunyai sifat akumulasi unit ke dalam makrofag.Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan penetrasinya ke jaringan lebih baik.3.Metabolisme Eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistemsitokrom P-450. 4.Ekskresi Eritromisin terutama

dikumpulkan dan diekskresikan dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui sirkulasi enterohepatik. 2. EFEK SAMPING 1.Gangguan epigastrik Efek samping ini paling sering dan dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien terhadap eritromisin. 2.Ikterus Kolestatik Efek samping ini terjadi terutama pada eritromisin estolat. Reaksi ini timbul pada hari ke 10-20 setelah dimulainya terapi. Gejalanya berupa nyeri perut yang menyerupai nyeri pada kolestasis akut, mual, muntah, kemudian timbul ikterus, demam, leukositosis dan eosinofilia; transaminase serum dan kadar bilirubin meninggi; kolesitogram tidak menunjukkan kelainan. 3.Ototoksisitas Ketulian sementara berkaitan dengan eritromisin terutama dalam dosis tinggi. 4.Reaksi Alergi Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan.

2. Tetrasiklin
1. Farmakokinetik:

Tetrasiklin merupakan kelompok obat yang berbeda secara fisik dan karakteristik farmakologi yang berbeda dari antimikrobia beta laktam lainnya, tapi sebenarnya mempunyai sifat antimikrobia yang sama dan memberi resistensi silang yang sempurna. Semua tetrasiklin diabsorpsi di usus dan didistribusikan secara luas pada jaringan tubuh, tapi hanya sedikit masuk ke cairan serebrospinal. Beberapa dapat juga diberikan secara intravena atau intramuskuler. Obat ini diekskresi lewat empedu dan tinja.
2. Farmako dinamik

Golongan tetrasiklin menghambat sintesisprotein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya anti biotik ke dalam ribosom bakteri gram negative, pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua melalui sistem transport aktif. Setelah masuk anti biotik berikatan secara revarsible dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNA-amino asil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein (1)
3. Efek Samping

Tetrasiklin

memiliki

efek

samping

berupa

berbagai

gangguan

gastrointestinal (mual, muntah, diare), ruam kulit, lesi selaput lendir, dan demam, khususnya jika pemberian diperpanjang dan dosis tinggi.

Pergantian flora bakteri biasanya terjadi. Pertumbuhan berlebihan dari ragi pada selaput lendir anal dan vaginal selama pemberian tetrasiklin menimbulkan inflamasi dan gatal-gatal. Pertumbuhan berlebihan

organisme usus dapat menyebabkan enterokolitis. 3. Penisilin 1. Farmakokinetik: Amoksisilin diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal, di-mana kloksasilin hanya sebagian diabsorpsi. Kekuatan pengikatan pada protein dari dua obat ini berbeda-amoksisilin 20% berikatan pada protein, dan kloksasilin tinggi berikatan pada protein >90%. Toksisitas obat dapat terjadi jika obatobat lain yang tinggi berikatan pada' protein dipakai bersamaan dengan kloksasilin. Kedua obat ini mempunyai waktu paruh.yang singkat. Tujuh puluh persen dari amoksisilin diekskresikan ke dalam urin; kloksasilin diekskresikan ke dalam empedu dan urin. 2. Farmakodinamik: Baik amoksisilin dan kloksasilin adalah derivat penisilin dan bersifat bakterisidal. Obatobat ini niengganggu sintesis dinding sel bakteri, sehingga menyebabkan sel menjadi lisis.Amoksisilin dapat diproduksi dengan atau tanpa asam klavulanat, suatu agen yang mencegah pemecahan amoksisilin dengan menurunkan resistensi terhadap obat antibakterial.Penambahan asam klavulanat menambah efek

amoksisilin.Preparat amoksisilin asam klavulanat (Augmentin) dan amoksisilin trihidrat (Amoxil) mempunyai farmakokinetik dan

farmakodinamik yang serupa, dan demikian pula efek samping dan reaksi merugikannya.Jika memakai aspirin dan probenesid bersama amoksisilin atau kloksasilin, maka kadar antibakterial serum dapat

meningkat.Efek.amoksisilin dan kloksasilin berkurang jika dipakai bersama eritromisin dan tetrasiklin. Mula kerja, waktu untuk mencapai kadar puncak, dan lama kerja dari amoksisilin dan kloksasilin sangat serupa. 3. Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan: Reaksi merugikan yang sering dari pemberian penisilin adalah hipersensitifitas dan superinfeksi (timbulnya infeksi sekunder jika flora tubuh terganggu). Mual, muntah

atau diare merupakan gangguan gastrointestinal yang sering. Ruam kulit merupakan indikator dari adanya reaksi alergi yang ringan sampai sedang.Reaksi alergi yang berat dapat. Menjadi syok anafilaksis. Efek alergi terjadi pada 5-10% orang yang menerima senyawa penisilin; oleh karena itu, pernantauan ketat sewaktu pemberian dosis penisilin pertama dan dosis selanjutnya perlu dilakukan. 4. Pemberian Bronkodilator Non farmakologi 5. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda mikoplasma 6. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia. 7. Posisikan klien untuk semifowler 8. Pemberian O2 agar mencegah hipoksia jaringan paru Prognosa Pnemonia Prognosis penyakit pnemonia secara umum baik,tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat dan adekuat.perawatan yang intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit.

ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Data dasar pengkajian pasien: 1. Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas. 2. Sirkulasi Gejala : riwayat adanya Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat 3. Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi) 4. Neurosensori Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza) Tanda : perusakan mental (bingung) 5. Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia. Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan) 6. Pernafasan Gejala : takipnea (sesak nafas), dispnea. Tanda : sputum: merah muda, berkarat 7. Keamanan Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar 8. Penyuluhan/pembelajaran Gejala kronis : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol

Tanda

: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari

Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah PEMERIKSAAN FISIK

Status kesehatan umum

Pasien dalam kondisi dasar, CGS 456, tampak lemah, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, RR 35x/menit, nadi 110x/menit, regular, suhu 39,50C.

Sistem integument

Sianosis sekitar mulut dan hidung.

Kepala

tidak dipengaruhi

Muka

Sianosis sekitar mulut dan hidung

Mata

Terdapat konjungtiva anemis


Telinga Hidung

Sianosis sekitar mulut dan hidung.Pernapasan cuping hidung.

Mulut dan faring

Sianosis sekitar mulut dan hidung.

Leher

Tidak dikaji

Thoraks Pemeriksaan I:ada retraksi daerah supraklavikular, ruang2 intercostalis P: perkusi: pekak datar area yang konsolidasi P : premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi A: suara napas bronchial, ronkhi basah halus,

Jantung

Tidak dikaji

Abdomen

Perut tampak distended. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.

3.hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pnemonia 5.perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungn dengan penurunan nafsu makan

RENCANA KEPERAWATAN Dx 1: Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan bersihan jalan napas efektif dengan kriteria hasil :

- Batuk efektif - Nafas normal (12-20x/menit) - Bunyi nafas bersih - Sianosis tidak ada 1, Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada. Rasional: Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan 2. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan 3. Biarkan teknik batuk efektif Rasional: Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan nafas paten 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks. Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.

Dx II: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen darah Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas dapat teratasi dengan kriteria hasil : - Sianosis tidak ada - Nafas normal (16-24x/menit) - Sesak tidak ada - Hipoksia tidak terjadi

Intervensi 1. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas

Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum. 2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral Rasional: Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik. 3. Kaji status mental Rasional:Gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral. 4. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif Rasional: Tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi. Rasional: Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pe Dx III:Hipertermi berhubungan dengan proses penyebaran infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi hipertermi Kriteria hasil: suhu normal (36,5-37,5) Leukosit normal Intervensi; 1.Kaji TTV tiap 3 jam Rasional:mengidentifikasi pola demam 2.Berikan Kebutuhan cairan ekstra Rasional:Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan,sehingga perlu di imbangi dengan intake cairan yang banyak 3.Berikan kompres dingin Rasional:mandi dengan air dingin memungkinkan terjadinya pelepasan panas secara konduksi dan evaporasi 4.kenakan Pakaian yang tipis Rasional:konduksi tubuh dari luar membantu menurunkan suhu tubuh 5.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antipiretik

Rasional:antipiretik dapat mengontrol demam dengan mempengaruhi pusat pengtur suhu di hipotamus EVALUASI 1.Klien mampu batuk efekti -pernapasan klien normal 2.penurunan dipsnea -Klien menunnjukan tidak ada gejala distress pernapasa 3.Suhu klien berada pada kisaran 36,5-37,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta. 2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta. 3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta. 4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKU

S-ar putea să vă placă și