Sunteți pe pagina 1din 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Asam Basa Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan di dalam erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan (Indigomorie, 2008). 2.2 Prinsip Titrasi Asam Basa Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant (Indigomorie, 2008). 2.3 Asidi Alkalimetri Asidi adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai

titrasi asam-basa. Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen pereaksi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi merupakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kedua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetric lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetapi, dilihat dari segi yang keta, titrimetrik lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Reaksi-reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar penentu titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut : Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebagai basa, maka reaksinya adalah : HA + OH A- + H2O. jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah : BOH + H+ B+ = H2O Dari kedua reaksi di aas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni; H+ + OH- H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-reaksi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl (Underwood, 1986). Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam cara, yaitu : 1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa. Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N), Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa atau V1 + N1 = V2 + N2. Untuk asam berbasa satu dan

basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N. 2. Berdasarkan koefisien reaksi atau pensentaraan jumlah mol. Misalnya untuk reaksi: 2NaOH + (COOH)2 (COOH)2 = 2NaOH. Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M 2 adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka : V1M1 x 2 = V1 M1 = V2 M2 x 2 V2 M2 x 1 Oleh sebab itu : V NaOH x M NaOH x 1 = V (COOH) 2 x M (COOH)2 x M (COOH)2 x Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini : 1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120C) 2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan 3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02%) 5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap, Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen. 6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisi tak berubah selama penyimpanan. 4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau

2.4. Cara Mengetahui Titik Ekivalen Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa : 1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekivalen. 2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketetapan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilalakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Rumus Umum Titrasi Pada saat titik ekivalen maka mol ekivalen asam akan sama dengan mol ekivalen basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut : mol ekivalen asam = mol ekivalen basa Mol ekivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai : N x V asam = N x V basa Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH - pada basa, sehingga rumus diatas menjadi : n x M x V asam = n x M x V basa keterangan : N V = Normalitas = Volume

M n

= Molaritas = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH- (pada basa)

(Indigomorie, 2008). 2.5. Indikator Titrasi Indicator adalah senyawa kompleks yang bisa bereaksi dengan asam dan basa. Indicator digunakan untuk mengidentifikasi apakah suatu zat bersifat asam atau basa. Selain itu, indicator juga digunakan untuk mengetahui titik tingkat kekuatan asam atau basa. Skala keasaman dan kebasaan ditunjukkan oleh besarkecilnya nilai pH yang skalanya dari 0 sampai dengan 14. Semakin kecil nilai pH maka senyawa tersebut semakin asam. Sebaliknya, semakin besar nilai pH maka senyawa tersebut semakin bersifat basa. Indicator dapat tersebut dari zat warna alami tanaman atau dibuat secara sintetis di laboratorium. Syarat dapat atau tidaknya suatu zat dijadikan indicator asambasa adalah biasa terjadi perubahan warna apabila suatu indicator diteteskan pada larutan asam atau basa (Octa, 2010) 2.6. Syarat-syarat Indikator yang baik Syarat dapat tidaknya suatu zat dijadikan indicator asam basa adalah terjadinya perubahan warna apabila suatu indicator diteteskan pada larutan asam dan larutan basa. Untuk menguji sifat asam basa suatu zat selalu digunakan dalam bentuk larutan, karena dalam bentuk larutan sifat pembawaan asam dan basa lebih mudah dideteksi. Berikut adalah indicator pH yang sering kita gunakan di laboratorium. Indikator tersebut menunjukkan perubahan warna pada rentang pH tertentu.

Tabel 2.1 Beberapa contoh indikator dan perubahan warna yang terjadi
No. 1. 2. 3. 4. 5. Nama indikator Fenolftalein Metil Oranye Metil Merah Bromtimol Biru Metil Biru Range pH 8,3 10 3,2 4,4 4,8 6,0 6,0 7,6 10,6 13,4 Perubahan Warna Tak berwarna Merah muda Merah - Kuning Merah - Kuning Kuning Biru Biru Ungu

(Hamdani, 2010). 2.7 Aplikasi Asidi Alkalimetri Penentuan Kadar Kafein Melalui Metode Titrasi Bebas Air Titrasi bebas air atau titrasi non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan pelarut organik sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam pelarut air. Reaksi Penetralan merupakan reaksi antara asam dengan basa. Reaksi asam basa dalam medium air biasanya menghasilkan air dan garam (salt), yang merupakan senyawa ionik yang terbentuk dari suatu kation selain H+ dan suatu anion OH- atau O2-. Air adalah produk dari reaksi titrasi, dan lebih lanjut air tedapat dalam jumlah yang sangat berlebih. Jadi, sampai tingkat tertentu bersifat asam, sehingga bersaing degan asam yang ingin kita titrasi dan mencegah reaksi titrasi berjalan hingga selesi kecuali HB itu sendiri cukup kuat. Ini bisa dilihat dari tetapan K; tetapan itu semakin besar dengan semakin bearnya Ka, dan dengan semakin kecilnya tetapan otoprotolisis pelarut. Adapun prosedur dalam penentuan kadar kafein melalui metode titrasi bebas air adalah dikeringkan alat yang akan digunakan dengan cara dibersihkan dengan alkohol lalu dimasukkan ke dalam oven pengering. Timbang kafein 2 kali, yang pertama sebanyak 501,6 mg, masukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan asam asetat sebanyak 50 ml, dipanaskan lalu didinginkan kembali, setelah itu ditambahkan benzena sebanyak 100 ml, tambahkan indikator kristal violet sebanyak 4 tetes hingga larutan berwarna ungu kemudian dititrasi dengan asam perklorat sampai warna larutan menjadi biru hingga hijau lalu catat

volume titran. Lakukan hal yang sama dengan menggunakan kafein sebanyak 501,8 mg.

Mulai Ditimbang kafein sebanyak 501,6 mg dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer Dilarutkan dengan CH3COOH sebanyak 50 ml

Dipanaskan dan didinginkan kembali

Ditambahkan benzena sebanyak 100 ml

Ditambahkan indikator kristal violet sebanyak 4 tetes

Dititrasi dengan larutan asam perklorat

Apakah larutan berubah menjadi biru kehijauan ? Ya Dicatat volume asam perklorat yang terpakai

Tidak

Dihitung kadar kafein

Selesai Gambar 2.1 Flowchart Penentuan Kadar Kafein Melalui Metode Titrasi Bebas Air (Bajil, 2011)

S-ar putea să vă placă și