Sunteți pe pagina 1din 19

HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI PENILAIAN PROSES DAN PRODUK DALAM PEMBELAJARAN YANG BERBASIS KOMPETENSI1 OLEH PROF

Dr NYOMAN DANTES2 1. Pendahuluan Abad Melinium yang dicirikan dengan era global telah menuntut peningkatakan daya saing dan kompetisi yang terbuka. Hal itu, telah menimbulkan orientasi baru dalam pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yang bermakna, karena dengan pendidikan yang bermakna akan dapat menolong kita, sedangkan pendidikan yang tidak bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu pembelajaran yang bermakna menjadi isu penting dalam pendidikan seperti yang telah dilaporkan oleh the International Commission on Education for the Twenty-first Century (Delors, 1995), suatu komisi yang dibentuk oleh UNESCO dan bertugas mengkaji pendidikan yang tepat untuk abad ke-21. Laporan itu mengatakan bahwa untuk memenuhi tuntutan kehidupan masa depan, pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar sepanjang hayat; baik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap maupun untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan harus bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni peserta didik mempelajari pengetahuan, (2) learning to do, yakni peserta didik menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik belajar menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni peserta didik belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya saling menghargai antara sesama manusia. Dengan demikian, pendidikan saat ini harus mampu membekali setiap peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai dan sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan (knowledge-based) tetapi mencerminkan keempat pilar di atas. Melalui keempat pilar itulah dapat terbentuk kompetensi.

1 2

Makalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara Guru Besar Makropedagogik Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dimiliki dan dikuasai peserta didik yang dapat tertampilkan secara nyata dalam memecahkan /menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupan. Jadi seseorang dikatakan kompeten apabila padanya terbentuk suatu kemampuan yang dapat diandalkannya dalam menghadapi tuntutan kehidupan. Dengan kata lain, kompetensi dibangun agar setiap individu dapat survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dalam era global ini. Pembentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat komprehensif, dalam arti, asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Bila pada masa yang lalu fokus pembelajaran adalah pada produk belajar, pada masa sekarang proses dan produk mendapat porsi perhatian yang seimbang. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut, perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping itu, dengan dilakukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk terbaik. 2. Terminologi dalam Khasanah Asesmen Dalam konteks pendidikan dewasa ini, istilah asesmen lebih banyak digunakan dibandingkan dengan pada masa-masa yang lalu. Penggunaan istilah asesmen digunakan bersama-sama dengan istilah evaluasi dan pengukuran. Memang, menurut Popham (1975), pengertian pengukuran dan evaluasi berbeda. Pengukuran adalah suatu tindakan menentukan sejauhmana (the degree to which) seseorang memiliki suatu atribut tertentu. Penentuan itu dilakukan dengan memberikan angka (disebut skor) terhadap atribut tersebut. Evaluasi adalah keseluruhan proses untuk memutuskan apakah sesuatu baik atau tidak, bermanfaat atau tidak, dan seterusnya. Jadi, pengukuran adalah status determination, sedangkan evaluasi adalah worth determination. Dalam kaitannya dengan asesmen, Popham mengatakan bahwa asesmen seringkali dimaksudkan sama dengan evaluasi. Kata asesmen dianggap lebih ramah dibandingkan dengan evaluasi. Setelah dua puluh tahun, Popham (1995) lebih menekankan lagi bahwa pada hakikatnya kata asesmen maupun evaluasi secara prinsip tidaklah berbeda, dan menggunakannya dengan makna yang sama. Menurut Salvia dan Ysseldike (1994) asesmen adalah suatu proses mengumpulkan data dengan tujuan agar dapat dilakukan keputusan mengenai suatu objek. Popham (1975) mengatakan bahwa asesmen adalah suatu upaya formal untuk menentukan status objek 2

dalam berbagai aspek yang dinilai. Nitko (1996) mengatakan bahwa asesmen merupakan suatu proses mendapatkan data yang digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai pebelajar, program pendidikan, dan kebijakan pendidikan. Jika dikatakan mengases kompetensi pebelajar, maka itu berarti pengumpulan informasi untuk dapat ditentukan sejauhmana seorang pebelajar telah mencapai suatu target belajar. 3. Asesmen Berbasis Kompetensi Pendidikan adalah proses pemenusiaan manusia, maka dari itu dalam tataran yang lebih operasioanal dapat dikatakan bahwa tuntutan pendidikan adalah terbentuknya kompetensi pada peserta didik (terlepas dari apakah kurikulum yang sekarang tetap digunakan atau diganti, tetapi pembentukan kompetensi adalah merupakan suatu keharusan). Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan dalam praktik pembelajaran di sekolah, termasuk praktek asesmennya. Asesmen berbasis kompetensi merupakan asesmen yang dilakukan untuk mengetahui kompetensi seseorang. Kompetensi adalah atribut individu peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat individual; sehingga ia disebut asesmen berbasis kelas. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari). Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus dilakukan kepada proses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen berbasis kompetensi memiliki sifat otentik, berkelanjutan, dan individual. Sifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut mengindikasikan bahwa jenis tes objektif (seperti tes pilihan ganda, benar-salah, dan lain-lain) yang dimasa lalu mendominasi penilaian di sekolah tidak lagi relevan saat ini. Sudah saatnya (dan secepat mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh dengan penggunaan asesmen otentik seperti asesmen kinerja, evaluasi diri, esai, asesmen portofolio, dan projek. 4. Implementasi Asesmen Otentik a. Asesmen Kinerja Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugastugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja ( performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut. 3

Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program tersebut. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi. b. Evaluasi Diri Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan ( improvement goal). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya. Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (selfjudgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, Apakah tujuanku telah tercapai? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?

Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam model di atas. Model tersebut digambarkan dalam bagan berikut.

(1) Goals

(2) Effort (3) Achievement Self-evaluation (4) Self-judgment (5) Self-reaction (6) Self-confidence

Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya. Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Guru mengajak peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan

mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya. c. Esai (Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban, akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas. Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun ideidenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik. Esai terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk asesmen otentik. Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran. Ketidakkonsistenan pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam memberikan skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater). d. Asesmen Portofolio Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas.

Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu. Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat memfasilitasi kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat tepat untuk menjawab tantangan KBK. Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka. (1) Sampel Karya Peserta didik Sampel karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem matematika, maupun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi guru, maupun preferensi peserta didik. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensional yang hanya menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan peserta didik mencapai produk yang sebaik-baiknya. Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh peserta didik, baik yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri ( entry). Sumber informasi 7

dapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal). Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang dapat menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai pebelajar. Catatan dan bahan evaluasidiri juga merupakan bagian dalam folder. (2) Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio OMalley dan Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa self-assessment is the key to portfolio. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan belajarnya. Evaluasi diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen otentik yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai. (3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi rahasia guru atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada peserta didik secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan bersama-sama dengan peserta didik, atau paling tidak diumumkan secara jelas. Rubrik penilaian yang digunakan guru untuk menilai kinerja peserta didik (misalnya, kriteria penilaian kemampuan menulis) (4) Model Asesmen Portofolio Untuk memperoleh gambaran komprehensif melalui asesmen portofolio, diperlukan suatu pendekatan yang dapat mewakili keseluruhan proses asesmen. Wyaatt III dan Looper (1999) mengembangkan suatu model portofolio yang diakronimkan menjadi CORP, yang meliputi (1) collecting, yaitu pengumpulan data seperti karya-karya serta dokumen-dokumen lain termasuk draft, (2) organizing, yaitu proses penyusunan dan pemilihan data-data itu menurut aturan yang diinginkan, seperti secara kronologi, berdasarkan focus, atau karya terbaik (3) reflecting, yaitu refleksi terhadap proses belajar 8

yang telah dilalui serta evaluasi atas karya sendiri, dan (4) presenting, yaitu menampilkan semua hasil seleksi dan refleksi tersebut dalam suatu dokumen yang seringkali disebut folder. Folder portofolio merupakan bahan yang akan diases oleh guru. Pada umumnya, beberapa hal yang harus ada dalam folder portofolio adalah (1) cover letter, yaitu rangkuman dari apa yang telah dibuat peserta didik sebagai bukti hasil belajarnya, (2) daftar isi portofolio, (3) entri (dengan tanggal pada setiap entri). Entri dibedakan menjadi dua, yaitu entri wajib dan entri pilihan; (4) draf setiap entri (untuk pemantauan proses yang dilalui), dan (5) refleksi dan evaluasi diri. Berikut ini adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan OMalley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model) disesuaikan dengan tiga komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis. a). Perencanaan (1) Menentukan tujuan dan fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria keberhasilan) (2) Merencanakan isi portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen, menentukan isi/topik, dan menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya asesmen. (3) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau kriteria penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai sumber, dan menetapkan waktu analisis. (4) Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa pemberian umpan balik. (5) Menentukan prosedur pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara mengetahui reliabilitas informasi dan validitas penilaian. b). Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran) (1) Mengumumkan tujuan dan fokus pembelajaran kepada peserta didik. (2) Menyepakati prosedur asesmen yang digunakan serta kriteria penilaiannya. (3) Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil maksimal. (4) Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri) (4) Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri

c). Analisis portofolio peserta didik (1) Mengumpulkan folder (2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi (3) Memadukan berbagai informasi yang ada (4) Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati (5) Melaporkan hasil asesmen e. Projek Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek (project approach) adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, peserta didik mendapat kesempatan mengaplikasikan keterampilannya. Pelaksanaan projek dapat dianalogikan dengan sebuah cerita, yaitu memiliki awal, pertengahan, dan akhir projek. Karena itu, projek biasanya memiliki tiga fase utama, yaitu: (1) Fase Perencanaan; dalam fase ini guru menyusun suatu Tugas Projek yang berisi: tema atau topik projek, dan petunjuk tentang apa yang mesti dilakukan oleh peserta didik. Biasanya, sebelumnya hal-hal tersebut di atas didiskusikan dulu oleh guru dengan peserta didik. Tugas projek dapat berbentuk pertunjukan (misalnya, drama), konstruksi (misalnya, membangun sebuah kolam ikan), karya tulis (misalnya, KIR). Contoh tugas projek: 1. Tema 2. Petunjuk : Pertunjukan Drama :

- Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya - Setiap kelompok terdiri dari 5 10 orang peserta didik - Pertunjukan akan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2006 di auditorium sekolah - Lama waktu pertunjukan adalah satu jam untuk setiap kelompok, karena itu naskah dapat dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya (2) Fase Pengembangan; dalam fase ini peserta didik mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara terbimbing maupun mandiri. (3) Fase Akhir; dalam fase ini peserta didik menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama.

10

5. Penutup Setiap inovasi dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan institusional baik yang bersifat lokal, regional, maupun nasional. Dalam kaitannya dengan penggunaan asesmen otentik dalam pembelajaran, perlu ditentukan/disepakati paling tidak dalam lingkup sekolah (peserta didik, guru, dan administratur sekolah) bagaimana asesmen dapat dilakukan. Misalnya, untuk menilai ketiga domain belajar melalui asesmen portofolio, guru dapat berdiskusi dengan sesama guru mengenai bobot setiap domain. Demikian pula untuk penilaian dalam rapor, perlu dibicarakan dengan administratur sekolah (disamping pertimbangan profesional guru itu sendiri) sejauhmanakah hasil penilaian portofolio dapat digunakan untuk menentukan nilai rapor. Ini juga tergantung pada kebijakan terhadap portofolio itu sendiri, apakah hanya dihargai sebagai tugas, atau sebagai bahan penilaian formatif, dan bahkan sumatif (penulis sendiri tidak setuju jika portofolio dihargai hanya sebagai tugas mengingat informasi dari portofolio sangat otentik). Sebagai perbandingan, beberapa distrik di Amerika Serikat menggunakan portofolio sebagai bahan asesmen secara menyeluruh (formatif dan sumatif); bahkan belakangan ini santer dibicarakan agar asesmen portofolio digunakan sebagai standar penilaian nasional.

11

Referensi Buchori, M. (2000). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Delors, J. (1996). Learning: The Treasure Within. France: UNESCO Publishing. Marhaeni, A. A. I. N. (2006). Menggunakan Pembelajaran Kontekstual di SMP. Makalah disampaikan dalam workshop tentang pembelajaran di SMP Negeri 1 Negara, tanggal 31 Juli 2006. Nitko A.J. (1996). Educational Assessment of Students, 2nd Ed. Columbus Ohio : Prentice Hall. OMalley, J.M. & Valdez Pierce, L. (1996). Authentic Assessment for English Language Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company. Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know . Boston: Allyn and Bacon. Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. (1996). Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Rolheiser, C. & Ross, J. A. (2005) Student Self-Evaluation: What Research Says and What Practice Shows. Internet download. Wyaatt III, R.L. & Looper, S. (1999). So You Have to Have A Portfolio, a Teachers Guide to Preparation and Presentation. California: Corwin Press Inc.

12

LAMPIRAN : Contoh-Contoh Implementasi Asesmen Otentik


Contoh Implementasi Asesmen Portofolio Berikut ini diberikan contoh penggunaan asesmen portofolio dalam pembelajaran Bidang Studi Bahasa Indonesia. Kemampuan bahasa yang terlibat secara terpadu adalah membaca, menulis, dan apresiasi (sastra). (1) Skenario Pembelajaran Bahasa 1. Indikator Kompetensi : mampu membuat ringkasan sepanjang 3 5 kalimat tentang isi bacaan mampu menjawab sejumlah pertanyaan tentang isi bacaan secara keseluruhan menunjukkan minat untuk membaca wacana naratif mampu melakukan perbaikan terhadap draf karangan yang dibuat mampu membuat sebuah karangan pendek dengan isi, organisasi, dan tata bahasa yang baik menunjukkan minat terhadap aktivitas mengarang utamanya naratif mampu menampilkan suatu drama pendek dalam kelompok (sepanjang 5-7 menit) menunjukkan kerjasama dalam persiapan drama pendek 2. Materi : Wacana naratif dari kesusastraan Indonesia Modern dengan topik Kasih Sayang. 3. Kegiatan belajar Mengajar (sesuai dengan kompetensi dasar, seperti aktivitas belajar mandiri, kelompok, dan klasikal): 4. Asesmen : Portofolio 4.1 Proses (kompetensi dasar 2.1, 2.3, 2.4, 2.6, dan 2.8) 4.2 Produk (kompetensi dasar 2.2, 2.5, dan 2.7) 2. Pengembangan Instrumen Portofolio a. Yang memfasilitasi proses Kompetensi dasar 2.1 : membuat ringkasan (membaca mandiri) Jurnal Membaca Judul Buku: .. Tanggal mulai : NO. TGL. HALAMAN (misalnya, hal. 1 15) Tanggal selesai: RINGKASAN KOMENTAR (tentang isi yang dibaca) (perasaan/pendapat alur/topik/tokoh, dll).

tentang

Kompetensi Dasar 2.3: Minat membaca Inventori Minat Membaca Nama Peserta didik:_____________________________ No. Deskripsi 1. 2. 3. 4. 5. Saya suka membaca cerita apapun, terutama kisah-kisah orang terkenal Saya lebih banyak membaca cerita untuk waktu luang saya Saya tidak sabar untuk mengetahui akhir dari kisah yang saya baca Banyak hal yang menarik dalam cerita-cerita yang saya baca Saya sering melihat kehidupan dalam cerita-cerita

Ya/ Tidak

13

6.

Dst..

Kompetensi Dasar 2.4: Proses Menulis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Ceklis untuk Isi dan Organisasi Tulisan/Karangan Deskripsi Topik karangan cukup spesifik Ide-ide utamanya baik Setiap ide dikembangkan dengan detail cocok yang cukup Detail untuk setiap ide seimbang Ada paragraf pembuka dan penutup Ada keserasian antara ide-ide sehingga menjadi suatu kesatuan (unity) Ide-ide dikembangkan dengan lancar (koherensi/coherence) Ceklis untuk Kosakata (termasuk gaya pengungkapan) Deskripsi Pemilihan kata tepat dan bervariasi Menggunakan sinonim, dan antonim untuk menghindari pengulangan Menggunakan kata-kata yang sesuai dengan audience Kalimat-kalimat yang digunakan cocok dengan registernya (misalnya, naratif) Ada variasi panjang-pendeknya kalimat Bentuk-bentuk kalimat bervariasi Menggunakan kalimat-kalimat efektif Meniru gaya bercerita dari apa yang telah dibaca Menggunakan kamus Ceklis Untuk Mekanika (aturan-aturan penulisan) Deskripsi Menggunakan tanda-tanda baca dengan tepat Permulaan paragraf menjorok kedalam Menggunakan haruf besar untuk nama Menggunakan huruf pada setiap awal kalimat Menggunakan ejaan kata dengan baik Menggunakan prefiks, infiks, dan sufiks dangan tepat Ada jarak yang cukup antar kata Garis pinggir (margin) 2 cm keliling Menulis nama sendiri pada sudut kanan atas kertas Membaca ulang karangan sendiri Cek

Cek

Cek

Catatan: Guru dapat menggunakan ceklis-ceklis ini dalam proses menulis, dapat pula mengembangkan ceklis baru sesuai keperluan. Guru juga perlu mempertimbangkan tingkat kelas peserta didik, untuk cocok tidaknya ceklis ini digunakan. Berdasarkan pertimbangan tertentu, guru dapat juga hanya memberikan umpan balik secara umum kepada tulisan peserta didik (pada saat konferensi peserta didik-guru), untuk selanjutnya peserta didik melakukan perbaikan. Berdasarkan pengalaman penulis, cukup sulit bagi peserta didik untuk membangun kebiasaan baru menggunakan ceklis evaluasi-diri ini. Karena itu, pada awal-awal menggunakan asesmen portofolio, guru harus berbicara dengan peserta didik tentang maksud asesmen tersebut, menjelaskan cara-cara melakukan kegiatan asesmen, menolong mereka melakukannya, dan membangun rasa percaya diri peserta didik untuk bisa menerima kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang pebelajar.

14

Kompetensi Dasar 2.6: Minat Menulis/Mengarang Minat Menulis Nama Peserta didik: ____________________________________ Saya suka/tidaksuka*) membuat karangan karena Bagi saya, pelajaran menulis/mengarang penting/tidakpenting*) karena *) pilih salahsatu Komentar Guru:__________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________ Kompetensi Dasar 2.8: Kerjasama dalam Kelompok Kerjasama dalam Kelompok Kelompok: Tugas: Nama Peserta didik Ayu Tika Handayani Gede Damar Sastra Indra Wirabrata Dst.. Catatan: Berikan tanda cek untuk setiap aspek yang muncul. b. Yang memfasilitasi produk: Kriteria Penilaian Kompetensi Dasar 2.2: Kemampuan Membaca No. Soal 1. 2. Kisi-kisi jawaban atas pertanyaan yang diberikan tentang isi bacaan (esai) Poin yang harus ada Kriteria Penilaian 5 poin (,,,..,) Setiap poin nilai 20 4 poin (.......,..,,..) Setiap poin nilai 25 Dst. Inisiatif Saling menghargai Disiplin Penilaian (deskriptif) guru

No. 1. 2. 3.

Rekap Nilai Kemampuan Membaca Nama Peserta didik Nilai untuk Soal No. : 1 2 3 4 Ayu Tika H 60 75 Dst. G. Damar Sastra. Indra Wirabrata Dst

Jumlah 5

Rerata

15

Kompetensi Dasar 2.5: Kemampuan Menulis Asesmen Kinerja Contoh dalam Bidang Studi Bahasa Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis NO. 1. 2. 3. 4. 5. Komponen Isi Karangan Organisasi Ide Penggunaan Kosakata Penggunaan Tatabahasa Penggunaan Mekanika (ejaan dan tandabaca) Bobot 3 2 2 2 1 skor (1 5) Indikator Relevansi topik dengan substansi tugas, Pengembangan thesis statement, Wawasan tentang topik Susunan ide-ide, Pengungkapan ide-ide Kompleksitas dan efektivitas kalimat, Akurasi penggunaan tatabahasa Keluasan kosakata, Ketepatan penggunaan kata dan idiom, Ketepatan bentuk-bentuk kata Kepatuhan pada konvensi/aturan-aturan penulisan, Ketepatan penggunaan tanda-tanda baca dan huruf besar, Kebenaran ejaan

No. 1. 2. 3.

Nama Peserta didik Ayu Tika H. Damar S. Dst.

Rekap Nilai Kemampuan Menulis Komponen Kemampuan Menulis Isi Org. Kskt. Ttbhs. Mknk.

Jml

Rerata

Kompetensi Dasar 2.7: Penampilan dalam Drama Pendek Performansi dalam Drama Pendek Kelompok: Anggota kelompok: 1. 2. dst. NO . 1. 2. 3. 4. 5. 6. KOMPONEN Topik Alur Akurasi Bahasa Kelancaran Improvisasi Kerjasama (kekompakan) Jumlah Rerata (jumlah : 6) RATING (1-5)

Folder Portofolio Folder portofolio adalah sekumpulan bukti proses dan hasil belajar yang disimpan dalam suatu folder yang terbuat dari kantong plastik, amplop besar atau yang lain. Instrumen-instrumen portofolio di atas mengumpulkan informasi dari berbagai kegiatan kebahasaan yang telah dilakukan, dan disimpan dalam folder portofolio peserta didik. Informasi itu mencakup domain kognitif (menjawab pertanyaan bacaan secara esai, membuat ringkasan dari apa yang dibaca, dan lain-lain), domain afektif (minat, kerjasama), dan psikomotor (karangan dan drama pendek).

16

Pada akhir masa pembelajaran ini, peserta didik akan menyetorkan foldernya kepada guru. Isi folder portofolio tersusun berturut-turut dari atas ke bawah adalah: 1) Kata pengantar yang isinya penilaian peserta didik terhadap kelebihan dan kekurangan dari portofolionya, dan dirinya sebagai pebelajar bahasa. 2) Daftar isi Portofolio 3) Entri/karya (termasuk karya terbaik hasil pilihan peserta didik dengan temannya, dan atau dengan guru), baik berupa naskah, rekaman, foto, dll. 4) Draf-draf untuk mencapai karya-karya tersebut di atas 5) lembar evaluasi diri (misalnya, ceklis minat membaca) 6) Catatan-catatan guru (termasuk penilaian guru terhadap portofolio tersebut). Analisis dan Pelaporan Contoh-contoh instrumen di atas menunjukkan bahwa penilaian guru terhadap perkembangan dan prestasi peserta didik diberikan berupa skor (angka) maupun deskripsi. Tetapi pada dasarnya, semua penilaian tersebut bersifat deskriptif karena skor-skor yang diberikan merupakan refleksi dari komponenkomponen dengan deskripsi yang jelas (dalam instrumen di atas ditunjukkan hanya komponennya saja). Hal ini sangat berbeda dengan pemberian skor dalam tes objektif (misalnya, jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah disekor 0). Untuk menilai suatu portofolio, Tierney, Carter, dan Desai (1991) menyarankan agar portofolio dinilai secara kontinum (dari sangat baik hingga sangat kurang baik), dan dikomentari secara deskriptif. Komentar deskriptif tersebut berisi antara lain pujian atas hal-hal baik dari portofolio tersebut, dan saransaran untuk perbaikan hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian untuk nilai raport, guru akan memiliki nilai dari setiap entri, setiap folder, dan ulangan (bila tetap diadakan, baik ulangan formatif maupun sumatif). Dapat dibayangkan banyaknya informasi (nilai) yang dimiliki oleh guru. Oleh karena itu, perlu ditentukan bobot untuk portofolio, ulangan formatif, dan sumatif (folder portofolio dapat digunakan sebagai bahan penilaian formatif maupun sumatif). Di dalam portofolio itu sendiri, perlu ditetapkan porsi/bobot untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Penentuan bobot tersebut harus disesuaikan dengan tujuan/kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

Contoh Asesmen projek Asesmen Projek Bidang Studi Sejarah Tema : Peninggalan Purbakala di Bali Tugas Projek : Buatlah sebuah laporan tentang salahsatu peninggalan sejarah di Bali. Kriteria : Laporan harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini a. Ada artefak tiruan dari peninggalan tersebut (berupa foto, gambar, miniatur, tiga dimensi) b. Ada deskripsi dari artefak tersebut c. Ada laporan kunjungan ke museum atau lokasi penyimpanan artefak d. Ada materi sumber/referensi tertulis seperti buku teks, lontar, majalah, dsb. Kondisi : a. Projek ini merupakan tugas kelompok 5-8 orang untuk setiap kelompok. b. Lama waktu pengerjaan projek adalah satu bulan. Laporan akan ditampilkan dalam seminar kelas pada tanggal 27 Agutus 2006. c. Laporan berupa makalah meliputi pendahuluan, laporan kunjungan, deskripsi artefak, pembahasan, dan penutup/simpulan. d. Panjang laporan 8-12 halaman tidak termasuk artefak gambar atau foto bila ada.

17

Penilaian : No. 1. 2. 3. Dimensi Artefak Deskripsi artefak Isi Laporan Rubrik Penilaian Projek Peninggalan Purbakala Bobot Skor Deskriptor 2 4 3 2 1 Jelas dan sangat mendekati artefak aslinya meskipun berupa miniaturnya 2 4 3 2 1 Deskripsi jelas dan mudah ditelusuri sesuai dengan artefak yang diamati 4 4 3 2 1 Laporan kunjungan detail dan nyata, deskripsi ada, pendahuluan, pembahasan, dan penutup tersusun secara sistematis dan tepat 2 4 3 2 1 Penggunaan tatabahasa, ejaan, dan tanda baca tepat, tulisan rapi, bersih, dan sesuai dengan format makalah

4.

Penggunaan Bahasa

18

HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI PENILAIAN PROSES DAN PRODUK DALAM PEMBELAJARAN YANG BERBASIS KOMPETENSI
Makalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara

UNIVDEPA ER R S

NDIDIKA N PE N ME PE NDI DIKA NA E S T A N S

IT

L NA SHA IO NE

A G

U ND I

K SH A

OLEH PROF. DR. NYOMAN DANTES

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 22 Mei 2008

19

S-ar putea să vă placă și