Sunteți pe pagina 1din 14

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABSES PERITONSILER DI RUANG PERAWATAN THT RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal 3 Agustus s/d 8 Agustus 2012

Oleh : SYAMSU RIZALI NIM I1B108626

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2012

LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Abses Peritonsiler di Ruang Perawatan THT RSUD Ulin Banjarmasin Disusun oleh : Syamsu Rizali NIM. I 1B108626

Dengan ini telah disetujui pembuatannya oleh Pembimbing Lahan dan Pembimbing Akademik sebagai penugasan individu dalam Stase Keperawatan Medikal Bedah Program Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Tahun 2012 Banjarmasin, Menyetujui Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan Agustus 2012

_______________________

______________________

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFILTRASI SUBMANDIBULA / ABSES LEHER DALAM DI RUANG PERAWATAN THT RSU ULIN BANJARMASIN I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. Pengertian Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana yang terlibat. Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina). Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

Kelenjar liur: 1 adalah Kelenjar Parotis, 2 adalah Kelenjar Submandibula, 3 adalah Kelenjar Sublingua

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari rung submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.

1
Created by : Syamsu Rizali

Namun

ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan

membagi ruang submandibulla atas ruang submental dan ruang submaksila saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.

Gambar abses submandibula

B. Penyebab Infiltrasi kelenjar submandibula terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Proses ini terjadi karena komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik penyebab

C. Patofisiologi Patofisiologi penyakit ini belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa teori yang mendukung, diantaranya teori mengenai progresivitas episode eksudatif tonsilitis menjadi peritonsilitis lalu terjadi pembentukan abses.

2
Created by : Syamsu Rizali

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang. Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru. Perluasan proses inflamasi dapat terjadi baik pada pasien tonsilitis yang diobati maupun yang tidak diobati. Abses peritonsil juga terjadi secara de novu tanpa

adanya riwayat tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang. Abses peritonsil juga dapat terjadi akibat infeksi mononukleosis, virus Epstein-barr. Teori lain menyatakan

hubungan abses peritonsil dengan glandula weber. Kelenjar-kelenjar ludah minor ini ditemukan pada daerah peritonsil dan diperkirakan membantu membersihkan debris dari tonsil. Jika terjadi obstruksi akibat adanya infeksi tonsil, jaringan nekrosis, dan terjadi pembentukan abses maka terjadilah abses peritonsil

D. Minafestasi Klinis Pasien umumnya datang dengan riwayat faringitis akut bersama tonsillitis dan nyeri faring unilateral yang semakin bertambah. Pasien juga mengalami malaise, lemah dan sakit kepala. Mereka juga mengalami demam dan rasa penuh pada sebagian tenggorokan. Nyeri bertambah sesuai dengan perluasan timbunan pus. Otot pengunyah diselusupi oleh abses sehingga pasien sulit untuk membuka mulut yang cukup lebar (trismus) untuk pemeriksaan tenggorok. Menelan jadi sukar dan nyeri. Penyakit ini biasanya hanya pada satu sisi. Air ludah menetes dari mulut dan ini merupakan salah satu penampakan yang khas. Pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri, akibat infiltrasi ke jaringan leher di regio tonsil. Selain gejala dan tanda tonsilitis akut dengan odinofagia (nyeri menelan) yang lebih hebat biasanya pada satu sisi, juga terdapat nyeri telinga (otalgia), muntah

3
Created by : Syamsu Rizali

(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia) dan pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

E. Pemeriksaan Penunjang Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle aspiration). Tempat aspiration dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan. Pemeriksaan penunjang lainnya : 1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood cultures). 2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly. 3. Throat culture atau throat swab and culture: diperlukan untuk identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik. 4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal. 5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil), dengan peripheral rim enhancement. 6. Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.

F. Penatalaksanaan Medis Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg2. Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan 4
Created by : Syamsu Rizali

lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien. Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion sfenopalatum. Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses. Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera. Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang dilakukan Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikan mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi antibiotik parenteral.

G. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi ialah : 1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema. 2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis. 3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

5
Created by : Syamsu Rizali

Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progress penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini.

H. Prognosis Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi. Tonsilektomi ditunda sampai 6 minggu setelah dilakukan insisi, Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian Informasi dari pasien (anamnesis) sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis abses peritonsiler. Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan adalah salah satu yang mendukung terjadinya abses peritonsilar. Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis dan rasa kurang nyaman pada pharingeal unilateral. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri faring sampai dehidrasi dan sepsis. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional. Pada pemeriksaan kavum oral terdapat eritema, asimetri palatum mole, eksudasi tonsil, dan pergeseran uvula kontralateral. Dan pada palpasi palatum molle teraba fluktuasi. Nasofaringoskopi dan laringoskopi fleksibel direkomendasikan pada pasien yang mengalami kesulitan bernapas, untuk melihat ada tidaknya epiglotitis dan supraglotis. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Keluhan mengalami malaise, lemah dan sakit kepala. Demam Rasa penuh pada sebagian tenggorokan. Nyeri, bertambah sesuai dengan perluasan timbunan pus. Sulit untuk membuka mulut yang cukup lebar (trismus). Susah menelan Pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri Kemungkian juga terdapat nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi),

10. mulut berbau (foetor ex ore), 11. banyak ludah (hipersalivasi), 6


Created by : Syamsu Rizali

12. suara sengau (rinolalia)

B. Diagnosa Keperawatan Beberapa diagnosa yang mungkin dapat ditegakkan dari data yang ada antara lain : 1. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan neuromuskuler 2. Nyeri akut berhubungan dengan faktor biologis 3. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit 4. Risiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko perubahan asupan 5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan status neurologis dan perubahan struktur mulut.

7
Created by : Syamsu Rizali

C. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Gangguan menelan Tujuan dan Kriteria Hasil a. Nutritional status: Adequacy of nutrient b. Nutritional Status : food and Fluid Intake Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan menelan teratasi dengan indikator : 1. Dapat mencapai asupan nutrisi yang adekuat 2. Mempertahankan hyiene mulut 3. Teknik Makan yang benar Intervensi Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kemampuan mengunyah Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor intake nuntrisi Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan Anjurkan banyak minum Pertahankan terapi IV line Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ... Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa

Nyeri akut

Pain Level, pain control, comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

8
Created by : Syamsu Rizali

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Tidak mengalami gangguan tidur

Ketidakefektifan termoregulasi

Thermoregulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: Suhu 36 37C Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

Intervensi lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Monitor suhu sesering mungkin Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik: Kelola Antibiotik: Selimuti pasien Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor vital sign Kolaborasi pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan oral Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 100cc/jam) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

Risiko kekurangan volume cairan

Fluid balance Hydration Nutritional Status : Food and Fluid Intake Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

9
Created by : Syamsu Rizali

Diagnosa Keperawatan Hambatan komunikasi verbal

Tujuan dan Kriteria Hasil Orientasi terhadap waktu dan tempat baik Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal pH urin dalam batas normal Intake oral dan intravena adekuat

Intervensi Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

Setelah dilakukan askep . jam, kemamapuan komunitas verbal meningkat,dg criteria: Kemampuan komunikasi: Penggunaan isyarat nonverbal Penggunaan bahasa tulisan, gambar Peningkatan bahasa lisan Komunikasi : kemampuan penerimaan. Kemampuan interprestasi meningkat

Mendengar aktif: Kaji kemampuan berkomunikasi Jelaskan tujuan interaksi Perhatikan tanda nonverbal klien Klarifikasi pesan bertanya dan feedback. Hindari barrier/ halangan komunikasi Peningkatan komunikasi: Defisit bicara Libatkan keluarga utk memahami pesan klien Sediakan petunjuk sederhana Perhatikan bicara klien dg cermat Gunakan kata sederhana dan pendek Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan. Beri reinforcement positif Dorong keluarga utk selalu mengajak komunikasi denga klien

10
Created by : Syamsu Rizali

C. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain : a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan c. Memberikan asuhan keperawatan d. Melanjutkan pengumpulan data D. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya Tujuan evaluasi adalah : a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak b. Untuk melakukan pengkajian ulang Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien : a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

11
Created by : Syamsu Rizali

DAFTAR PUSTAKA

Adams, G.L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta. Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. EGC, Jakarta. Akhyar, yayan., Laringitis akut. http://yayanakhyar. wordpress.com/2009/09/16 /laringitisakut/. Accessed on 15 Mei 2010. Anurogo, Dito. 2008. Tips Praktis Mengenali Abses Peritonsil. Accessed: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head and Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher. Philadelphia. P :1224, 1233-34. Berger TJ, Shahidi H. retropharyngeal abscess. eMedicine Journal. Volume 2, Number 8 : http://author.emedicine.com/PED/topic2682.htm Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medical bedah, Vol. 1 Fachruddin, Darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan, TelingaHidung-Tenggorokan. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from. www.emedicine.com. Accessed at Mei 2010. NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2012-2014. USA: Willey Blackwell Publicaton, 2012. Preston, M. 2008. Peritonsillar Abscess (Quinsy). accessed: http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/. Retropharyngeal abscess. University of Maryland Medicine : http://umm.drkoop.com/ conditions/ency/article/000984.htm Scott BA, Stiernberg CM. Deep neck space infections. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and neck surgery otolaryngology, Vol 1. Philadelphia: JB Lippincott Company , 1993. Snell, S Richard. 2002. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. EGC; Jakarta. Soepardi,E.A, Iskandar, H.N, Abses Peritonsiler, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Jakarta: FKUl, 200. Steyer, T. E. 2002. Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment. accessed: http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html. Taylor, Cynthia M. 2010. Diagnosis Keperawatan; Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. Jakarta. EGC Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta. EGC

Created by : Syamsu Rizali

S-ar putea să vă placă și