Sunteți pe pagina 1din 3

Perubahan Sistem Perkemihan pada Lansia dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem Perkemihan pada Lansia Proses

menua merupakan proses yang terus-menerus berlanjut secara alamiah. Dalam proses ini, terjadi berbagai perubahan sistem tubuh pada lansia, salah satunya sistem perkemihan. Berikut pembahasan terkait perubahan fisiologis sistem perkemihan pada lansia dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sistem perkemihan pada lansia berdasarkan literatur yang diperoleh. Sistem Perubahan yang Terjadi Perkemihan Ginjal Massa ginjal berkurang 25% pada usia 80 tahun ke atas. Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan pada usia 60 tahun kemampuan tingggal 50% dari umur 30 tahun, ini disebabkan berkurangnya populasi nefron dan tidak adanya kemampuan regenerasi. Dengan menurunnya jumlah populasi nefron akan terjadi penurunan kadar renin yang menyebabkan hipertensi. Terjadi penebalan membran basalis kapsula Bowman dan terganggunya permeabilitas, perubahan degeneratif tubuli, perubahan vaskuler pembuluh darah kecil sampai hialinisasi arterioler dan hiperplasia intima arteri menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin yang menyebabkan resobsi natrium ditubulus ginjal. Efisien ginjal dalam pembuangan sisa metabolisme terganggu dengan menurunnya massa dan fungsi ginjal - jumlah neufron tinggal 50% pada akhir rentang hidup rata-rata - aliran darah ginjal tinggal 50% pada usia 75 tahun - tingkat filtrasi glomerulus dan kapasitas ekskresi maksimum menurun. Hal ini dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran dan jumlah glomerulus. Aliran plasma ginjal yang efektif menurun sejalan dari usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia muda, kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80, dan 90 tahunan. Transport maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH (paraaminohipurat) menurun progresif sejalan dengan peningkatan usia dan penurunan GFR. Membran basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal, dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus proksimal berkurang. Implikasi dari hal ini adalah filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97 mL/menit atau kurang) dan fungsi penyaringan protein dan eritrosit menjadi terganggu. Pembuluh Sejak umur 40 tahun, aliran darah renal berkurang, terutama di korteks. darah ginjal Pada korteks ginjal, arteri aferen dan eferen cenderung untuk atrofi yang berarti terjadi pengurangan jumlah darah yang terdapat di glomerulus. Vesica Otot kandung kemih menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml urinaria/ atau menyebabkan frekuensi BAK meningkat. kandung Aktivitas kendali sfingter dan detrusor hilang, sehingga sering kencing tanpa kemih sadar, terutama di malam hari.

Penurunan kapasitas kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL), peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari dan atopi pada otot kandung kemih secara umum. Dengan bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun, sisa urin setelah selesai berkemih cenderung meningkat dan kontraksi otot kandung kemih yang tidak teratur sering terjadi. Keadaan ini menyebabkan sering berkemih dan kesulitan menahan keluarnya urin. Pada wanita pasca menopause karena menipisnya mukosa disertai dengan menurunnya kapasitas, kandung kemih lebih rentan dan sensitif terhadap rangsangan urine, sehingga akan berkontraksi tanpa dapat dikendalikan. Mekanisme Perubahan pada sistem saraf dan sistem regulator lain mempengaruhi fungsi Kontrol perkemihan. Impuls motorik dalam saraf spinal mengontrol perkemihan, sedangkan otak bertanggung jawab untuk mendeteksi sensasi pemenuhan kandung kemih, menghambat pengosongan kandung kemih saat dibutuhkan, dan stimulasi kontraksi pengosongan kandung kemih. Saat kandung kemih terisi, reseptor sensori di dinding kandung kemih mengirim sinyal ke saraf spinal sakral. Pada lansia, perubahan degeneratif di korteks serebral dapat mengubah sensasi pemenuhan kandung kemih dan kemampuan mengosongkan kandung kemih dengan komplet. Pada orang dewasa, sensasi penuh dimulai ketika kandung kemih terisi setengah. Tetapi, pada lansia interval antara persepsi awal dari dorongan untuk mengosongkan dan kebutuhan sebenarnya untuk mengosongkan kandung kemih menjadi lebih singkat sehingga meningkatkan kejadian inkontinensia urin. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem Perkemihan Lansia Diet dan intake Jumlah dan tipe makanan, cairan, dan obat-obatan mempengaruhi jumlah urine yang keluar. Respon keinginan awal untuk berkemih Pada lansia, respon berkemih menjadi lebih sering. Gaya hidup Gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktik eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku. Stress psikologi Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi. Tingkat aktivitas Aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus spingter internal dan eksternal. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada lansia, kapasitas kandung kemihnya menurun dan berbagai perubahan lain pada sistem perkemihan.

1. 2. 3.

4.

5.

6.

7. Kondisi patologis Saat seseorang dalam keadaan sakit, produksi urin yang sedikit dapat disebabkan oleh keinginan untuk minum juga sedikit/tidak adekuat. Seiring bertambahnya usia, perubahan ginjal, kandung kemih, mekanisme kontrol di saraf dan sistem tubuh lain berpengaruh terhadap proses fisiologis yang mengontrol eliminasi urin. Perubahan tersebut dipengaruhi berbagai faktor, antara lain diet dan intake, respon berkemih, gaya hidup, stress psikologi, dll.. Dengan demikian, perawat diharapkan mampu memberi asuhan keperawatan terhadap lansia dengan berbagai perubahan sistem perkemihan yang dialami.

Daftar Pustaka Annette, G. L. (2000). Gerontologic nursing. 2nd ed. St Louis: Mosby. Mauk, Kristen L. (2006). Gerontological nursing: Competencies for care. Sudbury: Jones and Bartlett, Inc. Miller, Carol A. (2009). Nursing for wellness in older adults: theory and practice . 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC. Stanley, Mickey, & Patricia G. (2006). Buku ajar keperawatan gerontik. 2nd ed. Jakarta: EGC. Tamher & Noorkasiani. (2009). Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Tamtomo, Didik G. Perubahan Anatomik Organ Tubuh pada Penuaan http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=122 diakses pada 29 April 2013. Wallace. (2008). Essentials of gerontological nursing. New York: Springer. Watson, R. (2003). Perawatan pada lansia. Jakarta: EGC.

S-ar putea să vă placă și