Sunteți pe pagina 1din 10

DERMATOTERAPI TOPIKAL

Tantari SHW Lab.I Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UB

PENGANTAR Dalam bidang spesialisasi apapun, setelah diagnosis maka pengobatan merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan penderita. Demikian pula dalam bidang penyakit kulit. Yang membedakan dengan spesialisasi lain adalah selain pengobatan secara sistemik dalam pengobatan penyakit kulit terdapat pengobatan secara topikal. Walaupun pengobatan topikal merupakan aspek yang sangat penting, namun kenyataannya masalah ini kurang mendapat perhatian yang cukup. Hal ini disebabkan selain banyaknya obat topikal yang ada juga anggapan bahwa penyakit kulit pada umumnya bersifat ringan dan tak membawa risiko meskipun terjadi kesalahan pengobatan. Sering terjadi tanpa disadari banyak dokter melakukan coba-coba dalam memberikan obat topikal, bahkan dengan obat yang dianggap sangat hebat. Sebagai contoh misalnya seorang bayi dengan miliaria rubra diberi kortikosteroid potensi kuat atau seseorang dengan dermatitis kontak iritan diberi contoh yang sangat tidak rasional. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pertimbangan dalam pemilihan obat topikal, a.l. dasar-dasar pengobatan topikal yang meliputi absorpsi per kutan dan pemilihan basis atau vehikulum serta beberapa bahan aktif sediaan topikal yang banyak digunakan dalam praktek sehari-hari. salep antibiotika. Ini suatu

DASAR-DASAR PENGOBATAN TOPIKAL 1. Absorpsi perkutan Obat yang dioleskan secara topikal akan mengalami absorpsi atau penetrasi ke dalam lapisan kulit di bawahnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan ini, yaitu:

Ketebalan kulit. Stratum korneum penahan yang terbesar dan merupakan lapisan yang pertama kontak dengan obat topikal. Makin tebal stratum korneum makin kecil absorpsi per kutan obat topikal. Lokasi. Selain karena ketebalan stratum korneum, perbedaan lokasi juga menyebabkan perbedaan folikel rambut dan kelenjar ekrin. Absorpsi perkutan pada kulit kepala sebesar 3,5 kali dibanding lengan bawah, sedangkan dahi 6 kali, pipi 13 kali dan pada skrotum dapat sampai 42 kali. Hal ini terjadi akibat tipisnya kulit, absorpsi lewat folikel rambut, luasnya area dan adanya oklusi. Keadaan kulit. Kulit normal dan utuh pada umumnya merupakan penahan absorpsi topikal. Adanya defek pada stratum korneum akan meningkatkan absorpsi, misalnya kulit yang lecet atau ekzematosa. Oleh karena itu dalam pengobatan topikal ada suatu pedoman yaitu bahwa agresivitas dalam pengobatan harus berbanding terbalik dengan derajat peradangan kulit. Makin akut peradangan kulit atau makin cepat onset penyakit kulit konsentrasi obat harus semakin kecil, misalnya dengan kompres penyejuk, rendam, losio atau emolien. Jika lesi sudah tenang atau menjadi kronik dapat diberikan pengobatan yang lebih agresif dengan konsentrasi lebih tinggi. Penyakit kulit dengan hiperkeratosis seperti psoriasis akan menurunkan absorpsi perkutan. Umur. Meskipun lapisan tanduk masih tipis dan belum berkembang sempurna, ternyata kulit pada bayi atau neonatus telah memiliki fungsi absorpsi per kutan yang hampir sama dengan orang dewasa jika dihitung per cm2 luas permukaan badan. Yang membedakan dengan orang dewasa adalah rasio antara luas permukaan badan (LPB) dengan berat badannya (BB). Pada bayi rasio ini lebih besar dibanding orang dewasa, sehingga pada pemberian obat topikal bagi bayi dan anak selain hal-hal tersebut di atas, rasio LPB/BB ini juga harus jadi pertimbangan. Sebagai contoh pemberian kortikosteroid topikal pada bayi/anak harus sangat hatihati mengingat akibat absorpsi lewat kulit dapat berakibat efek samping sistemik berupa penekanan aksis hipotalamus-hipofisisis-adrenal. Sebaliknya pada orang tua, meskipun folikel rambut dan kelenjar keringat berkurang, stratum korneum menipis sehingga kulit lebih permeabel tapi tak tahan terhadap kekeringan. Akibatnya absorpsi obat tetap, tetapi kulit lebih mudah mengalami iritasi. Kuantitas. Absorpsi per kutan berbanding langsung dengan luas kulit yang diobati, lama kontak dengan bahan dan frekuensi aplikasi. Hidrasi. Meningkatnya hidrasi kulit akan menyebabkan peningkatan absorpsi per kutan. Hidrasi dapat terjadi akibat oklusi alamiah atau akibat pengobatan. Oklusi kulit secara alamiah terjadi pada daerah-daerah lipatan dan pemakaian pakaian 2

yang

rapat.

Pemakaian

salap

berlemak

akan

mencegah

evaporasi

dan

meningkatkan hidrasi stratum korneum hingga 4-5 kali. Koefisien partisi. Ditentukan oleh kelarutan bahan aktif obat topikal. Bahan-bahan yang larut dalam lemak akan lebih mudah penetrasi ke kulit daripada yang larut dalam air, misal; kortikosteroid, asam salisilat, resorsinol. Ukuran partikel. Makin kecil ukuran partikel bahan aktif semakin luas permukaan, sehingga akan meningkatkan absorpsi. Obat-obat seperti sulfur, asam salisilat dan seng oksida penetrasinya akan meningkat dalam bentuk mikronized.

2. Vehikulum Vehikulum atau basis obat luar adalah bahan dasar obat luar yang dipakai untuk membawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan penetrasi obat pada kulit. Vehikulum yang ideal haruslah stabil baik fisis maupun khemis, non iritatif, non alergenik baik secara kosmetis dan mudah digunakan dengan sesedikit mungkin efek samping. Oleh karena itu pemilihan vehikulum merupakan hal yang sangat penting dalam pengobatan topikal. Secara garis besar dikenal 3 vehikulum dasar yaitu: bedak, salap dan cairan. Dari ketiga vehikulum tersebut dapat dibuat kombinasi diantaranya yaitu bedak kocok, pasta dan krim. Bedak adalah bahan dasar padat berupa serbuk yang dapat berasal dari amilum, seng oksida, talkum venetum, kalamin dan titan dioksid. Pada bedak dapat ditambahkan bahan aktif seperti asam salisilat, menthol, antibakteri atau antijamur. Bedak digunakan untuk lesi-lesi akut non eksudatif untuk pendingin atau untuk lesi di lipatan sebagai penyerap keringat atau pelicin. Tidak dianjurkan penggunaannya pada lesi-lesi yang eksudatif karena dapat timbul krusta yang sangat tebal. Salap adalah vehikulum semipadat yang terbuat dari lemak. Biasanya dipakai lemak mineral yaitu vaselin (putih atau kuning) dan polietilen glikol. Bahan aktif pada salap tidak boleh melebihi 15%. Salep bersifat oklusif sehingga dipakai untuk lesi-lesi kronik yang memerlukan penetrasi lebih baik. Modifikasi salap adalah linimentum yaitu jika lemak yang dipakai bersifat encer seperti : minyak kacang, minyak wijen dsb. Cairan (losio) adalah vehikulum dengan bahan dasar cair sebagai pelarut bahan aktif. Biasanya dipakai air biasa, air suling atau alkohol. Jika bahan dasarnya air disebut solusio, jika alkohol disebut tinctura. Contoh solusio adalah solusio kalium permanganat, solusio Burowi. 3

Pasta merupakan kombinasi salep dengan serbuk, dengan kandungan serbuk lebih dari 40%. Pasta ini dipakai pada lesi yang memerlukan proteksi. Jangan dipakai pada daerah intertrigo karena dapat berakibat maserasi. Contoh: pasta Lassar. Bedak kocok merupakan kombinasi antara serbuk dengan zat cair. Biasanya

dipakai untuk pendingin atau pengering lesi-lesi akut. Kejelekannya sama dengan bedak yaitu membuat krusta yang tebal jika diberikan pada lesi eksudatif. Contoh : Caladin, Calamed Bedak dingin merupakan kombinasi antara bedak kocok dan lemak. Berefek untuk mendinginkan dan melunakkan kelainan kulit yang akut. Krim merupakan kombinasi antara lemak dan zat cair dengan suatu emulgator. Tergantung dari macam dan konsentrasi lemak yang dipakai dapat terjadi suatu bentuk krim minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) dan air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O). Krim M/A biasanya dipakai untuk lesi subakut atau pada pemakaian siang hari karena lebih mudah dicuci, sedangkan bentuk A/M lebih cocok untuk lesi subkronik atau pada malam hari karena lebih berlemak. Secara umum dapat dipakai sebagai pedoman yaitu untuk lesi yang basah dipakai bahan dasar basah seperti solosio atau krim M/A, sedangakan untuk lesi kering dipakai bahan dasar kering atau padat seperti salap, pasta atau krim A/M.

BAHAN-BAHAN AKTIF OBAT TOPIKAL 1. KORTIKOSTEROID Merupakan obat topikal yang paling banyak digunakan dalam pengobatan penyakit kulit. Hal ini disebabkan karena kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi, antimitosis dan antiproliferasi. Indikasi penggunaan kortikosteroid topikal pada bayi dan anak tidak banyak berbeda dengan dewasa. Yang perlu diingat adalah bahwa dengan konsentrasi yang sama dengan dewasa absorpsi kortikosteroid ke kulit anak dan bayi lebih besar. Pada umumnya golongan ekzema atau dermatitis merupakan golongan penyakit yang responsif terhadap steroid, sedangkan psoriasis palmo-plantar, lupus eritematosus diskoid dan likhen planus termasuk golongan yang kurang responsif. Sejak diketahui bahwa penambahan atom fluor pada salah satu gugus karbon steroid dapat meningkatkan potensinya, sekarang telah banyak sediaan steroid topikal dengan berbagai potensi. Seperti diketahui kortikosteroid topikal dibagi menjadi 4 golongan menurut potensi klinisnya. 4

Pembagian Kortikosteroid Topikal Menurut Potensi Golongan I II III IV Potensi Lemah Sedang Kuat Sangat kuat Anti inflamasi + ++ +++ +++ Antimitosis + ++ +++

Sayangnya peningkatan potensi steroid ini hampir selalu diikuti dengan peningkatan risiko efek samping Dan efek samping ini akan lebih cepat timbul pada bayi dan anak. Oleh karena itu pertimbangan yang matang harus selalu dipikirkan sebelum memilih jenis steroid topikal. Efek samping kortikosteroid topikal Sistemik : - Supresi AHA - Sindrom Cushing Iatrogenik - Gangguan pertumbuhan Lokal : a. Katabolik: - atrofi kulit - telangiektasia - purpura/ ekimosis - hipertrikosis - striae b. Perubahan respon lokal : - tinea inkognito - glaukoma c. Dermatitis kontak alergi Pemakaian steroid sebaiknya dimulai dengan potensi lemah, apabila betul-betul diperlukan dapat dipakai steroid yang lebih poten dengan dosis minimal yang efektif untuk jangka waktu pendek dan segera diganti dengan potensi lemah bila efek yang diinginkan telah tercapai. Di samping itu jenis vehikulum dan stadium penyakit juga perlu diperhatikan. Jumlah pengolesan 5 - hipopigmentasi - akne steroid - gangguan penyembuhan luka - rosasea - dermatitis perioral

dianjurkan cukup 2-3 kali sehari, tidak perlu terlalu sering karena tak ada beda efek terapeutiknya antara pengolesan 2-3 kali dengan beberapa kali sehari, bahkan dapat cepat terjadi efek takhipilaksis. Sedangkan jumlah total yang dianjurkan maksimal 13 g sehari seluas 1 m2 atau 2 g tiap 9% luas tubuh sehari, berarti antara 20-30 g sehari. Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk potensi lemah dan untuk potensi kuat tidak lebih dari 2 minggu. Harus selalu diingat bahwa steroid bukan obat kausatif melainkan lebih bersifat paliatif dan supresif.

2. ANTIJAMUR Merupakan salah satu dari obat-obat yang banyak digunakan dalam dermatologi. Obat ini sangat bervariasi baik dalam spektrum, sediaan maupun harganya. Obat antijamur lama atau konvensional umumnya mempunyai spektrum sempit dan mekanisme kerjanya tidak jelas, diperkirakan melalui efek keratolitik. Beberapa obat konvensional yang sampai saat ini masih banyak dipakai dan berkhasiat baik, misalnya; salep Whitfield, sulfur dan asam undeselinat. Antijamur generasi baru spektrumnya lebih luas, baik terhadap golongan Dermatofita. Kandida atau Pytirosprum. Kerjanya melaui gangguan sintesis atau integritas membran sel. Termasuk golongan antijamur baru yaitu: golongan imidazol. Siklopiroksilamin dan alilamin. Salep Whitfield. Mengandung asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12%. Pada anak-anak sebaiknya dipakai konsentrasi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%/ Penurunan konsentrasi asam salisilat sampai 2% dapat mengurangi iritasi. Senyawa Sulfur. Hanya dipakai untuk mengobati Pitiriasis versikolor. Biasanya berupa cairan natrium tiosulfat 20% atau selenium sulfit 2,5%. Keuntungan obat ini murah dan praktis pemakaiannya tetapi dapat mengiritasi kulit terutama pada wajah dan kelamin, serta baunya tidak enak. Pemakaiannya dengan dioleskan1/4-1/2 jam sebelum mandi setiap hari selama 5-7 hari.

Asam Undesilinat Kurang iritatif dibanding dengan kedua obat di atas. Biasanya terdapat dalam bentuk campuran dengan garamnya, misalnya salep Undecyl. Cukup efektif untuk Dermatofita tapi tidak untuk Kandida. Siklopiroksilamin Merupakan antijamur generasi baru yang efektif terhadap Dermatofita maupun Kandida. Tersedia dalam bentuk krim dan losio dengan konsentrasi 1%. Imidazol. Merupakan antijamur spektrum luas yang kerjanya menghambat sintesis ergosterol pada membran sel. Yang termasuk golongan imidazol yaitu: klotrimasol, mikonasol, ekonasol, ketokonasol dll. Tersedia dalam bentuk bedak, krim dan losio. Angka kesembuhan untuk pemakaian golongan ini berkisar antara 60-100% dengan lama pengobatan antara 3-4 minggu dan pemakaian 2 kali sehari. Alilamin. Bekerja sebagai inhibitor sintesis ergosterol melalui hambatan epoksidase skualen dari sel jamur. Golongan ini sangat baik untuk semua Dermatofita tetapi kurang untuk Kandida. Termasuk golongan ini adalah naftifin dan terbenafin.

3. ANTIBIOTIKA Pemakaian antibiotika topikal biasanya atas indikasi infeksi-infeksi pioderma primer dengan luas terbatas seperti impetigo, ektima, folikulitis atau furunkel maupun infeksi bakterial sekunder. Dalam memilih jenis antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas kuman terhadap antibiotik dan faktor biaya. Pada infeksi kulit yang luas pemakaian antibiotika topikal saja tidak cukup, harus bersamaan dengan antibiotika sistemik. Berbagai macam antibiotika yang tersedia dan sering digunakan yaitu: Tetrasiklin. Golongan obat ini bersifat bakteriostatik dengan spektrum luas terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, aerob dan anaerob. Golongan ini sekarang tak lagi diindikasikan pada infeksi oleh Streptokokus maupun Stafilokokus karena sering dijumpai resistensi. Tersedia dalam bentuk salep yang mengandung tetrasiklin 3%, klortetrasiklin 3% dan oksitetrasiklin 3%. Neomisin. Merupakan golongan aminoglikosida yang aktif terhadap beberapa kuman Gram positif seperti Stafilokokus aureus, H.influensa, E.coli, Proteus dan 7

hanya sedikit efektif untuk Streptokokus. Sedangkan Pseudomonas biasanya resisten. Kebanyakan neomisin terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain, antijamur atau kortikosteroid. Di beberapa negara neomisin dilaporkan banyak menyebabkan alergi kontak. Gentamisin. Termasuk golongan aminoglikosida . Mempunyai aktivitas bakterisid terhadap kuman Gram negatif dan beberapa Gram positif. Digunakan secara topikal karena efektif terhadap Pseudomonas tetapi tidak efektif untuk Streptokokus sehingga kurang baik untuk Impetigo. Tersedia dalam bentuk salep dan krim dengan konsentrasi 0,1%. Basitrasin. Bersifat bakterisid hanya terhadap kuman Gram positif seperti Stafilokokus, Streptokokus dan Corynbacterium. Umumnya tersedia dalam bentuk kombinasi dengan neomisin dan polimiksin-B sulfat dalam konsentrasi 4-6%. Kombinasi dengan neomisin relatif aman dan dianggap rasional karena masingmasing bekerja secara sinergis. Digunakan pada ektima, impetigo dan folikulitis dengan dosis 3-4 kali sehari dan sebelum tidur. Silver sulfadiazine. Merupakan hasil reaksi antara silver nitrat dengan sodium sulfadiazine. Obat ini efektif terhadap bakteri-bakteri Gram positif dan Gram negatif dan biasanya digunakan sebagai profilaksi atau terapi pada luka bakar. Tersedia dalam bentuk krim yang mengandung silver sulvadiazine 1%. Asam fusidat. Mempunyai spektrum aktivitas antibakteri yang sempit. Sangat efektif terhadap Stafilokokus aureus, termasuk galur penghasil penisilinase, juga terhadap bakteri Gram positif, anaerob dan aerob. Tersedia dalam bentuk salep dan krim Natrium fusidat dengan konsentrasi 2%. Mupirosin. Merupakan antibiotika topikal baru, sangat efektif terhadap Stafilokokus dan sebagian Streptokokus. Digunakan terutama pada impetigo, folikulitis, ekzema infektif, luka bakar atau ulkus kruris. Tersedia dalam bentuk salep dengan konsentrasi 1-3%.

4. ANTISEPTIK Sebenarnya indikasi pemakaian antiseptik lebih banyak ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit, seperti tindakan-tindakan preoperatif, mengurangi infeksi nosokomial selama perawatan dan perawatan luka bakar. Namun sering kita lihat terjadi pemakaian antiseptik yang tidak semestinya misalnya penggunaan pada semua penyakit atau kelainan kulit yang sebenarnya

tidak perlu. Ada beberapa antiseptik a.l: sabun , rivanol, kalium permanganat, povidon iodin dan alkohol. Sabun antiseptik. Selain sebagai pembersih sabun mempunyai sifat antiseptik ringan. Sabun bayi dan anak biasanya mengandung alkali yang lebih lemah sehingga mengurangi iritasi. Untuk memperoleh sifat antibakteri yang lebih besar beberapa sabun menambahkan bahan bersifat antiseptik seperti triklorokarbonilid atau tribromosalisilanida. Sayangnya kedua bahan tersebut menyebabkan sensitisasi sehingga harus waspada dalam penggunaannya. Rivanol. Merupakan serbuk berwarna kuning yang larut dalam air. Biasanya digunakan sebagai kompres luka atau lesi yang eksudatif dalam larutan 0,5-1%. Kalium permanganat. Selain sebagai antiseptik larutan kalium permanganat mempunyai sifat sebagai oksidator sehingga baik untuk membersihkan luka yang kotor. Digunakan dalam konsentrasi 1:10000, dalam bentuk kristal yang dilarutkan dalam air, yang akan memberikan warna merah jambu . Povidon iodin. Merupakan kompleks yodium dengan polivinyl pyrolidon. Bahan ini lebih disenangi karena tidak toksik dan tidak iritatif, walaupun pada beberapa orang dapat timbul alergi. Selain pada kulit dapat juga digunakan untuk selaput lendir jalan lahir. Tersedia dalam konsentrasi 1-10% dalam bentuk salep dan solosio. Alkohol. Biasanya dipakai etilalkohol atau isopropilalkohol. Sifat antiseptiknya paling besar pada konsentrasi 70%. Penggunaannya hanya dioleskan atau kompres. Pada luka sayat tidak dianjurkan karena dapat terjadi presipitasi protein jaringan sehingga akan membentuk massa bergumpal yang memungkinkan bakteri lebih mudah tumbuh. Selain itu penggunaan alkohol pada luka sayat akan menimbulkan rasa pedih dan panas.

5. ANTIPRURITUS Preparat ini merupakan obat simtomatik, digunakan hanya untuk mengurangi gejala, bukan untuk menyembuhkan. Banyak keluhan gatal yang bersumber tidak jelas sehingga memerlukan pengobatan simtomatik. Beberapa preparat antigatal yaitu: kalamin, urea, phenol, mentol dan kamfor serta antihistamin. Kalamin. Merupkan kombinasi dari seng oksida dan ferri oksida. Biasanya terdapat dalam bentuk bedak, bedak kocok, krim serta salep.

Urea. Dapat bekerja sebagai antigatal karena efek hidrasi kulit dan emolient. Digunakan pada konsentrasi 2-10% pada basis krim. Sebaiknya digunakan pada kulit yang utuh karena dapat menyebabkan rasa panas atau terbakar. Fenol, mentol dan kamfor. Merupakan derivat fraksi oleoresin dari tumbuhtumbuhan. Penggunaannya dengan konsentrasi 0,5-1% yang ditambahkan pada lotio atau krim dan berefek sebagai pendingin. Bila konsentrasi lebih dari 2% dapat berakibat iritasi dan nekrosis lokal, terutama bila dipakai pada kulit yang tidak utuh. Antihistamin. Walaupun antihistamin topikal tersedia dalam bentuk krim, namun perlu diingat bahwa antihistamin merupakan bahan pemeka atau sensitizer yang poten sehingga menyebabkan dermatitis kontak alergi. Oleh karena itu tidak dianjurkan penggunaannya dalam klinik.

KESIMPULAN Pengobatan topikal merupakan bagian terpenting dalam penatalaksanaan penyakit kulit. Ada 3 fungsi dalam pengobatan topikal yaitu: proteksi kulit terhadap lingkungan, membasahi atau mengeringkan dan membawa obat ke dalam kulit agar bekerja. Tidak ada penggunaan yang lebih bervariasi daripada pengobatan topikal. Dalam pemilihan obat topikal harus mempertimbangkan indikasi, lokasi dan stadium penyakit. Kesalahan dalam memberikan obat topikal justru dapat menyebabkan timbulnya penyakit iatrogenik seperti pada kortikosteroid topikal. Lokasi lesi dan stadium penyakit menentukan jenis vehikulum yang dipilih oleh karena vehikulum yang tepat akan meningkatkan efektivitas obat dan mempercepat penyembuhan.

10

S-ar putea să vă placă și