Sunteți pe pagina 1din 8

AKSI MOLEKULER OBAT ANESTESI INHALASI

Teguh Santoso Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Tasikmalaya Jawa Barat Pendahuluan Anestesi umum telah lama dikenal berinteraksi dengan ruang kecil dalam sebagian besar protein globular, dengan selektivitas tertentu. 1,2,3 Dalam suatu penelitian seminal serial, Franks dan Lieb mengemukakan berbagai variasi dari obat anestesi menghambat enzim bebas lemak luciferase. Penemuan ini penting karena memperlihatkan bahwa situs protein juga mempunyai kontribusi terhadap efek anestesi umum.4,5 Walaupun obat anestesi mengganggu fungsi sinyal sitoplasmik protein, termasuk protein kinase C, protein yang dianggap target molekular terbanyak dari obat anestesi adalah kanal ion. Efek obat anestesi terhadap kanal ion Kanal ion merupakan protein yang meregulasi aliran dari ion melalui membran sitoplasmik. Berbagai kanal ion yang memodulasi aktivitas listrik sel berhubungan dengan aksi fisiologis dari obat anestesi (tabel 2). Beberapa dari kanal ini sensitif terhadap berbagai obat anestesi inhalasi (tabel 3). Kanal ion yang sensitif terhadap anestesi volatil pada konsentrasi klinis yang efektif termasuk reseptor neurotransmiter cysteine loop, termasuk juga asetilkolin nikotinik, serotonin tipe 3, GABAA, dan reseptor glisin, dan reseptor glutamat yang diaktivasi oleh N-methyl D Aspartate (NMDA) atau -amino-3-hydroxy-5methyul-4isoxazolepropionic acid (AMPA). Didalam sinaps, kanal ion dapat mempengaruhi pelepasan neurotransmitter presinaptik dan mengganggu eksitabilitas postsinaptik sebagai respon terhadap pelepasan neurotransmitter. Voltage-gated ion channel untuk natrium, kalium, dan kalsium juga sensitif terhadap beberapa obat anestesi inhalasi, sekalipun biasanya hanya pada konsentrasi yang lebih tinggi daripada yang digunakan secara klinis. Suatu hipotesis yang masih diuji mengatakan bahwa obat anestesi inhalasi memperbaiki aktivitas kanal inhibisi postsinaptik (reseptor GABAA dan glisin) dan menghambat aktivitas kanal eksitasi sinaptik (nikotinik asetilkolin, serotonin, dan reseptor glutamat) (gambar 1). Aksi obat anestesi pada reseptor GABA A mendapatkan perhatian yang lebih besar. Reseptor GABAA Reseptor GABAA merupakan reseptor neurotransmiter inhibisi yang paling melimpah di otak. Setiap reseptor merupakan kompleks protein transmembran heteromerik yang membuka pori-pori yang permeabel terhadap klorida sebagai respon terhadap penemuan GABA (gambar 1). Terdapat paling tidak 18 subunit gen reseptor GABAA dalam genome manusia, dan walaupun sebagian besar kompleks reseptor dianggap memiliki kombinasi subunit , , dan , suatu variasi

dari kombinasi subunit dapat membentuk kanal fungsional, dan distribusi neuroanatomis dari berbagai tipe subunit tidak homogen. Pada konsentrasi yang efektif secara klinis, obat anestesi umum meningkatkan secara nyata sensitivitas reseptor terhadap GABA dan memperpanjang aliran inhibisi yang dimediasi reseptor setelah pelepasan GABA (gambar 1). Hal ini meningkatkan inhibisi yang dimediasi oleh reseptor GABAA pada eksitabilitas neuronal pascasinap.10

Potensi dimana obat anestesi volatil meningkatkan fungsi dari reseptor GABAA in vitro, sejalan dengan immobilitas MAC. Banyak kelas lain dari obat anestesi umum juga memperbaiki respon GABAA, tetapi yang nonimmobilizer tidak. Sejalan dengan diperbaikinya respon reseptor GABA A in vitro, positronemission tomography pada manusia memperlihatkan modulasi anestesi reseptor GABAA yang tergantung konsentrasi di otak. Penemuan ini mendukung aturan umum dari reseptor GABAA dalam anestesi dan, sampai sekarang, tampaknya merupakan perkiraan dari mekanisme umum semua obat anestesi inhalasi.

Keterangan gambar 1: Dua struktur yang berhubungan, tetapi secara fungsional berlawanan dengan respon kanal postsinaptik dengan cara yang berlawanan dengan obat anestesi dan

tampaknya mempengaruhi situs perlekatan (binding site) obat anestesi yang terletak di regio yang berbeda. Gambar tengah memperlihatkan struktur dari reseptor GABAA homolog dan reseptor asetilkolin nikotinik. Tiap reseptor mengandung lima subunit (yang di depan telah dihilangkan untuk memperjelas gambar) yang melewati lapisan lemak dan berada disekitar kanal ion sentral. Setiap subunit diperkirakan memiliki lima elemen transmembran, seperti yang diindikasikan di subunit yang paling kiri. Situs penempelan ( binding site) agonis diperkirakan terbentuk pada permukaan subunit reseptor ekstraseluler. Di sebelah kanan atas, reseptor asetilkomin merupakan kanal eksitasi yang permeabel terhadap kation. Aktivasi dari saraf dan otot yang terdepolarisasi, membuat terbentuknya aksi potensial. Pada panel bagian kanan bawah, aliran eksitasi postsinaptik diaktivasi oleh asetilkolin dihambat secara nonkompetitif oleh obat anestesi, dan di aliran kanal tunggal, obat anestesi menyebabkan sering terjadinya penutupan atau blok dari aliran listrik yang terbuka. Mutasi yang mengganggu hidrofobisitas dari regio yang membentuk pori-pori dari reseptor asetilkolin nikotinik otot mengganggu sensitivitas untuk penghambatan oleh obat anestesi, dan obat anestesi yang dapat diaktivasi cahaya juga ada dalam regio ini. Di panel kiri atas, reseptor GABAA merupakan kanal inhibisi yang permeabel terhadap anion klorida. Aktivasi neuron yang hiperpolarisasi, membuat pembentukan aksi potensial lebih sulit. Pada panel kiri bawah aliran listrik inhibisi pascasinaps yang diaktivasi oleh GABA diperpanjang oleh obat anestesi, menyebabkan influks klorida supranormal dan mengurangi eksitabilitas. Kurva respon konsentrasi GABA dalam cairan serebrospinal dapat membuat habisnya klorida olah reseptor GABAA ekstrasinap, menekan eksitasi neuronal. Penelitian yang melibatkan chimeras dan mutasi asam amino membuat kita menduga bahwa obat anestesi berinteraksi pada situs reseptor GABAA yang terbentuk diantara tujuh elemen transmembran. Kanal ion lainnya Modulasi dari reseptor GABAA , bagaimanapun, tidak penting ataupun cukup untuk terlibat dalam semua efek obat anestesi umum (tabel 3). Obat anestesi gas xenon dan nitrous oxida hanya sedikit meningkatkan aliran yang dimediasi GABA in Vitro, dan bahkan siklopropan dan butane konsentrasi tinggi gagal mengubah fungsi reseptor GABAA.11 Obat anestesi inhalasi ini jelas tidak beraksi langsung melalui mekanisme yang dimediasi GABA. Sebagai gantinya, konsentrasi klinis dari gas ini menghambat kanal glutamat yang sentif terhadap NMDA dan reseptor asetilkolin neuronal nikotinik, memperkirakan bahwa kanal ion ligand-gated memediasi jalar alternatif anestesi. Sebagai tambahan terhadap reseptor GABAA, kanal ion lain mungkin berperan dalam immobilitas akibat obat anestesi. Dalam neuron motorik spinal, obat anestesi spinal meningkatkan aktivitas dari reseptor inhibisi glisin dan menghambat AMPA pascasinaps dan reseptor NMDA. Inhibisi reseptor glutamat tampaknya langsung dan bukan oleh meningkatnya aliran inhibisi GABA. Kanal ion yang berbeda dapat memediasi sifat dan efek fisiologis yang berbeda dari obat anestesi inhalasi. Reseptor asetilkolin nikotinik neuronal dihambat oleh obat anestesi inhalasi pada konsentrasi rendah yang menyebabkan

amnesia tetapi bukan immobilitas. Pada jantung, obat anestesi menghambat kanal kalium dan kalsium yang dianggap mendasari aksi kronotropik dan ionotropik negatif seperti juga efek pro aritmogenik dari obat anestesi. Stabilitas relatif jantung pada pasien dengan anestesi xenon dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan obat halogenasi berhubungan dengan inhibisi yang lebih lemah dari xenon terhadap aliran kalsium tipe L dan aliran kalium voltage-gated di monosit jantung. Efikasi dari iskemi di myokardium yang dihasilkan obat anestesi, berhubungan dengan aksinya pada kanal kalium yang sensitif ATP. Situs obat anestesi di protein kanal ion Karena fungsi kanal ion dalam membran lipid, sulit untuk membedakan apakah modulasi obat anestesi akibat tidak langsung perubahan struktur membran atau langsung dengan berikatan dengan situs protein. Situs protein yang paling menyeluruh terdapat pada reseptor asetilkolin nikotinik perifer, suatu struktur homolog dari reseptor asetilkolin nikotinik neuronal dan GABAA.(gambar 1). Ikatan yang reversibel dari obat anestesi umum yang ditandai secara radiologis memperlihatkan reseptor asetilkolin nikotinik neuronal yang sangat bersih. Aksi interupsi dari terbukanya kanal reseptor asetilkolin nikotinik tunggal oleh obat anestesi sejalan dengan eksistensi mekanisme penghambatan kanal langsung, bukan oleh mekanisme tidak langsung (yang dimediasi lipid). Kompetisi antara dua obat anestesi untuk situs inhibisi pada kanal reseptor asetilkolin nikotinik yang terbuka juga terbukti. Penelitian yang melibatkan mutagenesis, elektrofisiologi, dan fotolabeling telah memetakan situs inhibisi dari pori-pori reseptor asetilkolin nikotinik. Pada reseptor GABAA homolog, situs yang tampaknya memegang peranan penting untuk modulasi obat anestesi inhalasi juga teridentifikasi. Situs ini berada dalam daerah transmembran multipel yang dapat membentuk single binding pocket (gambar 1). Model terintegrasi dari mekanisme anestesia Menghubungkan efek dari obat anestesi inhalasi terhadap kanal ion spesifik terhadap efek tingkah laku dari anestesi umum merupakan tantangan besar, karena cara kerja jaringan saraf mempengaruhi tingkah laku masih belum diketahui. Yang mendasari kompleksitas dari jaringan ini adalah organisasinya yang terperinci, keanekaragaman neurotransmitter sinaptik dan jalur sinyal lainnya, dan variasinya yang berubah-ubah dalam eksitabilitas dan frekwensi sebagai respon terhadap rangsangan. Konsekuensinya, kontribusi dari kelas spesifik kanal ion terhadap tingkah laku hewan sebagai kesatuan yang utuh sulit untuk diprediksi. Aksi obat anestesi inhalasi telah diteliti pada beberapa tingkat jaringan, mulai dari yang paling sederhana sampai yang kompleks. Mekanisme sinaptik Fungsi neuronal yang mendasari aktivitas jaringan adalah konduksi aksonal dan transmisi sinaptik. Pertimbangan klinis dari obat anestesi inhalasi lebih mempengaruhi transmisi sinaptik dibandingkan dengan konduksi aksonal. Obat anestesi inhalasi mendepresi sinap eksitasi dan meningkatkan sinap inhibisi. Penelitian yang bertujuan untuk menghitung efek presinaptik dan pascasinap dari obat anestesi menunjukkan aksi daripengeluaran neurotransmitter dan fungsi dari

reseptor neurotransmitter, dimana reseptor neurotransmitter memiliki peran yang dominan. Sebagai tambahan, beberapa obat anestesi inhalasi menyebabakan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitabilitas saraf dengan memperbaiki aktivitas kanal kalium yang melatarbelakanginya. Jaringan saraf in vivo dan in vitro Menerangkan efek dari obat anestesi terhadap jaringan saraf in vivo secara teknis sulit, karena rekaman elektrofisiologis pada hewan sering membutuhkan sedasi menggunakan obat anestesi yang lain. Banyak penelitian in vitro telah merekam aktivitas listrik di potongan otak atau medulla spinalis, yang memelihara interaksi sinaptik lokal. Potongan kecil korteks dengan jaringan lokal yang intak memperlihatkan ritme listrik yang sinkron yang dapat diperlambat oleh transmisi yang dimediasi GABA atau oleh inhibisi transmisi yang dimediasi glutamat oleh obat anestesi umum. Efek dari obat anestesi terhadap frekwensi jaringan korteks lokal mungkin berpengaruh langsung terhadap melambatnya elektroensefalograf. Di lain pihak, sirkuit panjang (contohnya thalamokortikal) mengkoordinasi aktivitas ritmik regio otak yang jauh. Efek obat anestesi terhadap frekwensi ritmis jaringan ini tergantung dari kecepatan penghentian potensial inhibisi yang dimediasi reseptor GABAA, yang diperpanjang oleh obat anestesi inhalasi (tabel 3). Hippokampus dan medulla spinalis juga mengandung sirkuit yang mungkin terlibat dalam aksi amnesia dan immobilisasi oleh anestesi umum. Jaringan saraf yang telah sangat disederhanakan telah menunjukkan lebih mudah untuk dianalisa. Efek dari obat anestesi lokal terhadap respirasi telah diteliti dengan merekam neuron respirasi kaudal ventral di medulla anjing yang dideserebrasi. Konsentrasi klinis yang efektif dari obat anestesi inhalasi mengubah sinyal yang dimediasi glutamat dan GABA; sevoflurane mengurangi output aktivitas motor neuron lebih dibandingkan halotan, sejalan dengan observasi klinis dimana sevofluran menekan respirasi lebih dalam dibandingkan dengan halotan.

Daftar Pustaka 1. Miller KW. The nature of sites of general anaesthetic action. Br J Anaesth 2002;89:17-31. 2. Franks NP, Jenkins A, Conti E, Lieb WR, Brick P. Structural basis for the inhibition of firefly luciferase by a general anesthetic. Biophys J 1998;75:2205-11. 3. Eckenhoff RG. Promiscuous ligands and attractive cavities: how do the inhaled anesthetics work? Mol Interventions 2001;1:258-68. 4. Franks NP, Lieb WR. Where do general anesthetics act? Nature 1978;274:339-42. 5. Miller KW. The nature of the site of general anesthesia. Int Rev Neurobiol 1985;27: 1-61. 6. Slater SJ, Cox KJ, Lombardi JV, et al. Inhibition of protein kinase C by alcohols and anaesthetics. Nature 1993;364:82-4. 7. Hemmings HC Jr, Adamo AI. Effects of halothane and propofol on purified brain protein kinase C activation. Anesthesiology 1994;81:147-55. 8. Franks NP, Lieb WR. Which molecular targets are most relevant to general anaesthesia? Toxicol Lett 1998;100-101:1-8. 9. Franks NP, Lieb WR. Molecular and cellular mechanisms of general anaesthesia. Nature 1994;367: 607-14. 10. Jones MV, Harrison NL. Effects of volatile anesthetics on the kinetics of inhibitory postsynaptic currents in cultured rat hippocampal neurons. J Neurophysiol 1993;70: 1339-49. 11. Raines DE, Claycomb RJ, Scheller M, Forman SA. Nonhalogenated alkane anesthetics fail to potentiate agonist actions on two ligand-gated ion channels. Anesthesiology 2001;95:470-7.

S-ar putea să vă placă și