Sunteți pe pagina 1din 18

MAKALAH GAYA HIDUP DAN KESEHATAN MENTAL HOMOSEKSUAL Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kesehatan

Mental dengan dosen pembimbing Syamsu Yusuf L.N., Prof. Dr. H., M.Pd. dan Sri Maslihah, M.Psi

Disusun oleh: Intan Cynthia Pinandita Irwinna Galih Nirmala Isti Fatimah Nur A. Kurnia Wahyuni Zeenatha Umaythia 1002928 1002168 1002060 1005421 1002987

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

A. SEJARAH HOMOSEKSUAL Perilaku homoseksual ternyata sudah dilakukan oleh orang-orang di zaman dulu, seperti yang telah dilakukan oleh kaum Nabi Luth dan dalam agama Islam perilaku homoseksual sangat dilarang (diharamkan) serta dianggap sebagai orang yang melampaui batas bahkan akibat atau hukuman yang diterima oleh orang-orang yang melakukan perilaku homoseksual sangat keras. Homoseks adalah hubungan biologis antara sesama jenis kelamin, baik pria maupun wanita. Namun, istilah homoseks ini kemudian lebih sering dipakai untuk seks sesama pria sedangkan yang sesama wanita dinamakan lesbian. Homoseks ini dilakukan dengan cara memasukkan zakar ke dalam dubur, sedangkan lesbian dilakukan dengan cara masturbasi satu sama lain, atau cara lainnya, untuk mencapai orgasme. Homoseks menyimpang dari fitrah manusia karena fitrah manusia cenderung kepada hubungan biologis secara hetereosex, yakni hubungan seks antara pria dan wanita. Perbuatan homoseks bukan hanya terdapat di zaman modern ini, tetapi telah terjadi pada zaman Nabi Luth. Dalam tafsir al-Manar dijelaskan bahwa Nabi Luth diutus Allah untuk memperbaiki akidah serta akhlak kaumnya yang berdiam di negeri Sadum, Amurah, Adma, abubim, dan Bala, di tepi Laut Mati. Nabi Luth memilih tinggal di negeri yang paling besar dari kelima negeri itu, yaitu Sadum. Negeri Sadum mengalami kehancuran moral, kaum lakilaki lebih bersyahwat kepada sesama jenisnya yang berusia muda, dan tidak bersyahwat kepada kaum wanita. Ketika menyaksikan perbuatan kaumnya yang tidak bermoral itu, Nabi Luth menegur dan memperingatkan mereka untuk meninggalkan kebiasaannya. Ia mengajak untuk menyalurkan naluri seks sesuai dengan fitrah, yaitu melalui perkawinan antara pria dan wanita.

B. PENGERTIAN HOMOSEKSUAL Homoseksualitas merupakan sebuah rasa ketertarikan secara perasaan dalam bentuk kasih sayang, hubungan emosional baik secara erotis atau tidak, di mana ia bisa muncul secara menonjol, ekspresif maupun secara ekslusif yang ditujukan terhadap orang-orang berjenis kelamin sama. Kata homoseksual berasal dari 2 kata, yaitu homo dan seksual yang berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual mengacu pada kata yang sama (Kadir, 2007).

Homoseksual adalah kesenangan yang terus-menerus terjadi dengan pengalaman erotis yang melibatkan kawan sesama jenis, yang dapat atau mungkin saja tidak dapat dilakukan orang lain. Dengan kata lain, homoseksual membuat perencanaan yang disengaja untuk memuaskan diri dan terlibat dalam fantasi atau perilaku seksual dengan sesama jenis (Olson, 2000). Homoseksual juga dapat didefinisikan sebagai orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama (Oetomo, 2003). Freud (Kartono, 1989), berasumsi bahwa semua manusia pada dasarnya adalah makhluk biseksual atau penggabungan homoseksual dan heteroseksual. Freud kemudian mengemukakan bahwa individu menjadi homoseksual ataupu heteroseksual didapat dari pengalamannya berhubungan dengan orang tua dan yang lainnya. Sehingga Freud menyimpulkan bahwa pada dasarnya individu sudah memiliki potensi sejak lahir untuk menjadi heteroseksual atau homoseksual (Kartono, 1989). Terjadinya orientasi seks homoseksual, heteroseksual, ataupun biseksual tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan masa kecilnya bersama kedua orang tua (Kartono, 1989). Sedangkan Charles Socarides (Kartono, 1989), mengungkapkan bahwa

perkembangan homoseksual individu dimulai sejak masa pre-oedipal dan sesudahnya. Seorang laki-laki dapat menjadi homoseksual bila memiliki hubungan yang terlalu erat dengan ibunya atau karena kurangnya atau hilangnya figur bapak dalam keluarga, sehingga bapak yang terlalu disiplin akan memunculkan kebencian pada laki-laki secara umum (Kartono, 1989). Hal ini berlaku terbalik pada kasus perempuan lesbian yang dimana posisi ibu hilang atau terlalu disiplin dan ayah yang terlalu dekat dengan anak perempuannya (Kartono, 1989). Homoseksualitas pernah berada dalam jajaran DSM. Namun, sejak 1973, the American Psychiatric Association (APA) sudah menetapkan bahwa homoseksualitas tidak lagi digolongkan sebagai gangguan mental. Lalu, pada 17 Mei 1990, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) secara resmi menyatakan homoseksualitas bukanlah penyakit atau gangguan jiwa. Di Indonesia, Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III juga mencabut homoseksualitas sebagai gangguan, pada 1993.

C. PENYEBAB DAN TEORI-TEORI HOMOSEKSUAL Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan subjek menjadi homoseksual. Penyebab homoseksualitas sebenarnya sulit dikemukakan karena penyelidikan ilmiah atas masalah ini merupakan suatu hal yang baru. Di samping itu, ada banyak teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas, tetapi penjelasan yang diberikan itu masih kurang memuaskan. Berikut ini akan disampaikan beberapa teori mengenai sebab-sebab terjadinya homoseksualitas. a. Psikodinamika Menurut Freud, setiap orang dilahirkan dengan potensi biseksual. Selama perkembangan psikoseksual, seorang anak dapat berkembang menjadi homoseks atau heteroseks, tergantung pada pengalaman masa kanak-kanak atau

pendidikannya. Charles Socarides (Kadir, 2007), menerangkan adanya 5 tipe penyebab homoseksual, yaitu: 1). Pre-oedipal, merupakan hasil fiksasi perkembangan pada 0-3 tahun. 2). Oediphal, timbulnya homoseksual karena kegagalan dalam fece oediphal. 3). Schizohomosexuality, schizoprenia dan homoseksualitas yang terdapat pada satu orang. 4). Situational homoseksual, terjadi karena situasi. 5). Variational homosexual, sebagai variasi dari perilaku seksual seorang heteroseksual. Sementara Allen (1969) percaya bahwa homoseksualitas (pada laki-laki) disebabkan oleh empat hal : 1). Penolakan terhadap ibu 2). Kelekatan berlebihan dengan ibu 3). Permusuhan dengan ayah 4). Afeksi berlebihan terhadap ayah yang kurang mampu berperan sebagai ayah. b. Biologis Hormonal Ellis pada tahun 1901 menyatakan bahwa ada/tidaknya homoseksualitas adalah keadaan yang didapatkan seseorang sejak ia lahir, sehingga menjadi homoseksual bukanlah sesuatu yang inmoral (Masters, 1992). Pada tahun 1992, Isay yang merupakan anggota komite APA (American Psychiatric Association) untuk masalah homoseksual, mengemukakan bahwa

penyebab homoseksual adalah konstitusional (biologis, telah ada sejak lahir) (Masters, 1992). 1). Faktor Genetik Salah satu penyidik melaporkan temuan yang mendukung pandangan bahwa homoseksualitas adalah hasil kondisi genetik (Masters, 1992). Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa karena kedua anak kembar yang terkena lingkungan orangtua dan postnatal yang sama, penyebab genetik untuk homoseksualitas akan muncul sebagai tingkat konkordansi tinggi di antara kembar inentical, akan homoseksual bukan yang satu menjadi homoseksual dan satu heretoseksual (Masters, 1992). 2). Faktor Hormonal Beberapa jenis penelitian telah menyebabkan banyak untuk berspekulasi tentang kemungkinan faktor hormonal menyebabkan atau predisposisi untuk

homoseksualitas. Pertama, telah didokumentasikan dengan baik bahwa pengobatan hormon kehamilan dari berbagai jenis menyebabkan laki-laki atau perempuan pola perilaku homoseksual adalah beberapa spesies binatang yang berbeda. Kedua, beberapa temuan menunjukkan bahwa seks tersebar kelebihan hormon kehamilan atau kekurangan pada manusia dapat berhubungan dengan homoseksualitas. Ketiga, perhatian besar telah difokuskan pada perbandingan kadar hormon dalam homoseksual dan heteroseksual dewasa. c. Pandangan Teori Belajar Teori belajar berasumsi bahwa kebanyakan perilaku termasuk di dalamnya perilaku seksual yang diakibatkan oleh adanya proses belajar (Ellgeier dan Ellgeier, 1991). Orang mengarahkan pada perilaku homoseksual karena dorongan kepuasan, kepuasan seks dengan sesama jenis, atau karena tidak senang, ketidakpuasan, serta ketakutan terhadap pengalaman heteroseksual (Master, dkk, 1992). d. Pandangan Teori Kognitif Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten. Kaum homoseksual, berdasarkan pandangan mereka pada perilakunya, dapat dibagi menjadi dua yaitu

yang menerima perilaku homoseksual itu sendiri dan yang tidak menerima tetapi tidak punya daya untuk mengatasi masalahnya.

Kaum homoseksual yang biasanya menerima perilaku homoseksualnya sebagai sebuah aktivitas seksual yang membawa kesenangan, dan dapat menikmati hubungan homoseksual (homoseksual dan lesbian), biasanya tidak terlalu memikirkan akan adanya pertentangan antara perilakunya dengan keyakinan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Mereka akan berusaha meyakinan masyarakat yang selama ini menolak perilaku homoseksual sebagai sebuah penyimpangan. Kaum homoseksual ini bahkan sudah banyak yang mendapatkan legalisasi hubungan mereka dibeberapa negera-negara Eropa dan beberapa Negara bagian di Amerika Serikat. Berbeda dengan kaum homoseksual yang tidak menerima perilakunya sendiri, karena adanya perbedaan akan perilakunya selama ini dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. Selain itu, masyarakat juga masih massif menentang akan perilaku tersebut. Masyarakat belum bisa menerima perlaku homoseksual mereka. Inilah yang saya maksud mereka mengalami disonansi kognisif, dimana keyakinan yang dimiliki oleh kaum homoseksual berbeda dengan perilakunya, tetapi mereka tidak punya daya untuk keluar dari masalahnya. Kaum homoseksual yang mengalami disonansi kognitif sebenarnya adalah sebuah penyimpangan tingkah laku. Bantuan psikologis memang bisa diberikan kepada kaum homoseksual yang mengalami disonansi kognitif ini untuk membantu menyelaraskan antara keyakinan yang dimiliki, dan nilai-nilai yang dianut dengan perilakunya yang abnormal.

D. CIRI-CIRI HOMOSEKSUAL Ciri-ciri homoseksual dapat dilihat dari aspek kepribadian, interaksi sosial maupun dari homoseksual hidup (life style). Seorang homoseksual dalam kehidupan sehari-hari adalah seorang yang normal, hanya mempunyai orientasi seksual yang berbeda, setidaknya ini menurut definisi yang diberikan oleh DSM-III, yang merupakan rujukan dalam ilmu psikologi. Dari hidup seorang homoseksual, dapat dilihat dari ciri yang ditunjukkannya seperti penggunaan aksesoris seperti anting, tindik dan lain-lain. Secara umum, ciri-ciri homoseksual yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:

1. Sebagian besar para homoseksual secara fisik merupakan sosok-sosok pria dengan ketampanan diatas rata-rata pria pada umumnya, bahkan tampil cenderung macho dan gagah. 2. Sebagian besar homoseksual menandai dirinya dengan tindik pada bagian kuping biasanya yang sebelah kanan, namun sebagian lagi bahkan ada yang menindik kedua bagian kupingnya, oleh karena itu baiknya bagi pria yang berniat untuk melakukan tindik sebaiknya dipertimbangkan kembali agar jangan sampai salah memberikan simbol. 3. Sebagian dari mereka cenderung menyukai memakai perhiasan seperti kalung (biasanya kalung emas baik kuning maupun emas putih) layaknya seorang lelaki metroseksual. 4. Sebagian besar homoseksual, secara sifat adalah jenis lelaki yang sopan santun, terkesan sangat rapi namun tetap menampilkan kesan feminisme dalam gerakgeriknya, tapi sebagian lagi sangat tidak kentara ketika berinteraksi. 5. Sebagian besar homoseksual, termasuk jenis pria-pria yang sensitif dan dalam kehidupan sehari-hari cukup supel dalam pergaulan, namun mereka sangat perfeksionis dalam bidangnya. 6. Sebagian besar pria homoseksual biasanya berkarier dibidang-bidang seperti artis, penyanyi, desainer, penata rambut bahkan para model, namun secara garis besarnya mereka pada umumnya bergiat dibidang yang membutuhkan detil dengan perasaaan dengan tingkat perfeksionisme yang tinggi. Ciri-ciri homoseksual diatas mungkin dengan mudah dijumpai disekitar kita, tetapi tidak semua orang yang termasuk ciri-ciri homoseksual diatas secara mutlak di kelompokkan menjadi kaum homoseksual. Membutuhkan penilaian khusus bahkan pengakuan yang bersangkutan, sehingga kita bisa memvonis seseorang, bahwa orang tersebut termasuk seorang homoseksual atau tidak.

E. JENIS-JENIS DAN KATEGORI HOMOSEKSUAL Coleman, Butcher dan Carson (Sadrjoen, 2005), menggolongkan homoseksualitas ke dalam beberapa jenis yaitu : a. Homoseksual Tulen

Jenis ini adalah gambaran streotipe populer tentang laki-laki yang keperempuanperempuanan atau sebaliknya. b. Homoseksual Malu-malu Kelompok jenis ini adalah laki-laki yang terdorong hasrat homoseksual, namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain. c. Homoseksual Tersembunyi Kelompok ini berasal dari kelas sosial ekonomi menengah dan memiliki status sosial yang dirasa perlu dilindungi dengan cara menyembunyikan identitas seksual. d. Homoseksual Situasional Kelompok ini adalah kelompok yang didorong oleh situasi disekitarnya untuk melakukan seks dengan sesama jenis. Dan biasanya kelompok ini akan mempraktikan heteroseksualnya setelah keluar dari situasi tersebut. e. Biseksual Kelompok ini adalah orang-orang yang mempraktikkan baik homoseksual maupun heteroseksual sekaligus. f. Homoseksual Mapan Kelompok ini adalah kelompok homoseksual yang menerima keadaan homoseksualnya, memenuhi aneka peran kemasyarkatan secra bertanggungjawab, dan mengikat diri dengan komunitas homoseksual setempat. Davison dan Neale (Malgiantari, 2003) kemudian menjelaskan bahwa

sesungguhnya homoseksual dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a. Gay Istilah gay menunjuk pada homoseksual laki-laki. Gay adalah kecenderungan pada pria untuk menyukai secara seksual terhadap sesama jenis. b. Lesbian Lesbian adalah kecenderungan pada wanita yang secara seksual menyukai sesama jenis. Dengan demikian istilah homoseksual dapat melibatkan laik-laki maupun perempuan yang menyukai sesama jenis.

F. HOMOSEKSUAL DALAM ISLAM Para ulama fiqih sepakat atas keharaman homoseks menurut ketentuan syariat. Homoseks merupakan perbuatan keji sebagaimana jarimah zina. Dalam Al Quran surat Al Araaf ayat 80-81, Allah berfirman yang artinya : Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faashiyah (homoseksual) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Dalam Al Quran surat Asy Syuara ayat 165-166, juga difirmankan : Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia. Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas. Keduanya termasuk dosa besar, dan merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Mengapa kami mengerjakan perbuatan keji (homoseks) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu. 1. Pembuktian terhadap Perbuatan Homoseks Dalam menjatuhkan hukuman terhadap para pelaku homoseks memerlukan bukti yang jelas, baik melalui pengakuan dari pelakunya maupun keterangan saksi. Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa saksi terhadap homoseks sama halnya dengan saksi zina, yaitu empat orang laki-laki yang adil, tidak terdapat salah seorang di antaranya perempuan. Sedangkan Hanafiah berpendapat bahwa saksi homoseks tidak sama dengan saksi zina, karena kemudaratan yang ditimbulkan oleh homoseks lebih ringan daripada yang ditimbulkan oleh zina, dan jarimahnya lebih kecil daripada jarimah zina, serta tidak menimbulkan percampuran keturunan. Karena itu, untuk membuktikan homoseks cukup hanya dengan dua orang saksi saja, dan tidak perlu menghubungkannya dengan zina, kecuali ada dalilnya. 2. Hukuman bagi Homoseks Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukuman bagi homoseks. Ada tiga pendapat: a. Dibunuh secara mutlak.

b. Dihad sebagaimana had zina. Bila pelakunya jejaka ia harus didera, bila pelakunya muhsan ia harus dihukum rajam. c. Dikenakan hukuman tazir. Pendapat pertama dikemukakan oleh sahabat Rasul, Nashir, Qasim bin Ibrahim, dan Imam Syafii (dalam suatu pendapat) ia menyatakan bahwa para pelaku homoseks dikenakan hukum bunuh, baik pelaku homoseks itu seorang bikr. atau muhsan. Yang menjadi dasar hukumnya adalah hadis Rasulullah: Dari Ikrimah, bahwa Ibn Abbas berkata, Rasulullah saw. bersabda, Barangsiapa orang yang berbuat sebagaimana perbuatan kaum Nabi Luth (homoseks), maka bunuhlah pelakunya dan yang diperlakukan. Hadis ini dimuat pula dalam kitab al-Nail yang dikeluarkan oleh Hakim dan Baihaqi. Al-Hafizh mengatakan bahwa para rawi hadis ini dapat dipercaya, akan tetapi hadisnya masih diperselisihkan kebenarannya. Malikiyah, Hanabilah dan Syafiiyah, berpendapat bahwa hadd homoseks adalah rajam dengan batu sampai mati, baik pelakunya seorang bikr (jejaka) maupun muhsan (orang yang telah menikah). Yang menjadi dasar pendapatnya adalah sabda Rasulullah saw.: Bunuhlah pelakunya dan pasangannya. Hadis ini juga dikeluarkan oleh Baihaqi dari Said Ibn Jabir, dan Mujahid dari Ibn Abbasra. bahwa ia ditanya tentang bikr yang melakun homoseks, maka ia menjawab bahwa hukumannya adalah rajam, berdasarkan hadis Rasulullah . Dikatakan: bahwa had homoseks adalah rajam, baik pelakunya jejaka maupun orang yang telah menikah. Dalam suatu riwayat, Abu Bakar pernah mengumpulkan para sahabat Rasul untuk membahas persoalan homoseks. Di antara para sahabat Rasul yang paling keras pendapatnya adalah Ali ibn Abi Thalib. Ia mengatakan: Sebagaimana kalian ketahui, homoseks adalah perbuatan dosa yang belum pernah dilakukan umat manusia kecuali Luth. Maka pelakunya harus dibakar dengan api. Berdasarkan keterangan di atas, had yang dikenakan kepada pelaku homoseks adalah hukum bunuh. Akan tetapi para sahabat Rasul berbeda pendapat dalam menetapkan cara membunuhnya. Menurut Abu Bakar, pelaku homoseks dibunuh dengan pedang, kemudian dibakar. Demikian juga pendapat Ali bin Abi Thalib dan sebagian besar sahabat Rasul, seperti Abdullah bin Zubair, Hisyam bin Abdul Malik dan lainnya. Menurut Umar dan Usman, pelaku homoseks harus dijatuhi benda-benda keras sampai mati. Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa ia harus dijatuhkan dari atas bangunan yang paling tinggi di suatu tempat tertentu. Al-Baghawi meriwayatkan bahwa

Syaby, Zuhri, Malik, Ahmad dan Ishaq mengatakan pelaku homoseks harus dirajam. Sedangkan Tirmidzi meriwayatkan hukum seperti ini dari Malik, Syafii, Ahmad dan Ishaq. Dasar pemikiran para sahabat menetapkan hukuman homoseks adalah dibunuh, yaitu bahwa homoseks merupakan perbuatan yang sangat keji, dicela oleh Allah sebagaimana firman-Nya: Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (dibalikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh dari orang-orang zalim. Pendapat kedua yang menyatakan bahwa pelaku homoseks harus dihad sebagaimana had zina dipelopori oleh Said bin Musayyab, Atha bin Abi Rabah, Hasan, Qatadah, Nakhai, Tsauri, Auzai, Abu Thalib, Imam Yahya dan Imam Syafii (dalam suatu pendapat). Jadi bagi pelaku homoseks yang masih bikr dijatuhi had dera serta dibuang. Sedangkan pelaku yang muhshan dihad rajam. Pendapat ini berdasarkan dalil hadis Rasulullah:Hukumnya (homoseks) sebagaimana hukum pezina: bila muhshan dirajam, bila ghair muhshan (bikr) dicambuk seratus kali. Dalam riwayat lain ulama Syafiiyah menyatakan bahwa had bagi homoseks adalah hukuman rajam, baik yang dilakukan seorang bikr ataupun muhshan. Akan tetapi pendapat mereka yang umum adalah hukumnya sama dengan hukum zina, dengan alasan bahwa homoseks sejenis dengan zina. Sebab homoseks memasukkan faraj (penis) ke dalam anus lelaki (farji). Dengan demikian, pelakunya termasuk di bawah keumuman dalil dalam masalah zina, baik bikr maupun muhshan. Jadi berlaku ayat yang menyatakan: Dan para wanita yang mengerjakan perbuatan keji hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu. Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai menemui ajalnya atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang. Para ulama fiqih berpendapat bahwa ketentuan yang terdapat dalam Surah al-Nisa di atas merupakan hukuman yang pertama dikenakan terhadap kejahatan zina. Menurut alRazi, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Muslim al-Ishfahani, bahwa ayat Dan para

wanita yang mengerjakan perbuatan keji... adalah khusus berkenaan dengan kejahatan sesama wanita (lesbian). Hukumannya seperti tersebut dalam ayat, yaitu dikurung dalam rumah sampai mati.. Sedangkan ayat selanjutnya, Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antaramu..." adalah khusus berkenaan dengan kejahatan, antarsesama laki-laki. Hukumannya adalah siksaan dengan perkataan dan perbuatan.

G. HOMOSEKSUAL DALAM MASYARAKAT MODERN Homoseksual di masyarakat modern saat ini mulai berubah dari hal tabu menjadi hal yang tidak tabu. Kaum gay membuat komunitas-komunitas sendiri, ada yang tertutup dan ada pula yang terang-terangan. Bahkan di Bandung sendiri, di tempat-tempat tertentu banyak dijumpai pasangan gay yang tidak segan lagi menunjukkan identitas diri mereka sebagai gay dengan berperilaku mesra, seperti berpegangan tangan, saling membelai dan lain sebagainya. Di beberapa negara bahkan membuat UU yang melegalkan pernikahan sesama jenis ini, di antaranya Belanda, Belgia, Swedia, dan Portugal. Hal ini menunjukkan betapa fenomonena homoseksual bukan merupakan hal tabu saat ini. Pandangan masyarakat heteroseksual terhadap kaum homoseksual saat ini sudah mulai terbuka. Batas toleransi masyarakat heteroseksual semakin meluas. Mereka melihat kaum homoseksual sebagai seseorang yang mempunyai kesamaan di masyarakat. Namun jika kembali lagi pada agama, perilaku homoseksual ini tidak bisa dibenarkan.

H. GAYA HIDUP DAN KESEHATAN MENTAL HOMOSEKSUAL Menjadi seorang homoseksual rentan terhadap berbagai resiko, hal ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu berdasarkan: sumber resiko dan jenis resiko. 1. Sumber Resiko a) Resiko yang harus dihadapi dari lingkungan eksternal Keberadaan kaum homoseksual di tengah masyarakat dalam berinteraksi/ bersosialisasi dengan lingkungan senantiasa dihadapkan pada hukum, norma, nilainilai, dan aturan tertulis maupun tidak tertulis, serta stereotipe yang berlaku di masyarakat. Misalnya saja hukum negara yang tidak memperbolehkan terjadinya pernikahan antara sesama jenis kelamin, norma agama yang tidak memperbolehkan

hubungan homoseksual, aturan tidak tertulis yang berlaku di masyarakat untuk menghindari relasi dengan kaum homoseksual, menutup kesempatan bagi kaum homoseksual untuk berkarya / bekerja, bersekolah atau pun kesempatan untuk mendapat pelayanan kesehatan yang sama dengan yang lain. Situasi di atas berpotensi menghasilkan reaksi dari lingkungan, ada yang bersikap biasa, ada yang memandang sebelah mata, ada pula yang hingga

memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dikucilkan, disisihkan/ dijauhi oleh keluarga, teman, dan lingkungan kerja, serta masyarakat. Tidak menutup kemungkinan ada kaum homoseksual yang menghadapi situasi dan respon berbeda dari masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan hukum dan budaya yang berlaku antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. b) Resiko yang berasal dari perilaku sendiri / lifestyle Seorang homoseksual sering berhadapan dengan adanya realitas gaya hidup tertentu yang berlaku di kalangan kaum homoseksual. Gaya hidup ini meliputi cara, perilaku, dan kebiasaan tertentu baik itu dalam mengekspresikan orientasi seksual, bersosialisasi, maupun menjalani hidup sehari-hari. Gaya hidup tertentu pada kaum homoseksual dapat beresiko buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental & emosional, seperti: berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual (berhubungan intim), melakukan hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan kondom), melakukan anal seks, minum-minuman keras dan narkoba. Gaya hidup demikian beresiko terhadap terganggunya kesehatan fisik, seperti: STI's (Sexual Transmitted Infections) / STD's (Sexual Transmitted Diseases) termasuk HIV-AIDS, dan terganggunya kesehatan mental dan emosional, seperti: kecemasan berlebihan, depresi, merusak / menyakiti diri sendiri, dan sebagainya. 2. Jenis Resiko a) Resiko sehubungan dengan kesehatan mental dan emosional Resiko gangguan kesehatan mental dan emosional yang dapat terjadi terhadap homoseksual, seperti: depresi, gangguan mental, gangguan kecemasan, gangguan perilaku (melakukan penganiayaan-kekerasan seksual atau fisik / sexual or physical abuse), menyakiti / melukai diri sendiri, hingga perilaku bunuh diri.

Penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental dan emosional pada homoseksual : Tekanan psikologis terhadap penderitaan / kondisi yang tidak

menyenangkan, seperti: homophobia; HIV-AIDS; non HIV STD's seperti: Syphilis, Anal Cancer, Gonorrhoea, Chlamydia, Herpes, Genital Warts; masalah body image. Tekanan psikologis dapat membuat seorang homoseksual menjadi stres dan ketika ia tidak mampu menghadapi stres ini (distress), dirinya menjadi tidak terkendali dan tidak mampu mengkontrol dirinya sendiri. Dalam situasi demikian orang ini dikendalikan sepenuhnya oleh emosi-emosi negatif di dalam dirinya seperti: depresi, kecemasan / ketakutan yang berlebihan, mengasihani diri sendiri, amarah, iri hati, dan lain-lain. Negative self image. Negative self image terjadi ketika seseorang memandang dan meyakini dirinya sendiri tidak berharga, rendah diri, dan tidak berdaya (internalised homophobia). Negative self image terbentuk pada seorang homoseksual ketika ia dihadapkan pada: pengalaman masa lalu yang menyakitkan (ditolak dan dianiaya / disakiti baik fisik maupun emosional oleh keluarga, teman-teman bermain di masa kecil, ataupun di sekolah); perlakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat (homophobia) seperti dengan: memberlakukan stereotipe tertentu mengenai homoseksual, men-cap atau memberikan label negatif tertentu, memberikan tekanan / memaksakan nilai-nilai, sikap, atau tindakan tertentu; serta faktor diskriminatif dalam hal beberapa hal seperti hukum, norma, nilai-nilai, dan aturan-aturan tertentu. Terlibat dalam melakukan hubungan seksual (hubungan intim)

homoseksual. Persepsi dan sikap seorang homoseksual terhadap hubungan seksual yang dilakukan memiliki konsekuensi terhadap kesehatan mental dan emosionalnya. Ketika ia menaruh persepsi dan sikap negatif terhadap hubungan seksual yang dilakukannya maka perasaan-perasaan tidak menyenangkan akan hadir dalam dirinya dan mengganggunya. Persepsi dan sikap negatif ini bisa berwujud guilt (perasaan bersalah), fear (ketakutan), shame (rasa malu) karena keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya tersebut tidaklah baik, keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya bukanlah atas kehendak bebasnya sendiri, keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya tidak membawanya pada apapun, tidak memberikan sesuatu yang berarti, atau tidak akan ada ujungnya,

menjadikan hubungan seksual sebagai sebuah pelarian atau pelampiasan atas emosi-emosi negatif yang dirasakannya. Akibatnya, setiap habis mengecap kenikmatan sesaat, dirinya malah terluka oleh rasa tidak berguna, rasa kesepian yang dalam, kehampaan, rasa bersalah, rasa berdosa, dan sebagainya. Akhirnya terbentuk mata rantai yang patologis (tidak sehat), melakukan hubungan seksual kemudian merasa terluka, akhirnya menyakiti diri sendiri lantas mencari pleasure / hal-hal yang dapat menyenangkan dirinya (mengobati dari rasa sakit) dengan melakukan hubungan seksual lagi dan kemudian berulang lagi dan demikianlah seterusnya. b) Resiko sehubungan dengan kesehatan fisik / biologis Perilaku seksual tertentu dapat beresiko mengganggu kesehatan fisik / biologis pada kaum homoseksual. Seperti: melakukan hubungan seksual bebas / berganti-ganti pasangan bahkan dengan orang yang tidak dikenal; melakukan hubungan seksual yang tidak aman seperti: tidak menggunakan kondom dan tidak mengetahui diagnosis atau status kesehatan seksual (HIV-AIDS, penyakit kelamin) pasangan main; dan melakukan anal seks adalah perilaku-perilaku seksual yang beresiko besar mengganggu kesehatan fisik / biologis kaum homoseksual. Resiko-resiko gangguan kesehatan yang dapat dialami dari perilaku seksual tidak sehat tersebut adalah sebagai berikut: HIV-AIDS Anal Cancer STI's / STD's lainnya, seperti: chlamydia trachomatis, cryptosporidium, giardia lamblia, herpes simplex virus, human papilloma virus (HPV) or genital warts, isospora belli, microsporidia, gonorrhea, viral hepatitis types B & C and syphilis. c) Resiko yang sehubungan dengan kedua-keduanya (kesehatan mental dan emosional dan kesehatan fisik / biologis) Perilaku dibawah ini menyangkut resiko rusaknya kondisi fisik, terganggunya kesehatan fisik / biologis serta terganggunya kondisi mental dan emosional seorang homoseksual. Kedua faktor ini saling terhubung satu sama lain. o Domestic Violence / Sex - Physical - Emotional Abuse Hubungan di antara sesama homoseksual seringkali diwarnai dengan kekerasan baik itu kekerasan seksual, fisik, maupun emosional. Motif dibaliknya seringkali

dikarenakan masalah / gangguan mental dan emosional pada diri si pelaku homoseksual. o Substance Abuse / Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) / Narkoba Kondisi mental dan emosional yang bermasalah serta lifestyle kaum homoseksual dapat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan narkoba dan minum minuman keras. Penyalahgunaan zat-zat aditif ini meliputi narkoba (ectasy, putauw / heroin, ganja, morfin, kokain / shabu-shabu, cannabis), dan minuman keras. Penyalahgunaan zat demikian dapat mempengaruhi kesehatan tubuh seperti (gangguan otak, saraf, hati), juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional (menjadi lebih emosional, lebih numb / tidak merasakan apapun, paranoid, delusi, halusinasi). Penyalahgunaan narkoba dan minumminuman keras membuat seseorang berada dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, dan dalam keadaan demikian orang tersebut tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Pada saat demikian, banyak sekali resiko yang harus siap dihadapi.

I.

KESIMPULAN JURNAL Dalam beberapa dekade terakhir, persepsi Amerika mengenai homoseksualitas telah konsep berubah orientasi secara signifikan, yang terutama berasal dari karena genetik mempertanyakan atau biologis,

homoseksual

daripada perilaku, etiologi. Sebagian besar masyarakat dan profesi medis sekarang melihatnya sebagai sebuah gaya hidup alternatif diterima yang ditentukan secara biologis dan orientasi permanen daripada belajar, pengalaman, dan sering berubah karena pilihan. Keyakinan-keyakinan baru sangat mempengaruhi bagaimana morbiditasnya, kematian, dan dampak sosial yang terlihat, gaya hidup laki-laki secara signifikan meningkatkan kejadian penyakit menular dan memperpendek harapan hidup sekitar 20 tahun.
a. Pada

zaman

kuno,

perilaku

homoseksual

telah

dilihat

sebagai

kriminal dan berdosa.

b. Pada tahun 1869, kaum penyuka sesama jenis di Jerman menciptakan istilah

homoseksual yang tampaknya lebih netral dan ilmiah dari istilah merendahkan seperti sodomi. Mereka mengklaim mereka dilahirkan dengan jiwa wanita dalam tubuh pria, yang seharusnya membuat mereka tidak baik merespon seksual kepada perempuan atau untuk mengendalikan mereka terhadap pria lain dan sodomi dianggap suatu penyimpangan sementara sementara homoseksual adalah spesies (permanen).
c. Di Amerika Serikat, homoseksualitas dianggap sebagai penyakit atau penyimpangan

sampai tahun 1973 yakni ketika American Psychiatric Asosiasi (APA) memutuskan untuk menghapus homoseksualitas dari daftar gangguan mental, tanpa penilaian moral sebagai dosa atau kejahatan. Dengan demikian, homoseksualitas dapat dilihat dan diterima sebagai gaya hidup alternatif. Perubahan dari definisi ini dapat membantu untuk membuat homoseksualitas menjadi lebih dihormati.
d. Meskipun beberapa kelompok agama mengutuk homoseksual secara moral

sesat, menganggap homoseksual sebagai orientasi seksual yang normal, bukan gangguan atau tanda gangguan. Sikap masyarakat telah sangat dipengaruhi oleh besar media, di mana gerakan homoseksual memiliki pengaruh besar.
e. Beberapa mendefinisikan orientasi seksual mereka dengan perilaku mereka atau

atraksi atau fantasi, sebagian lain menganggap orientasi seksual adalah bagian yang stabil dari diri mereka sendiri dan pusat identitas mereka dan lain menemukan orientasi seksual mereka untuk menjadi sebuah identitas yang lebih mengalir.
f.

Hampir semua orang yang menyebut diri mereka homoseksual telah melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, dan mungkin ketiga atau telah menikah contohnya mantan Gubernur New Jersey James McGreevey.

g. Secara biologis, kebanyakan dari kita adalah biseksual, menjadi gay adalah sebuah

pilihan.
h. Tetapi bahkan jika para ilmuwan tegas menunjukkan tubuh, otak, atau perbedaan

genetik antara homoseksual dan seluruh umat manusia, yang masih tidak membuktikan bahwa homoseksualitas adalah bawaan.
i.

Homoseksualitas juga berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Gay dan biseksual akan tidak mencapai ulang tahun ke-65 mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Adesla, Veronica. 2009. Resiko Yang Rentan Dihadapi Oleh Homoseksual. [Online]. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/epsi/klinis_detail.asp?id=566 [13 April 2013]

Nathaniel S. Lehrman, M.D. 2005. Homosexuality: Some Neglected Considerations. Amerika: Journal of American Physicians and Surgeons.

http://www.psychologymania.com/2011/09/homoseksual-psikologi-versus-agama.html

http://www.psychologymania.com/2012/09/ciri-ciri-gay.html

http://www.psychologymania.com/2012/09/jenis-jenis-homoseksual.html

S-ar putea să vă placă și