Sunteți pe pagina 1din 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam rematik (DR) masih merupakan problem kesehatan dinegara sedang berkembang.

Hal ini karena sekuele yang ditimbulkannya berupa cacat katup jantung dan merupakan penyebab terbanyak penyakit jantung didapat pada anak. Penyakit ini mempunyai hubungan dengan keadaan sosial, ekonomi, psikologi, pekerjaan sipenderita dan menimbulkan problem medik. Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 15 tahun 2. Pada tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya ( Abdullah, 2008 ).

1.2 Tujuan 1.21 Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam rematik

1.22 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengertian demam rematik 2. untuk mengetahui proses terjadinya demam rematik 3. untuk mengetahui proses keperawatan demam rematik

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Demam reumatik adalah suatu peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat system persarafan.

Sebagai akibat dari infeksi streptococcus hemolyticus grup A (Suriardi&Yuliani, 2006). Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi ( Abdullah, 2008). Demam rematik adalah penyakit akut yang datang terutama dengan gejala-gejala nyeri dan bengkak sendi dan gejala-gejala yang lain sesuai dengan kriteria Jones.

2.2 Etiologi Demam rematik disebabkan karena adanya infeksi streptokokus hemolitik grup A

2.3 Tanda Dan Gejala Tanda-tanda demam reumatik biasanya timbul 2-3 minggu setelah infeksi tenggorokan bermula. a. Demam b. Keluhan radang tenggorokan yang ditandai nyeri dan batuk-batuk c. Tidak mau makan d. Pembesaran kelenjar getah bening e. yang disebabkan karena reaksi imunologis f. peradangan sendi, Sendi-sendi besar, terutama pada lutut, siku, pergelangan tangan dan pergelangan kaki, akan membengkak, tampak kemerahan, terasa hangat jika diraba dan dirasakan sakit. Peradangan ini akan pindah ke sendi yang lainnya ( Poliartritit migrans : radang pada banyak sendi yang berpindah-pindah) g. Adanya tanda chorea jika penyakit inni mempengaruhi otak. Chorea berupa gerakangerakan involunter, terutama pada tangan, namun dapat terjadi juga pada kaki, wajah dan bagian-bagian tubuh lainnya. Jadi, biasanya tangan akan bergerak-gerak, padahal

si anak tidak bermaksud untuk menggerakkannya. Pada chorea yang lebih ringan, mungkin anak hanya akan mengeluhkan kesulitan untuk menulis. , chorea dapat disertai dengan perubahan tingkah laku, misalnya anak tiba-tiba marah dan menangis tanpa alasan, dan sebagainya. h. Nodul subkutan, yaitu bejolan-benjolan kecil di bawah kulit. Tanda lain adalah ruam merah pada kulit, yang disebut eritema marginatum, namun tanda ini termasuk yang lebih jarang terjadi.

Tanda dan gejala menurut T. Jones : Mayor 1. Carditis 2. polyarthritis 3. Chorea 4. Erytema marginatum 5. Nodul subcutaneous minor 1. Fever 2. Arthralgia 3. Pernah mengalami gagal ginjal 4. LED tinggi 5. C-Reaktive Protein/ CRP (+) 6. Leukositosis 7. Interval PR memanjang

Diagnosis ditetapkan berdasarkan didapatkannya hal-hal sebagai berikut: 1. 2 manifestasi mayor. 2. 1 manifestasi mayor dan 2 manifestasi minor (Udjianti, 2010).

2.4

Patofisiologi Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok kuman A beta hemolytic streptococcus yang menyerang pada pharing. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibody. Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk tersebut. Sensitivitas sel B antibody memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun

kompleks. Reaksi silang imun kompleks tersebut dengan sarcolema kardiak menimbulkan respon peradangan mycordial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katup mitral, yang mana akan menjadi kerusakan permanen (Suriardi&Yuliani, 2006) Demam reumatik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman A betahemolytic. Mungkin ada predisposisi genetic, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat meningkatkan resiko. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis (Suriardi&Yuliani, 2006).

Peningkatan suhu

tubuh
Resiko tinggi penurunan curah jantung

2.5 Tatalaksana Demam Rematik Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu a. Pencegahan primer pada saat serangan DR Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberiannya dapat dilihat pada lampiran 1. b. Pencegahan sekunder DR Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung tersedia diseluruh wilayah Indonesia c. Menghilangkan gejala yang menyertainya Menghilangkan gejala yang menyertainya seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal jantung dan korea. Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Petunjuk mengenai tirah baring dan dan ambulasi dapat dilihat pada lampiran 3 dan penggunaan anti inflamasi dapat dilihat pada tabel ini. Hanya artritis Karditis minimal Tirah baring Ambulasi dalam rumah Ambulasi (sekolah) Aktivitas penuh Setelah minggu 4-6 Setelah minggu 6-10 Setelah bulan 3-6 bervariasi luar 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan 2 minggu 1-2 minggu 2-3 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 46 minggu 2-4 bulan 2.3 bulan Karditis sedang Karditis berat

Pada penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika, restriksi cairan dan garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena resiko intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan

emosi. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk kasus korea yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. 2.6 Data Penunjang Pemeriksaan Diagnostik a. Kardiak iso-enzim (terutama CPK dan CK-MB) meningkat. b. EKG : iskemia (gelombang T inversi), ketegangan atau strain (segmen ST elevasi, gelombang Q mungkin muncul), kerusakan miokard, heart block, disritmia. EKG perikarditis : segmen ST elevasi dan gelombang T datar atau inversi dalam, gelombang Q tidak muncul, dan amplitudo R rendah. c. Monitor EKG : mengevaluasi frekuensi dan tipe disritmia. d. Kultur darah untuk mengkaji etiologi infeksi dan sensitivitas antibiotik. e. Keadaan kelelahan dalam waktu 1-6 minggu. f. Rontgen thoraks : menilai kardiomegali (Cardio Thorax Ratio-CTR dan infiltrat pada paru. g. Anti-Streptolysin O Titer (ASTO) : menilai organisme penyebab dan mengesampingkan diagnosis penyakit systemic lupus erythematous (SLE), rheumatic fever, penyakit SickleCell. h. C-reactive protein positif. i. Hitung sel darah lengkap dan diferensial : menilai proses infeksi kronis atau akut, anemia karena kerusakan eritrosit, splenomegali. j. Echocardiogram : menilai hipertrofi miokard, disfungsi katub, dilatasi ruang jantung, efusi perikard, dan vegetasi katub. k. Blood Urea Nitrogen (BUN) : menilai penurunan faal ginjal akibat penurunan curah jantung. l. Faktor reumatoid : positif. (Udjianti, 2010)

2.7 Komplikasi Demam rematik bisa menimbulkan kelainan pada jantung, sendi, kulit dan otak. Pada jantung kelainan bisa terjadi pada katub-katub jantung yang disebut sebagai penyait jantung rematik.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

PENGKAJIAN a. Riwayat penyakit b. Monitor komplikasi jantung c. Auskultasi jantung : buyi jantung melemah dengan irama derap diastole d. Tanda-tanda vital e. Kaji adnya nyeri f. Kaji adanya peradangan sendi g. Kaji adanya lesi pada kulit (Suriardi&Yuliani, 2006)

3.2

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit. 2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. 5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan pergeseran status kesehatan dalam 6. Resiko tinggi enurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium

3.3

TUJUAN 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama suhu badan pasien normal, dengan kriteria : NOC : Termoregulasi a. Suhu kulit normal b. Suhu badan 35,9C- 37,3C c. Tidak ada sakit kepa-la / pusing

d. Tidak ada nyeri otot e. Tidak ada perubahan warna kulit f. Nadi, respirasi dalam g. Hidrasi adequate h. Pasien menyatakan nyaman i. Tidak menggigil j. Tidak iritabel / gra-gapan / kejang batas normal

2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan criteria. NOC : Pain Level a. Melaporkan adanya nyeri (sudah teratasi) b. Frekuensi nyeri anatar 1-2 c. Panjang episode nyeri d. Pernyataan nyeri (verbal) e. Ekspresi nyeri pada wajah f. Perubahan Nadi g. Perubahab frekuensi pernafasn h. Perubahan TD i. Keringat berlebih

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama pasien dapat melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri sesuai dengan kemampuanya , dengan kriteria : NOC : Penghematan energi a. Tingkat daya tahan adekuat untu aktivitas b. Melaporkan bebas dari keletihan dalam melakukan aktivitas sehrai-hari.

c.

Menyadari keterbatasan energy.

d. Berpartisipasi pada aktivitas yang diperlukan dengan peningkatan yang sesuai dengan denyut jantung, frekuensi respirasi, dan tekanandarah yang sesuai dengan pemantauan beberapa pola pada batas normal.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama kebutuahan nutrisi pasien adekuat atau terpenuhi, dengan kriteria : NOC : Status gizi a. Melaporkan keadekuatan tinagkat energy. b. Klien menunjukkan keinginan untuk megikuti diet. c. Mampu mempertahankan BB dalam batas normal d. Nilai laboratorium normal e. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan pergeseran status kesehatan dalam anggota keluarga. Tujuan : Setelah dilakukan perawatn diharapkan koping keluarga effektif dengan kriteria : NOC : Keluarga f. Memahami perubahan dalam peran keluarga. g. Menunjukkan pola koping yanggg adekuat h. Berfungsi untuk saling memberikan dukungan kepada settiap anggota keluarga. i. Menunjukkan ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap

6. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium Tujuan : Setelah dilakukan perawatan diharapkan curah jantung pasien normal dengan criteria :

NOC : Cardiac Pump Effectiveness a. Tekanan Darah dalam batas yang diharapkan 140/ 90 mmHg. b. RR dalam batas yang diharapkan 16-24 x/menit. c. Tidak terdapat angina. d. Kelemahan ekstermmitas tidak ada.

3.4

INTERVENSI 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit. \ NIC I : Mengatur Demam a. Monitor suhu sesuai kebutuhan b. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi c. Monitor suhu dan warna kulit d. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi e. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat f. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang g. Berikan antipiretik sesuai advis dokter tinggi

NIC II : Mengobati Demam a. Monitor suhu sesuai kebutuhan b. Monitor IWL c. Monitor suhu dan warna kulit d. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi e. Monitor derajat penurunan kesadaran f. Monitor kemampuan aktivitas g. Monitor leukosit, hematokrit, Hb h. Monitor intake dan output i. Monitor adanya aritmia jantung j. Dorong peningkatan intake cairan k. Berikan cairan intravena l. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin

m. Dorong atau lakukan oral hygiene n. Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien menggigil / kejang o. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam p. Berikan oksigen q. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila. r. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut s. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan menyerap keringat

NIC III :Manajemen Lingkungan a. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi b. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman c. Batasi pengunjung

NIC IV : Mengontrol Infeksi a. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan b. Gunakan sabun untuk mencuci tangan c. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan kegiatan perawatan klien d. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP e. Berikan perawatan kulit di area yang odem f. Dorong klien untuk cukup istirahat g. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik h. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis dokter

2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi NIC : Pain Management a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, kualitas dan factor presitasi. b. Gunakan teknik komunikasi terapetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien. c. Evaluasi pengalaman nyeri di masa lampau.

d. e. f. g. h. i.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi. Ajarkan klien tentang teknik non farmakologi. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. Evaluasi keefektifan control nyeri. Tingkatkan istirahat.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. NIC : Pengendalian energi a. Ajarkan pasien dan orang terdekat pasien tentang teknik perawatan diri lain yang meminimalkan konsumsi oksigen. b. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah keletihan. c. Libatkan keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong pasien dalam menyelesaikan aktivitas. d. Berikan dukungan dalam pengambilan keputusan selama periode penyakit atau stress yang tinggi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. NIC : Pengelolaan Nutrisi a. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuahn nutrisi. b. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi memenuhinya. c. Pantau dukungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. d. Diskusikan dengan ahli gizi dalam pemberian diet e. Ciptakan lingkungan yang menyenagkan untuk makan. f. Bantu makan sesuai dengan kebutuhan. dan bagaimana

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan pergeseran status kesehtan dalam anggota keluarga. NIC : Peningkatan integritas keluarga. a. Kaji interaksi antara pasien dengan keluarga, waspada terhadap potensial perilaku merusak. b. Pantau hubungan keluarga saat ini c. Tentukan gangguan dalam jenis proses keluraga d. Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan yang dianjurkan. e. Bantu keluarga megidentifikasi kekuatan personal. f. Dykaung keluarga untuk menyatakan perasaan dan masalahnya secra verbal. g. Dukung keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien. h. Berika penguatan positif terhadap penggunaan mekanisme koping yang efektif

6. Resiko tinggi enurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium. NIC : Cardiac Care : a. b. c. d. e. f. g. Evaluasi adanya nyeri dada. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output. Monitor / melihat monitor untuk melihat adanya perubahan tekanan darah. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan. Monitor / melihat toleransi aktifitas pasien. Monitor / melihat adanya dypsnea, patigue, takipnea dan ortopnea. Anjurkan untuk menurunkan stress.

3.5

EVALUASI 1. Tidak terjadi Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium 2. Suhu tubuh tetap normal dan tidak terjadi (hipertermia) 3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi 4. Nyeri berkurang atau hilang

BAB IV PENUTUPAN

4.1

KESIMPULAN Demam reumatik adalah suatu peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat system persarafan. Sebagai akibat dari infeksi streptococcus hemolyticus grup A. Dengan gejala Carditis, polyarthritis, Erytema marginatum, Chorea, Nodul subcutaneous, Fever, Arthralgia, Leukositosis.

4.2

SARAN Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan kurang lengkap, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapakan.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, ME Townsend, MC. Moorhouse, MF. 2007. Rencana asuhan keperawatan psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: penerbit Buku kedokteran EGC Siregar, Abdulah. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik permasalah Indonesia. USU _____________ 2007. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak dan Peran Pemeriksaan Ekokardiografi dalam Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 3. (http://fk.usu.ac.id/2011-12-06-03-37-50/majalah-kedokteran-nusantara.html, Tanggal 28 Mei 2013) Suriadai & Yuliani, Rita. 2006. Buku Pegangan Pratik Klinik Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : EGC. Ujianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovskular. Jakarta : Salemba Medika. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC Diakses

S-ar putea să vă placă și