Sunteți pe pagina 1din 26

FOURNIER GANGREN

A. PENDAHULUAN Fournier gangren pertama kali ditemukan pada tahun 1883, ketika ahli penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred Fournier mendapatkan dimana 5 lakilaki muda yang sebelumnya sehat menderita gangren dengan cepat progresif pada penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas. Penyakit ini yang kemudian dikenal sebagai Fournier gangren, didefinisikan sebagai fasciitis nekrotikans pada daerah perineum perianal atau genital. Berbeda dengan deskripsi awal Fournier, penyakit ini tidak hanya terdapat pada laki-laki dewasa muda tapi pada usia lanjut penyebab biasanya akibat gangguan sistem imun. Penyakit ini kebanyakan terjadi pada penderita usia 40-70 tahun dengan faktor resiko keadaan umum kurang baik seperti gizi buruk, penggunaaan imunosupresan, alkohol dan diabetes melitus.1&2 Gejala yang bervariasi mulai dari nyeri pada daerah anorektal atau genital dengan presentasi gejala minimal berupa nekrosis kulit, nekrosis yang cepat menyebar pada kulit dan jaringan lunak, sepsis sistemik tanpa sumber infeksi yang jelas. Fournier Gangren adalah kegawatdaruratan bedah, dan karena perbedaan dalam presentasi klinis, pasien mungkin awalnya ditemui dalam berbagai keadaan klinis. Karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan dari kondisi ini bisa berakibat fatal, sangat penting untuk tidak mengabaikan gejala, bahkan jika gejala tidak spesifik. Setelah Fournier gangrene didiagnosis, pengobatan yang tepat sangat penting. Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi ganggren yang luas dan menyebabkan septisemia.3&4 B. EPIDEMIOLOGI Fournier gangren relatif jarang, namun kejadian yang tepat dari penyakit ini tidak diketahui. Dalam review Fournier gangren pada tahun 1992, Paty dan rekan kerja terdapat sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur

Page | 1

sejak 1883 laporan Fournier, menghasilkan prevalensi 1 kasus di 7500 orang Sebuah tinjauan kasus retrospektif. Terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam literatur dari 1950-1999, dengan rata-rata 97 kasus per tahun dilaporkan dari 1989-1998. Peneliti lain telah melaporkan sekitar 600 kasus Fournier gangren di dunia sejak tahun 1996, dimana Frekuensi Fournier gangren di dunia tidak berubah secara bermakna. 1&5 Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada Fournier gangren untuk setiap wilayah di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika, seksual dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria ke perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui cairan vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56 kasus anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan. 1&5 C. ETIOLOGI Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin, tetapi penyebab Fournier ganggren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari jumlah kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal, saluran urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab ganggren Fournier pada anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan perforasi usus yang terjadi karena cedera kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran urogenital, penyebab ganggren Fournier mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral, cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra, epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada dermatologi, penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena

Page | 2

tekanan skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien lumpuh menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis aborsi, vulva atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai penyebab Fournier ganggren. Pada pria, seks pada daerah anal dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa menyebabkan Fournier ganggren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.1,3,5 Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba dengan rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan Bacteroides adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah sebagai berikut5: Gram-negative E. coli Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Proteus mirabilis Enterobacteria Mycobacteria Mycobacterium tuberculosis Yeasts Candida albican Staphylococcus epidermidis

Anaerobes Peptococcus Fusobacterium Clostridium perfringens

Gram-positive

Staphylococcus aureus Beta Hemolytic Streptococcus Group B Streptococcus faecalis

Page | 3

D. ANATOMI GENETALIA EKSTERNA PRIA

1. Penis Penis berasal dari bahasa Latin yang artinya berarti "ekor" akar katanya sama dengan phallus, yang memiliki arti sama adalah alat kelamin jantan. Penis merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pemakaian istilah "penis" praktis selalu dalam konteks biologi atau kedokteran. Istilah "falus" (dari phallus) dipakai dalam konteks budaya, khususnya menerangkan gambran penis yang menegang (ereksi). Lingga (atau lingam) adalah salah satu penggambaran falus. Penis terdiri dari: Akar (menempel pada dinding perut) Badan (merupakan bagian tengah dari penis) Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)

Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil. Dua rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosum yang terletak bersebelahan. Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi). Penis terletak menggantung didepan skrotum, bagian ujung disebut glans penis, bagian tangah disebut korpus penis, bagian pangkal disebut radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis, skrotum, dan perineum. Penis adalah alat kelamin laki-laki dan berisi saluran keluar bersama untuk urin dan cairan mani. Penis terdiri dari tiga badan jaringan erektil karvenosus silindris yang diliputi oleh kapsula fibrosa, yakni tunika albugenia. Di sebelah luar tunika albugenia terdapat fascia penis profunda yang membentuk pembungkus bersama untuk corpus spongiosum penis dan kedua korpus kavernosum penis. Di dalam
Page | 4

korpus kavernosum penis melintas pars spongiosa urethra. Kedua korpus kavernosum penis saling bersentuhan di bidang medial, kecuali di sebelah dorsal yang berpisah untuk membentuk crus masing-masing yang melekat pada ramus bersama os pubis dan os ischii di sebelah kanan dan sebelah kiri. 6,7

Gambar 1 Penis potongan melintang6

Radix penis terdiri dari krus penis, bulbus penis, dan musculus iskhiocavernosus dan muskulus bulbospongiosus di kedua sisi. korpus penis adalah bagian bebas yang tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali serabut muskulus bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut muskulus iskhiokavernosus pada kedua krus penis, penis tidak memiliki otot. Penis terdiri dari kedua korpus kavernosum dan sebuah korpus spongiosum dan dilapisi oleh kulit. Ke arah distal korpus spongiosum penis melebar untuk membentuk glans penis. Tepi glans penis, yakni corona glandis, melewati ujung kedua korpus kavernosum penis. korona penis berada di atas sebuah penyempitan melewati alur yang serong, yakni kolum glandis, yang membatasi glans penis terhadap corpus penis.6,7 Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superfisialis yang berasal dari permukaan ventral simpisis pubik. Ligamentum suspensorium penis melintas ke kaudal dan bercabang dua yang melekat pada fascia penis yang tak dapat digerakan dan merupakan bagian yang bebas. Muskulus perinei superfisialis ialah muskulus transverse perinei superfisialis, muskulus bulbospongiosus, muskulus ischiocavernosus. Otot-otot ini terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua dipersarafi oleh nervus perinealis. Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari prepusium dan di dalamnya terdapat ruangan yang dangkal.

Page | 5

Fasia superfisialis Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot polos.

Korpora kavernosa penis Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas benang-benang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan membentuk satu saluran.

Korpus kavernosa uretra Merupakan bagian dari penis yang berisi uretra. Di dalam batang penis terlihat berbentuk silinder lebih kecil dari kavernosa penis.

Glans penis Bagian akhir anterior dari korpus kavernosa uretra memanjang kedalam bentuknya seperti jamur. Glans penis ini licin dan kuat, bagian perifernya lebih besar hingga membentuk pinggir yang bundar disebut korona glandis.

Bulbus uretra Merupakan pembesaran bagian posterior 3-4 cm dari korpus kavernosa uretra, letaknya superfisialis dari diafragma urogenitallis. Penis dilekatkan oleh beberapa ligamentum antara lain Ligamentum

fundiformis penis : lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan dari dinding abdominalis anterior diatas pubis Ligamentum suspensorium penis berupa benang berbentuk segitiga. Bagian eksterna dari fasia profunda menggantung pada dorsum, sedangkan akar penis ke bagian inferior linea alba, simpisis pubis, dan ligamentum arkuarta pubis, kruris iskhio pubis dan bulbus diafragma urogenitalis sebagai alat penggantung penis. Pada penis juga terdapat

Page | 6

beberapa pembuluh darah. Pembuluh darah penis antara lain Arteri pudenda interna : cabang arteri hipogastrika yang menyuplai darah untuk ruangan kavernosa. Arteri profunda penis : cabang dari arteri dorsalis penis, bercabang terbuka langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler ini akan menyuplai darah ke trabekula ruangan kavernosa dan dikembalikan ke vena pada dorsum membentuk vena dorsalis penis melewati permukaan superior korpora lalu bergabung dengan yang lain. Saraf pada penis merupakan cabang dari nervus pudendus dan pleksus. Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan (organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu reproduksi. 6,7,8

Gambar 2 Anatomi penis7

2. Skrotum Skrotum adalah sebuah kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang melindungi testis berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan labia mayora pada organ kelamin perempuan. Skrotum manusia dan beberapa mamalia dapat ditumbuhi rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh ketika individu memasuki tahap pubertas. Skrotum terdiri atas kulit tanpa lemak memiliki
Page | 7

sedikit jaringan otot yang berada dalam pembungkus disebut tunika vaginalis. Sepasang skrotum ini menggantung didasar pelvis. Pada bagian depan skrotum terdapat penis dan dibelakangnya terdapat anus. Skrotum adalah sebuah kantong fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan yang berhubungan. Skrotum terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap simphisis pubik. Pembentukan embrional skrotum secara bilateral menjadi nyata dari raphe scrota di garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai raphe penis dan ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum.

Vaskularisasi arterial pada skrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus pendarahan bagian ventral skrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal. Bagian ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testikularis dan arteria kremasterica. Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada skrotum di mulai dari vena scrotales mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta externa. Pembuluh limfe dari skrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Skrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit dan fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia superficialis terdapat lapisan otot polos yang tipis, dikenal sebagai fascia dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia superficialis perineum. 6,7,8

Page | 8

Gambar 3 Anatomi skrotum7

Arteri Untuk Skrotum : Ramus perinealis dari arteria pudenda interna. Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.

Venae skrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Saraf-Saraf pada skrotum : Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan scrotum dorsal. Ramus perinealis dari nervus kutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk permukaan scrotum kaudal. Persarafan pada skrotum. Bagian ventral testis dipersarafi oleh nervus ilioinguinalis dan oleh ramus genitalis nervus genitofemoralis. Bagian dorsal memperoleh persarafan dari ramus medialis dan ramus scrotalis nervi perinealis dan ramus perinealis nervi cutanei femoralis posterioris. Lapisan skrotum.

Page | 9

Kulit

: warna kecoklatan, tipis, dan mempunyai flika/rugae.

Tunika dartos : berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum.

Fungsi skrotum adalah menjaga suhu dari testis agar tetap optimal yakni di bawah suhu tubuh. Pada manusia, suhu testis sekitar 34 C. Pengaturan suhu dilakukan dengan mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat bergerak mendekat atau menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan bergerak menjauh pada suhu panas. 6,7,8

Gambar 3 Anatomi skrotum9

E.

PATOFISIOLOGI Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya Fournier

gangren. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia setinggi 2-3 cm. Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan posterior diafragma urogenitalia dan lateral dari ramus pubis, sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari infeksi lokal. 1,5,10 Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang sering terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2) virulensi dari
Page | 10

mikroorganisme

penyebab.

Faktor

etiologi

memungkinkan

untuk

masuknya

mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun memberikan lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme mempromosikan penyebaran cepat penyakit ini. 1,5,10

Gambar 4 Pengaruh faktor terhadap Fournier gangren1

Virulensi mikroorganisme hasil dari produksi toksin atau enzim yang menciptakan lingkungan yang kondusif untuk multiplikasi mikroba yang cepat, Meskipun Meleney pada tahun 1924 menjelaskan penyebab infeksi nekrotikans hanya dari spesies Streptococcus saja, tapi klinis selanjutnya telah menekankan sifat multiorganism dari kebanyakan kasus dari infeksi nekrotiknas, termasuk Fournier gangren. Keterlibatan polimikroba diperlukan untuk menciptakan sinergi produksi enzim yang mempromosikan penyebaran Fournier gangren. Sebagai contoh, salah satu mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang diperlukan untuk menyebabkan koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah ini dapat mengurangi suplai darah lokal dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang. Hipoksia jaringan yang dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif anaerob dan

Page | 11

organisme

mikroaerofilik.

Mikroorganisme

kemudian

pada

gilirannya

dapat

menghasilkan enzim (misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan kerusakan dari fasia, sehingga memicu perluasan cepat infeksi. Nekrosis fasia adalah awal dasar dari proses penyakit, hal ini penting untuk sebagai penanda klinis dalam keterlibatan jaringan. Secara khusus, jika potongan fasia dapat dipisahkan dengan mudah dari jaringan sekitarnya dengan diseksi tumpul sangat mungkin terlibat dengan proses iskemik-infkesi oleh karena itu setiap jaringan harus dieksisi. 1,5,11 F. FAKTOR RESIKO Setiap kondisi yang menekan imunitas seluler dapat mempengaruhi pasien untuk terjadinya Fournier gangren, seperti12:

Diabetes mellitus (sebanyak 60% dari kasus) Malnutrisi Alkoholisme Usia lanjut Vascular penyakit panggul Keganasan Lupus eritematosus sistemik Penyakit crohn Infeksi HIV Iatrogenik kekebalan (misalnya terapi jangka panjang kortikosteroid) DIAGNOSIS Anamnesis dan Pemerksaan Fisis

G. 1.

Page | 12

Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin. Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:

Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di atasnya yang disertai pruritus

Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi) Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka

Gambar 5 Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit11

Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik. Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik. Pada Pemeriksaan fisis yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut

Page | 13

dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan hipotensi.1,5 2. Pemeriksaan penunjang Tes Darah Lengkap Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP. Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang terlibat serta menilai keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin rasio, yang cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar gula dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan untuk DM atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial blodd gas (ABG) untuk memberikan penilaian yang lebih akurat gangguan asam dan basa. Asidosis dengan yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau hipoglikemia.1,5

Foto Polos Radiologi Foto polos radiologi harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi keberadaan

dan luasnya penyakit fournier, terutama jika dari pemeriksaan klinis tidak dapat disimpulkan. Gas dalam jaringan lunak dapat lebih mudah terdeteksi modalitas pencitraan dibandingkan dengan pemeriksaan fisik. Radiografi polos harus menjadi pemeriksaan pencitraan awal. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah gas jaringan lunak, benda asing, atau edema pada jaringan skrotum. Gas dalam jaringan

Page | 14

lunak bermanifestasi sebagai daerah hiperlusen. Namun, tidak adanya gas (hiperlusen) pada foto polos tidak dapat menyingkirkan diagnosis.13

Gambar 6
Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri testis dan infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan tanda radiolusen (panah) dalam jaringan lunak yang melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema subkutan
13

CT-Scan (Computed Tomography) Meskipun diagnosis Fournier gangren adalah paling sering dibuat secara klinis,

CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis tidak jelas atau sulit untuk menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki kekhususan yang lebih besar untuk mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos radiografi, USG, atau pemeriksaan fisik. Dengan meluasnya penggunaan CT-scan dalam kondisi darurat, Fournier gangren semakin banyak dipelajari dengan teknik pencitraan. CT-scan memainkan peran penting dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran gangren, akumulasi cairan,abses, emfisema subkutan dan perluasannya yang paling baik dinilai dengan CT-scan. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi struktur perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu

Page | 15

menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi. Hingga 90% dari pasien dengan Fournier gangren telah dilaporkan memiliki emfisema subkutan, sehingga setidaknya 10% tidak menunjukkan pada temuan ini. 13 CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial dan profunda dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak akurat membantu memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operas. CT-scan juga penting dalam membedakan Fournier gangren dari yang lain kurang agresif seperti jaringan lunak edema atau selulitis, yang mungkin tampak mirip dengan Fournier gangren pada pemeriksaan fisik. Selain itu, CT-scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang
merupakan tindak lanjut dari terapi respon seperti pada pemberian antibiotik spektrum luas dan debridemen yang penting untuk keberhasilan. 13

Gambar 7 Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan pembengkakan skrotum, nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan nyeri perut. CT-scan kontrast yang diperbesar menunjukkan skrotum yang mengandung fokus gas (Panah gambar a) Pada daerah sisi kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan subkutan dari daerah medial kanan di region glutealis melalui fasia Colles (panahgambar b).13

USG (Ultrasonografi) Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum menebal mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas dalam dinding skrotum. Bukti gas dalam skrotum dinding dapat dilihat sebelum pemeriksaan fisik yang ditemukan adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan epididimis sering normal dalam ukuran dan ekotekstur karena vaskularisasi yang berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling sering bertahan karena suplai darah ke skrotum berbeda dengan yang ke testis. Pasokan darah skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari arteri femoralis
Page | 16

sedangkan pasokan darah testis adalah dari cabang dari aorta. Jika terdapat keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber infeksi berasal dari intra abdominal atau retroperitoneal. USG juga berguna dalam membedakan Fournier gangren dari hernia inguinal skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen usus, jauh dari dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi, karena isi skrotum dapat diperiksa bersama dengan aliran darah Doppler. Jaringan lunak udara juga lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT lebih unggul baik di USG dan radiografi menunjukkan Fournier gangren baik melaui perluasannya dan penyakit yang mendasarinya. 13

Gambar 9 Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan demam. USG menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung) dengan bayangan ang kabur yang mewakili udara di dinding skrotum dan perineum. Terdapat juga akumulasi cairan (tanda panah) di jaringan subkutan.
13

Histopatologis Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis patologis Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang pertama akan mendapat manfaat dari debridement eksisional, sedangkan yang kedua jarang membutuhkan bedah eksisi. Sampel biopsi harus diambil mencakup kulit dan

Page | 17

fasia superfisialis dan profunda. Sampel ini dapat dikirim untuk frozen section untuk menilai nekrosis fasia. Keterlibatan fasia muncul sebagai pembengkakan juga akibat nekrosis pada analisis mikroskopis.

Gambar 10 Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin) necrotizing fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi . Panah menunjuk ke absen epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian kulit skrotum hiper-dan parakeratotic memberi jalan untuk ulserasi luas..14

H.

PENATALAKSAAN Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan

umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal harus lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan gangren Fournier meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi operasi. Menyediakan manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen tambahan, dan membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung terus menerus. Pengganti kristaloid diindikasikan untuk pasien yang mengalami dehidrasi atau menampilkan tanda-tanda syok. Awal, antibiotik spektrum luas yang ditunjukkan. Tetanus profilaksis diindikasikan jika terjadi ulkus pada jaringan lunak.Selain itu, kondisi komorbiditas yang mendasari (misalnya, diabetes, alkoholisme) harus diatasi. Kondisi seperti itu

Page | 18

sering terjadi pada pasien-pasien dan berpotensi sebagai faktor predisposisi Fournier ganggren. Kegagalan untuk memadai mengelola kondisi komorbiditas dapat mengancam keberhasilan bahkan intervensi yang paling tepat untuk menyelesaikan Penyakit menular.1,5,16 Antibiotik Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus, Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Dimana secara empiris ciprofloksasin dan klindamisin dapat digunakan. Klindamisin sangat berguna dalam pengobatan nekrosis jaringan lunak infeksi karena spektrum gram positif dan anaerob. Klindamisin telah terbukti untuk menghasilkan tingkat respons unggul daripada penisilin atau eritromisin. Pilihan lain yang mungkin termasuk ampisilin / sulbaktam, tikarsilin / klavulanat, atau piperasilin / Tazobactam dalam bentuk kombinasi dengan aminoglikosida dan metronidazole atau Klindamisin. Vankomisin dapat digunakan untuk menyediakan cakupan untuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Dalam kasus yang berhubungan dengan sindrom sepsis, terapi dengan imunoglobulin intravena (IVIG), yang diduga untuk menetralisir superantigens (misalnya, streptotoxins A dan B) diyakini mengurangi respon sitokin berlebihan, telah terbukti menjadi pembantu yang baik untuk antibiotik dan atau caspofungin.1 Debridemen Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized tissue) sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari uretra atau dari kolorektal dengan melakukan uretroskoi atau proktoskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan melakukan kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi ulang. Debridement yang kurang sempurna seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan dilaporkan dapat
Page | 19

bedah debridemen. Jika pada tes kalium hidroksida [KOH]

menunjukkan adanya jamur, tambahkan agen empirik anti jamur seperti amfoterisin B

terjadi dua atau empat kali harus masuk kamar operasi. Pemberian oksigen hiperbarik masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi kuman anrobik. Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi rendam duduk hangat, dan pemberian hydrogen peroksida. Pemberian madu yang belum diproses bergun dalam membersihkan jaringan nekrosis secara enzimatik mneguangi bau, mampu menstrilkan luka, menyerap air dari luk dan memperbaiki oksigenasi jaringan dan meningkatkan epiteliisasi. Angka mortalis gangren Founier berkisar ari 7-75% dengan rerata 20. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya mortalitas adalah usia lanjut , penyakit yang sudah menjalar uar, syok atau sepsis, kultur darah menunjukan bakteriemia, dan uremia.4

Gambar 11 Ektensif debridemen dari Fournier gangren5

Oksigen Hiperbarik

Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain : ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20 menit. HBO meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung beracun terhadap bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis berikutnya mengarah ke penyembuhan luka dipercepat. Ini merupakan kontraindikasi untuk ruang vakum udara di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan karena ekspansi setelah kembali tekanan atmosfer normal, seperti sinusitis, otitis

Page | 20

media, asma, dan penyakit paru bulosa. Pada pasien diabetes, seperti hipoglikemia dapat diperburuk oleh HBO. Beberapa penulis mempertanyakan efektivitas empiris HBO, menunjukkan bahwa pasien harus dipilih hanya jika ada permukaan tubuh daerah besar keterlibatan yang siap untuk transplantasi kulit dalam menanggapi reaksi infeksi bakteri anaerob.5

Rekonstruksi Bedah Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi menjahit, ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi miomukotaneus pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan primer, terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum. Kecacatan besar biasa paling sering timbul saat pencangkokan kulit. Kulit kaki yang sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang penis harus terhindar dari pencangkokkan untuk mencegah pembentukan bekas luka fibrosis karena berhubungan dengan masalah ereksi. Pada cacat yang luas, terutama di mana tendon yang terkena vaskularisasi miokutaneus harus digunakan. Pada daerah medial paha misalnya myocutaneous gracilis flap pedikel dapat memberikan hasil terbaik karena dapat menutup kedekatan dengan mobilitas dan perineum yang baik. Flaps lain yang menggunakan arteri epigastrika inferior juga dapat dipertimbangkan. Pada pria dengan penyakit striktur uretra yang mendasarinya, uretroplasti mungkin sangat sulit atau tidak mungkin karena kehilangan kulit penoskrotal yang cukup luas dan bahkan dari uretra sendiri. Mukosa bukal dapat digunakan untuk merekonstruksi uretra, tetapi dalam beberapa kasus dengan jaringan yang luas tidaklah mendapatkan hasil memuaskan, uretrostomi perineum permanen mungkin solusi terbaik.5

Page | 21

Gambar 12 Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene5

J.

KOMPLIKASI Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau

respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea kekebalan organ yang merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya melibatkan paru, kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous, dan cedera serebrovaskular juga telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi sebagai akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan debridemen. Komplikasi akhir meliputi5&15: Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi) Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut Imobilisasi dengan kontraktur yang lama Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi dismorfik Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang selanjutnya thrombophlebitis.

K. PROGNOSIS

Page | 22

Kecacatan pada skrotum, perineum, penis, dan kulit di perut memerlukan prosedur rekonstruksi. Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya baik. Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis. Fournier Gangrene Severity Index (FGSI) mendasar pada penyimpangan dari rentang referensi parameter klinis berikut1&16: Suhu Denyut jantung Pernapasan Tingkat Darah putih jumlah sel Hematokrit Serum natrium Serum kalium Serum kreatinin Serum bikarbonat

Resiko kematian berbanding lurus dengan usia pasien dan tingkat toksisitas sistemik pada saat masuk, serta keterlibatan jaringan lokal. Prognosis yang lebih baik ada pada usia yang lebih muda dari 60 tahun, penyakit klinis lokal, tidak adanya toksisitas sistemik (misalnya, FGSI rendah), dan kultur darah steril. Pada penyakit diabetes dan infeksi HIV tidak terkait dengan kematian yang lebih tinggi. Dalam beberapa penelitian, Fournier gangren yang berasal dari penyakit anorektal membawa prognosis yang lebih buruk daripada kasus yang disebabkan oleh faktor-faktor lain. Tingkat kematian dilaporkan untuk Fournier gangren bervariasi mulai setinggi 75%. Namun, dalam 600 kasus Fournier gangren ditemukan 100 kematian terjadi untuk tingkat kematian 16,5%. Dalam seri yang mencakup lebih dari 20 pasien, angka kematian berkisar 4-54%, dengan sebagian besar studi melaporkan tingkat kematian
Page | 23

dari 20-30%. Faktor yang terkait dengan kematian yang tinggi termasuk sumber anorektal, usia lanjut, penyakit yang luas (melibatkan dinding perut atau paha), syokatau sepsis pada presentasi, gagal ginjal, dan disfungsi hati. Kematian biasanya terjadi akibat penyakit sistemik seperti sepsis (biasanya gram negatif), koagulopati, gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis, atau kegagalan organ multipel. Mortalitas pada tetanus yang terkait dengan Fournier gangren telah dilaporkan dalam literatur.1&16

Page | 24

REFERENSI
1. Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2011. [citied Agustus, 2012]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview 2. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008. 795-800 3. Morpurgo, Emillio, Susan. Fournier gangrene. [online]. 2006. [citied Agutus 2012]. Available from : http://www/midcf.org/journlas/4335.pdf 4. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 2. Malang : Sagung Seto, 2008. 50-56. 5. Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer. 2006. 50-140 6. Slone, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. 2005. 347-52 7. Putz, R, Pabst. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Volume 2, 14 th edition. Elsevier. 2005. 198 8. Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi : 6, volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22. 9. Hansen JT, Koeppen BM. Netters Atlas of edition. Elsevier. 20010. 365 10. Stockinger, Zsolt. Fournier Gangrene. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012]. Available from : http://www.guttmacher.org/pubs/journals/3116205.pdf 11. Burch, Draion, Timothy, Vincent. Fourniers Gangrene : Be Alert forThis Medical Emergency. [online]. 2007. [citied Agustus, 8 2012]. Available from http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW770.pdf 12. Thwaini, Khan A, Malik A. Fourniers gangrene and its Emergency Management. [online]. 2005. [citied Agustus, 8 2012]. Available from http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW780.pdf Human Physiology. Volume 1, 10th

Page | 25

13. Levenson, Robin B, Ajay K, Noveline Robert. Fournier Gangrene : Role of Imaging 1. [online]. 2008. [citied agustus, 8 2012]. Avaiabe from http://pdf.guttmacher.org/pubs/journals/311267.pdf 14. Zgraj, Oskar, Sri Paran, Maureen. Neonatal Scrotal Wall Necrotizing Fasciitis (Fournier Gangrene) : A Case Report. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012]. Available from : http://creative.commons.org/licenses/by/2.0 15. Thimons, Jhon. Recognizing Necrotising fasciitis. [online].2012. [citied Agustus, 8 2012]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22621627.pdf 16. Neary, Elaine. A Case of Fourniers Gangrene. [online]. 2005. [citied Agustus 2012]. Available from : http://www.nejm.org/36621.pdf.

Page | 26

S-ar putea să vă placă și