Sunteți pe pagina 1din 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Paru Sistem respirasi terdiri atas sepasang paru di dalam rongga toraks.

Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas (superior), tengah (medial), dan bawah (inferior). Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus yaitu lobus atas (superior) dan bawah (inferior). Pembuluh darah, saraf, dan sistem limfatik memasuki paru pada permukaan medialnya di akar paru atau hilus. Setiap lobus dibagi menjadi sejumlah segmen bronkopulmonal yang berbentuk baji dengan bagian apeks pada hilus dan bagian dasarnya pada permukaan paru. Setiap segmen bronkopulmonal disuplai oleh bronkus segmental, arteri, dan venanya sendiri serta dapat diangkat dengan pembedahan yang hanya memerlukan sedikit perdarahan atau keluarnya udara dari paru yang masih ada.3 Pleksus nervus pulmonalis terletak di belakang setiap hilus, yang menerima serabutserabut baik dari vagus maupun ganglia toraks kedua sampai keempat dari trunkus simpatikus. Setiap vagus mengandung aferen sensorik dari paru dan jalan napas, serta eferen sekremotorik dan bronkokonstriktor parasimpatis. Serabut-serabut simpatis merupakan bronkodilator tetapi relatif jarang.3 Setiap paru dilapisi oleh suatu membran tipis, yaitu pleura parietalis yang menempel langsung dengan dinding dada dan pleura viseralis yang menempel langsung dengan permukaan paru. Ruang di antara lapisan parietal dan viseral sangat tipis pada keadaan sehat dan dilubrikasi oleh cairan pleura. Rongga pleura kanan dan kiri terpisah dan masing-masing meluas sebagai resesus kostodiafragmatikus di bawah paru bahkan selama inspirasi penuh. Pleura parietalis secara segmental dipersarafi oleh nervus interkostalis dan nervus frenikus, sehingga rasa nyeri akibat peradangan di pleura (pleuritis) sering menjalar ke dinding dada atau ujung bahu. Pleura viseralis tidak memiliki inervasi sensorik. 3 Saluran limfatik tidak terdapat pada diinding alveolar tetapi menyertai pembuluh darah kecil yang membawa limfe menuju nodus bronkopulmonal hilus ke nodus trakeobronkial pada bifurkatio trakea. Sebagian limfe dari lobus bawah bermuara ke nodus mediastinalis posterior.3

Gambar 1. Anatomi Paru4 B. Histologi Paru Paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang terisi jantung dan pembuluh darah besar, esophagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus.5 Di mediastinum, trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan. Bronkus primer (utama) kanan bercabang lagi sebelum memasuki jaringan paru menjadi bronkus

sekunder lobus atas dan lobus bawah. Bronkus lobus tengah kanan berasal dari bronkus lobus bawah yang terdapat dalam paru. Di dalam paru biasanya bronkus utama kiri bercabang menjadi bronkus lobus atas dan bawah. Jadi, tiga lobus kanan dan dua lobus kiri diisi oleh bronkus sekunder dan setiap bronkus lobaris bercabang lebih lanjut menjadi bronkus tertier, yang turut menyusun segmen bronkopulmonar, dalam tiap paru terdapat sepuluh segmen.5 1. Bronkus Susunan bronkus ekstrapulmonar sangat mirip trakea dan hanya berbeda dalam garis tengahnya yang lebih kecil. Pada bronkus utama, cincin tulang rawan juga tidak sempurna, celah pada bagian posterior ditempati oleh otot polos.5 Bronkus intrapulmonar tampak bulat dan tidak memperlihatkan bagian posterior yang rata seperti yang terlihat pada trakea atau bronkus ekstrapulmonar. Di bagian posterior tersebut terdiri dari lempeng-lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak beraturan dan sebagian melingkari lumen secara lengkap. Lempeng tulang rawan hialin dikitari oleh jaringan ikat pada fibrosa yang mengandung banyak serat elastin. Sebelah dalam dari cincin tulang rawan dan jaringan ikat, terletak submukosa yang tersusun dari jaringan ikat jarang dengan sejumlah sel limfosit serta di dalamnya terdapat kelenjar campur mukoserosa dan kelenjar mukosa. Pada perbatasan antara submukosa dengan mukosa pemadatan jaringan elastin diperkuat oleh suatu selubung luar yang terdiri dari serat-serat otot polos.5 Lapisan terdalam adalah mukosa, tersusun oleh epitel lanjutan dan mirip epitel trakea, dengan lamina basal yang jelas, disokong oleh lamina propria yang terdiri dari serat-serat retikular serta serat-serat elastin yang berjalan longitudinal. Epitel bronkus adalah epitel silindris bersilia, bersel goblet dan kurang tebal bila dibandingkan dengan epitel bertingkat silindris bersilia yang melapisi bronkus besar.5

Gambar 2. Bronkus6 2. Bronkiolus Suatu bronkiolus dianggap sebagai suatu saluran penghantar bergaris tengah 1 mm atau kurang, terbenam di dalam sedikit jaringan ikat dan di kelilingi oleh jaringan pernapasan. Bronkiolus mempunyai ciri tidak mengandung tulang rawan, kelenjar, dan kelenjar limfe, hanya terdapat adventisia tipis yang terdiri dari jaringan ikat.5 Lamina propria terutama tersusun oleh berkas otot polos yang cukup menyolok serta serat-serat elastis. Epitel yang membatasi bronkiolus besar merupakan epitel silindris bersilia dengan sedikit sel goblet, dan pada bronkiolus kecil (kira-kira 0,3 mm), sel goblet hilang dan sel bersilia merupakan sel kubis atau silindris rendah. Di antara selsel itu, tersebar sejumlah sel silindris berbentuk kubah, tak bersilia, bagian puncaknya menonjol ke dalam lumen, yang disebut sel bronkiolar atau sel Clara. Sel ini bersifat sebagai sel sekresi dengan retikulum bergranula di basal, suatu aparat Golgi di atas inti dan di dalam sitoplasma apikal terdapat granula-granula sekret serta retikulum tak bergranula yang menyolok. Fungsi sel ini tidak diketahui, diduga ikut berperan terhadap pembentukan cairan bronkiolar, yang mengadung protein, glikoprotein dan kolesterol. Sel-sel ini juga mngeluarkan sejumlah kecil surfaktan yang terdapat di dalam sekret bronkiolar.5 Di bronkiolus terminalis, epitelnya nampak mempunyai sel-sel bersilia di sana-sini di antara sel-sel kubis tidak bersilia. Di sepanjang bronkiolus, epitelnya juga memiliki sejumlah sel sensorik (berbentuk sikat) dan sel neuroendokrin bergranula kecil.5

Gambar 3. Bronkiolus Terminalis7 3. Bronkiolus Respiratorius Bronkiolus respiratorius merupakan saluran pendek, bercabang-cabang, panjangnya 1-4 mm, biasanya bergaris tengah kurang dari 0,5 mm, berasal dari bronkiolus terminalis. Dinding bronkiolus respiratorius diselingi oleh kantung-kantung (alveoli) tempat terjadinya pertukaran gas. Jumlah alveoli meningkat dan terletak lebih berdekatan dengan bercabangnya bronkiolus respiratorius.5 Bronkiolus respiratorius yang lebih besar dilapisi oleh epitel kubis bersilia yang akan menjadi epitel selapis kubis pada saluran yang lebih kecil dan dilanjutkan dengan epitel selapis gepeng yang membatasi alveolus pada muara alveolus. Di luar lamina epitel, dindingnya disusun oleh anyaman berkas otot polos dan jaringan ikat fibroelastis.5

Gambar 4. Bronkiolus Terminalis, Bronkiolus Respiratorius, Alveoli7 4. Duktus Alveolaris Duktus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, berbentuk kerucut, dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Di luar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fibroelastis. Di sekeliling muara duktus alveolaris terdapat banyak alveolari tunggal dan sakus alveolaris (sekelompok alveoli). Serat-serat otot polos nampak menyolok terutama pada muara alveoli dan sakus alveolaris.5 Duktus alveolaris bermuara ke dalam atria, yaitu suatu ruang tak teratur atau gelembung tempat alveoli dan sakus alveolaris bermuara.5 5. Sakus Alveolaris Sakus alveolaris adalah multikular, yaitu sekelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan pusat sedikit lebih besar. Di seputar muara atria, saku alveolaris dan alveoli terdapat jala-jala penyokong terdiri dari serat-serat elastin dan serat-serat retikulin. Serat-serat elastin memungkinkan alveoli mengembang pada saat inspirasi dan mengerut seperti kontraksi pada saat ekspirasi. Sedangkan serat retikulin mencegah pengembangan yang berlebihan serta mencegah kerusakan pada jaringan paru yang halus.5

6. Alveoli Alveoli bentuknya polihedral atau heksagonal, tanpa satu dindingnya yang memungkinkan difusi udara dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atria atau sakus alveolaris. Alveoli yang berdampingan dipisahkan oleh septum intreralveolaris. Masing-masing alveolus dilapisi epitel gepeng yang sangat halus tapi sempurna. Terdapat celah pada septum sehingga memungkinkan hubungan antara dua alveoli yang saling

berdampingan disebut porus alveolaris. Septum interalveolaris dibungkus pada masingmasing permukaannya oleh epitel tipis yang membatasi alveoli serta mengandung banyak pleksus kapiler di dalam kerangka jaringan ikat penyokongnya. Sel utama yang terletak di dalam septum interalveolaris ada tiga jenis yaitu:5 a. Sel alveolar gepeng (tipe I) atau sel epitel permukaan Sel ini membentuk suatu lapisan sangat tipis yang sempurna, membatasi seluruh ruangan alveoli. Inti sel gepeng dan sitoplasma sangat tipis dengan tebal kira-kira hanya 0,2 m dengan gelembung-gelembung mikropinositotik pada permukaan basal dan apical dan sel-sel berdampingan yang saling berkaitan melalui taut kedap (occluding junction) dan desmosom bercak (spot desmosome).5 b. Sel alveolar besar (tipe II) atau sel septa Sel-sel ini tampak sendiri-sendiri atau sebagai kelompok-kelompok kecil di antara sel-sel epitel gepeng dan membentuk taut kedap. Bentuk selnya kubis dan menonjol ke dalam ruangan alveoli yang biasanya terletak di sudut dinding alveoli.5 Dengan mikroskop cahaya, sel-sel ini dapat dikenali karena memiliki inti yang vesikular dan sitoplasma yang bervakuol. Pada mikroskop elektron, sel tersebut tampak sebagai sel sekretoris dengan retikulum granular mitokondria, aparat golgi, mikrovili dari permukaan apical dan badan-badan multilamel atau sitosom di sitoplasma bagian apikal. Sel ini mempunyai kemampuan mitosis dan beberapa sel anak dianggap dapat menjadi sel tipe I. Jadi sel tipe II adalah sumber utama pembentukan sel baru yang melapisi alveoli.5 c. Sel endotel Sel ini membatasi kapiler di dalam septum interalveolaris dan mempunyai inti gepeng gelap dengan sitoplasma tipis. Sel endotel mirip dengan sel epitel permukaan, dan dapat dibedakan karena berhubungan dengan rongga pembuluh darah yang berisi semua jenis sel darah eritrosit, granulosit, limfosit dan monosit.5

Gambar 5. Sakus Alveolaris dan Alveoli8

Gambar 6. Struktur Alveoli9 C. Fisiologi Paru Fisiologi umum respirasi terdiri atas dua proses yang terintegrasi, yaitu respirasi eksternal (external respiration) dan respirasi internal (internal respiration). Respirasi eksternal terdiri atas semua proses yang berhubungan dengan pertukaran gas yaitu antara oksigen dan karbondioksida antara cairan interstisial (darah) dengan lingkungan luar. Tujuan dari respirasi eksternal tergantung pada kebutuhan tiap-tiap sel. Respirasi internal adalah absorpsi oksigen dan menhasilkan karbondioksida oleh sel-sel tersebut.4 Sedangkan respirasi eksternal adalah sebagai berikut: 1. Ventilasi: Bernafas yang berhubungan dengan perjalanan udara (gas) dari atau ke paru.

2. Difusi: Absorpsi gas (udara) antara membran alveoli dan pembuluh darah alveoli (alveolar capillary), serta antara dinding pembuluh darah antara darah dan jaringanjaringan lain. 3. Transpor: Merupakan transpor oksigen dan karbondioksida antara kapiler alveoli dan membran kapiler pada jaringan lain. Fungsi utama paru bukan hanya dalam pertukaran gas. Fungsi lainnya meliputi fungsi berbicara, filtrasi mikrotrombus yang berasal dari vena sistemik, dan aktivitas metabolik seperti konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, dan pembuangan atau deaktivasi serotonin, bradikinin, norepinefrin, asetilkolin, dan obat-obatan seperti propanolol dan klorpromazin.4 DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton, Arthur C. Fisiologi Kedokteran. Dalam: Sistem Pernapasan. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. 2. Rosfita Rasyid, dkk. The Characteristics And Two-Year Survival Rate of Lung Cancer Patients At Dharmais Cancer Hospital In Period January 1998 - November 2001. 2001. [Diakses tanggal 11 April 2009]. Available from URL: http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%203/Rosfita_1.pdf. 3. Jeremy PTW. Struktur Sistem Respirasi: At The Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga; 2006. hal 11. 4. Frederic HM. The Respiratory System: Fundamentals of Anatomy And Physiology. San Franscisco: Pearson Benjamin Cummings; 2004. hal 823-4.

S-ar putea să vă placă și