Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI 1. Anatomi Fisiologi Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995) 2. Sirkulasi Darah Otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi chiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000) 3. Defenisi Stroke Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994). Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu. Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (
Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67) Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah diakibatkan kehilangan fungsi otak yang
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).
B. KLASIFIKASI 1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu : a. Stroke Haemorhagi Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. b. Stroke Non Haemorhagic Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik. 2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya: a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. ETIOLOGI 1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat tempat khusus tersebut. Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. 2. Embolisme Embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas. 3. Perdarahan serebri Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan
mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut - serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme. 4. Faktor resiko tak terkendali Yang termasuk dalam kelompok faktor ini adalah usia, jenis kelamin, garis keturunan, dan ras atau etnik tertentu. a. Usia Semakin bertambah tua usia anda, makin tinggi resikonya. Setelah berusia 55 tahun, resikonya berlipat ganda setiap kurun waktu 10 tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur. b. Jenis kelamin Pria lebih beresiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyumpulkan 1,25 lebih tinggi dari pada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. c. Keturunan sejarah stroke dalam keluarga Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung resiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang lain.
d. Ras dan etnik Ada beberapa resiko stroke di antara kelompok ras dan etnik. Timbulnya stroke yang menyebabkan kematian di antara orang Afro-Amerika hampir dua kali lipat dibandingkan orang Amerika kulit putih. Pada usia antara 45 hingga 55 tahun tingkat kematian yang disebabkan stroke pada orang Afro-Amerika mencapai empat sampai lima kali lipat dibandingkan pada orang Amerika kulit putih. Tetapi, setelah usia 65 tahun, tingkat kematian karena stroke pada orang Amerika kulit putih meningkat dengan pesat dan menyamai tingkat kematian pada orang Afro-Amerika. Orang Afro-Amerika juga cenderung terpengaruh penyakit genetik, seperti diabetes dan anemia sel sabit yang lebih memungkinkan terjadinya serangan stroke.
menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar resiko stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi. d. Kadar Kolesterol Darah Penilitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada resiki aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol dibawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan diatas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada resiko terkena penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat olahraga yang teratur dapat menurunkan resiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol. e. Merokok Merokok merupakan faktor resiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi resiko lebih besar dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakannresiko stroke iskemik, terlepas dari faktor resiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan resiko subarakniod hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian strke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, resiko stroke menurun dengan seketika setelah berhebti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih benyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. f. Alkohol Berlebihan Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga memperbasar resiko stroke, baik yang iskemik maupun yang hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlabihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya aspirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik. Pada edisi 18 november, 2000 dari The new England Journal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau
22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol satu kali sehari. Ternyata, jasilnya menunjukkan adanya penurunan resiko stroke secara
menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brighem and Womens Hospital di Boston beserta rekan-rekan juga menumukan bahwa manfaat ini masih terlihat pada konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun demikian, dislipin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi cukup sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru lebih berbahaya. g. Obat-obatan Terlarang Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat menyebabkan stroke, disamping memicu faktor resiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga menyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Marijuana mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor resiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pula punya potensi merusak pembuluh darah. h. Cedera kepala dan Leher Cedera kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan perdarahan didalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait pada robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid-akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berpera, terutama pada orang dewasa usia muda. i. Infeksi Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor resiko lain dan membentuk resiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawanan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan perdarahan dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dala, darah yang memicu resiko stroke embolik-iskemik.
D. PATOFISIOLOGI Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah ( makin lambat atau cepat ) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler ) atau oleh karena gangguan umum ( hipoksia karena gangguan paru dan jantung ). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan : 1) Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan. 2) Edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik, dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriolarteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabangcabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat masuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999) Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan. Bila terjadi hipoksia seperti halnya pada stroke, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi antara 3-10 menit. Tiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan anoksia (kekurangan oksigen jaringan yang tersedia bagi proses metabolic). Hipoksia menyebabkan iskemia otak, Iskemia otak dalam waktu singkat (kurang dari 10-15 menit) menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai udem otak. Dengan stroke trombotik dan embolik maka besarnya bagian otak yang mengalami iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dimana stroke akan meluas setelah serangan pertama. Dapat terjadi edema serebral masif dan peningkatan TIK, pada titik
herniasi dan kematian setelah trombolik terjadi pada area yang luas. Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya serangan.
E. MANIFESTASI KLINIS Stroke menyebabkan berbagi defisit neurologis ,bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat ), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. 1. Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit mtr neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan pada dari otak. Disfungsi motor yang paling umum adalah hemiplegia(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. 2. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut : a. Disatria (kesulitan berbicara),ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasilkan bicara. b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara),yang terutama ekspresif atau represif. c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya),seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. 3. Gangguan persepsi Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual,gangguan dlam hubungan visual spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak mampu melihat makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat. Penting untuk perawat secara konstan mengingatkan pasien tentang sisi lain tubuhnya, mempertahankan kesejajaran ekstremitas dan, bila mungkin menempatkan ekstemitas dimana pasien mampu melihatnya. 4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kpasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikol yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas , kesulitan dalam pemhaman , lupa, dan kurang motivasi ,yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalh frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalh psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. 5. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarus sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
keetidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini , dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Ketika tonus otot meningkat dan reflek tendon kembalimtonus kandung kemih meningkat dan reflek tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi. Karena indera kesadaran pasien kabur, inkontinensia urinarus menetap tau retensi urinarus mungkin simptomatik karena kerusakan otak bilateral. Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
F. PATHWAYS
G. KOMPLIKASI Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja. Gangguan emosianal dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak ditempat tidur adalah bonus yang tak dapat dihindari. 1. Depresi Inilah dampak yang paling menyulitkan penderita dan orang-orang yang ada disekitarnya. Oleh karena keterbatasannya karena lumpuh, sulit berkomunikasi dan sebagainya, 2. Darah Beku Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki sehingga menyebabkan pembengkakan yang mengganggu. Selain itu, pembekuan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru (emboli paru-paru) sehingga penderita sulit bernafas dan dalam beberapa kasus mengalami kematian. 3. Memar Jika penderita stroke mengalami lumpuh, tidak masalah seberapa parahnya, penderita harus sering dipindahkan dan digerakkan secara teratur agar bagian pinggu, pantat, sendi kaki, dan tumit tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur. Bila luka-luka tidak dirawat, bisa terjadi infeksi. Keadaan ini akan menjadi semakin buruk bila penderita dibiarkan terbaring ditempat tidur yang basah karena keringat. 4. Otot Mengerut dan Sendi Kaku Kurang gerak dapat mengakibatkan sendi menjadi kaku dan nyeri. Misalnya, jika otot-otot betis mengerut, kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan tumit menyentuh lantai. Hal ini biasanya ditangani dengan fisioterapi. 5. Pneumonia (radang paru-paru) Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke membuat pasuen mungkin mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering batuk-batuk sehingga caiaran terkumpul di paru-paru dan selanjutnya dapat mengakibatkan pneumonia. 6. Nyeri Pundak Otot-otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi-sendi pundak akan mudah cidera pada waktu penderita diganti pakaiannya, diangkat, atau ditolong untuk berdiri. Untuk mencegahnya, biasanya tangan yang terkulai ditahan dengan sebilah papan atau kain khusus yang dikaitkat ke pundak, atau leher agar bertahan pada
posisi yang benar. Jadi, bial anda menolong penderita stroke untuk berdiri, lakukan dengancara yang benar agar tidak membuat otot-otot daerah tersebut terbebani terlalu berat.
H. AKIBAT/DAMPAK STROKE Akibat stroke ditentukan oleh bagian mana otak yang cidera, tetapi perubahanperubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi bagian kanan atau kiri otak, pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Lumpuh Kelumpuhan sebagia tubuh (himiplagia) adalah cacat yang paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang kiri otak, tarjadi himiplegia kanan. Kelumpuhan terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan termasuk tenggorokan dan lidah. Bila dampak lebih ringan, biasanya bagian yang terkena dirasakan tidak bertenaga (hemiparesis kanan). Bila yang terserang adalah bagian kanan otak, yang terjadi adalah hemiplagia kiri dan yang lebih ringan disebut hemiparesis kiri. Bagaimanapun, pasien stroke hemiplegi atau hemiperesis akan mengalami kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-harinya seperti berjalan, berpakaian, makan, atau mengendalikan buang air besar atau kecil. 2. Perubahan Mental Stroke tidak selalu membuat mantal penderita menjadi merosot dan beberapa perubahan biasanya bersifat sementara. Setelah stroke memang dapat terjadi gangguan pada daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan fungsi intelektual lainnya. Semua hal tersebut dengan sendirinya mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali menurunkan semangat hidupnya sehingga muncul dampak emosional yang lebih berbahaya. Ini terutama juga disebabkan kini pebderita kehilangan kemampuan-kemampuan tertentu yang sebelumnya fasih dilakukan. 3. Gangguan Emosional Oleh karena pada umumnya pasien stroke tidak mampu berdiri lagi, sebagian besar mengalami kesulitan mengendalikan emosi. Penderita mudah merasa takut, gelisah, marah dan sedih atas kekurangan fisik dan mental mereka. Perasaan seperti ini tentunya merupakan tanggapan yang wajar sebagai trauma psikologis akibat stroke meskipun gangguan emosional dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga disebabkan pengaruh kerusakan otak secara fisik.
4. Kehilangan Indra Perasa Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan indra merasakan (sensorik), yaitu rangsang sentuh atau jarak. Cacat sensorik dapat menggangu kemampuan pasien mengenal benda yang sedang dipegangnya. Dalam kasus yang ekstrem, pasien bahkan tidak mampu mengenali anggota tubuhnya sendiri. Kehilangan kendaki pada kandung kemih merupakan gejala yang biasanya muncul setelah stroke, dan seringkali menurunkan kemampuan saraf sensorik dan motorik. Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuuuan untuk merasakan kebutuhan kencing atau buang air besar. Kehilangan pengendalian kandung kemih secara permanen setelah stroke tidaklah lazim. Tetapi, meski bersifat sementara sekalipun, secara emosional ketidakmampuan itu sulit dihadapi oleh pasien stroke.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema, hematoma, perdarahan dan adanya infark
2. Angiografi serebral Membantu memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. 3. Pungsi Lumbal a. Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA. b. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intrakranial. c. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. 4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Analisa Gas Darah: Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 6. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 7. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena 8. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawana dari massa yang meluas. (DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
J. PENTALAKSANANAN MEDIS Serangan stroke merupakan momen gawat darurat yang tidaak boleh
disepelekan. Segeralah bertindak bila keluarga , teman, atau tetangga anda mengalaminya Panggilah mobil ambulans atau langsung bawa penderita ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat, walaupun gejalany a hanya nampak sebagai jenis stroke ringan yang bersifat sementara 1. Pertolongan Darurat Sementara menunggu dokter atau ambulans, lakukan pertolongan sementara untuk keadaan gawat darurat ini, dengan urutan sebagai berikut : a. Jika orang itu sadar, tenagngkan dia. Baringkan dengan hati hati, taruh bantal dibawah kepalanya dan selimuti b. Jika orang itu tidak sadar, periksa pernafasannya. Bila masih benapas miringkan badannya dan biarkan kepalanya diatas lantai. Selimuti dia. Tunggu datangnya dokter atau paramedis untuk melakukan tindakan penyelamatan lebih c. Jika pernapasnnya berhenti kalau anda ahli segera berikan pernapasan buatan dari mulut ke mulut (resusitasi). Prioritas utama adalah mengusahakan penderita bernapas kembali. Ingat bahwa bila pernapasan terhenti dalam 2 3 menit akan tejadi kerusakan otak, dan bila sampai 4 6 menit akan terjadi kematian d. Bila penderita tersebut sebelumnya terjatuh, periksa apakah terjadi pendarahan hebat. Hentikan pendarahan dengan melakukan penekanan selama 5 menit di atas lukanya 2. Resusitasi (pertolongan pernapasan) a. Baringkan korban terlentang di atas permukaan yang keras dan rata. Tekan bagian dada berulang ulang sebagai pengganti denyut jantung. Manfaatkan berat badan anda sebaik baiknya saat melakukannya dengan meletakkan kedua
tangan anda di atas bagian bawah tulang dada korban. Kedua siku anda tetap tegak lurus dengan posisi kedua bahu korban tepat di atas kedua tangan anda. Tekanlah kebawah sekitar 3 sampai 5 cm dengan kecepatan 80 sampai 100 kali permenitnya. Usahakan penekanan dan pelepasan pada setiap siklus sama durasinya. Jangan mengentak ke bawah , lalu istirahat. b. Setelah melakukan 15 kali penekanan, embuskan napas anda dalam mulut korban sebanyak 2 kali. Setiap 4 siklus dengan 15 kali penekanan, dan 2 kali embusan napas. Periksa apakah sudah ada denyutan napas. Teruskan tindakan penyelamatan selama korban belum bernapas atau belum ada denyut jantungnya 3. Pengobatan Bila gejala gejala stroke yang dialami penderita berlangsung dalam kurun waktu yang relatif tidak lama, misalnya selama seminggu sudah seminggu sudah menunjukan kemajuan yang pesat, kemungkinan besar penderita akan pulih sama sekali tanpa cacat. Terapi bila setelah dua minggu keadaan pendrita belum
menunjukan kemajuan. Penderita perlu waktu lebih lama di rawat dirumah sakit. Makin lama penderita dalam keadaan tidak sadar atau koma, semakin kecil peluangnya untuk pulih total Umumnya terapi obat merupakan penanganan yang paling paaling lazim diberikan selama perawatan di rumah sakit maupun setelahnya. Obat apa yang diberikan tergantung dari jenis stroke yang di alami apakah iskemik atau hemoragik. Kelompok obat yang paling populer untuk menangani stroke adalah : a. Antitrombotik Kelompok antitrombotik diberikan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah yang mungkin tersangkut di pembuluh darh serebral dan menyebabkan stroke. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah : b. Antiplatelet Adalah jenis obat obatan yang sifatnya mencegah penggumpalan dengan mengurangi kegiatan platelet (sel darah) yang sifatnya merangsang
terjadinya penggumpalan. Para dokter memberikan jenis ini untuk mencegah terjadinya stroke iskemik . obat antiplatelet yang akrab di telinga kita karena terjual bebas adalah aspirin. Jenis antiplatelet lainnya yang sering diresepkan oleh dokter adalah clopidogrel dan ticlopidine
c.
Antikoagualan Jenis obat ini digunakan untuk mendurangi resiko stroke dengan merendam sifat penggumpalan pada darah. Obat anti koagulan yang paling populer adalah warfarin (dikenal juga sebagai coumadin) dan heparin
d.
Trombolitik Obat trombolitik digunakan untuk mengalami stroke iskemik yang parah dan berlanjut. Obat obatan ini dimaksudkan untuk menghentikan stroke dengan melarutkan gumpalan darah yang menyumbat aliran darah dari jantung ke otak. Dari kelompok trombolitik, senyawa rt PA (recombinant tissue plasminogen activator ) merupakan bentuk rekayasa genetika dari t PA, zat trombolitik yang dibuat oleh tubuh. Senyawa ini memberikan efek yang opyimal bila diberikan melalui infus dalam batas waktu 3 jam setalah memastiakn bahwa pasien itu benar menderita stroke iskemik sehingga keefektifannys berkurang Masalahnya, obat trombolitik dapat meningkatakan pendarahan dan tidak boleh diberikan untuk kasus stroke hemoragik. Oleh karena itulah, obat ini hanya boleh digunakan setelah pasien dipastikan secara seksama benar mengalami stroke iskemik, bukan stroke hemoragik
e.
Neuroprotektif Obat neuroprotektif digunakan untuk melindungi kerusakan lebih lanjut dari sel saraf otak karena akibat ikutan dari stroke . kelompok ini harus digunakan dengan sangat hati hati, karenaefek sampingnya juga berbahaya. Misalnya, nimodipine, salah satu antagonis kalsium bekerjamengurangi resiko kerusakan saraf(vasospasme cerebral). Pad pendarahan di dalam otak
(subarachnoid) dengan menghambat kalsium yang berfungasi sebagai pengirim pesan pada jaringan saraf otak 4. Pembedahan pembedahan dpat disarankan untuk mencegah stroke , menindak stroke yang akut, memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah, atau cacat bentuk dan di sekitar otak. Pembedahan dapat dilakukan secara darurat untuk menyelamatkan pasien dari stroke hemoragik yang parah. Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah : a. Endarterectomy carotid
Pembedahan
enderterktomi
karotid
(endarterectomy
carotid)
ini
dilakukan untuk membuang endapan lemak penyumbat dari sebelah dalm pembuluh karotid, yang berlokasi di leher dan merupakan penyalur darah yang utama ke otak. Percobaan klinis menunjukan bahwa enderoktoni karotid
merupakan terapi pencegah stroke yang aman dan efektif bagi kebanyakan orang yang menderita sumbatan pada pembuluh karotid lebih dari 50 persen. Pembedahan ini lebih efektif bila dilakukan oleh ahli bedah saraf atau pembuluh darah yang kompeten dan berpengalaman b. Bypass EC/IC Merupakan cara pembedahan untuk memulihkan aliran darah ke bagian otak yang kehilangan darah, dengan cara mengatur kembali aliran pembuluh darah yang sehat dalam tempurung otak dari pembuluh darah otak yang tersumbat Suatu penelitian klinis memperlihatkan , bahwa pada jangka waktu panjang, EC?IC nampaknya tidak menjamin terjadinya stroke susulan pada pasien yang menderita aterosklerosis. Kadangkala pembedahan ini dilakukan juga pada pasien yang menderita gangguan atau kelainan pada pembuluh darahnya c. Clipping Merupakan cara pembedahan untuk mengurangi kemungkinan pembuluh darh pecah dan menyebabkan pendarahan subsrschnoid, yakni menjepit pembuluh yang bengkak. Maka sering pembedahan ini disebut penjepitan d. Teknik kumparan lepas Teknik baru pembedahan ini mulai mendpat perhatian walaupun tindakan untuk mengtasi pembengkakan pembuluh darah intrakranial ini beresiko tinggi. Sebuah kumparan kecil, terbuat dari platina, dimasukan melalui pembuluh di paha dan di antar melalui pembuluh pembuluh darah lain ke tempat pembengkakan. Kemidian, kumparan itu dilepas setelah berad di dalm pembuluh darah yang bengkak tersebut.
K. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Primary Survey 1) Airway Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat / cair) Kelemahan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas 2) Breathing Gejala: Tanda: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. 3) Circulation Gejala: Adanya penyakit kardiovaskuler, polisitemia, hipotensi postural. Tanda : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler. Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/ kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
4) Disability Data Subyektif: Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot ) Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ), kelemahan umum.
gangguan penglihatan
5) Exposure Kaji adanya hematom atau cidera (terutama pada klien stroke yang mengalami jatuh). b. Secondary Survey Pengkajian fisik 1) Keadaan umum Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi 2) Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) 3) Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. 4) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine 5) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 6) Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi (berkurangnya ketajaman sensasi pada satu sisi tubuh). Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
c. Tersiery Survey 1) Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) 3) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) 4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) 5) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) 6) Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
2. Diagnosa keperawatan a. Perubahn perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangn
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan otak,konfusi, ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi
e. Kurang perawatan diri (higiene,toileting,berpindah,makan) berhubungan dengan gejala sisa stroke f. pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
3. Rencana keperawatan Diagnosa keperawatan 1 Perubahn perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan: a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi morotiksensori. b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan takadanya peningkatan TIK c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit. TINDAKAN / INTERVENSI Mandiri 1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan 1. Mempengaruhi dengan keadaan/penyebap khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan penetapan intervensi, tanda/gejala kegagalan fase awal RASIONAL tanda-tanda
memerlukan tindakan pembedahan dan pasien harus dipindahkan kritis (ICU) keruang untuk terhadap
keperawatan melakukan
pemantuan
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas, dan
kemajuan/resolasi kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi thrombosis CVS baru. 3. Pantau tanda-tanda vital seperti catat a) Adanya hipertensi atau hipotensi, 3. a) Variasi mungkin terjadi oleh karena
postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok
(kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan b) Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur b) Perubahan terutama bradikardia dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Disritmia dan murmur
mencerminkan adanya penyakit jantung yang mungkin telah menjadi pencetus CVS (seperti stroke setelah IM atau penyakit katup) c) Catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah pernafasan hiperventilasi, pernafasan Cheyne-strokes c) Ketidakteraturan pernafasan dapat
memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selanjutnya termasuk kemungkinan perlunya dukungan
terhadap pernafasan (rujuk pada MK, trauma kranioserebral, DK: pola nafas takefektif ). 4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, 4. Reaksi pupil diatur oleh syarap kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persyarapan simpatis dan parasimpatis yang mempersyarapinya. Respon terhadap reflek cahaya mengkombinasikan fungsi
dari syaraf kranial optikus (II) dan syaraf kranial okulomotor (III) 5. Catat perubahan dalam pengelihatan, seperti 5. Gangguan pengelihatan yang spesifik adanya kebutaan, gangguan lapang mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan 6. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi. Seperti 6. Perubahan dalam isi kongnitif dan bicara fungsi bicara jika pasien sadar (rujuk pada DK komunikasi, kerusakan verbal) merupakan indikator dari lokasi atau derajat gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan penurunan/peningkatan TIK 7. Letakkan kepala dengan posisi agak 7. Menurunkan tekanan arteri dengan
pandang/kedalaman persepsi
8. Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan 8. Aktivitas atau stimulasi yang kontinu lingkungan yang tenang; batasi dapat meningkatkan TIK istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus lainnya. stroke hemoragik/perdarahan
pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
9. Cegah terjadinya mengejan saat defeksi, dan 9. Manuver Valsava dapat meningkatkan pernafasan yang memaksa (batuk terusmenerus) TIK dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan. indikasi terjadinya iritasi
10. Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan 10. Merupakan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang.
meningeal. Kejang dapat mencerminkan adanyapeningkatan TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
menyebapkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema 2. Berikan obat sesuai indikasi : 2.
digunakan
untuk
meningkatkan/memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolustrombus
hipertensi sebagai akibat dari peningkatan ressiko pendarahan. b) Antifibrolitik, seperti asam aminokaproid b) Penggunaan (Americar). dengan hati-hati dalam
pendarahan untuk mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan pendarahan berulang yang serupa
c) Antihipertensi.
c) Hipertensi penanganan
lama/kronis yang
memerlukan berlebihan
meningkatkan resiko terjadinya perluasan kerusakan jaringan. Hipertensi sementara sering kali terjadi selama fase stroke akut dan penanggulangannya seringkali tanpa intervensi terapeutik. d) Vasodilatasi perifer, seperti siklandelat d) Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi (Cyclospasmol); (Pavabid/Vasospan); (Vasodilan). e) Steroid, deksametason (Decadrone) e) Penggunaannya controversial dalam papaverin isoksupresin kolateral atau menurunkan vasospasme.
mengendalikan edema serebral. f) Fenition (Dilantin), fenobarbital. f) Dapat digunakan untuk mengontrol
kejang dan untuk aktivitas sedative, catatan; fenobarbital memperkuat kerja dari antiepilepsi. g) Pelunak feses. g) Mencegah proses mengejan selama
defekasi dan yang berhubungan dengan peningkatan TIK. 3. Persiapkan untuk pembedahan, 3. Mungkin bermamfaat untuk mengatasi
situasi.
4. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai 4. Memberikan informasi tentang keefektifan indikasi, seperti masa protrombin, kadar dilantin. pengobatan/kadar terapiutik.
Diagnosa keperawatan 2 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangn keseimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan: a. mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh takadanya kontraktur, footdrop. b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. c. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. d. Mempertahankan intigritas kulit. TINDAKAN/INTERVENSI Mandiri 1. Kaji kemampuan secara funsional/luasnya 1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasi melalui skala 0-4. (rujuk pada MK: Trauma kranioserebral, DK: Mobilitas Fisik, kerusakan, hal. 282) dan dapat memberikan informasi RASIONAL
mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebap teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid.
2. Ubah
posisi
minimal
setiap
jam 2. Menurunkan
resiko
terjadinya
(telenteng,miring), dan sebagainya dan jika memungkinkan diletakkan terganggu. bias lebih posisi sering bagian jika yang
dalam
perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus
3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau 3. Membantu mempertahankan ekstensi
dua
kali
sehari
jika
pasien
dapat
tetapi
mentoleransinya.
meningkatkan mengenai
kemampuan pasien untuk bernafas. 4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak 4. Meminimalkan aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak. meningkatkan mencegah atrofi sirkulasi, otot, membantu Menurunkan
kontraktur.
resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan : stimulasi yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang. 5. Sokong ekstremitas dalam posisi 5. Mencegah kontraktur/footdrop kegunaanya dan jika
fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) selama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
memfasilitasi
untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastic dapat mengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi. 6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien 6. Selama paralisis flaksid, penggunaan berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi. penyangga dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio lengan dan sindrom bahu lengan 7. Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat 7. Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat bantu untuk pengaturan posisi atau pembalut selama periode paralisis spastic. dari otot fleksor lebih kuat
8. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk 8. Mencegah abduksi bahu dan fleksi melakukan abduksi pada tangan 9. Tinggikan tangan dan kepala. siku. 9. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu edema. 10. Tempatkan hend roll keras pada telapak 10. Alas/dasar yang keras menurunkan tangan dengan jari-jari dan ibu jari-jari saling stimulasi fleksi jari-jari, mencegah terbentuknya
berhadap.
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anotomis).
11. Posisi lutut dan panggul dalam posisi 11. Mempertahankan posisi fungsional. ekstensi. 12. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan 12. Mencegah ulungan/bantalan trokanter. pinggul. rotasi eksternal pada
13. Gunakan papan kaki secara berganti, jika 13. Penggunaan yang kontinu (setelah memungkinkan. perubahan pada paralisis flaksid ke spastik) dapat menyebapkan tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki, meningkatkan spstisitas, dan secara plantar. 14. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan 14. Membantu dalam melatih kembali duduk ( seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan.Kekuatan tangan untuk menyokong berat badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit, meningkatkan waktu duduk dan keseimbangan dalam berdiri seperti letakkan sepatu yang datar.sokong bagian belakang dan bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien, bantu menggunakan alat pegangan pararel dan walker. 15. Observasi daerahyang terkena termasuk 15. Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan jaras saraf, meningkatkan respons proprionseptik dan motorik nyata meningktkan fleksi
penyembuhannya lambat
16. Inspeksi kulit terutama pada daerah yang 16. Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol secara teratur.lakukan masase menonjol terjadinya paling berisiko untuk
penurunan
perfusi/iskemia.stimulasi sirkulasi dan memberikan mencegah bantalan kerusakan membantu kulit dan
perkembanganyaa dekubitus. 17. Bangunkan dari kursi sesegera mungkin 17. Membantu mentabilkan tekanan darah setelah tanda-tanda vital stabil kecuali pada hemoragik serebral. (tonus vasemotor terjaga keseimbangan
).meningkatkan
ekstermitas dalam posisi normal dan pengosongan kantung kemih/ginjal. Menurunkan resiko terjadinya batu kandung kemih dan infeksikarena urin yang statis. 18. Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air 18. Mencegah/ dan bantu pasien untuk memindahkan berat badan dengan interval yang teratur. 19. Susun tujuan dengan pasien atau orang 19. Meningkatkan terdekat untuk berpartisipasi dalam aktivitas /latihan mengubah posisi perkembangan/ memberikan kemandirian 20. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan 20. Dapat dan latihan dengan menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk menyokong / berespon denganbaik jika harapan terhadap dan menurunkan tekanan
peningkatan prasaan
kontrol/
daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari tubuhnya sendiri
Kolaborasi 1. Berikan tempat tidur dengan matras bulat, 1. Meningkatkan distribusi merata berat tempat tidur aitr, alat flotasi, atau tempat tidurkhusus (seperti tempat tidur kinetik) sesuai indikasi badan yang menurunkan tekanana pada tulang tertentu dan untuk mencegah membantu kulit
kerusakan
sirkulasi dan menurunkan terjadinya vena statis untuk menurunkan resiko terhadap cedera pada jaringan dan komplikasi seperti ortostatik 2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara 2. Program aktif, latihan resistif, dan ambulasi fasien yang khusus untuk berati tersebut dapat
yang
keseimbangan,koordinasi kekuatan. 3. Bantulah dengan stimulasi elektrik,seperti 3. Dapat TENS sesuai indikasi kekuatan membantu otot dan
memulihkan meningkatkan
kontrol otot volunter. 4. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik 4. Mungkin sesuai indikasi,seperti baklofen, dantrolen di perlukan spastisitas untuk pda
menghilangkan
Diagnosa keperawatan 3 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan: a. menghasilkan pemahaman tentang masalahh komunikasi. b. membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan, c. menggunakan sumber dengantepat. TINDAKAN / INTERVENSI Mandiri 1. Kaji tipe/derajat dispungsi,seperti pasien 1. Membantu tidak tampak memahami kata atau atau menentukan daerah dan RASIONAL
derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan psien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.pasien mungkin mempunyai kesulitan
mengalami
kesulitan
berbicara
memahami kata yang di ucapkan ( afasia sensori \k/ kerusakan pada aarea wernick) mengucapkan kata-kata dengan benar (
afasia
ekspresif/kerusakna
pada
area
bicara broca) atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut 2. Bedakan antara afasia dan disartria 2. Intervensi yang di pilih tergantung pada tipe kerusakannnya. dalam Afasia adalah dan
gangguan
menggunakan
mengintepresikan simbol-simbol bahasa dan mungkin atau melibatkan motorik, untuk komponen seperti memahami
sensorik
ketidakmampuan
tulisan / ucapan atau menulis lkata ,membuat tanda berbicara .seseorang denag disartia dapat memahami,membaca dan menulis bahasa tetapi mengalami kesusliatan membentuk/mengucapkan
kata sehubungan dengan kelemahan otot 3. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi 3. Pasien mungkin kehilangan kemampuan dan berikan umpan balik. untuk memantauu ucapan yang keluar dan tidak mmenyadari bahwa komunikasi yang di ucapkannnya tidak nyaata.uman balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi auhan tidak mengerti / berepon kesempatan sesuai dan memberikan
untukmengklarisifikasikan
isi/makna yang terkandung di dalam ucapannya 4. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah 4. Melakukan penilaina terhdap adanya sederhana seperti buka mata ,tunjuk ke pintu, ulangi dengan kata atau kalimat yang sederhana 5. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk 5. Melakukan penilaina terhadap adanya menyebutkan nama benda tersebut kerusakan motorik ( afisia motorik) se[erti paisen mungkiin mengenalinya kerusakan sensorik ( afasia sensorik)
tetapi tidak dapat menyebutnya. 6. Mintalah klien mengucapakan suara 6. Mengidenfikasi adanya disastria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)nyang dapat mempengaruhi juga tidak artikulasi disertai dan afasia sederhana seperti sh atau pus
mungkin motorik. 7. Minta pasien menulis nama atau kalimat 7. yang pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
Menilai kemampuan menulis ( agrafia ) dan kekurangan dalam membaca yang benar ( aleksia ) yang juga merupakan bagian dari apasia sensori dan afasia sensori
8. Tempakan tanda pemberitahuan pada 8. Menghilangkan ruang perawat dan ruang pasien tentang adanya ganguan bicara berikan bel kusus bila perlu
ansientas
pasien
sehubungan dengan ketidak mampuan untuk komunikkasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Pengunaan bel yang dianktifkan dengan tekanan minimal akan bermamfaat ketika pasien tidak dapet mengunakan bel reguler
9. Belikan metode komunikasi alternatif, 9. Memberikan sperti menulis , gambar atau beri petunjuk visual (gerakan tangan, gambar gambar kebutuhan atau demontrasi) 10. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien 10. Bermamfaat
komunikasi
tentang
dalam
menurunkan
bila
dan tidak
dapat berkumunikasi secara berarti. 11. Katakan secara langsung dengan pasien, 11. Menurunkan bicara gunakan jawaban perlahan dengan kata tenang dengan kebingungan / ansitas
selama proses komunikasi dan berespon pada komunikasi dan berespon pada
pertanyaan ya/tidak
terbuka
selanjutnya
informasi yang berlebih banyak pada waktu tertent. Sebagai proses kembali untuk lebih latihan
mengembangkan
pasien
dan lebih
komplek akan menstimulasi memori dan dapat meningkatakan asiosai ide/ kata
12. Bicaralah dengan nada normaldan hindari 12. Pasien tidak perlu merusak pendengaran, percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk pasien berrespon. Bicaralah pada pasien tampan tekanan terhadap sebuah respon dan mengikan suara dapat menimbulkan marah pasien/ menyebabkan kepedihan. Memokuskan nrespon dafat
mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti memutar
balikan kata berbicara kasar atau kotor. 13. Anjurkan pengunjung atau orang terdekat 13. Mengurangoi mempertahankan asuhan untuk meningkatkan efektif nisolasi penciptaan pasien dan
komunikasi
berkomunikasi dengan pasien sepeerti membaca surat, diskusi tentang hal hal yang terjada pada keluarga.
14. Diskusikan mengenai hal-halyang dikenali 14. Menigkatkan percakapan yang bermakna pasien, seperti ; pekerjaan, keluarga, dan hobi dan membelikan esempatan yang untuk ketrampilan praktis
15. Hangai
kemampuan
pasien
sebelum 15. Kemapuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual
menentang kebanggaan pasien. Kolaborasi 1. Konsultasi dengan atau rujuk kepada hahli 1. Pengkajian secara individual kemmpuan terpi wicara bicara dan sensori, motorik dan konigtif berfungsi untuk mengidenfikasi
ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan: Memulai atau mempertahan kan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual. Mendemonstasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap atau deposit hasil .
RASIONAL
1. Lihat kembali proses patologis kondisi 1. Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena individual. membantu dalam
mengkaji/mengantisipasi devisit spesifik dan perawatan. 2. Evaluasi adanya gangguan 2. Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampakl kemampuan negative pasien untuk terhadap menerima
horizontal/vertical),adanya
lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan resiko terjadinya cidera.
diplopia(pandangan ganda).
3. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang 3. Pemberian pengenalan terhadap adanya normal.biarkan lampu menyala;letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal.tutup mata yang sakit juga perlu . orang/benda dapat membantu masalah persepsi;mencegah pasien dari
terkejut.penutupan mata mungkin dapat menurunkan kebingungan karna adanya pandangan ganda.
4. Ciptakan
linkungan prabot
yang 4. Menurunkan membatasi jumlah stimulasi yang penglihatan yang mungkin dapat terhadap
sederhana,pindahkan membahayakan.
lingkungan;menurunkan
resiko terjadi kecelakaan. 5. Kaji kesadaran sensorik ,seperti 5. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan kerasaan kinetik membedakan panas atau dingin,tajam atau
ambulasi,meningkatkan
resiko terjadinya terauma. 6. Berikan stimulasi terhadap pasien rasa 6. Membantu suatu melatih kembali jaras
sentuhan,seperti
berikan
sensorik untuk menintegrasikan persepsi dan interpretasi dan stimulasi.membantu pasien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan dari daerah yang berpengaruh.
7. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan 7. Meningkatkan keamanan pasien yang ,kaji adanya lingkungan yang menurunkan resiko terjadinya trauma.
membahayakan.rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal. 8. Catat pada terhadap tidak adanya perhatian 8. Adanya agnosia(kehilangan pemahaman bagian tubuh,segmen terhadap pendengaran ,penglihatan ,atau sensasi yang lain ,meskipun bagian sensori mengarah masih tetap normal)dapat /mengakibatkan
lingkungan,kehilangan kemampuan untuk mengenali objek yang sebelumnya di kenal /mampu untuk mengenal anggota keluarga.
pada
/makna dari objek tempat umum,tidak mampu mempertimbangkan perawatan diri dari disorientasi atau perilaku yang aneh. 9. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya 9. Penggunaan stimulasi penglihatan dan bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.buatlah pasien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan ,,seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit,latihan yang membawa area sentuhan membantu dalam
yang sakit melewati garis tengah,ingatkan individu untuk berpakaian/merawat sisi yang sakit (buta) 10. Observasi respon perilaku pasien seperti 10. Respon individu dapat bervariasi tetapi rasa bermusuhan.menangis,efek tidak pada umumnya yan g terlihat seperti emosi labil,ambang frustasi rendah,apatis.dan mungkin juga muncul prilaku
sesuai,agitasi,halusinasi,(Rujuk
inpulsif,mempengaruhi perawatan.
11. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal 11. Menurut ansietas dan respons emosi yang yang berlebihan sesuai kebutuhan. berlebihan /kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebihan. 12. Bicara dengan tenang,perlahan,dengan 12. Pasien mungkin mengalami keterbatasan kalimat yang dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman. Tindakan ini dapat
menggunakan
membantu pasien untuk berkomunikasi. 13. Lakukan validasi terdapat persepsi pasien 13. Membantu pasien untuk mengidentifikasi secara teratur pada lingkungan,staf,dan tindakan yang akan di lakukan ketidak-konsistenaan dari persepsi dan integrasi dan stimulus dan mungkin menurunkan distorsipersepsi pada realitas
Diagnosa keperawatan 5 Kurang perawatan diri (higiene,toileting,berpindah,makan) berhubungan dengan gejala sisa stroke Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. c. Mengidentifikasi kebutuhan. sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai
TINDAKAN /INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri 1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan 1. Membantu (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari. dalam
2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien 2. Pasien yang dapat di lakukan pasien sendiri ,tetapi berikan bantuan sesuai kbutuhan.
ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bermampaat ,adalah bantuan dalam yang di berikan frustasi untuk
mencegah pasien
penting
bagi
melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan. 3. Sadari perilaku /aktivitas infulsifkarna 3. Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi gangguan dalam mengambil keputusan. dan pengawasan tambahan untuk
meningkatkan keamanan pasien. 4. Pertahankan dukungan ,sikap yang tegas 4. Pasien akan memerlukan empati tetapi pelu .beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya. u tuk mengetahwi pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten . perasaan makna diri
5. Berikan unpan balik yang positif untuk 5. Meningkatkan setiap usaha yang di lakukan atau keberhasilannya. .meningkatkan
kemandirian,dan
6. Buat
rencana
terhadap
gangguan 6.
penglihatan yang ada ;seperti: a) Letakkan lainnya sakit b) Sesuaikan tempat tidur sehingga sisi b) Akan dapat melihat jika naik /turu dari tubuh pasien yang tidak sakit tempat tidur ,dapat mengobsevasi orang yang dating ke ruangan tersebut. makanan dan alat-alat a) Pasien akan dapat melihat untuk
memakan makananya.
menghadap ke ruangan dengan sisi menghadap ke dinding. c) Posisikan perabot menjauh dinding.
c) Memberi
keamanan
ketika
pasien
resiko jatuh /terbentur perabot tersebut . 7. Gunakan alat pribadi ,seperti kombinasi 7. Pasien pisau bercabang sikat panjang tangkai untuk dapat menangani diri sendiri
panjang,tangkai
mengambil sesuatu dari lantai kursi mandi pancuran kloset duduk yang agak tinggi .
8. Kaji
kemampuan
pasien
untuk 8. Mungkin
mengalami
gangguan
saraf
berkomunikasi tentang kbutuhannya utuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur atau interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan. 9. Identifikasi sebelumnya kebiasaan kebiasaan dan kembalikan
kandung kemih,tidak dapat mengatakan kebutuhannya akut,tetapi pada fase dapat pemulihan mengontrol
biasanya
depekasi 9. Menkaji perkembangan program latihan kepada (mandiri) pencegahan dan membantu dan dalam sembelit
konstipasi
makanan yang berserat anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas. Kolaborasi
1. Berikan obat supositoria dan pelunak 1. Mungkin dibutuhkan pada awal untuk feses. membantu menciptakan /meransang fungsi defekasi teratur. 2. Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ahli 2. Memberikan bantuan yang mantap untuk terapi okupasi. mengembagkan mengidentifikasi penyongkong khusus. rencana terapi dan alat
kebutuhan
4. Implementasi Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA Smeltzer C. S. dan Bare B. G. (2002). Buku ajar keperawtan medikal bedah brunner & Suddarth. Edisi 8. Alih bahasa dr. Kuncoro. Jakarta : EGC. Sudoyo Aru W dkk. (2006). Buku ajar penyakit dalam. Jilid iii edisi iv. Jakarta : FKUI. Price S. A. dan Wilson L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Alih bahasa dr. Brahm U. Jakarta : EGC Doenges M. E. dkk. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Alih bahasa I Made Kariasa S. Kp. Jakarta : EGC Potter P. A. dan Perry A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik. Edisi 4. Alih Bahasa Yasmin asih S. Kp. Jakarta : AGC Wilkinson J. M. dan Ahern N. R. (2012). Buku saku diagnosis keperawtan nic & noc. Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Asty W. S. kep. Jakarta : EGC