Sunteți pe pagina 1din 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EPILEPSI

a.

Definisi Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau

sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang (1). Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel (2).

Gambar 1. Aktivitas Elektrik pada Epilepsi

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

b. Klasifikasi Klasifikasi internasional terhadap kejang (3): Kejang parsial (kejang yang dimuati setempat) 1. Kejang parsial sederhana (gejala,-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran) a. Dengan gejala-gejala motorik b. Dengan gejala-gejala sensorik khusus atau somatosensori c. Dengan gejala-gejala otonomik d. Bentuk-bentuk campuran 2. Kejang parsial kompleks (dengan gejala komplek, umumnya dengan gangguan kesadaran) a. Dengan hanya gangguan kesadaran b. Dengan gejala-gejala kognitif c. Dengan gejala-gejala afektif d. Dengan gejala-gejala psikosensori e. Dengan gejala-gejala psikomotor (automatis) f. Bentuk-bentuk tambahan 3. Kejang parsial sekunder menyeluruh Kejang umum (simetrik bilateral, tanpa awitan lokal) a. Kejang tonik-klonik b. Kejang tonik c. Kejang klonik d. Tidak ada kejang e. Kejang atonik f. Kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang luas) g. Spasme kelumpuhan

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

Gambar 2. Fase Tonik dan Fase Klonik pada Epilepsi Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma, antara lain: Localization-related (focal, partial) epilepsies 1. Idiopatik a. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes b. Childhood epilepsy with occipital paroxysm 2. Symptomatic a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing. b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak diketahui. c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik Epilepsi Umum 1. Idiopatik a. Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions b. Benign myoclonic epilepsy in infancy c. Childhood absence epilepsy d. Juvenile absence epilepsy e. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

f. Epilepsy with grand mal seizures upon awakening g. Other generalized idiopathic epilepsies 2. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik a. Wests syndrome (infantile spasms) b. Lennox gastaut syndrome c. Epilepsy with myoclonic astatic seizures d. Epilepsy with myoclonic absences 3. Simtomatik a. Etiologi non spesifik b. Early myoclonic encephalopathy c. Specific disease states presenting with seizures c. Etiologi Faktor-faktor yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain (4): 1) Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsi idiopatik 2) Faktor herediter; adalah beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerotis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis hipoglikimia. 3) Faktor genetic; pada kejang deman dan breath holding spells 4) Kelainan congenital otak; atrofi, porensefasi, agenesis, korpus kalosum 5) Gangguan hipernatremia 6) Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya toksolakmosis 7) Trauma; kontosio serebri, hematoma subraknoid, hematema subdural 8) Neoplasma otakadan selaputnya 9) Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen 10) Keracunan; timbal(Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air 11) Lain-lain; penyakit darah , gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lain-lain metabolic; hipoglikimia, hipokalsemia, hiponatremia, ensefalotrigeminal. Fenilketonuria, hipoparatiroidisme,

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

d. Patofisiologi
Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll Sistem saraf Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf

Epilepsi

Petitmal Hilang tonus otot Hambatan mobilitas fisik

Akimetis Keadaaan lemah dan tidak sadar

Myolonik Kontraksi tidak sadar yang mendadak

Aktivitas kejang

Perubahan proses keluarga

Hipoksia
Kerusakan memori

Jatuh
Resiko cedera

Perubahan status kesehatan Isolasi sosial

Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan yang tepat

Ketidakefektifan koping keluarga

Ansietas
Kurang pengetahuan penatalaksanaan kejang

Penyakit kronik Pengobatan, keperawatan terbatas Psikomotor

Gangguan perkembangan

Gangguan neurologis

Gangguan respiratori Grandmal

HDR Hilang kesadaran Spasme otot pernapasan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Obstruksi trakheobronkial

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang (5) Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut (5):

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi

neurotransmitter inhibitorik. Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang (5). Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin (5). e. Tanda dan gejala Menurut Commusion of Classification andf Terminologi of the International League against Epilepsi (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut: 1. Sawan parsial (fokal,local) a. Sawan parsial sederhana: sawan parsial dengan tetap kesadaran normal - Dengan gejala motorik a) Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja b) Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas kebagian lain. Disebut juga epilepsi Jacksen c) Versif: sawan disertai gerakan memutar kapala, mata, tubuh d) Postural sawan disertaidengan lengat atau tungkai kaku dalam sikap tertentu e) Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial: sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kalima panca indra dan bangkitan yang disertai vertigo a) somatosensorik: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum b) visual: terlihat cahaya c) auditoris: terdengar sesuatu d) olfaktoris: terhidu sesuatu e) gustatoris: terkecap sesuatu f) disertai vertigo

- Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil) - Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

a) Disfasia: ganguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat b) Dismnesia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat,atau sebaliknya tidak pernah mnegalami,mendangar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa dimasa lalu, merasa seperti melihat lagi. c) Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah. d) Afektif: merasa sangat senang, susah, marah, takut. e) Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar f) Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara, musik melihat sesuatu fenomena tertentu dan lain-lain b. Sawan parsial komplek Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran: kesadaran mulamula baik kemudian baru menurun. a. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran. b. Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-geraka, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyahngunyah, menelan-nelan, wajah muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang-megang kancing baju, berjlan, mengembara tak menentu, berbicara dan lain-lain. Dengan penurunan kesadaran sejak serangan: kesadaran menurun sejak permulaan serangan. a. Hanya dengan penurunan kesadaran. b. Dengan automatisme. Sawan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik) a. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum. b. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjdi bangkitan umum.

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

c. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial komplek selalu berkembang menjadi bangkitan umum. 2. Sawan umum (konfulsif atau non konfulsif) a. Sawan Lena (Absance) Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak menbengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama - menit dan biasanya dijumpai pada anak. 1) Hanya penurunan kesadaran. 2) Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral. 3) Dengan komponen atonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak lunglai. 4) Dengan komponen tonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstrenitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengentul atau mengendang. 5) Dengan automatisme. 6) Dengan komponen autonom. 2 hingga 6 dapat tersendiri atau kombinasi Lena tak khas (atypical absence) Dapat disertai: 1) Gangguan tonus yang lebih jelas. 2) Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak. b. Sawan Mioklonik Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur. c. Sawan klonik Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelonjot. Dijumpai tertutama sekali pada anak. d. Sawan tonik
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada anak. e. Sawan tonik-klonik Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenala dengan nama grandmal. Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira - menit diikuti kejang otot-otot seluruh badang. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi dlam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan nafas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala. f. Sawan atonik Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak. 3. Sawan tak tergolongkan Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil atau pernafasan yang mendadak berhenti sementara. Manifestasi klinis epilepsi adalah sebagai berikut (1) : 1. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa pada satu individu yang sama. 2. Kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau motor fokal 3. 4. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, dengan periode perubahan kesadaran hanya sangat singkat (detik)
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

10

5.

Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu dikaitkan dengan kehilangan kesadaran.

f.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis epilepsi, antara lain (1):

a.

Elektroensefalogram (EEG) Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal, antara lain: Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron). b. Rekaman video EEG Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

11

c.

Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk

melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan computed tomography (CT Scan) maka magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipocampus kanan dan kiri g. Penatalaksanaan Medis Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian. Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni (6): 1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut. 2. Terapi dimulai dengan monoterapi 3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat. 4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan. 5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua. Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya: 1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin. 2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

12

3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABA , menurunkan eksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium. 4. Valporat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium. 5. Levetiracetam : Tidak diketahui 6. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N 7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent 8. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas chanel. 9. Topiramat : Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABA. 10. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi glutamate.

Gambar 4. Pertolongan Pertama pada Epilepsi Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

13

sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni (6): 1. Syarat umum yang meliputi : Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan

pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan. Gambaran EEG normal Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6bulan. Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama. 2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya. Epilepsi simtomatik Gambaran EEG abnormal Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan. Penggunaan OAE lebih dari 1 Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi Mendapat terapi 10 tahun atau lebih. Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi. h. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji Data fokus yang perlu dikaji, antara lain (3): a. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian 2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi selama serangan )

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

14

3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi atau makan obat-obat tertentu/alkoholik) 4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak 5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik b. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum Pemeriksaan Persistem a) Sistem Persepsi dan Sensori Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya b) Sistem Persyarafan Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena? Disertai komponen motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai? Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara, hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores)
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

15

c)

Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam)

d) Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores

g) Sistem Reproduksi h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin c. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien, keamanan lingkungan sekitar 2) Pola Aktivitas dan Latihan Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko cidera pada saat serangan) 3) Pola Nutrisi Metabolisme Pasca serangan biasanya pasien mengalami nansea 4) Pola Eliminasi Saat serangan dapat terjadi inkontinensia urin dan atau feses 5) Pola Tidur dan Istirahat Salah satu faktor presipitasi adalah kurangnya istirahat/tidur 6) Pola kognitif dan Perseptual Adakah gangguan orientasi, pasien merasa dirinya berubah 7) Persepsi diri atau konsep diri Pentingnya pemahaman dengan berobat teratur dapat terbebas dari sawan 8) Pola toleransi dan koping stress Adakah stress dan gangguan emosi 9) Pola sexual reproduksi 10) Pola hubungan dan peran 11) Pola nilai dan kenyakinan i. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah (1):
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

16

1. Ansietas b.d kemungkinan yang terjadi selama kejang 2. Kerusakan memori b.d gangguan neurologis 3. Resiko cedera 4. Ketidakmampuan koping keluarga b.d stress akibat epilepsi 5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 6. Hambatan mobilitas fisik 7. Harga diri rendah situasional 8. Isolasi sosial b.d gangguan kesehatan j. Rencana Keperawatan (7,8)

Dx.1. Ansietas b.d kemungkinan yang terjadi selama kejang NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat kecemasan klien/keluarga dapat berkurang. Kontrol kecemasan diri Tingkat kecemasan Koping

Kriteria Hasil: Klien/keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala kecemasan Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol kecemasan Tanda-tanda vital dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. NIC Rencana intervensi yang akan dilakukan: Penurunan Kecemasan 1. Kaji tingkat kecemasan klien dan reaksi fisik terhadap kecemasan (misalnya takikardi, takipnea, dan ekspresi nonverbal dari kecemasan). R/ kecemasan merupakan faktor risiko pada penyakit jantung seseorang. 2. Gunakan empati untuk menginterpretasikan gejala kecemasan secara normal.
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

17

R/ interaksi perawat dengan klien termasuk kualitas hidup mereka. Berikan dukungan sosial dan psikologi depat menurunkan gejala dan masalah terkait kecemasan. 3. Jelaskan semua aktivitas, prosedur, dan isu tentang klien; gunakan cara nonmedis, ketenangan, dan bicara lembut. R/ komunikasi efektif dari perawat kepada klien atau keluarganya dapat membantu dalam menurunkan tingkat kecemasan 4. Berikan pilihan tentang harapan sebelum dan selama prosedur medis yang berbahaya R/ penggunaan music, story-telling, dan distraksi dapat membantu menurunkan kecemasan. 5. Berikan sentuhan terapeutik dan tehnik sentuhan penyembuhan R/ sentuhan penyembuhan (healing touch) mungkin dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan. 6. Berikan pijatan untuk menurunkan kecemasan R/ pijatan dan aromaterapi signifikan dalam menurunkan kecemasan. Dx.2. Resiko cedera b.d kejang (epilepsy), disfungsi sensorik NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tidak terjadi cedera pada klien. Kontrol risiko

Kriteria Hasil: Klien terbebas dari cidera Klien menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. Msmpu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC Rencana intervensi yang akan dilakukan: Environment Management (manajemen lingkungan) 1. Identifikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya

cedera
R/ barang- barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang
Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

18

2. Pantau status neurologis setiap 8 jam R/ mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan hasil yang

diharapkan.
3. Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada

pasien saat terjadi kejang


R/ mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang

tidak terkontrol
4. Pasang penghalang tempat tidur pasien R/ penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau jatuh 5. Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar R/ area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada

pasien
6.

Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi kejang.
R/ lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar

7.

Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang

tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
R/ sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan

sebelum terjadinya kejang berkelanjutan


8. Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter R/ mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat

mengurangi suplai oksigen ke otak


9. Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan

selama pasien kejang R/ melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

19

k. Daftar Pustaka 1. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013 2. Gofir A dan Wibowo S. Obat Antiepilepsi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2006. 3. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC, 2002. 4. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001. 5. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2005. 6. Oktaviana F. Epilepsi. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical application Vol. 2,No.4 Edisi November - Desember 2008. 7. Moorhead, Sue, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010. 8. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

Program Profesi Ners Keperawatan Medikal Bedah: Epilepsi

20

S-ar putea să vă placă și