Sunteți pe pagina 1din 121

DEPKES RI Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 2008

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

KATA PENGANTAR
Keberhasilan penyebaran teapi aittiretroviral (ARV) memerlukan

penggunaan obat yang rasional . Berhagai pedonian pengobatan yang beredar sebelumnya selalu ittcnyatukail prosedur pembenan ARV pada dewasa dan anak . Karenanya dipandang penting untuk inembuat panduan Manajemen Infeksi HIV dan Terapi ARV untuk Bayi dan Anak . WHO meltincurkan Pedoman khusus untuk Anak pada tahun 2006 iii. Tempi khusus tmtuk Regional Asia , diterjentalikan lag" mcnjadi panduan dengan betuk panduan algoritmik , yang menunnit penggtinanya untuk sampai pada tahap manajemen klinik tertentu. Buku iii merupakan adaptasi dart Panduan \'(H() Regional, dengan maksud untuk membcri panduan pada tenaga kesehatan dan manajer program I-11V/AIDS di Tndonesia dalam hal tatalaksana I II V pada anak yang tennfeksi HIV. Panduan ini dibedakan antara tata laksana pada bayi atau anak yang tennfeksi dan yang terpajan (e\posed, prefix Ii pada klasifikasi klinis CDC yang belum tenth teruifeksi). Panduan ini menggunakan gambar dan tabel algonitmik scperti langkahlangkah setiap kali mendapatkan kasus. Setiap kali menggunakannya diusahakan untuk menyelesaikan tahapan pada halaman tersebut sebelum berpindah ke halaman berikutnya.

Panduan ini direncanakan untuk aplikatif tetapi tetap tcrbuka pada


masukan dan kritisi, dengan harapan untuk dilakukan revisi bcrkala scsuai perkembaiigan teknologi kedokteran dan panduan global.
Bagi pemegang program , rekomendasi VI 10 " Anliretronrral therapy of T III' infection in infants and children in resource - lmuted settings , towards universal access.. Recommendations for a public health approach 2006 revision " sebaiknya tetap dibaca bila diperlukan keterangan mendetail.

I'un Adaptasi

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (DEPKES)


HIV/ADDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan masvarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah menjadi epidemi terkonsentrasi. Dan 33 provinsi yang ada di Indonesia, yang melaporkan kasus AIDS terdapat 32 provinsi, dan kabupaten/ kota yang me-laporkan kasus AIDS 178 kabupaten/kota Berdasarkan hasil estimasi oleh Depkes pada tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 ODHA di Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 Juni 2007 adalah 4,27 per 100.000 penduduk (retisi berdasarkan data BPS 2005, jumlabpenduduk Indonesia 227.132.350 jiua). Dengan semakin meningkatnya pengidap IIIV dan Kasus AIDS yang memerlukan terapi ARV maka strategi penanggulangan HIV/AIDS di-laksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya peravvatan, dukungan serta pengobatan. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia diterbitkan sehag.u salah satu upaya diatas yang dapat menjadi acuan hagi semua pihak terkait dalam penanggulangan dan pengendalian HIV /AIDS khususnya terapi Antiretroviral pada anak. Buku iii juga akan melengkapi buku Pedoman Nasional Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ()DI IA, serta buku Pcdoman Nasiona] Terapi Antiretroviral. Akhirnya kepada semua tim penyusun dan semua pihak yang telah ber-peran serta dalam penvusunan dan penvempurnaan buku iii disampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginva. Semoga Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan terapi Anti-rctroviral iii dapat bermanfaat bagi penanggulangan I-IIV/AIDS khususnya program terapi antiretoviral bagi anak di Indonesia.

Jakarta, Maret 2008 Direktur Jenderal PP & PI. Dep. Ices.

Dr. I Nyoman Kandun, MPH NIP. 140 066 762

iii

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

Infeksi I IIV pada bayi clan arak adalah masalah klinis dan epidemiologi yang mulai meningkat di Indonesia. \Icskipun belum ada data resmi penderita yang tergolong pada kelompok umur dan anak, sehingga besaran masalah belum ada, tetapi laporan sporadik mengenai kasus-kasus ini sudah banyak. Kasus infcksi HIV ini harus segera dikuasai laju kesakitan dan kcmatiannya, oleh karena itu penyebarin pengetahuan mengenai infcksi HIV pada anak perlu dilakukan baik di kalangal praktisi umurn maupun spesialis anak. Meskipun memedukan program pelatihan tersendin, tetapi integrasi dengat pelatihan infeksi ILIV sepern yang sudah herjalan scat ini masih dapat dinngkatkan dcngan menanbah topik khusus infeksi pada anak. l ntuk menangani kasus anak, diperlukan penctapan kompetensi manajemen infeksi I IIV anak untuk doktcr yang bekerja di strata tertentu. Sehelum ditetapkan, untuk menjemlydtani kesenjangan antara masalah yang mulai muncul dan standar kompetensi mengenai tatalaksana HIV ini dipcrlukui pelatihan singkat diserrai program mentoring klinis berkesinambungan; dilengkapi miten-materi yang dapat dijadikan rujukan. Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya diperlukin suatu buku yang mernbahas m;uiajemen infcksi HIV pada anak yang dapat menjadi panduan tatalaksana I III` pada anal, Sebagaimana buku-buku lainnya yang bertujuan menjadi rujukan di tempat kerja, buku panduan iru hams mudah digunakan, mencakup semua masalah yang paling Bering ditemukan discrtai penyclesaman masalahnya. \teskipun merupakan adaptasi panduan dan \XH IO SE ARC), diharapkan sudah disesuaikan dengan situasi terkini yang kira hadapi. Buku-buku panduan ini memiliki keterhatasan dimensi waktu, oleh karena itu hagi pembacanya, terutama anggota IDAI, diharapkan untuk sclalu berusaha melakukan pembaruan pengetahuan (update) pada topik yang memang sering berubah. Pada akhirnya sciaku Ketua U mum Pengurus Pusat IDAI kami mengharapkan buku ini bcrmanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan pada saat mcnatalaksana kasus IIIV pada anak di Indonesia.

Jakarta, Mci 2008 Ketua 'mum Pengurus Pusat ID AI

Dr. Sukman Tulus Putra, Sp .A(K).,FACC.,FESC

iv

DAFTAR ISI
Kata Pengantar Kata Sambutan DEPKES Kata Sambutan IDAI Daftar Isi Daftar Istdah dan Singkatan Daftar Kontributor iv n

v
viii x

1. Bagan Peni1aian dan 'I'ata I,aksana Awal 2. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak
2.1 Menvingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pads Bavi dan Anak

1 3
3

2.1.1 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan Status HIV Ihu Tidak Diketahui 2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendapat ASI 2.1.3 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu
HIV Positif dengan I Iasil Negatif 1 iji Virologi Awal dan Terdapat Tanda/Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnva 2.1.4 Menegakkan Diagnosis Presumptif HIV pada Bayi dan Anak < 18

5 6 7

7
9 11

Bulan dan Terdapat Tanda/Gejala I IIV Yang Berat


2.2 Bagan diagnosis HIV pada bavi dan anak ? 18 bulan 3. Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan HIV, Usia < 18 Bulan dengan

Penetapan Diagnosis 1-IIV Belum Dapat Dipastikan atau Tidak Memungkinkan 4. Profilaksis Kotrimoksazol ((-TX) Untuk Pneumonia Pnemocysti; Jirotra
4.1 Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV

12
12

Positif 4.2 Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak 5. Penilaian danTata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi 1IIV Ditegakkan 6. Stadium 1IIV pada anak 6.1 Kritcria klinis 6.2 Kriteria imunologis 6.2.1 Berdasarkan CD4+ 6.2.2 Berdasarkan hitung limfosit total
(Total Lymphocyte Count, TLC)

13 14 16 16 16 16 17

7.

Kriteria Pemberian ART'\4enggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis

18

7.1 Bagan Pemberian ART %lctiggunakan Kriteria Klinis 7.2 Bagan pembcrian ART pada anak < 18 bulan tanpa konfirmasi infeksi HIV dengan tanda dan gejala penvakit HIV vang berat
(Ianjutan Prosedur 2.1.4)

18 20

Pemantauan Anak Terinfeksi HIV yang Tidak M4endapat ART 8. 9. Persiapan pemberian ART' 10. Rekomendasi r\RT
10.1 Regimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse

21 23 24
24

Traus,iiptue Inhibitor (NR'IT) + 1 N on-nucleo-fide ReverseTrzmsniptase Inhibitor (NN R1'I) 10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak A.4endapat Terapi TB dengan Rifampisin
11. 12. M4emastikan Keparuhan langka Panjang dan Respons yang Baik'Ierhadap ART Pemantauan Setelah \4ulai 4lendapat AKI'

27
29 31

13.

Evaluast Respons T'erhadap ART 13.1 Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Bcrikutnva
(follow up vistl) 13.2 Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan

33 33
34

Klinis pada Kunjungan Bcriklitnya (follow up tisil) 13.3 Bagan Evaluasi Respons Terhadap AKT' pada Anak 'l'anpa Perbaikan Klinis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up ittril) 14. Tata Laksana Toksisitas ART
14.1 Prinsip 'Para Laksana Toksisitas ARV 14.2 Kapan Efek Samping dan'loksisitas ARV Terjadi?

35
36
36 37

14.3 T'okstsitas Berat Pada Bavi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV
I,ini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya

39
41

15.

Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)

16. Diagnosis Diferensial Kcjadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 6 Bulan
Pertama Pemberian ART 17.
18. 19.

42 44
46 47

T'ata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV


Rencana %Iengubah Ke Rejimen Luu Kedua Rejimen Lini Kedua Yang Direkomcndasikan Untuk Bayi dan Anak Pada

Kegagalan'1'erapi Dengan Lini Pertama 19.1 Rekomendasi bila litti pertama adalah 2NRTI+INNRI'l=2NRT1baru+1P1 19.2 Rekomendast lini kedua hila lini pertama 48 47

3NRTI=INR'IT+INNRTI+IPI

vi

20. "I'uberkulosis 20.1 Bagan Skrining Kontak 'IB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto

49
49

Rontgen Dada Tidak Tersedia 20.2 Bagan ["it Tapis Kontak TB danTata I.aksana dengan Dasar ('It
Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada 20.3 Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmona]

51
52

20.4 Definisi kasus TB 20.5 Pengobatan TB 21. Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada Anak Terinfeksi H1V Lampiran Lampiran A. Lampiran A.

53 54 58

Bagian A: Stadium Klinis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi lily Bagian B: Kriteria Presumtif dan Definitif Unruk Mengenali Gejala
Minis yang Berhubungan dengan HIV/AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV

64 66

Lampiran B.

Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik

76

I Infeksi Respiratorius II Diare


III Demam Persisten atau Rekuren

76 79
83

IV Abnormalitas Neurologi
Lampiran C. Lampiran D. Formulasi dan Dosis Anti Retroviral Untuk Anak Obat Yang %Iempunyai Interaksi Dengan Anti Retroviral

85
88 94

Lampiran E.
Lampiran F.

Toksisitas Akut dan Kronik ARV Yang Memerlukan Modifikasi Terapi


Penvimpanan obat ARV

97
101

Lampiran G.

Derajat Beratnva Toksisitas Minis dan Iaboratorium Yang Sering


Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang Direkomendasikan

103

Lampiran H. Lampiran I.

Panduan Unruk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder Pada Anak Rujukan elektronik

107 110

vii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN


: lamitwdine 3TC ABC abacatir
BTA = AFB : bakteri rahan asam = acid fast bacillus AIDS AI'1' : acquired immuno deficient' syndrome ulanine transanrinase = pemeriksaan untuk mengetahui keadaan fungsi hati, dikenal juga dengan SGI'C (serimgh4tamicpynutic transaminase) ARV ohat anti retroviral
AR'I antiretrot-zral therapy = terapi antiretroviral AST : acparrate aminotransferase pemenksaan untuk mengetahui keadaan fungsi hati dikenal juga SCOT (serumghrtamu awlacrdc truraaminate)

ALT a^idothymidine (juga dikenal -idorrudine) = ZDV bronchoal solar latuge = bilasan brokboaleolar BA 1, CD4 + T Lymphocyte CD4 Cytomegalotirus C\4V SSP : susunan syaraf pusat = central nenaus system = C- NS CSP : cairan serebrospiral = cerrbrospina/Jlmd = CSF CSF : cerebrospiral fluid = cairan serebrospiral = CSP
d4T dd I : statrudine cidanosine

DNA EFV
FDC FTC
Ilb

: deoxynbonucleic acid efai reni


: fixed dose combination = kombinasi dosis tetap emtnatabrne
: hemoglobin

HIV HSV

: human immunodeficiency t rrus : herpes simplev virus

IDV INI f
IP'I' IRIS

indinatir isonialid
isonia-id prerentire therapy = terapi profilaksi INI I : immune reconstitution inflammatory syndrome

LDH LDI.
LIP 1,11V L.PV /r
MAC

: lactate dehydrogenase latrr-density bpoprvtein


: lympho ytic interstitial pneumonia : lopinatir

lopinar ir/ ntonatir


: mycobactenum attum complex

N fl'CT
N FV

rratlxr-to^ivld mmsmiozon of HIT%= pcnularan HIV dan ibu ke anak


: ne4tinarir

N RTI NNRTI

: nucleoside retene transniptase inhibitor non-nucleoside rerun transniptase inhibitor

viii

NVP OHP

neiirapine oral hairy leukoplakia 10 tnfeksi oportunistik = 01(opportumstic infection)


PCP : pneumogstis jiroted pneumonia (sebel umnya pneumo ystis carima) PCR poly'merase chain reaction

PI PGL

PM'I'CT
RTV

protease inhibitor : persistentgenera6Zed lymphadenopathy; peradangan dengan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yang Was yang mchbatkan lebih dari dua tempat : Prevention of Mother-T o-Child Transmission of H1V = Penccgahan penularan HIV dan Ibu ke Anak
ritonatir

SD SQV

standard detiation = deviasi standar sagmnatir

PMS = IMS = STI : penyakit menular seksual = infeksi menular seksual = setually transmitted infection
TB -I'DF : tuberkulosis : tenofotir disopraail fumarate

TLC
TRIP-SMY TST

totallymphoyte count = jumlah limfosit total


: lrimethoprim-su /imethowtok arau kotrimoksasol (lihat CIA) : tuberculin skin test = tes kulit TBC

UL N
UNICEF

: upper limit of normal = nilai ambang atas normal

: United N,oons Clildreni Fund = Organisasi Diva untuk Dana Anak WHO : IVorld I lealth Organitiation = Organisasi Keschatan l)unia ZDV jidotudine (lihat juga AZI)
ASI air susu ibu

Integrated Mfanagemnet of Childhood Illnesses yang diterjemahkan sebagai Manajemen Terpadu Balita sakit MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
ELISA : enrim kinked immunoabsorbentAtsay, jenis pemeriksaan serologi dengan menggunakan enzim

IMCI

BB : berat badan C, 1-x. kotrimoksasol Ill : tuberculin unit, satuan dosis untuk tes tuberkulin

ix

DAFTAR KONTRIBUTOR

Editor Nia Kurniati (IDAI) Kontribitor: IDAI Zakiudin Munasin H. Hindra Irawan Satari Nia Kurniati M. Sholeh Kosim Dewi Murniati Sri Kusumo Amdani Rudy Firmansyah B Rivai DEPKES RI Sigit Priohutomo Nunung 8 Priyanti Asik Surya Dyah Erti Mustikawati Grace Ginting Munthe Ainor Rasyid Hariadi Wisnuwardana WHO Indonesia Sabine Flessenkaemper Sri Pandam Pulungsih Clinton Foundation Joseph Irvin Harwell Shaffiq M Essajee

Bagan Penilaian dan Tata Laksana Awal


Anak sakit berat, pajanan 1-1 IV tidal diketahui , dicurigai terinfcksi HIV

Anak dengan pajanan FIIV

Penilaian kemungkinan infeksi HIV dengan mcmeriksa: Status penyakit HIV pada ibu Pajanan ibu dan IYavI tcrhadalr ARN7 Cara kclahiran dan Iaktasi

I
Identifikasi faktor risiko HIV Status penyakit HIV pada ibu Transfusi darah Penularan seksual Pemakaian narkoba suntik Cara kelahiran dan laktasi

1
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi bila anak mempunyai Ganda dan gejala infeksi HIV atau infeksi oportunistik Lakukan pemeriksaan dan pengobaran yang sesuai

1
I.akukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi hila anak mempunyai tanda dan gejala infeksi HIV atau infeksi oportunistik Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai I Identifikasi faktor risiko dan atau tanda/gejala yang sesuai dengan infeksi HIV atau infeksi oportunistik yang mungkin disebabkan I IIV Pertimbangkan uji diagnostik HIV dan konseling Metode yang digunakan tergantung usia anak (prosedur II) Pada kasus status HIV ibu tidak dapat ditentukan dan uji virologik tidak dapat dikcrjakan untuk diagnosis infeksi I IIV pada anak usia < 18 bulan, uji antibodi HIV harus dikerjakan.

1
Identifikasi kebutuhan untuk ART dan kotrimoksazol untuk mencegah PCP (prosedur IX). Idcntifikasi kebutuhan anak usia > I tahun untuk meneruskan kotrimoksazol

Lakukan uji diagnostik HIV :titetode yang digunakan tergantung usia anak (prosedur II)

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antlretrovirat Pada Anak Di Indonesia

PCP = Pneu,mi ystis jirored7 pneumonia

Catatan: Sernua anak yang terpajan HIV sebaiknya dievaluasi oleh d( kter, bila mungkin doktcr anak
Manifestasi klinis IIIV stadium lanjut atau lutung CD4+ yang rendah pada ibu merupakan faktor risiko pentilaran HIV dan ibu ke bayi selama kehanulan, persalinan dan laktasi. Pemberian ART pada ibu dalam jangka waktu lama mengurangi risiko transmisi IIIV. Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PivITCl) dengan monoterapi AZT, monotcrapi AZT + dosis tunggal NVP, dosis tunggal NVP saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut sekitar 5-10"'%, 3-5%, 10-20"0, pada ibu yang tidak menyusui. Insiders transmisi sekitar 2'0 pada ibu yang menerima kombinasi ART.' Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko mendapat IIIV selama mendapat ASI.

i Antintrorirat drugs fir treating pngnant women and preventing HI!"injection in infanu i n resoum-6mrted semngs: towards unvesat aancc. Rtrommendations for a public health approach. U10 2006.

lagnosis Infeksi HIV pada Anak

2.1. Menyingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pada Bayi dan Anak i


Diagnosis definitif infeksi I IIV pads bayi dan anak mcmbutuhkan uji diagnostik yang memastikan adanya virus I I1V. Cji antibodi HI V mendeteksi adanya antibodi Ill V yangdiproduksi sebagai bagian respons imun terhadap uifeksi HTV. Pada anak usia >_ 18 bulan, uji antibodi I TIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.

Antibodi IIIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil positif uji antibodi I IIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan. Bayi yang terpajan IIIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi IIIV, namun diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan. Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan terkena infeksi IIIV Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi T I IV Baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6 minggu.

i Adaptasi dart Antiretrociral therapy of HII infection in infants and children in resource -limited .settings: towards universal aaess. WHO 2006. 6 Chanty Cf Cooper ER, Pelan SI, Zorilh, C, Hillyer G 4 ; DiaZ C. Serorerersion in human immunodeiaeng virus -etpo.red but uninfe ted infants. Pediatr Infra Du J.1995 .%1ay;14(5L-382-7. in RaEusan 7A, Parrott RH, SmerJL I1'mitatioxs in the laboratory diagnosis of crrti.-ally acquired HIV infection. J Acquir Immune Defic Syndr. 1991,-4(2).-116 -21.

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Anti retroviral Pada AnakDi Indonesia

Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak: 1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat i1SI, pemberiannya sudah dihentikan > 6 minggu HIV-DNA atau IIIV-RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal usia 1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV selama persalinan. Infeksi dapat disingkirkan setelah penghentian ASI > 6 minggu. 2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6 minggu Bila uji antibodi IIIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan selama 6 minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV. Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininva usia 9-12 bulan karena 74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi I LIV akan menunjukkan basil antibodi negatif pada usia tersebut.

Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak

2.1.1 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan Status HIV Ibu Tidak Diketahui

Anak usia < 18 bulan, sakit berat, pajanar HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung unfeksi HIV

Uji Viimlogi HIV

Tersedia

Positif f-

HIV posmf

I
Prosedure penilaian tndak lanjut dan testa laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur V)

Negatit

11

Apakah mendapat ASI

11

selatna 6-12 minggu terakhir

4
I..ihat pmsedur 11.1.2

Catatan: jika pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih

dahulu sebelum uji virologi pads anak. Apabila basil pemeriksaan FIIV pada ibu negatif, can faktor risiko lain untuk transmisi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko tennfeksi I IIV, sehingga Infeksi I IIV baru dapat disitngkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 mingo Lji virologi I IIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (iiralload) atau deteksi antigen p24. Uji virologi HIV dapat digunakan untuk memastikan diagnosis f IV pada usia berapa pun. Anak usia < 18 bulan dapat membawa antibodi IIIV maternal, schingga sulit untuk menginterpretasikan hasil uji antibodi I IIV. Olch karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji virologi I IIV yang dire koniendasikan. Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi IIIV pada spesimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang terbatas, uji antibodi IIIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk konfirmasi Infeksi.HIV.

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Ant iretroviral Pada Anak DI Indonesia

2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendanat ASI
Anak usia < 18 bulan dan mendapat ASI

(bu terinfeksi HIV

I
Tndak diketahui

Uji antibodi HIV a

Positit

"' i,gatit

I
Il1V positif Ulang uji virologi atau antibodi HIV setelah ASI Prosedur penilaian tindak lanjut dan tita laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur V) sudah dihentikan > 6 minggu h

egatif, hentikan ASI Lihat prosedur VIL2

Catatan: Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelutnnva, masilt mendapatkan ASI dan status ibu IIIV positif, sebaiknva segera lakukan uji virologi pada usia berapa pun.

a Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9 - 12 bulan. Sebanyak 74 /o aiak saat usia 9 bulatt, dan 96o anak saat usia 12 bulan, tidak tennfeksi HIV dan akin menunjukkan hasil antibodi negatif b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi H1\, sehingga infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu . Hasil up antibodi HIV pada anak yang pernbenan ASlnya sudah dihentikan dapat menunjukkan basil negatif pada 4-26 anak, tergantung usia anak scat diuji , olch karma it-Li uji antibodi HIV konlirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.

Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak

2.1.3 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu HIV Positif, dengan Hasil Negatif Uji Virologi Awal dan Terdapat Tanda / Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnya

Anak usia < 18 bulan dengan hasil negatif uji virologi awal dan terdapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut

HIV negatif

111V positif

IAang uji virologi atau antibodi IV setelah ASI dihentikan > 6 minggub

IvIcI gcya

Anak < 18 Bulan dan Terdapat TandalGejala HIV Yang Berat

Bila ada I kriteria berikut PCP, meingitis kriptokokus, kandidiasis esofagus "I'oksoplasmosis Malnutrisi berat yang Atau

Minimal 2 gejala herikut: Otal thnush Pneumonia berat Sepsis berat Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit

tidak membaik dengan pengobatan standar

HIV yang Ian jut pada ibu CD4+ < 20%

b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.

Pedoman Tatalaksana Infeksi I IIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

Catatan:
Menunit definisi Integrated Management of Childhood Illness (1MC1): a. Oral thrush adalah lapisan putih kckuningan di atas mukosa yang normal atau kemerahan (pseudomcmbran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal. b. Pneumonia adalah batuk atau sesak papas pada anak dengan gambaran chest indranm , stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang sclama episode sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.

c. Sepsis adalah d emam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang

herat seperti bernapas cepat, chest indravinn, ubun-ubun besar membonjol,


letargi, g erakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-lain.

Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak

11.2. Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak >_ 18 Bulan

Anak usia ? 18 bulan dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV

HIV negatif

Ya Ulang uji antibodi lily setelah ASI dihentikan > 6 minggu b

cgatif Konfirmasi uji m ibodi HIV Inkonklusif. Lanjutkan sesuai pedoman uji HIV pada dewasa

'1'idak 'Panda; gcj.ila sesuai infeksi I IIV Y

Inkonkiusif. Konfirmasi uji Lanjutkan sesuai antibodi HIV pedoman uji HIV pada dewasa a

Ncgatif

HIV positif HIV positif

a Prosedur uji fly hares mengikuti pedoman dan algoritma Hl V nasional. b Anak yang mendapst ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dipat disutgkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.

10

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral Pada Anak Di Indonesia

Catatan: Hasil positif uji antibodi I HV awal (rapid atau ELISA) hams dikonfirmasi
oleh uji kcdua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertarna harus merniliki sensitivitas tertinggi, scdangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi daripada uji pertama. Unnimnya, WHO menganjurkan uji yang tnempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi.
Di negara dengan estimasi prevalensi HTV rcndah, uji konfirmasi (uji antibodi I I1 V ketiga) diperlukan pada bayi dan anak yang asimtomatik tanpa pajanan tcrhadap I I IV Diagnosis definitif HIV pada anak >_ 18 bulan (nlvayat pajanan diketahui atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme pada dewasa.

0 Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.

Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan ' V, Usia < 18 Bulan dengan Penetapan `Y^agnosis HIV Belum Dapat Dipastikan atau idak Memungkinkan
Sudahkah anda melalui prosedur II?

Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya. Berikan kotrimoksazol untuk mencegah pneumonia Pneumocystisjirot d (prosedur IV), juga malari, diare bakterial dan pneumonia Nilai tanda dan gejala infeksi I IIV. Bila ada dan konsisten dengan infeksi HIV yang berat, pertimbangkan untuk memberi ART (proscdur VI dan lampiran A, bagian A). Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik, lakukan prosedur diagnosis dan berikan terapi bila ada kecurigaan (lihat lampiran A, bagian B). Nilai situasi keluarga dan hen bimbingan, dukungan dan terapi untuk keluarga dengan infeksi I IRI atau yang berisiko. Iakukan uji antibodi HIV mulai usia 9-12 bulan. Infeksi HIV dapat disingkirkan hila antibodi negatif dan bayi sudah tidal: mendapat ASI > 6 minggu (prosedur 11.2). Diagnosis I lIV pada anak usia < 18 bulan di tempat dengan fasilitas kesehatan terbatas tidak mungkin dilakukan karena belum tersedia pemeriksaan PCR DNA-I IIV atau RNA-HIV atau antigen p24.

Simpulan Prosedur Uji HIV


Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibodi HIV inenggttnakan ELISA atau rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap infeksi HIV apabila dalam 6 minggu terakhir tidak mendapat ASI. Bila pada umur < 18 bulan hasil pemeriksaan antibodi IIIV positif, uji antibodi perlu diulangi pada usia 18 bulan untuk menvingkirkan kemungkinan menetapnya antibodi maternal. Bila pada usia 18 bulan hasilnya negatif, maka bayi tidak mengidap HIV asal tidak mndapat ASI selama 6 minggu terakhir sebelum tes. Untuk anak > 18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test.

rofilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk neumonia Pnemocystis Jiroveci

4.1. Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV Positif
Bays tcrpajan I iIV

Mulai kotrimoksazol scat usia 4-6 minggu dan dilanjutkan hingga infeksi HIV dapat disingkirkan ( lihat prosedur II)

I va
Uji virologi I IIV usia 6-8 minggu T

HIV positit

Prosedur penilaian tindak lanjut dan tata laksana setelah konfirmasi diagnosis HIV (prosedur `) Catatan: I)osis kotrimoksazol lihat lampiran 11. I ,ihat pula panduan PM I CT

I lentikan kotrimoksazol, kecuali mendapat ASI

Lanjutkan kotrimoksazol hingga usia 12 bulan atau diagnosis HIV dengan cara lain sudah disingkirkan

Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIS' Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan I IIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol tidak menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.

Profilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk Pneumonia Pnemocystlsliroveci

13

4.2. Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak


< 1 tahun Profilaksis kotrimoksazol secara umum diindikasikan mulai 4-6 minggu setelah lahir dan dipertahankan sampai tidak ada risiko transmisi HIV dan infeksi HIV disingkirkan Profilaksis kotrimoksazol diindikasikan tanpa melihat persentase CD4+ atiu status klinis 1- 5 tahun Stadium WHO 2-4 tanpa melihat persentase CD4+ A'I'AU Stadium WHO berapapun dengan CD4+ < 250,'o > 6 tahun Stadium WHO berapapun dan CD4+ < 350 ATAU Stadium WHO 3 atau 4 dan berapapun nilai CD4+

Catatan: Bila fasilitas kesehatan terbatas, kotrunoksazol dapat mulai diberikan bila CD4+ < 25o pada usia < 5 tahun atau < 350 sel/mm3 pada usia ? 6 tahun, dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan malaria , diare bakterial, pneumonia dan pencegahan PCP serta toksoplasmosis. Anak asimtomatik umur > 12 bulan (Stadium I \X'HO) tidak memerlukan profilaksis kotnmoksasol. Tetapi dianjurkan untuk mengukur lutung CD4+ karena pada anak yang asimtomatik, profil laboratorium dapat menunjukkan sudah terjadinya ittiunodetisiensi.

2nilaian dan Tata Laksana Setelah agnosis Infeksi HIV Ditegakkan

Sudahkah anda mengeryakan prosedur II, III dan IV?

Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya. Nilai status imunisasi dan berikan imunisasi yang sesuai. Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik (lihat lampiran A) dan pajanan '1B. Bila dicurigai terdapat infeksi oportunistik (10), lakukan diagnosis dan pengobatan 10 sebelum pemberian ART.

Lakukan penilaian stadium penyakit I IIV menggunakan kriteria klinis (Stadium klinis WHO 1 sampai 4) (prosedur VI, lampir n A bagian A). Pastikan anak mendapat kotrimoksazol (prosedur TV). Identifikasi pemberian obat lain yang diberikan bersamaan termasuk obat tradisional, yang mungkin mempunyai interaksi obat dengan ARV

Lakukan penilaian status imunologis (stadium WHO) (prosedur VI) Periksa persentase CD4+ (pada anak < 5 tahun) dan hitung CD4+ (pada anak >_ 5 tahun). Hitung CD4+ dan persentasenya memerlukan pemeriksaan darah tepi lengkap. Hitung limfosit total merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk memulai pemberian ART bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia (prosedur VI).

Penilalan dan Tata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi HIV Ditegakkan

15

Nilai apakah anak sudah memenuhi kriteria pemberian ART (prosedur VII). Nilai situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya Identifikasi orang yang mengasuh anak ini dan kesediaannya untuk mcmatuhi pengobatan dan pemantauan pada anak tcrutarna ART. Nilai pemahaman keluarga mengenai infeksi IIIV dan pengobatannya serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga. Nilai status ekonomi, termasuk kemampuan untuk fnernbiayai perjalanan ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang lain, dan mampu menyediakan lemari pendingin untuk obat .1RV tertentu.

Catatan: Keberhasilan pengobatan ART pada anak memerlukan kerjasama pengasuh atau orang tua, karcna mereka harus metnahami tujuan pengobatan, mematuhi program pengobatan dan pentingnya kontrol. Bila banyak yang mengasuh si anak, saat akan memulai pengobatan AR"I' maka harus ada satu yang utama, yang memastikan bahwa anak uii minum obat. Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan keluarga. JANGAN MULAI MFMBERIKAN ARV kecuali bila keluarga sudah siap dan patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus perlu diberikan bag' anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit I II V dan mendukung keluarga yang mengasuh anak IIIV. Umumnya orangtua dan anak lain dalam keluarga inti tersebut juga terinfeksi I IIV, maka pcnting bagi manajer program untuk memfasilitasi akses terhadap terapi untuk anggota keluarga lainnya. Kcpatuhan berobat umumnya didapat dengan pendekatan terapi keluarga.

tadium HIV pada Anak

6.1. Kriteria Klinis

Klinis Asimtomatik Ringan Sedang Berat (lihat lampiran A, bagian A.) Catatan:

Stadium Klinis VMH7 -jll 1 2 3 4

Stadium klinis anak yang tidak diterapi ART dapat menjadi prediksi mortalitasnva. Stadium kinis dapat digunakan untuk memulai pembenan kotrimoksazol dan memulai ART khususnra bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia.

6.2. Kriteria Imunologis


6.2.1

Nilai CD4+ Menurut tlmur

lmunodcfisicnsi
Tidak ada Ringan Sedang Berat

<11 bulan
> 35 30 - 35 25-30 < 25

(%)

12-35 bulan
> ill 25- 30 20 - 25 < 21)

(%)

36-59 bulan
> 25 20 - 2i 15-20 < 15

(./o)

> 5 tahun (sel /mm')


> 54)4) 350 - 499 200-349 < 200 atau < 150

I-

Stadium HIV pada Anak

17

Catatan: CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi.


Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih dahulu dibandingkan kondisi klinis. Pemantauan CD4+ dapat dgunakan untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak < 5 tahun digttnakan persentase CD4+. Bila > 5 tahun, persentase CD4+ clan niWi CD4+ absolut dapat digunakan. Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefisiensi berat pads anak > 1 tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak < I tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak dapat memprediksi mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai CD4+ yang tinggi.

'Kan

)ta I

^e ^od Nilai TLC Berdasarkan Umur < 11 bulan ( sel/mm3) TLC CD4+ <4000 <1500 12 -35 bulan (sel / mm3) <3000 <750 36 - 59 bulan (sel/mm3) <2500 <350 >_ 5 tahun (sel/mm) <2000 at-au <200

Catatan: Hitting limfosit total (I'LC) dgunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak dengan stadium 2. Hitung TLC ticlak dapat dgunakan untuk pemantauan terapi ARV Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit.

Kriteria Pemberian ART Menggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis


Sudahkah anda mengedakan prosedur V dan VI?

7.1 Bagan Pemberian ART Menggunakan Kriteria Minis


Anak deng-aan 11"- positif CD4+ menunjukkan imonodefisiensi berat yang dikaitkan dengan I IIV Ulang pemeriksaan CD4+ dengan sampel berbeda

Tidak

1'a

MuLti AR!'

Jika CD4+ tidak mcnunjukkan imunodefisiensi berat yang dikaitkan dengan HIV, tunda ART

173 = tuberarlosis. LIP = lymphoid- interstitial pneumonilis . 0! IL = oral hairy leukoplakia

Krlteria Pemberian ART Menqgunakan Krlterla Kllnls dan Imunologls

19

Catatan: Risiko kematian tertinggi tcrjadi pada anak dengan stadium Minis 3 atau
4, sehingga harus segera dimulai ART. Anak usia < 12 bulan dan tenrtama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi cintuk menjadi progresif atau coati pada nilai CD4+ normal. Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pultnonal dan kelenjar serta lwvnphoiti-interrtitial pneumonitrs (UP), kadar CD4+ harus diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut. Nilai CD4+ dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang didentanya. Bila mungkin hanis ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas scbelum ART dimulai. Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+ setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih muds. Pemantauan 'II,C tidak diperlukan. Bila terdapat > 2 gcjala yang memenuhi stadium 2 WHO clan pemeriksaan CD4+ tidak tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART (prosedur IV.2).

20

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl AntlretrovIral Pada Anak Cif Indonesia

7.2 Bagan Pemberian ART pada Anak < 18 Bulan Tanpa Konfirmasi Infeksi HIV dengan Tanda dan Gejala Penyakit HIV yang Berat (Lanjutan Prosedur 2.1.4)
Aiiak usia < 18 bulan dengan status infekst belum pasti

Mlulm AKI' (prosedur IX)

1. Anak < 18 bulan dcngan uji antihodi H IV positif dan berada dalam kondisi klinis yang bcrat dan tes PCR tidak tersedia hares segera mendapat terapi ARV setelah kondisi klinisnya stabil . Tes antihodi hares diulang pada usia 18 bulan. 2. A iak < 18 bulan dengan till PCR positif dan kondisi klinis yang berat atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4+ < 25 o harus mendapat ART secepatnya. Tes antibodi hares dilakukan pada usia 18 bulan. 3. Anak > 18 hulan dengan hasil till antibodi positif dan apakah sedang dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25 o sebaiknya juga mcndapat ART.

a Pada anak dengan diagnosis presumptif HIV dan imunodefisiensi bcrat, penentuan stadium klinis tidak mungkin dilakukan. b Diagnosis presumptif lihat prosedur 2.1.4

emantauan Anak Terinfeksi HIV yang idak Mendapat ART

. Pemantauan teratur dire kornendasikan tmtuk: Memantau tumbuh kembang dan memberi layanan rutin lainnya Mendeteksi dini kasus yang memerlukan ART. Menangani penyakit terkait HIV atau sakit lain yang bersamaan, yang bila secara dim ditangani dapat memperlambat perjalanan penyakit. Memastikan kepatuhan berobat pasien, khususnya profilaksis kotrimoksazol. Memantau basil pengobatan dan efek camping. Konseling. Selain hal-hal di atas, orangtua anak juga dianjurkan untuk membawwa anak bila sakit. Apabila anak tidak dapat datang, maka usaha seperti kunjungan rumah dapat dilakukan.

22

PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Klinis Evaluasi klinis Berat dan tinggi badan Status nutrisi dan kebutuhannya Kebuttthan CTX dan kepatuhan x l X X 1 1 ` X X' ` 1 ` X X X X

berobat

Konscling untukrnencegah pemakaian narkoba, penularan PMMS dan kehatnilan 5 Pencegahan 10 dan pengobatan 6 Laboratorium Fib and leukosit SGP"l' 3 CD4+4, atau absolut 4 ` X 1 X 1 1 1 1

1 Termasuk ananuiesis , pemeriksaan fisik dan penilaian tutnhuh kembang. t?ntuk anak < 12 bulan, frekuensi pemantauan harus lehih senng karena risiko progresifitas tinggi 2 Lihat prosedur I V dan lampiran I I yang merujuk pemberian profilaksis kotnmoksazol. 3 SGP"I' pada awal aclalah pcmantauan minimal untuk kcrusakan halt . Bila nilai SGPT > 5 kali nilai normal, maka perlu (lilakukan pcmenksaan fungsi hati yang lengkap, dan juga hepatitis B serta hepatitis C. 4 CD4+ digunakan untuk anak < 5 tahun . tintuk anak > 5 tahun, gunakan nilai absolut CD4+. TI.C dapat digtmakan hila penilaian CD4+ tidak tersedia untuk mcngklasifikasi imunodeftsicnsi berat dan memulai pembenan ART. 5 Pada retnaja putri berikan konseling mengcnai pencegahan kchatnilan dan penyakit menular seksual (l'MS). Konseling juga mcliputi pencegahan transmisi I I1,' kepada orang lain, dan risiko transmisi I I I V kcpada bayi. 6 l.akukan penilaian pajanan TB (lampiran B dan G).

,ersiapan Pemberian ART

Pastikan Anda mengeij akan prosedur II hingga VII dahulu


Memulai pemberian ART bukan suatu keadaan gawat darurat. Namur setelah ART dimulai , obat ARV harus diberikan tepat waktu setiap han. Keticlakpattihan berobat merupakan alasan utama kegagalan pengobatan. Memulai pemberian ART pads saat anak atau orangtua belum siap dapat mengakibatkan kepatuhan yang buruk dan resistesi ART.
Persiapan pengasuh anak Pengasuh harus mampu untuk Mengern pegalanan penyakit infeksi HIV pads anak, keuntungan dan efek samping ART Mengerti pentingnya meminum ARV tepat waktu setiap hari dan marnpu memastikan kepatuhan berohat Bertanggung jawab langsung untuk mengamati anak meininum ARV setiap han bertanggung jawab untuk mernastikan kepatuhan berohat pada remaja . Pemantauan Iangsung konsumsi obat pads remaja mungkin tidak diperlukan. Pcngasuh dapat memberikan tanggung jawab kepada remaja tersehut untuk meminum ARV Menyimpan ARV secara tepat Memv*idcat care mega zripur slat mengulntc ART Mampu menyediakan ART, pemantauan lahoratorium dan transportasi ke rumah sakit bila diperlukan Persiapan anak

Anak yang rnengetahui status IiIV mereka (penjelasan diberikan olch tcnaga kesehatan sesuai tingkat kcdewasaan anak) harus marnpu untuk: Mengerti perjalanan pemakit infeksi HIS, keuntungan dan efek samping ART Mengerti pentingnya meminum ARV tepat waktu setiap hari dan mampu patuh berobat Anak yang tidak mengetahui status I IHV mereka harus diberikan penjelasan mengcnai alasati meminum ARV dengan menggunakan penjelasan sesuai umur tanpa harus menggunakan kata IIi V atau AIDS Mereka harus mampu until Siap dan setuju untdt mendapat ART (tergantung maturitas , namun biasanya pada anak > 6 tahun . Penjelasan diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai tingkat maturitas anak) Mengerti pentingnya mcminum ARV tcpat waktu setiap han dan mampu patuh berobat

Setuju dcngan rcncana pengobatan Pengasuh / anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen ART dan perjanjian tindak lanjut (foLow tp) yang dapat dipatuhi oleh pengasuh/anak

j Penilaian pcraiapan pengobatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kcpatuhan Ndai pemahaman pengasuh/ anak mengenai alasan meminum ARV, respon pengobatan, efek samping dan bagaimana ART diminum (dosis , waktu dan hubungannya dcngan makanan) Nilai faktor yang dapat mcmcnuhi status III V. Membuka status HIV bukan prasyarat untuk mcmulai ART, namun membuka status HI V dianjurkan bila pcngasuh slap dan anak dianggap matur dan dapat menyimpan rahasia _Dukungan tenaga kesehatan diperlukan

10

ekomendasi AR -1

10.1 Rejimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) + I Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor ( NNRTI)
Berdasarkan ketersediaan dan pedoman AR1', terdapat 3 kombinasi NR'fl yang dapat diberikan. Sebagian besar ARV yang tersedia untuk dewasa juga bisa digunakan utuuk anak anak, tetapi bentuk sediaan obat yang khusus anak belum tentu tcrscdia, oleh karena itu diperltdcan modifikasi pemberian, dalam bentiik pembagian tablet dan pembuatan puycr. Sekarang sudah ada tablet ARV kombinasi dosis tetap (fixed dose combination = I'DC) yang direkomendasikan olch WHO, yang mengandung stavudin (d4T), lanuv-udin (3TC) dan nevirapin (NVP). Meskipun zidovudin (AZT) lebih dianjurkan sebagai pihlian pertama untuk ARV, tetapi dengan mudahnya pemberian FDC, maka saat IM mulai banyak digunakan di negara lain. Langkah 1 : Pilih I NRTI untuk dikombinasi dengan 3TC a: NRTI Zidovudin (AZT)b dipilih bila Hb > 7,5 g/dl) 6euntungan \Z_'f kurang mcnyebabkan lipodistrofi dun asidosis laktat AZT tidak memerlukan pcnvimpanan di lemari pendingin Kerugi AZT kurang Efek samping inisial gastrointestinal AZT lebih banyak Dalam bentuk sirup A7.T jauh lebih banyak dan toleransi pasien rendah Anemia dan neutropenia berat dapat terjadi. Pemantauan darah tepi Iengkap sebelum dan sesudah tetapi berguna terutama pada daerah endemik malaria

Rekomendasi ART

25

IVRT!
Stavudin(d4'I) c

Keuntungan d4T memiliki efek camping gastrouitesinal dan anemia lebih sedikit dibandingkan AZT

Kerugian d4T lebih sering menimbulkan lipodistrofi, acidosis laktat dan neuropati perifer Sirup d4T memerlukan penyimpanan lemari pendingin. Kapsul terkecil adalah 15 mg, cukup untuk anak dengan berat > 15 kg ke atas

Abacavir(ABC)

ABC paling sedikit menimbulkan lipodistrofi dan acidosis laktat Toksisitas hematologik ABC sedikit dan toleransi baik ABC tidak memerlukan lemari pendingin
AliC mempunyai cfik;t^i balk

ABC dihuhungkan dengan potensi hipersensitivitas fatal sebesar 3 % pada anak-anak di negara maju ABC lebih mahal dari AZT and d4T dan tidak ada bentuk gencrik

a 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena mernihki catatan efikasi, keamanan dart tolerabilitas yang baik . Namun mudah timbal resistensi bda tidak patuh minum ARV. b Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat dipertimbangkan pemberian Abacavir(ABC) atau Stawdin (d4T). Karena FDC belum ada yang mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4T. c Dengan adanya risiko lipodistrofi pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4T ke AZT (bila [lb anak ? 8 gr/dI). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu mempertimbangkan masak - masak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC.

26

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Langkah 2: Pilih 1 NNRTI


l NNRTI
Nevirapin (NVP) a,b

Keuni ungatt
NVP dapat diberikan pada setnua umur Tidak memiliki efek teratogenik Tersedia dalam bentuk pil dan sirup.Tidak memerlukan Leman pendingin N\P merupakan salah saw kombinasi obat yang dapat digtmakan pacla anak yang lebih tua Insidens ruam lebih tinggi clan EFV.. Ruam NVP mungkin herat dan mengancam jiwa Dihubungkan dengan potensi hepatotoksisitas yang mampu mengancam jiwa Keduanya lebih senng terjadi pads perempuan dengan CD4+ > 250 cells/ mm, karenanva jika digunakan Pala rema)a putri, pemantauan ketat pada 12 minggu pertama kehanulan diperlukan (nsiko toksik tingg) Rifampisin menurunkan kadar NVP lebih berat dan EPV

Efavircnz (I-.F\) b

EFV mcnyebabkan roam dan hepatotoksisitas lebiln sedikit dan NVP. Roam yang muncul umumnva organ

EFV han ya dapat ditnmakan pada anak ? 3 tahun atau BB ? 10 kg Gangguan SSP sementara dapat terjadi pada 2(-366 anak, jangan diberikan Pala anak dengan gangguan psikiatnk berat El-%' mennliki efth teratogvuk, hares dihunclari pada remaja putri yang potensial untuk hanxil Tndak terseclia dalam bentuk sirup EFL chili mahal danpada N V P

Kadarnya lebih tidak terpengaruh oleh nfampisin dan dianggap scbagat NNR'11 tcrpihh pada anak yang mendapat terapi TB

Pala anak yang belum dapat menelan kapsul, kapsul EFV dapat diind a cLun ditanbahkan pads mm uin.u, ,tau makes 'an

Ringkasan pemilihan ART lini pertama Pilih 3 ()bat dcngan vvarna yang berbeda, kecuali bila tersedia FDC, otomatis 1nenggunakan d4T, 31 C, dan NVP

3TC

a Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu dalarn program pencegahan penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai nsiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen bcrbasis NNRTI. OIeh karma itu, 2 NRl'1 + I NNRTI tetap merupakan pihhan utama untuk anak -anak tersebul b NNRTI dapat menurunkan kadar obat kontrasepsi yang tnengandung estrogen. Kondom hares selalu digtmakan untuk mencegah penularan HIV tanpa melihat scrostatus I IIV. Remaja putri dalam masa re-produktif yang mendapat EFV harus menghindan kchamilan (lampiran C).

Rekomendasl ART

27

10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak Mendapat Terapi TB dengan Rifampisin
)ika terapi 1'B telah berjalan, maka ART yang digunakan:

2 NRT1

F.FV (anak ? 3 tahun)

A/ I' atu d4'1' + 3'I'C + :\BC 2NR'l'l NVP a Lanjutkan rejimen sesudah tempi TB selesai

Sesudah terapi ' IB selesai alihkan ke rejimen lini pertama 2NRTI + NV''P atau EFV untuk efikasi lebih baik 2 NR'1'l + NVI'

Ganti ke 2NRTI + ABC atau 2 NRTI + EFL' (umur > 3 tahun)

Catatan: Apabila diagnosis TB ditegakkan, tempi TB harus dimulai lebih dabulu dan
ART diberikan 2-8 minggu setelah tunbul toleransi tempi TB dan untuk menurunkan risiko suidrom pulih imam ( immune reconstitution inflammatory _yndrome, IRIS). Keuntungan dan kerugian memilih ALT atau d4T + 31'C + ABC: - Keuntungan : Tidak ada interaksi dengan nfampisin. - Kerugian : Kombuiasi ini memihki potensi yang kurang dibandingkan 2 NR'I'I + EFV. ABC lebih mahal dan tidak ada bentuk genenk.

a Pada anak tidak ada informasi mengenai dosis yang tepat untuk NW dan EFV bih digunakan bersamaan dengan rifampisin . Bda terdapat perangkat pemeriksaan fungsi ham , dosis NVP dapat dinaikkan 30'o. Sedangkan dosis standar EI V tetap dapat digunakan.

28

PedomanTatalaksana Infeksl HIV danTerapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah mendapat ART:

I + ABC
I + EFL'

L 1, ruskan Teruskan Gantikc2 NRTI+ABCatau2NR1'I+ I- v (umur > 3 tahun)

7 2R" 'I+ NVP

Catatan: 'I'idak ada interaksi obat antara NR'I'i dan rifampisi.n.


Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV sebesar 25%. Belum ada informasi perubahan dosis NVP dan EFV bila digunakan bersama rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan fiingsi hati, dosis NVP dapat dinaikkan 30%. Scdangkan dosis standar FFV tetap dapat digunakan. Obat 1'B lain tidak ada yang berinteraksi dengan ART Pada pengobatan '1B, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus digunakan dalam rejunen pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan pertama pengobatan. Pergantian terapi '1'B dari rifampisin ke non rifampisin dalam masa pemchharaan tergantung pada kebijakan dokter yang merawat. Efek hepatotoksisitas obat anti TB dan NNRIl dapat tumpang tindih, karma itu diperlukan pemantauan fungsi hati. 'I'ctap waspadai kenwngkinan sindrom pulih unun (IRIS)

11

Memastikan Kepatuhan Jangka Panjang dan Respons yang Balk Terhadap ART

Kerja sama tim antara tenaga kesehatan, pengasuh dan anak dibutuhkan untuk memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART

'1'cnaga kesehatan perlu memahami masalah orangtua/anak dan dapat memberikan dukungan yang positif
Nleminum ARV tepat waktu setiap hari bukanlah tugas yang mudah. '1'enaga kesehatan tidak boleh mencerca atau menegur apabila pengasuh/ anak tidak patuh, namun bekerja sama dengan mereka untuk menyelesaikan masalah yang mempengaruhi kepatuhan.
Alaaan tidak patuh

a. Doeia terlewat ( nriues doses) Tanyakan apakah anak tclah mclewatkan dosis dalam 3 hari terakhir dan scjak kunjungan terakhir Tanyakan waktu anak meminum ARV 'ran vakan alasan ketidakpatuhan Dosis terlcwat dapar terjadi: -^ waktu minum obat tidak scsuai dengan kebiasaan hidup pengasuh/anak tidak cnak - Masalah penyediaan ART (finansial, resep inadekuat) - Anak menolak (khususnva pads anak yang lebih tua yang jenuh minum obat *tau tidak mengetahui status I II V nya) b. Doaia tidak tepat . 'lenaga kesehatan harus memastikan pads setiap kunjungan: - dosis setiap ARV - cars penyiapan ARV cara penyimpanan ARV

- Rcjimcn ohat susah diminum karena ukuran pil besar atau volume sirup, rasa

c. Efck camping Efek samping yang berat harus diperhatikan dan ditangani dengan tepat Efek samping minor yang tidak mengancam jiwa seriug tidak dipantau atau ditatalaksana dan mungkin menjadi alasan ketidakpatuhan Lipodistrof dapat menycbabkan remaja berhenti minum obat

d. Lain-lain Banyak alasan lain yang menyebabkan anak tidak patuh dalam bcrobat. C'.ontohnya hubungan yang tidak balk antara tenaga kesehatan dengan keluarga, penyakit lain yang menyebabkan pengobatan anak bertambah , masalah sosial, perubahan pengasuh, pengasuh utama sakit, dan lain-lain.

30

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Solusi yang disarankan

I
Tata laksana Mencari yahu alasan jadwal ARV tidak ditepati, untuk: - mencari tahu waktu minum obat yang sering terlewat - mencari tahu alasan dosis terlewat saat waktu tersebut - bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur jadwal yang sesuai - dapat menggunakan alat bantu seperti boks pil atau jam alarm Mencari tahu alasan rejimen ARV susah diminum - bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur rejimen/formula yang sesuai
- melatih menclan pil untuk mengurangi jumlah sirup yang diminum Mencan tahu alasan penyediaan ARV terganggu

- bantu pengasuh untuk menyelesaikan masalah ini Mencari tahu alasan anak menolak ART - konselntg, khususnya peergmup cminseling - apabila anak tidak mengetahui status HIV, tenaga kesehatan bekerja sama dengan pcngasuh untuk membuka status 1{IV

Tata laksana Alat bantu seperti boks pil. l)apat juga kartu tertulis atau bergambar mengenai keterangan rejimen secara rinci Periksa dosis dan mints pengasuh/anak untuk menunjukkan cara menviapkan ART Scsuaikan dose menurut TB/BB anak

Tata laksana Efek samping harus ditangani dengan tepat, tanpa melihat derajat keparahan Tenaga kesehatan perlu memperhatikan efek samping minor dan apa yang dirasakan anak Pertimbangkan mengubah ART pada rejimen yang kurang menyebahkan bpodistrofi

Tata laksana
Tenaga kesehatan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan bersahabat sehingga pcngasuh/anak merasa nyaman untuk menceritakan masalah yang menjadi penyebab ketidakpatuhan Atasi penyakit sesuai prioritas, menghentikan atau modifikasi ART mungkin diperlukan
Melihatkan komunitas di luar klinik sebagai kelompok pendukung

12

Pemantauan Setelah Mulai Mendapat ART

Klinis Evaluasi Minis Berat dan tinggi 1 x x Z \ 1 x X x X 1 1 \ Y k ^: X t x 1

badan
Perhitungan dosis

ART I

l 1

Obat lain yang


bersamaan 2 Nilai kepatuhan

minum obat 3

1 Pasien anak yang diben ART dengan cepat bcrtambah herat dan tingginya sesuai dengan pertumbuhan, karenanya penghitungan dons harus dilakukan setiap kontrol. Dosis yang terlalu rendah akan menimbulkan resistenst. 2 Obat yang diminum bersantaan harus ditanyakan setiap kali kunjungan seperti apakah kotrimoksazol diminum (pada anak yang tenndikasi) atau ada ohat lain yang potensial berinteraksi dengan ART (lampiran D). 3 Kepatuhan minum ohat ditanyakan dengan cars menanyakan dosis y ang tedewat dan waktu anak minum obat . Yang ideal adalah menghinmg sisa tablet atau puyer , atau sisa sirup bila tersedia sediaan sirup.

32

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Laboratorium Fib dan leukosit 4 Kinua da.tah Iengkap 5 Tes kchamilan pada rcmaja 6 1 k x

Catatan: Apabila anak tidak dapat datang untuk tindak latijut, maka hares diupayakan untuk menghubungi anak/orang tua (misainva dengan telcpon atau kunjungan rumah). Pengasuh hares didorong untuk membawa anak bila sakit, khususnya pada beberapa bulan pertama pemberian ART karena adanya efek samping dan intolcransi.

4 Pemantauan kadar hemoglobin (Hb) dan leukosit harus dilakukan bila anak menenma AZT pada bulan 1, 2 dan ke 3. 5 Pemcriksaau kirnia darah lengeap mcliputi enzim - enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lemak, amilase, lipase dan elektrolit . Petnantauan bergantung pada gelala dan obat ART yang dipilih. Pada rcmaja puts dengan CD4+ > 25(1 sel/mm' pcmantauan fungi hati dalatn 3 bulan pertama ART dipertimbangkan bila memakai NVP. luga pada kasus anak dcngan koinfeksi hepatitis R dan C atau penyakit hati laimrya. 6 Tes kchamilan harus dilakukan pada remaja putri y ang akan mendapat EF-V, dan iuga dilakukan konseling keluarga. 7 Apabda terdapat perburukan klutis. maka pcmeriksaan CD4+ lehih awal dilakukan . I litung lunfosit total tidak dapat digunakan untuk pcanantauan terapi ART selwtgga tidak dapat menggantikan CD4+. Bila pemenksaan CD4+ tidak tersedia, gunakan parameter kluus untuk pemantauan.

13

IL:-;valuasi Respons Terhadap ART

13.1. Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit)

Anak dengan AKI' pada kunjungan berikutnva

Lihat prosedur 13.2

Ulangi konsultasi Ulangi konsultasi kepatuhan berobat nutrisi Memperkuat Memperkuat dukungan nutrisi dukungan pengobatan

34

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

13.2. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada


Anak Tanpa Perbaikan Minis pada Kunjungan Berikutnya ( follow up visit)

Lanjutkan ART

Ya Lihat prosedur 13.3

Ulangi konsultasi kepatuhan berobat Memperk-uat dukungan pengobatan

Ulangi konsultasi nutnsi Memperkuat dukungan nutnsi

a Perbaikan laboratorium ( hiasanva terjadi dalam 2 4 minggu) Kenaikan hitung atau persentase CD4+. Kenaikan kadar hemoglobin, leukosit dan tromhosit.

Evaluasi ResponsTerhadap ART

35

13.3. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan Minis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit)
Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan imunologis pada kunjungan berikutnya

l'a Timbulnya Periksa penyebab penyakit barn 1'idak

Lanjtkan ART

Infeksi oportunistik baru

IRIS

Terkait ARV Toksisitas Intcraksi obat Jika ART > 24 minggu, pertimbangkan kegagalan pengobatan

Ikn kit ,unak lnasa

Lanjtkan ART

Catatan: Sesuai stadium klinis 3 dan 4 %U 10, kejadian kluus baru didefinisikan sebagai infeksi oportunistik yang baru atau penvakit yang biasanya berhubungan dcngan HIV

14

i ata Laksana Toksisitas A RI

14.1. Prinsip Tata Laksana Toksisitas ARV


1. Tentukan beratnya toksisitas 2. Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi karena (satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya 3. Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus pads anak yang timbul iktcrus pads AR'I) 4. Tata laksana efek simpang bergantung pads beratnya reaksi. Secara umum adalah: Derajat 4: Reakriyan mengancamjiwa (lanpiran E): segera hentikan semua obat ARV, beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan rejimen yang sudah dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas) setelah pasien stabil Derajat 3: Reakri berat. ganti obat yang dimaksud tanpa menghentikan pemberian ARV secara keselunrhan Derajat 2: Reaki sedang: beherapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati perifer) memedukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap mclanjutkan rejimen yang sekarang sedapatnya; jika tidak ada perubahan dengan terapi simtomatik, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV Derajra 1: Reakci nngrt: memang mengganggu tetapi tidak memedukan penggantian terapi. 5. Tekankan pentingnya tetap meminum ohat meskipun ada toksisitas pads reaksi ringan dan sedang. Pasien dan orangtua diyakinkan bahwa beherapa reaksi ringan akan menghilang sendiri selarna ohat ARV tetap diminum 6. jika diperlukan untuk menghentikan pemberian ART karena reaksi yang mengancam jiwa, semua ART harus dihentikan sampai pasien stabil

Catatan: I)erajat ber<a tnya toksisitas dan tata laksana terdapat pada larnpiran E. Kebanyakan reaksi toksisitas ARV tidal: herat dan dapat diatasi dengan mcmbcri tempi suportif. F:fck samping minor dapat menyebabkan pasien tidak patch minum obat , karenanya tenaga kesehatan hams tens mengkonseling pasien dan mendukung terapi. Oleh karena itu setiap akan memul:ti pemberian ARV, masalah toksisitas ini sudah bans ditcrrngkan sejak awal dan bagaimana cara penanggulangannya , sehingga pasien tidak akan dihentikan pemberian ARVnya. Bila diperlukan pcnghcntian ARV, NNRTl (NVP dan EFti) hares segera dihentikan , tetapi 2 NRTI kinnya tetap diberikan hingga 2 minggu kemudian, barn diputuskan dihcntik : rn atau diteruskan disertai substitusi/mengganti NNRTI dcngan golongan PI

Tata l aksana Toksisitas ART

37

14.2. Kapan Efek Samping dan Toksisitas ARV Terjadi?

7 Dalam beheripa minggu pertama

I'l-I 1;!7 ,:,;!cstinal adalah mual, muntah dan diare. Efek samping mni bersifat ie4-bmitin^ dan hanya membutuhkan terapi simtomatik Ruam dan toksisitas hati umumnva terjadi akibat obat NNRTI, narnun dapat juga oleh obat NR'TI seperti ABC dan PI Menaikkan secara bertahap dosis NVP dapat menurunkan risiko toksisitas Ruam ringan sampai sedang dan toksisitas hati dapat diatasi dengan pemantauan, terapi simtomatik dan perawatan suportif Ruam yang berat dan tokszisitas hati dengan SGPT > 10 kali nilai normal dapat mengancam jiwa dan NVP harus diganti (lampiran L) Toksisitas SSP olch EFV bersifat self-limiting. Karena EIS' menvebabkan pusing, dianjurkan untuk dirmnum scat malam han Iiipersensitivitas terhadap AI3C biasanya terjadi dalam 6 minggu pertama dan dapat mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan tidak usah digunakan lagi

Dari 4 minggu dan sesudahrtya

Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT Penvebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati . Anemia nngan asimtomatik dapat terjadi . Jika terjadi anemia berat dengan HI) < 7,5 gr/dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3, maka A%T harus diganti ke ABC atau d4T (lampiran E)

38

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

r + o

6-18 bulan

Disfungsi mito ko ndria rerutarna terjadi O;cL :"ir Nh 11, tcrmasuk asidosis laktat, toksisitas hati , pankreatitis , ncuropan

periter, lipoatrofi dan miopati . Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan dapat menyebabkan kcrusakan bentuk tubuh permanen Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja, terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Acidosis laktat yang berat dapat mengancam jiwa I:elainan metabolik umum terjadi oleh P1, termasuk hipcrlipidemia , akumulasi lcmak, resistensi insulin, diabetes dan osteopenla . Bergantung pada jenis reaksi, hentikan NRTI dan ganti dengan obat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda (prosedur 14.2) Setclah I tahun . Nefrolitiasis urnurn terjadi oleh IDS' Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF

. flentikan obat penyebab dan ganti dengan ohat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda

Tata I aksana Toksisltas ART

39

14.3. Toksisitas Berat Pada Bayi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV Lini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya

BC I'

Itcakst hipersensitiaitas Anemia atau neutropenia berat a Asidosis Iaktat Intolertnsi saluran cerna berat b

AZT atau d l 1 d4T atau ABC, ABC Ganti NRTI dengan PI + NNRfI jika ABC tidak tersedia d4T atau ABC ABC c

d4T

Asidosis laktat Neuropati penfer Pankreatitis Lipoatrofi/sindrom metabolik d

AZT atau ABC

3I'C

Pankreatitis e

ABC atau AZT

a Anemia herat adalah Hb < 7,5 g/ dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3. Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis. b Batasannva adalah intoleransi saluran cerna refrakter dan berat yang dapat menghalangi minum obat ARV (mual dan muntah persisten). c ABC dipilih pada kondisi ini , tetapi bila ABC tidak tersedia boleh diginakan AZT d Substitusi d4T umumnv a tidak akan menghilangkan Lipoatrofi . Pada anak ABC atau AZT dapat dianggap sebagai altematif e Pankreatitis yang dikaitkan dengan 3TC/emtricitabine(FI'C) dilaporkan pada orang dewasa, namun sangat jarang pada anak.

40

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

EPV

'1'oksisitas sistem saraf pusat berat dan pcrmanen f Potensial tcratogenik (Iraqi rcmaja putri hamil pada trimester I atau yang mungkin hamil dan tidal: memakai kontrtsepsi yang memadai) NVP

NVP

Hepatitis simtomatik akut g Reaksi hipersensitivitas Lest kulit yang mengancam jiwa (Stevens-Johnson Syndrome) '

EI'V h Reaksi hipersensitivitas Dipertimbangkan untuk diganti dengan NRTI yaitu: NRTI ketiga ( kerugian: mungkin kurang poten) atau PT (kcrugian: terlalu ccpat dipilih obat lint kedua) I

f Batasannya adalah toksisitas SSP yang berat seperti halusmasi persisten atau psikosis, g Toksisitas hati yang dihubtmgkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak terinfeksi HIV yang belum mcncapai usia rcmaja. h EFV seat ini belum direkomendasikan pada anak < 3 tahun, dan scbaiknya udak holeh dibeokan pada remaja puts yang hamil trimester I atau aktif sccara seksual tanpa dilindungi oleh kontrasepsi yang memadai. i I cm kulit yang berat didefinisikan sebagai lesi luas dengan deskuamasi , angioedema, atau reaksi mirip serum sickness, atau lesi discrtai gejala konstitusional sepc rti demam, lesi oral , melepuh, edema fasial, konjungtivitis . Sindrom Stevens- Iohnson dapat mengancam jiwa, olch karena itu hentikan NVP 2 2 obat lainnya diteruskan hingga 2 minggu ketika ditetapkan rejimen ART berikutnya I 'niuk SS-1 penggantinya tidak holeh dangolongan NNR'I'I lagi. j Pemberian PI dalain rejimen lint pertama mengakibatkan pilihan obat berdcutnva terbatas bila sudah terjadi kegagalan terapi.

15
Definisi . Frekuensi

immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)


Kumpulan tanda dan gejala akibat meningkamya kemampuan respon imun terhadap antigen atau organisme yang dikaitkan dengan pemulihan imun dengan pemherian ART' . 10'o dan semua pasien dalam inisiasi ART . 25,'0 pada pasien dalam inisiasi ART dengan hitung CD4+ < 50 sel mm ' atau pent' akit klinis berat (stadium WI 10 3 atau 4)

Waktu

Biasanya dalam 2-12 ntinggu pada inisiasi ART, namun dapat juga muncul setelahnya . Deteriorasi tiba-tiba status klinis segera setelah memulai ART Infeksi subklinis yang tidak tampak seperti TB, yang muncul sehagai penyakit aktif Baru dan munculnya abses pada tempat vaksinasi BCG . Memburuknva inteksi yang sudah ada, seperti hepatitis B atau C

Tanda dan gejala

Kejadian IRIS paling umum Tata laksana

Al. tuberculosis, Al. aiium cvrnplex (MAC), infeksi virus sitomegalo dan penyakit kriptokokus . Lanjutkan ART jika pasien dapat mentoleransinya Obati inteksi oportunistik yang muncul Pada sebagian besar kasus, gejala IRIS menghilang setelah beberapa minggu, namun beberapa reaksi dapat menjadi berat dan mengancam jiwa dan memerlukan kortikosteroid jangka pendek untuk menekan respon inflamasi yang berlebihan Prednison 0,5-1 mg/kg1313/han selama 5-10 han disarankan untuk kasus yang sedang sampai berat "

i Robertson ], .Meier. M, II"all J , Ying J Fichtenbaum C Immune Remnstitution Syndrome in H1I I aIdating a Case Definition and Identifying C:knical Predictors in Persons Initiating AntireMniral Therapy IRIS. Ckn Infect Dis 200,-42:1639-46. ii French MA, Lenin N. John Al, et al Immune restoration disease after the treatment of immunodefident HII' infected patients with highly active antiretroeiral therapy. HII' Med 2000; 1:107-15. iii Breen RAM, Smith CJ, Bettinson H, et al Paradasical reactions during tuberculo sis treatment inpatients with and without III I ' co-infection . Thorax 2004; 59:701-707. iv Ms(omsy G, Whalen C, Mawborter S. et aL Placebo- controlled trial of prednisone in advanad HI I'-1 infection. AIDS 2001;15.321-7.

16
Mual
Muntah

Diagnosis Diferensial Kejadian Klinis Umum yang Terjadi Selama


3 Bulan Pertama Pemberian ART
1 1

W-Mm

ART:
A ZT, self-limiting dalam 2 tninggu Profilaksis 01: Kotritnoksazol atau INH

Hepatitis 13 clan C yang


timbul karena IRIS Dicurigai bila muacl, muntah disertai iktcrus Hepatitis B dan C yang timbul karena IRIS Dicurigai bila mual, rnuntah disertai iktents

Nyen abdominal atau pinggang dan/atau ikterus

A RT: d4"1' atau ddl dapat mcnyebahkan pankrcatitis . NVP (EF'V Ichih jar tng) menyebahkan disfungsi hati yang membutuhkan penghentian obat Profilaksis 01: Kotrimoksuol atau IN II ART : NFV dan golongan PI lainnya biasanya mcnycbabkan diare. Hipersensitif AB(. ART: AZT atau E FV, biasanya ref/kmitin^ atau dapat bertah . in dalarn 4 - 8 minggu .

Diare

IRIS yang berasal dari M AC atau C \R' dapat menyehahkan diare Nilai untuk meningitis kriptokokus dan tmosis

Sakit kepala

Diagnosis Diferensial Kejadlan KlinisTerjadi Selama 6 Bulan Pertama Pemberian ART

43

60

Demam

ARI:
Reaksi hipersensitivitas ABC atau reaksi simpang NVP

IRIS yang disel ,i i '


beberapa organtsmc, seperti MAC, TB, CMV kriptokokus, herpes zoster

Batuk Kesulitan bernafas Fatigue Ducat Ruam kulit Gatal

ART: NR'I'I dikaitkan dengan asidosis metabolik Hipersensitivitas ABC ART` ALT, biasanya berkembang dalam 4-6 minggu setelah inisiasi ART': . NVP atau ABC Harus dinilai secara seksama dan dapat dipertimbangkan penghentian obat pada reaksi berat. Ruarn EFV bersifat self limitinrg Profilaksis 01: Kotrimoksazol atau INH

IRIS yang dikaitkan dcngan PCP, TB, pneumonia baktcri atau fungal Dicurigai IRIS MAC bila fatigue, demam dan anemia Kondisi kulit yang dapat mengalami flare up karena IRIS dalam 3 bulan pertarna pemberian ART . I-herpes simpleks dan zostcr Virus papiloma (warts) . Infeksi jamur Dermatitis atopik

Tata Laksana Kegagalan 17!Pengobatan ARV


Langkah 1 : Nilai kritcria klinis untuk kegagalan pengobatan

Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan imunologis pada kunjungan herikutrnya

^' Perlu perubahan ke ART Periksa kegagalan klinis a lini kedua

Periksa kriteria kegagalan imunologis

Tidak

Apakah anak memenuhi salah sane kriteria: Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya berespons terhadap pengobatan. I Iilangnya neurodevelopmcntal milestones atau muncuhtya ensefalopati. Adanya infeksi oportunistik bare atau keganasan atau rekurensi uifeksi seperti kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau kandidiasis esofagus. Gcjala bukan IRIS atau penyebab launnya yang tidak relevan

a Kriteria kegagalan khnis

Tata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV

45

Langkah 2: Nilai kriteria imunologis untuk kegagalan pengobatan

Anak dengan ART tanpa pcrbaikan klinis pada kunjungan berikutnya

[tiriteria kegagalan imunologis 1a

Tidak Lanjutkan ART

CD4

CD4

CD4

-----------Sevrcr unmunodeficrcncv Sevr if m odrficieney

Pcrlu perufr,tlran kc ART lint kedu,i

Catatan: Tipe 1. Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setclah pernah pemuhhan imun inisial. Tipe 2. Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi dengan minimal satu pemeriksaan CD4+. Tipe 3. Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi berat menurut usia.

Rencana Mengubah Ke Rejimen


Jni Kedua

Masan utama kegagalan pengobatan adalah kepatuhan yang kurang. Kepatuhan harus diperbaiki dan perlu pemantapan mekanisme suportif kembali sebelum pindah rejimen Merubah ke rejimen lint kedua BUKAN keadaan gawat darurat

Penting untuk memastikan bahwa anak mendapat profilaksis infeksi oportunistik yang tepat Rcjimcn yang gagal biasanya tetap menyimpan aktivitas anti HIV, oleh karena itu secara umum anak tetap melanjutkan rejimen tersehut sampai anak siap untuk rejimen lini kedua

Apakah anak mempunyai kepatuhan baik terhadap ART

Bekerja sama dengan keluarga untuk menyelesaikan masalah penyebab ketidakpatuhan Melanjutkan rejimen lini pertama yang sama, ben profilaksis infcksi oportunistik dan dipantau secara ketak Mulai terapi lini kedua setAth dipastikan kepatuhan balk

1'a

1'idak mempunyai kegagalan pengobatan secara klinis

1"a

Apabila anak mempunyai kegagalan CD$+ tanpa disertai kegagalan klinis, maka perubahan terapi lini kedua tidak perlu terburu-buru Anak dapat mclanjutkan rejimen lint pertama yang sama sementara kepatuhan diperkuat, dan dilakukan profilaksis infeksi oportunistik, pemantauan ketat dan pemertiksaan (:D$+ Pcruhahan ke terapi lini kedua hanya jika anak/ keluarga slap dan CD4+ masih dalam rentang imunode fisiensi berat

Apakah pengasuh / anak telah 1 id.d Kerjakan poin tersebut pada memenuhi poin di persiapan pengasuh/anak untuk persiapan pemberian ART ( prosedur 10) mulai terapi lint kedua l'a Persetujuan dalam rencana pengohatan dan penyelesaian faktor penyebab ketidakpatuhan Penga suh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen lini kedua dan perjanjian pertemuan tindak lanjut yang dapat dihadiri oleh pengasuh/anak

Tenaga kesehatan harus menilai faktor yang dapat mcmpengaruhi kepatuhan dan bekera sama denganpangasuh / anak untuk menvclesaikannya

19
\/'I' atLiu d-I'l

Rejimen Lini Kedua Yang Direkomendasikan Untuk Bayi dan Anak Pada Kegagalan Terapi Dengan Lini Pertama

Konsultasi ahli dianjurkan jika dicurigai ada kegagalan ART

19.1. Rekomendasi bila lini pertama adalah

:2NRTIbaru+1PI
Langkah 1 : Pilih 2 NRTI

ddl + ABC ddl + AZT

ABC + 3TC
dihubungkan dengan herkurangnva ketahanan virus HIV

Mcncruskan penggunaan 3TC pads reiunen luu kedua dapat dipertimbangkan karena 3TC

Langkah 2: Pilih 1 PI
P1 Terpilih Lopinavir /ritonavirLPV /r Keuntungan Efikasi sangat baik, khususnya anak yang belum pernah mendapat PI Ambang terhadap resistensi tinggi karena kadar obat tinggi dengan penambahan ntonatir Tersedia dalam bentuk sirup, pil dan tablet Dosis anak sudah tersedia Saquinavir/ Ritonavir SQV/r Dapat digunakan bersama iilunru r hoorting 1`16.ik,t balk Keru;ian Membutuhkan penyimpanan dalain lemari pendingin Kapsul gel ukuruinya besar Harganya mahal Rasa tidak enak Sirup mengandung 43% alkohol, dan kapsul mengandung 12% alkohol Tidak bisa dibagi Untuk anak > 25 kg dan mampu menelan kapsul Ukuran kapsul besar dan memerlukan penvimpanan di lemari pendingin Beban pil banyak Sexing ditemukan efek camping saluran cema

48

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

metwnjukk n efikasi dan keamanan yang haik Sedikit sekali menimbulkan hipcrlipidemia dan lipodistrofi dibandingkan ,ilona;rr-booved Pi

cfikasi lebih rendah dart boosted I'll clan EFN' . Behan pjl banyak String ditemukan efek sarnping saluran cerna Terdapat kekhawatiran adanya komponen karsinogenik

19.2. Rekomendasi lini kedua bila lini pertama 3 NRTI = 1 NRTI + 1 NNRTI + 1 PI
Rejitnen ' L;uu Per, en lint kcdua Al' "/.'atau d4'I' + 3TC + ABC ddl + EFL' atau N'AT + I PI (paling haik LPV/r atau SQ\' /r. Alternatif lain NFL')

Catatan: Resistenst silang dalam kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami kegagalan terapi ( berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV terus berproliferasi meskipun dalam pengohatan ART. lika kegagalan terapi terjadi dengan rejimen NNRTI atau 3TC, hampir pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI dan 3TC. Memilih mencruskan NNR11 pada kondisi tni tidak ada gunanya , tetapi mencruskan pembetian 3TC mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV. AZT dan d4T hampir selalu bereaksi silting dan mempunyai pola resistensi yang sama, schingga tidak dianjurkan menggantt sane dengan pang lainnya. Prinsip pcmilihan rcjimen lint kedua:
Pilih kelas baru obat ART sebanyak mungkin.

- Bila kelas yang sama akan dipilth, pilth obat yang sama sekali belum digunakan sebelumn y a dan poly resistensinva tidak orrrkipping.
Tujuan pemberian rejimen lint kedua adalah unnik mencapai respons klinis dan imunologis ((:D4+), tetapi responsnya tidak sebaik pads rejimen lint pertama karena mungkin sudah terjad) resistensi silang di antara ohat ARV.

Sehelum pindah ke rejimen lint kedua, keparuhan berobat hams benar - henar dindat.

Anak pang dengan rejimen lint kedua pun gagal , terapi penyelamatan yang efekttf masih sulit dilakukan . Konsultasi dengan panel ahli dipedukan.
Untuk rejimen berbasis rimnazir - bo,isted PI , pcmeriksaan lipid ( trighserida dan kolesterol, jtka mungkin LDL. dan HIM .) dilakukan settap 6-12 bulan.

20

Tuberkulosis

20.1. Bagan Skrining Kontak TB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada Tidak Tersedia

-1nak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak T13, tanpa tanda/gejala yang mendukung'IB

Riwayat kontak TB (dewasa): .Apapun sputum posinf atau kultur positif Kontak eras Tidak Tindal: lanjut reguler

Ya 'I'idak r Penilaian penyakit'1'B

RIinis sehat Tidak ada tanda/gejala TB

1'a

IPT Irarus diberikan selama 6 bulan untuk mencegah perkembangan penyaklit aktif TB

IP'I' = Isontatiid Prevention Therapy

5o

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Catatan: Banyak midi menemukan hahwa tnencart kontak 'TB penting dalam identifikasi kasus TB baru dan dirckomendasikan olch ATHO dan Ldernational Union _-1gaints 1 uberrnloses and Lrrit,g Disease.
Direkomendasikan bahwa senlua anak terinfeksi HIV yang memiliki kontak TB dalatn satu rumah harus disaring terhadap gejala penyakit TB dan ditawarkan terapi preventif isoniazid (isoniazid setiap harm selanla minimal 6 bulan). Anak yang nnggal bersama dengan pendenta't'B pulmonal dengan apusan positif (atau dinyatakan mcnderita TB Paru meskipun kultur sputum tidak dilakukan) memiliki risiko terkena infeksi TB. Risiko itlfeksi lebih besar bila waktu kontak cukup lama, seperti antara ibu atau pengasuh di rumah dengan bayi. Cara terbaik tultuk deteksi infeksi TB pada anak adalah till tuberkuhli dan foto rontgen dada, serta merupakan metode uji tapis terbaik untuk kontak penyakit 'I'B. Apabila uji tuberkuhn dan foto rontgen dada tidak tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi pemeriksaan kontak dan tata laksana terhadapnya. Penilaian klinis saja sudah cukup untuk menemukan apakah anak sehat atau simton atik. Penilaian rutin terhadap anak yang terpajan tidak memerlukan uji tuberkulin dan foto rontgen dada. Pendekatan ini berlaku pada sumber TB pulmonal dengan apusan positif, namun uji tapis juga hartts tersedia untuk sumbcr TB pulmonal dengan apusan negatif Apabila anak kontak dengan sumber TB apusan sputum negatif terdapat gejala, nlaka diagnosis 'IB perlu dican, tanpa melihat usia anak tersebut. Apabila asimtonlatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada kebijakan nasional. Tcrapi rekomendasi untuk kontak yang sehat usia < 5 tahun adalah isoniazid 5 mg/kgBB setiap harm sclama 6 bulan. Tindak laniut harus dilakukan minimal setiap 2 bulan sampai terapi lengkap. Rujukan ke rumah sakit tersier perlu bila diagnosis tidak jelas. Para kontak dengan penyakit TB harus didaftar dan diobati.

Tuberkulosis

51

20.2. Bagan Uji Tapis Kontak TB dan Tata Laksana


dengan Dasar Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada

Anak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak TB, tanpa tanda/gejala yang mendukung TB

I
F Riwayat kontak TB (dewasa): . Apapun sputum positif atau kultur positif Kontak erat '1"idak ^ Tindak lanjut reguler Ya Minis sehat '1'idak ada randa/gejala 'IB Tidak ^ Penilaian penyakit'1B

Ya IPT harus diberikan selama 6 hulan untuk mencegah perkembangan penyaklit aktif TB

C Uii tuberkulin positif Tidak dan/atau foto rontgen dada positif

Ya

Penilaian penyakit TB

52

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Uji Tuberkulin Uji tuberkuhn harus distandarisasi di setiap negara, balk menggunakan tuherkulin atau derivat protein murni (purified protein derivative, PPD) sebesar 5 TU (tuberculin unit, ataupun tuherkulin PPI) RT'23. Kcduanya memberikan reaksi yang serupa pada anak yang terinfeksi TB. Petugas kesehatan harus terlatih dalam melakukan clan membaca hasil uji tuberkulin. Uji tuberkulun dikatakan positif bila: Pada anak dengan risiko tinggi (tcrmasuk anak terinfcksi HIV dan gizi buruk, seperti adanva tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter indurasi > 5 min Pada anak lainnya (balk dengran atau tanpa vaksin Bacille (.almette-Guerin, B(,G): diameter indurisi > 10 min

Nilai Uji Uji tuberkulin dapat digtinakan untuk menyaring anak yang terpajan TB (misalnya dengan kontak TB pada sate rumah), nanuin anak tetap dapat menerima kemoprofilaksis meskipun up tuberkulin tidak tersedia.

20.3. Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmonal Diagnosis TB pada anak membutuhkan penilaian yang menycluruh, meliputi anamnesis teliti, pemeriksaan Minis dan pemeriksaan yang terkait, seperti uji tuberkulin, futo rontgen dada dan mikroskop apusan sputum.
Sebagian besar anak yang tennfeksi TB terkena '1B pulmonal. Meskipun konfirmasi bakteriologi tidak sckalu tersedia namun harus dilakukan jika nningkin, seperti pemenksaan nukroskopik sputum anak yang dicurigai TB pulmonal bila anak sudah mampu mengeluarkan sputum. Bergantung umur anak, sainpai 250o TB pada anak adalah TB ekstrapulmonal, tempat paling sering adalah kelenjar getah bening, pleura, pcnkardiuin, meninges (Lan TB miliar. Anak dengan penyakit I IIV lanjut bcrisiko tinggi unttik'lB ekstrapulinonal.

Terapi percobaan dengan obat anti TB tidak dianjurkan sebagai metode


diagnosis presumptif TB pada anak. Setelah diagnosis TB ditegakkan, maka terapi Icngkap harus diberikan.

a Wi 10 Guidrna for National Tnbemdotis Programmes on the Alan, emenI of Tuberculosis in (:hi4Hen 20(M

Tuberkulosis

53

Pendekatan rekomendasi untuk diagnosis TB a


1. Anannesis teiti (termatiuk Mayat kontak TB dan gejala konsisten dengan'IB) 2. Pemeriksaan klinis (termasaik penilaian pertumbuhan)

3. Uji tuberkulin
4. Konfirmasi bakteriologi apabila memungkmkan 5. Imestigasi yang berkaitan dengan suspek 'IB pulmonal dan ekstrapulmonal 6. Uji HIV (di area dengan prevalenst I lIV yang tinggi)

20.4. Definisi Kasus TB b


Tuberkulosis pulmonal , apusan sputum positif
1. Dua atau lebili pemeriksaan apusan sputum uusial menunjukkan BTA positif, atau 2. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan

BTA positif dan ada abnormalitas radiografi sesuai dengan'1B pulmonal aktif , yang ditentukan
oleh klinisi, atau

3. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan kultur positif untuk M. tuberculosis. Anak dengan apusan sputum positif umumnva sudah berusia remaja atau anak pada usia berapapun dengan penyakit intratorak berat. Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum negatif Kasus TB pulmonal yang tidak memenuhi definisi di atas untuk apusan positif. Kelompok ini termasuk kasus TB yang tidak ada hasil pemeriksaan sputum, dan lebih sexing pada kasus anak dibandingkan dewasa. Catatan: Sesuai dengan standar pelayanan kesehatan masyarakat, kriteria diagnosis untuk 'IB pulmonal harus meliputi: Minimal 3 sputum mentmjukkan BTA ncgatif, dan Abnormahtas radiografi sesuai dengan TB pulmonal aktif, clan Tidak berespons dengan pemakaian antibiotik spektrum luas, dan Keputusan untuk memben kemoterapi tuberkulosis terletak pada k inisi

a IY'110 Grddana for National Tubrrrulosis Programmes on the Management of Tuhemilosis in C:hildrrn 2006 b 00110 Guidana for National Tubemdads Programmes on the Management of Tubenwlosis in Oildren 2006

54

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretrovlrat Pada Anak DI Indonesia

TB ekstrapulmonal
Anak dengan TB ekstrapulmonal saja masuk dalam kelompok ini. Anak dengan TB pulmonal dan c k strap ulmonal harus diklasifikasikan dalam kelompok TB pulmonal.

20.5. Pengobatan TB
Terapi anti TB

Pedoman internasional merekomendasikan bahwa 'lB pada anak yang terinfeksi HIV harus diobati dengan rejimen selama 6 bulan seperti pada anak yang tidak tcrinfcksi HIV. Apabila memungkinkan, anak yang terinfeksi IIIV harus diobati dengan rejimen rifampisin selatna durasi pengobatan, karena penggunaan etambutol pada kasus de,,,wasa dengan mnfeksi HIV tuituk masa lanjutan pengobatan angka relaps TB-nya tinggi. Sebagian besar anak dengan 'I'B, terniasuk yang tennfeksi IIIV, mempunvai respon yang bagus terhadap rejimen sclania 6 bulan. Kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan seperti ketidakpatuhan bcrobat, absorpsi obat yang buruk , resistensi obat dan diagnosis banding, harus diselidiki lcbih lanjut pada anak yang tidak mengalatni perbaikan dengan terapi anti TB Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama untuk dewasa dan anak b

Setiap hari Obat Dosis dan Rentang ( mg/ kgBB ) 5 (4-6) 10 (8-12) 25 (20-30) Anak 20 (15-25) Denvasa 15 (15-20) Strcptomicin 15 (l2 18) Maksimum per hari ( mg) 300 600 -

'1 'iga kali seminggu Dosis dan rentang (mg/kgBB) 10 (8 12) 10 (8-12) 35 (30-40) 30 (25-35) 15 (12-18) Maksimum per hari (mg) 600 -

Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Erambutol

a WHO G,idan a for National Taberoelo, as Programmes on the Management of T abenmlosis in Children 2006 b W'Tlo T'natment of 1 irbenulosir Giidel' nes for :'atonal Programmer 2003

Tuberkulosis

55

Catatan: i. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg)
daripada dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik (konsentrasi puncak dalam serum pada anak lebih rendah daripada dewasa pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun etarnbutol sering dihilangkan dari rejimen pengobatan pada anak karena adanya kesulitan pemantauan toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebii muda, literatur menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/ hari (rentang 15-25 mg/kg). ii. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena injeksi merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan kerusakan saraf auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada anak terutama untuk menuigitis 'I'B pada 2 bulan pertama. Rekomendasi rejimen pengobatan untuk setiap kategori diagnostik TB secara umum sarna antara anak dengan dewasa. Kasus barn masuk kategori I (apusan Baru positif TB pulmonal, apusan baru negatif TB pulmonal dengan keterlibatan parenkim luas, bentuk 'I'll ekstrapulmonal yang berat, penvakit I IIV penyerta yang berat) atau kategori III (apusan baru negatif TB pulmonal, ch luar kategori I, bentuk TB ekstrapuhnonal yang lebih rungan). Sebagian besar kasus TB anak adalah '1'B pulmonal dengan apusan negatif atau bentuk TB ekstrapulmonal yang tidak berat, sehingga masuk dalam kategori III. Kasus TB pulmonal anak dengan apusan positif, kerusakan jaringan pulmonal yang luas atau bentuk T'B ekstrapulmonal yang berat (seperti TB abdominal atau TB tulang/sendi) masuk dalam kategori I. Kasus meningitis TB dan TB miltar memerlukan pertimbangan yang khusus. Kelompok yang sebelumnya pernah diobati masuk dalam diagnosis kategori II (sebelumnya terdapat apusan positif '1'B pulmonal) atau kategori IV (kronik dan mullidrug resistant MDR-TB). Terapi TB pada anak yang terinfeksi IIIV memerlukan perhatian khusus.

56

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Rekomendasi rejimen pengobatan untuk anak pada setiap diagnosis kategori TB

III

11i pulmu_mal apusan ncgatif Baru (di luar kategori 1) Bcntuk TB ekstrapulmonal yang lebih ringan

211RZ

-11 IK .trio 611F

. Apusan Baru positif "IB pulmonal Apusan Baru negatif TB pulmonal '1B dengan keterlibatan parcnkim paru luas Bentuk T13 ekstrapulmonal yang berat (scI un meningitis TB) Penyakit penyerta I IIV yang berat

21 IRZE

41-IR atau 61-IE

I 11

Meningitis 'IT3 TB pulmonal apusan positif yang sebelumnva telah diobati relaps pcngobatan setalah putus obat kegagalan pengohatan

2RT IZS 2HRZES/ 1I-IRZE

1ORII 5HRE

IV

Kronik dan MMDR- I'B

Rejimen dirancang per individu

F = etambutol; I I = isoniazid; R = rifampisin; S = streptomisua; Z = pirazinamid, MDR = multtdrug-resistant

Tuberkulosis

57

Catatan: i. Pemantauan langsung terhadap konsumsi obat direkomendasikan selama


fase inisial clan face lanjutan yang mengandung rifampisin. Pada fase yang lain, obat dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu ii. Selain kategon I, pada kategori lain etambutol sering dihilangkan selama fast inisial untuk pasien dengan TB pulmonal non-kavitas dan apusan negatif yang diketahui tidak terinfeksi HIV, pasien yang terinfeksi olch basil yang rentan terhadap obat serta pasien anak Sang lebih muda yang terinfeksi TB primer. Petnilihan etambutol atau bukan didasarkan oleh kategori ppenyakit TB, bukan oleh umur pasien. in. Rejimen 2IIRZE/611E dihubungkan dengan tingkat kegagalan pengobatan yang tinggi dan relaps dibandingkan dengan rejimen yang menggunakan rifampisin dalam Ease lanjutan. iv Pada meningitis'1'B, meskipun tergolong kategori 1 digunakan streptomisin untuk mcnggantikan etambutol.

Rejimen terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan setiap fase menunjukkan durasi fase tersebut dalarn hitungan bulan. Nomor subskrip (XY3) setelah singkatan obat merupakan nomor dusts obat per minggu. Apabila tidak ada nomor subskrip, maka obat tersebut diminum setiap Bari.

Contoh 2H RZ/4 H aR a
Fase inisial terdin dari 21 IRZ, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Obat diminum setiap hari, yang terdii dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid. Fase lanjutan terdiri dari 4H3R3, schingga durasi Ease tersebut 4 bulan, dengan isoniazid clan rifainpsisin clinunum 3 kali dalam semuaglna.

21

Diagnosis Minis dan Tata Laksana 'nfeksi Oportunistik pada Anak Terinfeksi HIV 11

Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunlstlk Pada AnakTerlnfeksl HIV

59

00 c R

O ^,Gc L N r . -i
.. 7 N R

O ..

q u 'O 3

y :a r^

K C L ,d C

^: pQ C K R o cE `^ w

y .L C y C a . v R N J

C .^ , ti nt K on

R rL Y

ea

o
CC G tz

do
G

R e

y Gc a ^tc
b Y a C

C'

fi

7
N V R

-w

0 7 ;v E Y

a
4

O -

to

'E

^^ C

' . .. I C w+ Or ^^ V ti!

Lt G 00

G C C.

00 C R R
Y b L _ Y C M 0. G .C

o .^

60

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

^ x

E
C C n : C v ^ Q

'= E
C

.V

"

' o C F
R C ( N GC

3
v

:: N
b ^

y to
f C

-3
E r

o \

E C
5

M E ^c

cI ` o

c.E C Y x o .E 9 y\ o w C= M r-I E

E. o
7

R
R y ' yJ

sa
L r .. L

1 'b ^ v C ^

s r - C C- - ^; o .
f cCTt, '+^ v J w

C- y o
' lL

NE
R K ^, e N'; F ti y Y y

E -a CL
r_

1a .^ F .G

cd iy V y 'C Y Y r C E 7 QC

Ll 'LS R E

L v R

v 7 C ^ _ 7 y 3 nt C 'O

C 'C C C .r C '. n cC i

F M; E E 3

:C OC

oc

E?

G '_' e o v

.:

.^

L
U

0.

p .R.

i4 C u

E a
3

c L

v r 1
h Y

c c
d G

E c W v
] C

a^? r E E
c r F

c:

Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV

61

.r E
x A C v n C ^ u\^ C CC C

E EfX . o ^ :a\ h
.^q

^^

.sC X .- $ Y\ ^ y M' ; v \ X

K v,^r. OC M

^^ E y

_ y
N c C EPQ o a rv "a

v.,, SOYA IE .

-U E o -O C a vJ u G\

a.t
E

j\
+ /

..

04

r ri

E G o x vx sa x a x ^n -

E E so G ^- - v. N a p
Soo K v .o

A- c n . ^ C-

er,

e t

C ^

v C

b C

73 73

C ^=

a
N ^On

m p

E E

o a

v c

R a

m b R b

6nY u

C o E y 5 y E L A r a c
a e c .^ o
C 2 O L 1

x e v au 4 ^ E
G C _ AQ

^ c
^`d
kd

" a

C
N

7. .5 u '- Q

U o E E p 1 a C. v rn c;' ^

`c z 15 ? ti

^] r s L K R ` QEQ

m x
N

E
z ti c

a
GK

a T

8 v

E i
U

o
b C

cE
r
M

L ^ c. c u ^ r

O Cq a ' c v ir E C ' E E ^? c^ c N u u u b E -o c E a as c v ^, a s >. E

E C E 0 N ^+ aon U c a c c x v x 'Oe

4
NO
O
0

62

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

e 7 E c
Y -

EclE
s
e7

< t _

^r
^ 1 pq G _

o v\ y G
7 1 G C

s c c G i y c 9 c_ a
5

t4 C- t. Q

i t r

v o I^ E

[^

a 73 ti x ^^ y ^ v. .. c
ca ^^

E
u 7 .i _ U h t"

C
C ,^ a

d^
...
s4^

y C C C cRe '^ y L Cl.

C :e SC )J

1 V

G G

tz

t0 -j W R C-. a

eE
R S

'O

. C 0. C J C.. R ^. v, A G C W, y R i v

CL
R

"O ,.. v

r
C

CH
r J

X G

K ,YJ

y ^' 2

'D y

a 7C . C

C y

E:_,

-a 5 v R

C
y

C C 0.C

^- C R

:'

a.^-

5 .c ac

^ C(^' v y ccC

,^

eC

C.

73 w ^ Z
v . F . 0. dC .' C C y

E o v ^ >. x=
L C w G R A

t:

C. 11

tko
O!
J O C.. R C v C

C 1=

.SC C

Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV

63

b u x

Y r

0 c a

Ev

" x

W.

. ^ a E c .Y oc no GE my oG
CC u C 0.

.0

c 7 _

3 E C- E

00 C^

b c .E K E y o lj^ u
_ a
fi r '

0
:J

C 0 J

05

u E o P-'9 c

y c^

.i0 ^ L N 7 0

t C

^ x E

y G

64

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antlretroviral Pada Anak DI Indonesia

Lampiran A, Bagian A: Stadium Minis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b
Stadium klinis 1 Asimtomaril:
I,imfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2
1 Iepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana Erupsi pruritik papular lnfeksi virus wart lugs r inguLzr i hei&ks Moluskum kontagiosum luas

IJIserasi oral berulang


Pembesaran kelenjar parotis persisten yang ridak dapat dijelaskan f.ritema ginggival lineal Ilerpes zoster Infeksi saluran napas atas kronik atau benilang (otitis media, otorrhoca, sinusitis, tonsillitis Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang ridak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap terapi standara

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih) a Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dan 37.5C intcrmiten atau konstan, >
1 bulan) a

Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pcrtama kchidupan) Oral b dn- leukoplaks'a
Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut

TB kelenjar TB Paru
Pneumonia baktcrial yang berat dan berulang Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik Penyakit paru-berhubungan dcngan HIV yang krotuk rermasuk bronkiektasis

Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8g/dl ), neutropenia (< 500/mm') atau
rrombosiropenia (< 50 000/ mm3)

Lampiran A

65

Stadium klinis 4 n Malnutrisi, toasting dan stunting berat yang tidak dapat dijclaskan dan ridak beres . pons terhadap terapi standara Pneumonia pneumosistis lnfeksi bakterial berat yang berulang (misalnva empiema, piomiositis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia) Infekst herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi manapun) TB ekstrapulmonar Sarkoma Kaposi Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru) Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus) Ensefalopati HIV
Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset umur > lbulan Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis

Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomvcosis) Kriprospoddiosis kronik (dengan diarea) Isosporiasis kronik
Infeksi mikobakteria non-tuherkulosis diseminata

Kardiomiopati atau nefropari yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel 13 non-Hodgkin atau limfoma serebral Progressive multifocal leukoencephalopathy

Catatan: a. l'idak dapat dijelaskan ebrarn kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan olch sebab yang lain b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat discrtakan pada kategori ini

66

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapl Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia

Lampiran A, Bagian B:
Kriteria Presumtif dan Definitif Untuk Mengenali Gejala Minis yang Berhubungan dengan HIV/ AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV a

Stadium Minis I :lsimtomatik I,imfadenopati gencralisata persisten Stadium klinis 2 Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijclaskan Erupsi pruntik papular Iasi vesikular pruntik papular. Senng juga ditemukan pada anak yang tidak terinfeksi, kemungkinan skabies atau gigitan scrangga harus disingkirkan Infeksi fungal pada kuku Paronikia fungal (dasar kuku mcmhengkak, mcrah dan nyen) atau onikolisis ',Iepasnya kuku tanpa discrtai rasa sakit) Onikomikosis proksimal benvarna putih jarang timbul tanpa disertii imunodcfisiensi Keilitis angulans Sariawan atau robekan pada sudut mulct bukan karena defisiensi vitamin atau Fe membaik dengan terapi antitungal Diagnosis Mints Diagnosis klinis Diagnosis klinis Pcmbesarut han dan limpa tanpa sebab pang jelas Diagnosis klinis 'I idak ada kcluhan rn;tupun tanda Kclenjar Iimfc mcmbesar atau membengkak > 1 cm pada 2 atau Icbih lokasi yang tidak berdekatan, sebab tidak diketahui Diagnosis klinis Diagnosis Minis

Lampiran A

67

Erirccnm:i ginggnva Linea

<;ans / pita eritem yang mengikuti kontur garis ginggiva yang bebas, sering dihubungkan dengan perdarahan spontan

Diagnosis Minis

Infeksi virus wart luas

Lesi wart khas, tonjolan kulit berisi seperti huliran bergs ukurin kecil, teraba kasar, atau rata pada telapak kaki (lantar warts wajah, meliputi > 5'o permukaan kulit dan merusak penampilan

Diagnosis klinis

Moluskum kontagiosum luas

Lesi: benjolan kecil scwarna kulit, atau keperakan atau merah muda, berbentuk kubah, dapat disertai bentuk pusat , dapat diikuti reaksi inflamasi, meliputi 5% perrnukaan tubuh dan ganggu penarnpilan Moluskum raksasa menunjukkan imunodefiensi lanjut

Diagnosis klinis

Sariawan berulang (2 atau lebih dalam 6 bulan )

Kondisi sekarang ditambah paling tidak I episode dalam 6 bulan terakhir. Ulserasi afta bentuk khasnya adalah inflamasi berbentuk halo dan pseudomembran berwarna kuning keabuan

Diagnosis klinis

Pembesaran kelenjar parotis yang tidak dapat dijelaskan I lerpes zoster

Pembengkakan kelenjar parotis bilateral asimtomatik yang dapat hilang timbul , tidak nyeri, dengan sebab yang tidak diketahui Vesikel yang nycri dengan distribusi dermatomal , dengan dasar eritem atau hemoragik , lesi dapat menyatu, tidak menyeberangi garis tengah

Diagnosis klinis

Diagnosis klinis

68

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

lnfcksi Saluran ^lapas Atas herulang ,tiro kronik

Episode st:at ini den , iii j . tidak 1 episode lain dalam 6 bulan terakhir. Gejala: dcmarn deng,ur nyeri wajah unilateral dan sekresi hidung (sinusitis) atau nyeri telinga dengan pembengkakan membran (otitis media), nyeri tenggorokan disertai batuk produktif (bronkitis), riven tenggorokan (faringitis) dan hatuk mengkungkung seperti croup. Keluar cairan telinga persisten atau rekuren

lhat^^:i, !.linis

Stadium klinis 3 M:rlnutrisi scdang yang tidal: dapat dijelaskan Penurunan herat badan: Berat di bawah - 2 standar deviasi mcnurut umur, hukan karena pembenan asupan makan yang kurang dan atau adanya inteksi lain, dan tidak berespons secara baik pada terapi standar Pcmctaan pada graft pertumbuhan, BB terletak di bawah 2SD, berat tidak naik dengan tata Iaksana standar dan scbab lain tidak dapat diketahui selama proses diagnosis Pemenksaan analisis feses tidak ditemukan penyebab. Kultur feses dan pemenksaan sediaan langsung steal Dipastikan dengan riwavat suhu > 37.5C, dengan kultur darah negatif, uji malaria negatif, Ro toraks normal atau tidak berubah, tidak ada sumber dcmam yang n ata

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan

Diare berlangsung 14 han atau lebih (feses enter, ? 3 kali schari), tidak ada respons dengan pengohatan standar

Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan > 37,5C intcrnuten atau konstan, > I bulan)

Dilaporkan sebagai dema-n atau berkenngat malam yang berlangsung > I bulan, haik intcrrniten atau konstan, tanpa respons dengan pengobatan antibiotik atau antimalaria. Sebab lain tidak ditemukan pada prosedur diagnostik. Malaria harus disingkirkan pad, daerah endemis

Lampiran A

69

7 kandidlasis oral persisten (di luar masa 6-8 minggu pert ma kehidupan) Oral hairy leukoplakia

Phil; kckuningan atau putih yang persisten atau bcrulang, dapat diangkat (pscudomembran) atau bercak kemerahan di lidah, palatum atau garis mulut, umumnya nyeri atau tegang (bentuk eritem) Bercak linear berupa garis pada tepi lateral lidah, umumnya bilateral, tidak mullah diangkat

Kultur atau pemcriksaan mikroskopik

Diagnosis klinis

TB kelenjar

Limfadenopati tanpa rasa nyeri, tidak akut, lokasi terbatas sate regio. Membaik dengan terapi TB standar dalam 1 bulan

Dipastikan dengan pemeriksaan histologik pada sediaan dari aspirat dan diwarnai dengan pcwarnaan atau kultur Ziehl Neelsen

TB Paru

Gejala non spesifik seperti batuk kronik, dcmam, keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Pada anak lebih besar mungkin ditemukan batuk berdahak dan hemoptisis. Terdapat riwayat kontak dengan penderita TB dewasa dengan apusan positif

Sat atau lebih apusan sputum positif dan/atau kelainan radiologis yang konsisten dengan TB aktif dan/atau kultur M. tuberculosis positif Dipastikan dengan isolasi bakteri dan spesimen yang adekuat(sputum yang diinduksi, cairan bersihan bronkus, aspirasi paru) Diagnosis klinis

Pneumonia bakterial yang berat dan berulang

Demam dengan napas cepat, client indraa-ink, napas cuping hidung, mengi dan merintih. Rongki atau konsolidasi pada auskultasi. Dapat membaik dengan antibiotik. Episode scat ini ditambah 1 episode lain dalam 6 bulan terakhir

Ginggivitis atau stomatitis ulseratif nekrotikans akut

Papila ulseratif gusi, sangat nyeri, gigi rontok, perdarahan spontan, berbau tidak sedap, gigi rontok dan hilang cepatnva massy tulang tissue

70

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

1 T M

IJP simtomatik

Tidak ada pcmcrik;.i.ii Iui

1)1 "71 1,.IK,ul Ito dada: infiltrit, uaterstisial, retikulonodular bilateral, berlangsung > 2 hulan, tanpa ada respons pada terapi antibiotik, dan tidak ada patogen lain ditcmukan. Saturasi oksigen tetap di < 90- o. Mungkin terlthat hersama kor pulmonale dan fatigue karma peningkatan aktivitas fisik. Histologi memastikan diagnosis

Penyakit paru berhubungan dengan I ITV, termasuk hronkiektasis

Riwayat batuk produktif, lendir purulen (pada bronkiektasis) dengan atau tanpa disertai bentuk jan tabuh, halitosis dan krepitasi dan atau mengi pada saat auskultasi

Pada Ro paru dapat diperlihatkan adan}a kista kecil-kecil dan atau area persisten opasifikasi dan /atau destruksi lugs paru dengan fibrosis, dan kehilangan volume paru

Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8g/dl), atau neutropenia (<1000/mm3) atau trombositopenia kronik (< 50 000/ mm3)

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium, tidak disehabkan olch kondisi non-I III' lain, tidak berespons dengan terapi standar hematinik, antimalana atau atitihelmintik sesuai pedoman IAICI

Lampiran A

71

Stadium Minis 4 ^Ialnutrisi, asting dan stunting herat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak berespons terhadap terapi standar Pcnunman beat badan persisten, tidak disclrabkan oleh pola makan yang buruk atau inadekuat, infeksi lain dan tidak berespon adekuat dengan terapi standar selama 2 minggu. Ditandai dengan : wasting otot yang berat, dengan atau tanpa edema di kedua kaki, dan/arau nilai BB/TB terletak - 3SD, sesuai dengan pedoman MCI WHO Pneumonia pneumsistis (PCP) 13atuk kering, kesulitan nafas yang progresif, sianosis, takipnu dan demam, cheytindrauing, atau stnd(,r (pneumonia begat atau sangat bcrat menurut BIC]). Biasanya onset ccpat khususnya pada bayi < 6 bulan. Berespons dengan terapi kotrimoksazol dosis tinggi (baik dengan atau tanpa prednisolon) Moto Ro menunjukkan infiltrat perihilar difus bilateral. Infeksi hakterial begat yang berulang (misalnya empiema, piominsitis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia) Infeksi herpes simplex kronik (orolahial atau kutaneus > I bulan atau viscralis di lokasi manapun) Demam disertai gejala atau tanda spesifik infeksi lokal. Berespons terhadap antibiotik. Episode saat ini ditambah 1 atau lebih episode lain dalam 6 bulan terakhir Diagnosis dengan kultur spesimen klinis yang sesuai Pemeriksaan mikroskopik imunofluoresens sputum yang diinduksi atau cairan bersihan bronkus atau histologi jaringan paru Terraratnya Berta menurut tinggi atau berat menurut umur kurang dari - 3 SD +/- edema

Lesi orolabial, genital atau anorektal yang nyeri, berat dan progresif, disebabkan oleh infeksi HST' saat ini atau lebih dari I hulan

Diagnosis dengan kultur dan/atau histologi

72

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

ndidiasi^^ csofagus ( atau I' ll trakea, bronkus , atau paru ) menelan ( makanan padat atau c,uran). Pada bayi, dicurigai bila terdapat kandidiasis oral dan anak menolak mal k an dan/atau kesulitan atau menangis saat makan

nosis dengan penarnpilan makroskopik saat endoskopi, makroskopik dan jaringan atau makroskopik dengan bronkoskopi atau histologi Diagnosis dengan makroskopik BTA positif atau kultur A1 . tuberarlotf, data darah atau spesimen lain, kecuali sputum atau bilasan bronkus. Biopsi dan histologi T idak diperlukan, namun dapat dikonfirmasi mclalui: lesi tipikal berwarna merah keunguan dilihat mclalui bronkoskopi atau endoskopi; massa padat di kelenjar hmfe, visera atau paru dengan palpasi atau radiologi ; histologi

TB ekstrapulmonar

Penyakit sistemik biasan}Ia berupa den-Lim berkepanjangan, keringat malam, pcnurunan berat badan. Manifestasi klinis terguttung organ yang terlibat seperti piuna stenl. penkarditis , asites, efusi pleura, meningitis, a-tntis, orkitis. Berespons terhadap tcrapi standar anti ' 1'I3

Sarkoma Kaposi

Penampakan khas di kulit atau orofanng berupa bercak datar , persrsten, berwarna merah muda atau merah lebam, lesi kulit biasanya berkembang menjadi nodul

Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset urnur > I bulan

Ilanya retinitis. Retinitis CMV dapat didiagnosis olch klinisi berpengalanan: lesi mata tipikal pada pemenksaan funduskopi serial; bercak diskret keputihan pada retina dengan batas tcgas, menyebar sentrifugal , mengikuti pembuluh darah, dikaitkan dengan vaskulitis retina, perdarahan dan nekrosis

Diagnosis definitif dibutuhkan dan infeksi di organ lain. Histologi, PCR cairan serebrospinal

I ampiran A

73

Toksoplasmosis susunan saraf pusat (umur r > I bulan)

Demam, sakit kepala, tanda neurologi fokal, kejang. Biasany a berespons dalam 10 hari dengan terapi spesifik

CT scan menunjukkan lesi multipel atau tunggal dengan efek desak ruang/penyangatan dengan kontras Diagnosis dengan mikroskopik cairan screbrospinal (pewarnaan Gram atau tinta India), serum atau uji antigen dan kultur cairan seebrospinal Pemeriksaan radiologis kepala dapat menunjukkan atrofi dan kalsifikasi ganglia basal dan meniadakan penyebah lain

Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis

Meningitis: hiasanya suhakut, demam dengan sakit kepala berat yang bertarnbah, meningismus, bingung, perubahan perilaku, dan bercspons dengan terapi kriptokokus

Ensefalopati HIV

Minimal sane dari berikut, berlangsung minimal 2 bulan, tanpa ada penyakit lain: gagal untuk mencapai, atau kehilangan, developmental milestones, kehilangan kemampuan intelektual, atau kerusakan pertumbuhan otak progresif, ditandai dengan stagnasi lingkar kepala, atau defisit motor simetrik didapat dengan 2 atau lebih dari paresis, reflek patologi, ataksia dan gangguan jalan (gait disturbances)

74

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

KmidlNi Klink \Iikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)

Diagnosis Klinis Tidak ada pemcrikst;in presumtif I Il:r I ,.i"MVa pembentukan granuloma Isolasi: deteksi antigen dan janngan yang sakit, kultur atau mikroskopik dari specimen klinis atau kultur darah

Infeksi mikohakteria non-tuberkulosis diseminata

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Gejala Minis nonspesifik meliputi penurunan berat badan progresit, den><am, anernia, keringat malam, fatig atau diarc , ditambah dengan kultur spesies mikobaktena atipikal dari feses, darah, c<uran tubuh atau jaringan tubuh lain, kecuali paru

Kriptosporidiosis kronik

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Kista teridentifikasi pada pemeriksaan feses menggunakan modifikasi ZN

Lampiran A

75

Isosporiasis kronik Limfoma sel B non-I lodgkin atau limfoma screbral

Tidak ada pemeriksaan presumtif Tidak ada pemeriksaan presumtif

Identifikasi Isospora Diagnosis dengan pencitraan SSP, dan histologi dari spesimen yang terkait

Progreni e multifocal lcukoencephalopath} y (PAL)

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Kelainan neurologis progresif(disfungsi kognitif, bicara/ berlalan, rTsualloss, kclcmahan tungkai dan lumpuh saraf kranialis ) dibuktikan dengan hipodens substansi alba otak pada pencitraan atau PCR poliomavirus JC

Nefropati karena I IIV simtomatik Kardiomiopati karena HIV simtomatik

Tidak ada pcmeriksaan presumtif Tidak ada pemcnksaan presumtif

Biopsi ginjal Kardiomegali dan bukti buruknya fungsi jantung kiri yang dihuktikan melalui ekokardiografi

76

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada AnakD1 Indonesia

Lampiran B:
Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik l- ii

Apakah anak datang dengan batuk?

_lnak dengan batuk (tanpa mclihat usia)

Oksigen dan foto rontgen dada a

Diagnosis presumtif: pneumonia


baktcri Diberikan anribiotik

Diagnosis presumtiE LIP atau infeksi


respiratorius akut oleh virus

Lihat prosedur 20

a. Foto rontgen dada liarus dilakukan, jika tersedia Pneumonia bakteri : intiltrasi lobar atau bercak-bercak PCP: infiltrat interstisial bilateral 'IT3 primer: pembesaran hilus atau nodus limfe paratrake l dengan infiltrasi pulmoiial l imphoid Interstitial Prtermronitis interstisial bilateral persisten Diagnosis presumptif (berdasarkan foto rontgen dada) harus didasan pada tanda klinis dan pemeriksaan tambahan bila terscdia, seperti mikroskopi sputum dan efusi pleura. (LIP): infiltrat retikulonodular

Jn"ted management of adolescent and adulthood and illness. I$'1-HO 2006 in punt Clinical management t f HI1 '/AIDS, . 1Iinutry of Pubic Health Thailand 2004

Lampiran B

77

Anak dengan batuk, distres pernafasan berat dan terdapat hasil foto rontgen dada

Distres pernafasan berat dan hail foto rontgen dada a

Dalam profilaksis
kotrimoksazol

Tidak

Pertimhangkan PCP b Terapa dengan kotrimoksazol 15-20 TMP/kgBB/hari, setiap 6 jam, selama 14-21 hari b

Ya Pernmbangkan pneumonia bakteri. Terapi dengan ampisilin intravena atau sefalosforin generasi ketiga c intravena

a. 1 Soto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia Pneumonia bakteri: mfiltrasi lobar atau bercak-bercak PCP: infiltrat interstisial bilateral b. PCP merupakan penyakit serius pads anak yang terinfeksi HIV. PCP sangat dicurigai pada anak dengan distres pernafasan akut dan tidak ada riwayat konsumsi profilaksis primer. Terapi TMl'-SMX dosis tinggi harus segera diberikan. Steroid mengurangi mortalitas pada kasus PCP berat. Pada keadaan intoleransi TMP-SMX, obat alternatif yaitu dapson + trimetoprim atau primakuin + klindamisin. c. Ampisilin 25 mg/kgBB intravena atau intramuskular, setiap 6 jam. Pada area terdapat resistensi obat terhadap Streptococcus pneumonia, diberikan sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim 50 mg/kgBB intravena, setiap 6 jam, atau seftriakson 80 mg/kgBB /hari intravena atau intramuskular, diberikan dalam 30 menit, selama minimal 1 i i hari.

78

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia

Anak dengan batuk kering dan terdapat hasil foto rontgen dada Batuk keying dan pcncmuan foto rontgen dada a

'1'idak

Pneumonia virus

'1'idak

Investigasi lebih lanjut

Prednisolon 1-2 mg/kgBB/ hari, I x /hari, selama 14-21 han , taper off

Terapi suportif c

a. Moto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia. b. limphoid Interstitial Pnetmnorrittic (1.IPP infiltrat retikulonodular interstisial bilateral persisten. UP hanya memerlukan pengobatan apabila timbul gejala hipoksemia. c. Icrapi suportif: Apabila anak demam (> 39C), yang menyebabkan distres, berikan parasctamol Apabila terdapat mengi, benkan bronkodilator kerja cepat Sekret kental (11 tenggorokan dihisap dengan perlahan apabila anak tidak dapat mengeluarkannva Pastikan anak mendapat cairan pemcltharaan setiap hari yang sesuai dengan usia, namun huidari overhidrasi Dorong anak untuk makan apabila sudah dapat makan

Po.- R -k of Hospital Carr %r Children. W7 10 C;uidebes far The Management of Common Illnes s enth Limited Rer^nnr 2005

Lampiran B

79

Apakah anak sedang dare?

Anak dengan diare

Diare selama 4 hari atau Iebih tanpa darah pada feses

Koreksi dengan curan rehidrasi oral atau cairan intravena, kemudian nilai kembali Apabila Panda dchidrasi berat menetap rujuk ke rumah sakit Antibiotik jangan diberikan rutin. Cari penyebab

Obati dengan antibiotik untuk shigellosis: siprofloksasin untuk 5 hari

I nvestigasi lebih lanjut untuk diare kronik

Pengobatan sclcsai

Gantt antihiotik untuk diare oleh protozoa atau parasit

Diare Akut
Diare akut dapat terjadi pada anak dengan infeksi IIIV simtomatik. Daire akut cair (acute watery diarrhoea) didefinisikan sebagai defekasi cair > 3x/ hari dan tanpa darah. Tatalaksana diare akut harus mengikuti pedoman nasional untuk mengatasi penyakit diare dan pedoman untuk tatalaksana untuk penyakit umum pada tenipat dengan sumber daya terbatas.

80

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

infeksi bakteri lain dapat disertai diare. Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan untuk mencari uifeksi lain seperti pneumonia. Kultur feses dapat mengidentifikasi Salmonella, Shigellu clan I ibria cholera ataupun bakteri patogen lainnya. Kultur darah clilakukan bila anak demam atau terdapat tanda toksik. Bakteri seperti Sa/nionelia, ,tifycobaclerium arium carp/e\ atau lainnya sering terdapat pada kultur darah pada anak dengan infeksi HIV. Anak hares diperiksa lagi setclah 2 hari untuk memantau: dehidrasi yang scbelunmya dialami, usia < 1 tahun, menctapnva darah dalam tinja atau tidak ada perbaikan gejala. Perbaikan didefinisikan sebagai: penambahan berat badan, hilanfmya demam dan darah dalam tinja, frckucnsi diare berkurang dan perbaikan nafsu makan. Disentri merupakan diare dengan tinja mengandung darah. Sebagian besar disebabkan oleh Shigelth dan hampir semuanya tnemerlukan pengobatan antibiotik. Apabila tersedia, lakukan kultur feses untuk mengidentifikasi Shigella dan bakten patogen lainnya. Tanda diagnostik antara lain: Darah pada tinja yang dapat terlihat dengan kasat mata Nyerz abdominal Konvulsi, Ietargi Prolaps rektal I^rekuensi defekasi meningkat Demam Dehidrasi Dapat diberikan antibiotik oral selama 5 hari yang masih dapat mengatasi sebagian besar jenis Shi,;el%i, contohnya darn golongan florokuinolon yaitu siprofloksasin. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif karena adanya resistensi yang luas. Diare kronik Definisi diare kronik: feces cair (> 3x/hari) selanna ? 14 hari pada anak dengan gejala infeksi I IIV. Diare kronik umum tenjadi pada anak yang teninfcksi HIV Apabila anak tidak sakit berat (tidak ada darah pada tinja, afebris, tidak dehidrasi, tidak malnutrisi), pantau anak dan pcrtahankan hidrasi dan nutrisi. Penyebab lain diare termasuk kerusakan mukosa, bakteri tumbuh lampau, diare asam empedu atau infeksi CMV. Tcrapi empinik dengan neomisin oral atau kolistin ditambah kolestiramin dapat meringankan gejala. Infeksi HIV sendiri dapat mettvebabkan diare, yang dapat diatasi dengan ART.

Lampiran B

81

Pemeriksaan nukroskopis untuk mengidentifikasi Candida, Cryptosporrdium, :Llicrosporidia dan parasit yang dapat menyebabkan diare persisten. Dapat dilakukan apusan feses dengan pewarnaan tahan asam yang dunodifikasi dan pewarnaan trikrom yang dimodifikasi. Pada apusan feses dican adanya darah dan neutrofil. Penemuan 'nil dapat mendukung diagnosis infekst bakten (seperti Shigella, Sabitonella, Campylobacter). Kultur feses dapat mengidentifikasi mfeksi bakten. Tabel di bawah menunjukkan terapi antibiotik untuk diare

Bakteri patogen pada diare kronik

fir'
BAKTERI .Salmonella ( non-typhoidal) Shigella Escherichia coli Canrpylobacterjquni

IMD1;Y9Y
Siprofloksasin * 10-15 mg /kgBB, 2x/hari, selama 5 hari Tanpa antibiotik Eritomisin 12,5 mg/ kgBB, 4x/hari, selama 5 hari at-au Stprofloksasin* 10-15 mg/kgBB, 2x/hari, sciama 5 hari Klaritromisin 15 mg/kgBB/hari, 2x/hari, ditambah F.tunbutol 15-25 mg/kgBB, 4x/hari, ditambah Ritabutin# Gmg/kgBB, Ix/hari Terapi standar untuk tubcrkulosis 1:MP -SM1X (TMP 4 mg/kgBB, S%fX 20 mg /kgBl3), 2x/hari, selama 5 hari

Mycobacterium atium complex

Mycobacterium tuberculosis Yen-inia enterocolztiaa VIRUS Sitomegalovirus

Terapi suportif (terapi dengan gansiklovir mahal)

Rotavirus Terapi suportif

82

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

PROTOZOA Crptospos dirim Tidak ada terapi yang terbukti cfektif, penvembuhan spontan dapat terjadi setelah pemberian ARV Ifopora helk TAMP-S\^fX PAW 4 mg/kgBB, SAXX 20 mg/kgBB), 4x/hart selama 10 han , kcmudian 2x/hari selarna 10 hart. Terapi pemeltharaan dapat dipertimbangkan Giardia lambka Metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari, selama 5 hari Entamoeba hysto/ykca tiletronidazol 10 mg/kgBB, oral, 3x/hart, sclama 10 hari Mu7vjpondla PARASIT Stroq,yloide.c JAMUR Candida alhicans Nistatin 100.000 IU, oral, 3x/hari, selama 5-7 hart untuk kasus ringan Altematif : Ketokonazol 5 mg/kgBB/dosis lx/hart atau 2x/hari atau Flukonazol 3-6 mg/ kgBB lx/hari Ouga dapat untuk kasus sedang sampai hcrat) * Tidak dapat digunakan pada bap dan anak < 5 tahun. Kuurolon dikonsumsi secara oral dapat menyehahkan masalah tulang pada hewan dan hams hart-hati bila diherikan pada anak. # Rifahutin tidak tersedia di kawasan Asia "lenggara. Semua dosis unnrk satu kali pembenan. Albendazol 10 mg/kgBB, 1x/Iran, selama 3 han (rnaksimum 400 mg/dosis) Albendazol 10 mg/kgBB, 2x/hari, selama 4 minggu (maksimum 400 rng/dosis)

Lampiran B

83

Apakah anak sedang demam?

Anak dengan demam

11

Diagnosis malaria dan pengobatan sesuai dengan pedoman nasional malaria b

I noes tigasi lebih lanjut dan terapi suportif sesuai pedoman nasional dengue b

Punksi lumbal (bila mungkin) Obati meningitis dengan antibiotik intravena c

Irhat lampiran A

a. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh > 37,5C (aksila); 38C (oral); 38,5C ( rcktal)
Demam persisten : dcmani lebih dari. 5 hari Demam rekuren : demam lebih dari 1 episode dakun periods 5 hari Anak mungkin deniam sebagai akibat penyakit anak uruumnya , penyakit edemik , infeksi oportunistik atau bakteri yang serius , neoplasma dan/atau I IIV itu scndin . Dengan adanya kemungkutan tersebut , demam dikaitkan dengan tanda dan gejala spesifik. Anamnesis teliti: Berapa lama demam ? Apakah ada gejala lain ? Pengobatan apa yang telah diberikan pada anak ? b. Ikuti pedoman tats laksana spesifik. c. Infeksi SSP dapat menyebabkan demam persisten atau rekuren tanpa tanda abnormalitas neurologi . Ultrasonogram kranial dan / atau abdominal mungkui berguna . Kultur sumsum tulang dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kultur darah. Mikobaktenimia mudah dideteksi melalui aulomaled culture system.

84

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Anak dengan demam persisten atau rekuren

Anak dengan demam pcrsisten atau rekuran

l Pcriksa: TB

Tanda/gejala penyakit terkait HIV'

Infeksi Infeksi fungal sistemik 1h,cobacterium atrium complex Bacterial foci Penyakit virus

Investigasi Iebih lanjut Investigasi lebih lanjut dan terapi suportif dan terapi suportif sesuai indikasi sesuai indikasi

a. Pcrtirnbangkan: Panda/ gejala penyakit terkait HIV Periksa oral thrush Periksa lesi kulit Periksa tanda lokal spesifik

Apabila dalam ART, periksa kejadian simpang akibat ARV Apabila dalam ART, periksa IRIS
b. Apabila dernam tinggi persisten dan curiga infeksi bakteri, periksa infeksi fokal. Terapi empirik dengan sefotaksim 50 mg/kgBB intravena atau intratnuskular setiap 6 jam atau scftriakson 80 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal dibcrikan dalam 30 menit. lika demam menghilang, namun sumber masih belum diketahui, terapi dapat dihentikan setelah 7-10 hari.

Lampiran B

85

Apakah anak mempunyai abnormalitas neurologi dan/atau sakit kepala?

Anak dengan abnormalitas neurologi/sakit kepala

1
Anamnesis teliti: Apakah terdapat kclcmahan di bagian tubuh Apakah baru mengalami kecelakaan dan trauma Apakah baru mengalami kejang Obat apa yang sudah diminum anak Apakah anak mempunvai kesulitan konsentrasi / mcmusatkan perhatian Apakah perilaku anak berubah Apakah anak tampak bingung Apakah gejala terjadi tiba-tiba Apak ah gejala berkembang progresif

Pemeriksaan klinis Apakah ada tanda neurologi fokal Pcriksa paralisis Hasid Periksa kekuatan Masalah berjalan Masalah berbicara Masalah pergerakan bola mata Penksa kaku kuduk Apakah anak tampak bingung

Jika satu patogen telah dndentifikast, tempi 10 sf suai rekonnendasi (prosedur 21). jika ada defisit neurologi fokal, pencitraan neurologi (misal Cl' 'Scan dengan kontras) diperlukan untuk menvingkirkan infark serebral, perdarahan, limfoma dan lain-lain, sebelum diagnosis ensefalopati HIV ditegakkan. Pada infeksi toksoplasma yang didapat, CI' scan akan menunjukkan inassa hipodens multipel dengan penyangatan tepi (nng enbuncemenl). Path lunfoma SSP akan tampak lesi tunggal isodens atau hipodens yang menyangat dengan kontras. Atrofi otak lebih tnenunjukkan adanya ensefalopati HIV. Penyebab lain abnortnalitas neurologi pads arutk terinfeksi HIV yaitu ensefalitis CMV, tuberkuloma SSP atau leukoensefalopati multifokal progresif. Hitung CI)4 dapat membantu menentukan kemungkinan infeksi oportunistik mana yang ditemukan.

86

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Anak dengan episode abnormalitas neurologi


Anak dengan episode progresif I abnormalitas neurologi

J-Disfungsi kognitif atau motorik progresif atau sty Tidak Episode akut b
Ya

Obati sebagai HIV ensefalopati Terapi suportif Pertimbangkan ART Punksi lumbal jika mungkin
Periksa meningitis bakterial Periksa meningitis kriptokokus Periksa meningitis TB

Cairan serebrospinal menunjukkan kemungkinan infeksi spesifik c Tidak Kenaikan tekanan cairan scrcbrospinal Tidak HIV ensefalopati dan mulai ART d

Ya

)hat Want;
jeiual

Curiga Ya perdarahan SSP arau Iesi desak massy

a. Definisi: Ensefalopati progresif Penurunan progresif fungsi motorik, kognitif atau bahasa, bukti hilangnya atau keterlambatan tumbuh kembang, onset dapat awal sejak tahun pertama kehidupan atau dapat terjadi kapan saja. Ensefalopati statik: disfungsi motorik dan defisit perkembangan lainnya yang derajat keparahannya bervariasi, namun tidak progresif, ditemukan pada pcmenksaan neurologi dan tumbuh kembang secara serial. Episode akut: onset akut kejang, kelainan neurologi fokal (seperti toksoplasmosis) atau meningisnn ^ s (seperti meningitis kriptokokus, meningitis bakterial, meningitis'I'B atau ensefalitis CMV). Ananuiesis teliti dan pemeriksaan fisik termasuk pcmcriksaan neurologi dan pemeriksaan tumbuh kembang sangat penting karena penatalaksanaan episode akut berbeda antara enscfalopati progresif atau stank.

Lamptran B

87

b. Episode akut dapat terjadi pada anak terinfeksi HIV yang sebelumnya sehat atau dapat terjadi pada anak yang stuiah didiagnosis ensefalopati HIV.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan: Meningitis akut: hitting leukosit > 100/mm3. Pewarnaan Gram clan kultur cairan serebrospinal, apabila memungkinkan, dapat menunjukkan adanya bakteri. Meningitis kriptokokus: pewarnaan tinta India dapat menunjukkan scl rag'. Antigen kriptokokus dapat dideteksi dalam serum atau cairan serebrospinal. Meningitis fungal: kultur cairan screbrospinal dapat mendeteksi infeksi jamur. d. Rejimen ART harus termasuk AZT atau d4'T karena penetrasi SSP yang tinggi.

88

Pedoman TTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia -tom/ 'l

I )irai

oimulasi cian Dosis Anti Retroviral Un

Anak

E E

Lamplran C

89

"

rl

w
.0 0 A

^
`7 v

,^
7

r,

` A

3CE ^ E

m L 'L
t -^

A O CO bpd

S L CG R ^ 7 E .Q 0 W

A E

R 7 A

"

E ^p^

aC

S
M \ JC

-b c ro
V

L y

k C] ^i R

'

V Cl '^
R

Al 7 C1

E u

5 ,c

.=

a ='

ll ri

v M E EGni E d

v EO n M

"

A A

n E
q^ o E

E ^3S
'^

Ea cx` v
F

^
k_ E

E E
a

Ep

c E E

J k iF'

.9 'C A j F C

'^ ^C U^ k Obi

^tl

v a
u

90 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

E a

60 S x

N1

6b

^ e

v -

a^

x x
c

c ^

_s
C1 \

'G

El
o9 r:

yC

... ? n F E m E E S
1 Y F N E C 7 N j . ,

77

E O

b r C1

a Lea

en

`^'

c!

d
L'

s
R

L
S

', 'C h Cv S

a 0 nk E

00

aE

c x

q ^ T 7 ^4 2 C

E cry

.Ni

Lamph'an C

91

po n qq C C L / fl _ a> a .'n 'II . D '^ ^ S "C T  m

7 q

`^

C
^

I
u

'C S E R u e^^, y a A 00 D ^ a P ^ a t ^F

.^

6.

L '^ I

'^ OCQ a f1 fl

Ei^E

^m

v lilA V^^ Gig E


,^ ,n Cl

CA

II II II II

EEEE
O O O

a
S

E ? eo ac ec o E o 'C E 'o r^ 'k cz c df ^,


^-

^ E

E E ^ -^

ci

Al

h
OC

E3

60
E
C ^e ^T k3

n E 60 E

' 7 y 0. ^ M -

_ a7

92

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

5
E so so c

E '

J L E EL
;

C^i

'

73
L 'J^.'(' ' J p, ' tea" ..^. :S 1'1 ..^R

K
L L C{ ^L

S is

N ., N

r.1 E

E
S

n \ UM
Y

J
C N

" o
^C

a . S' c R
O pr

g ^
,I a a

t R

x^ !o
R 7^ ' 9 e

., /

u
cf
9 R

C, I

E
a
-be.

E
c R c v

E r _ v 0

L 5 E -^ \ \ R E E w'^ E'A c x g E 6p^ "q

ti .^ q .L S .C - R

gg k -^'

LE n

Al

c o

.^ .n' o " -^ ^ r _

to 3 R a a c{ a b n n

EY

^^ A a E

.Y c ^9 R

E n

.9

W L L ^O

i+ ,S A' C

.. C+

N 7

X^

5
y

"'
c

? .n

8E
,^4 C O $o kc" R c R R co L Fi G E

OC E

to `
o-

y e 0 a V ci 6k R
E ' F? +

M, 4C - .. E o 0 c a

+ o, .0 7 C N . 5 R a c c E ' a eo c F o . eo a a o E F n. ' q E 7 t

C- r

Lampiran C

93

Table 20:
Dosis Tablet Fixed Dose Combination (FDC) pads anak

Singkatan Menurut WHO Paediatric FDC 6 dual Paediatric FDC 6 triple Paediatric FDC 12 dual Paediatric FDC 12 triple

Stavudine (D4T )/tablet (mg) 6 6 12 12

Lamivudine (3TC)/tablet (mg) 30 30 60 60

Nevirapine (NVP)/tablet (mg) 50 100

Rejimcn D4T 3TC NVP Rcntang Badan Inittiasi Pemherian ARV Hari 1 sampai 14 't'ablet Tablet Uste pemeliharaan setelah inisiasi Tablet Tablet

Rcjimcn D4T 3TC EFV

D41' 3TC

EFV

'T'ablet

Tablet

Triple
pagi 3- 3.9 kg 4-4.9kg 5- 5.9 kg 6 - 6.9 kg 7-7.9kg 8-8.9kg 9-9.9kg 10-10.9kg 11-11.9 kg 12-13.9 kg 14 - 16.9 kg FDC 12 FDC. 6 1 1 1 1.5 1.5 1.5 1.5 2 2 2 1.5

Dual
malarn 1 1 l 1.5 1.5 1.5 1.5 2 2 2 1

Triple
pagi 1 1 I 1.5 1.5 1.5 1.5 2 2 2 1.5

Triple
malam 1 1 I 1.5 1.5 1.5 1.5 2 2 2 1

Dual
pagi

Dual
malam

ha EFV mal males

EFV6dak butch diberikan pa d a B erat Badan < 10 kg

2 2 2 1.5

2 2 2 1

200mg 100 Mg 200 mg 200 mg plu, 50 mg

17-19.9 kg

1.5

1.5

1.5

200 mgp1tv, 50 mg

20 - 24.9 kg

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

200 mg plus 2x50mg 2(X) mg plus 1 i0 nug

IS - 29.9 kg

94

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV clan Terapi Anuretroviral Pada Anak Di Indonesia

Lampiran D:

R ^ n n R a

J Y , y x

~.

LY

.^

=
n

c R a 3 C

' ^

2L n t c n ^' S

7c

C. :C

^ p

C 'C

-=

'n

m x X n^ b fi

^,a

x a ^'

V o i VO ` R w L

^2 cL
.C ..C C U x ^^? xGti s 5

r x a.. c
^,y C .C C O

L'

'G w c.

d ^ c ` a^

E N

^ , fi

Lamplran D

95

a^

_ Z v

.7i

a r

2 0 0
3 O ^ J-^

f-= c n E

Y c

! cc ` ` r a

7 i ^, p .' C^

" S rt A

^^

Ez cc ^ a se

R'^
L u

N c a$ 5
y ^ 'O M

5W "'cam R,a

OC
R '^

tl
R

CM

R^

R r i
0.F^ R R it R

U Z m .c ^. E 3

Y^ E 6

E--

96

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretroviral Pada Anak Di Indonesia

f a ?
L y ^

^ i
R C

S ^ .i
c7i +'e

:2 :7

75 1F ty

9ai

a G

G 4[ D iv

tl

ti

C ^

'a Q C G

C G. -Y -L C re -^7 c ^ a ^ C a

.^ m '^ c -+: R y

^ .C -- F: 00

e o

$ c o a0 x v

1 .- ^ 5 ^ ^ ^e
$

c 8
H C u y L a . `^

C y w R F

G c^,

a
1 a v L^7

lo'a '
O. C ? 3 B 7

e rC 2c -2
l

R
S Y t ya 7 I n i .

`7

Y t

13 v '.r

go

^ ^ x u ..

N h

J C

c y^
R ^ ^Q ^

R JC

Ci

'r

F=

F C] a F.

'

a =

Lampiran E

97

roksisitas Akut dan Kronfl

Reakri SimpvnB . lk u Semis


Hepatitis stmtomatik akut (NNR'I'I, tenuama NVI H\ - lchih iarang ; NRTIs atau P1)
lktenis Transamunase Hentikan scmua ARV

Pembesaran hepar Gejala gastrointestinal


Fatigue, anoreksia

nieningkat Bilirubin meningkat

sampal gejala membaik Pantau kadar transaminase,


biliruhin

Mungkin ada gejala


hipersensitivitas (kulit

kemerahan , demam, gejala


sistemik), timbul dalam 6-8

minggu Mungkin ada gejala asidosis


laktat yang terjadi sekunder

Bila sebelumnya memakai NVP, tidak boleh digunakan lagi seumur hidup Setelah balk - ART dimulai lagi ganti
NVP dengan alternatif

pada golongan NRTI

lain A1'A1 - ART yang lalu


dimulai lagi dengan

pemantauan ketat; bila gejala herulang


gunakan ARV lain

Pankreatitis akut ( NRT1, terutama d4T, ddI ; 3TC Iebih jarang)


Mual dan muntah hebat Amilase pankreas Hentikan scmua ARV

Nyeri perut hebat Mungkin disertai gejala asidosis laktat

mcningkat Lipase meningkat

sampai gejala hilang 1'antau kadar amilase, lipase Sctelah gejala hilang mulai
lagi pemberian ART

dengan penggantian obat NRTI, terutama yang tidak menyebabkan foksisitas


pankreas `

98

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

Manifestasi Minis yang Munitkin (Obat ARV)

Kelainan Laboratoriurn yang Mungkin'

Imph'kasi padaTata Lakgama Obat Antiretroriral

Reaksi hipersensitivitas (ABC atau NVP)


ABC: Kombinasi onset akut gejala respirasi dan gastrointestinal setelah mulai minum ABC; termasuk demam, mual, muntah, fatigue , mialgia, diare nyeri pcrut , faringitis, batuk, sesak ; lesi kulit (umumnya ringan) dapat timbul; gelala memburuk dengan cepat terjadi dalam waktu 6 - 8 minggu ,V l''P: Gejala sistemik demartt, mial g ia, artralgia, hepatitis, dapat disertai lest kulit

Peningkatan
transaminase

Segera hentikan semua ARV sampai gejala menghilang NVP atau ABC jangan diberikan lagi scumur hidup

Hitting cosinofil
meningkat

Sesudah geiala membaik,


mulai ART lagi dengan
me anh ABC atau

NVP `

Asidosis laktat (NRTI, terutama d4T)


Kelmahan dan fatigue umum

Anion gap meningkat Asidosis laktat


km inotrans fcrase meningkat CPK meningkat LDH meningkat

Hentikan semua ARV sampai membaik Gejala karena acidosis laktat mungkin akan tents herlangsung atau memburuk meskipun ARV sudah dihentikan

Gejala gastrointestinal (mual, muntah, diare, raven pent, hepatomegali, anoreksia, penurunan berat badan atau berat tidak naik)

Mungkin disertai hepatitis atau pankreatitis


Gejala respirarorik (takipne dan dispneu)

Sctelah gejala menghilang, ART mulai diherikan lagi dengan pemberian NRTI alternatif dengan risiko toksisitas mitokondria rendah (ABC atau AZT)

Gejala neurologis (termasuk kelemahan motorik)

Lampiran E

99

Kelainan kult hehat/Stevens Johnson Syndrome (NNR II, terutarna NVI1 L r + \ lebih

jarang)
Lesi kuht umumnya muncul l'eningkatan lika lesi ringan sampai

pada pembenan 6-8 minggu pertama L e.4 ringan sampai sedantr bcntuk makulopapular , entematus , konfluens , ditemukan terutama pada tuhuh dan lengan , tanpa gejala sistemik I rri knk7 yang berar lesi luas
dengan deskuamasi basah

aminotransfcrases

sedang, ART dapat diteruskan tanpa harus dihentikan tetapi dengan pemantauan lebih ketat Untuk lest yang mengancam jiwa, hentikan semua ARVsampai gejala reda NVP tidak boleh diberikan
lagi seumur hidup

angioedema , atau serum sickness - like reaction ; atau lesi kuht dengan gejala
konstirusionalseperti

Setelah gejala membaik, ART dimulai lagi dengan mengganti NVP (banyak
ahli tidak menganjurkan

demam , sanawan , melepuh,


edema fasial, konjungtivitis

pemilihan NNR11 lagi bila


sehelumnya ada Sindrom

Sindrom Stevens Johnson yang mengancam jiwa atau toxic epidermal necrolysis Anemia berat (AZT) Pucat, takikardia
Fatigue Gagal jantung kongestif

Steven Johnson karena NVP)

Haemoglobin rendah

Bila tidak ada reaksi


dengan terapi simtomatik

(misalnya transfusi), hentikan AZ'h saja dan ganti dengan NRTI lain l litung jenis nerrofil rendah

Netropenia berat (AZT) Sepsis/ infeksi Bila tidak ada reaksi dengan terapi simtomatik (misainva transfusi),
hentikan AZT saja dan tnn ci(:uall A k I

100

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Reakci rinrpan, kronik (lumbar) yimg senus


Lipodistrofi/sindrom metaholik (d41; I'I) Kehilangan lemak arau Hipertriglisendenua Penggantian d4 Tdcngan

penumpukan lemak di regio tubuh tertentu: - Penumpukan lemak di sekitar perut, buffalo
hump, hipertrofi

I liperkolestrolemia Kadar HDL rendah Hiperglikemia

ABC atau AZT dapat mencegah atrofi lebih lanjut . Pertggantian PI dengan
\NRT1 akan menurwikan

mammac
- Hilangnya lapisan lemak dari tungkai, bokong

ahnormalitas kadar lipid


serum

dan wajah, bervariasi


Resistensi insulin, termasuk diabetes mclhtus Risiko potensial unruk

penyakit arten koroner Neuropati perifer yang herat (d4T, ddl; 3TC lebih jarang) Nyeri, kesemutan, kebas
tangan dan kaki, menolak

Tidak ada

Hentikan NRTI yang


dicungai saja dan ganti

berjalan Kehilangan sensoris distal Kelemahan otot ringan clan areHeksia

dengan NRTI lain yang tidak mempunyai efek neurotoksisitasc Redanya gejala mungkin
memakan waktu lama

Singkatan: ARV - obat antirctroviral; ART - tcrapi antirctroviral; CPK - creatinine phosphate kinase; LDH - lactate dchydrogenasc; IIDL - high-density lipoprotein; NRTI - nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor; NNRTI - non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor; P1 - protease inhibitor Catatan: a. Gejala toksisitas yang diakibatkan sebab yang lain harus juga dicari sebelum akhirnya disimpulkan karma ARV. 11kinajcmen pada tabel ini hanva membahas pcnggantian ART, tidak manajernen klinis secara keseluruhan. b. Kelainan laboratorium mungkin ndak seluruhnya ada. c. Penggantian ARV lihat prosedur XIII.

Lampiran F

101

Nucleoside R77s Ahacavir (NBC) Zidovudine (AZ]) Suhu ruant;an Suhu niangan Suhu ruangan untuk tablet dan kapsul. Reconstituted buffered powder harus disimpan dalam pendingin. Cairan oral untuk anak stabil setelah rckonstitusi sel,una 30 hari iika didinginkan Emtricitahine (FTC) Lunivudine (3TC) Stavudine (d4T) Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan. Setelah rekonstitusi, cairan oral harus disimpan dalam pendingin, sehingga stabil selama 30 hari Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan

Didanosine (dal)

Stavudine (d4T) + L.amivudine (3T() + Nevirapin (NAB') Zidovudine (A7. t) + L,univudine (3TC) + Abacavir (ABC) Zidovudine (AZ'I) + Lacnivudine (3TC) + Nevirapin (NV P) Non-nucleoside RTIs Efavircnz (F.FV) Ncvirapin (NVP)

Suhu ruangan Suhu ruangan

102

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Protease inhibitory Atazanavir (ATV) Indinavir (IDV) Fos-amprenavir (Fos-APB ) L.opinavir/Ritonavir Lopinavir/ Ritonavir stable tablets Nelfinavir (NFV) Ritonavir (RTV) Suhu ruangan Kapsul disimpan dalam pendingin. Pada suhu ruangan stabil selama 30 han. Suhu ruangan untuk cairan oral (jangan disimpan dalam pendingin Sayuinavir - bad gel cups. (SQVi,K) Suhu rutngan kapsul Suhu ruangan Suhu ruangan Suhu ruangan Dalam pendingin untuk jangka lama. Pada suhu ruangan stabil selama 30 han heatSuhu ruangan

Suhu ruang a n : 15-30C. Pendingin : 2-8C.

Lampiran G

103

^Derajat Beratnya Toksisitas Minis dan Laboratorium Yang Sering Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang Direkomendasikan

u :+

D o
V S

E
E

oo N
O ^ c7 C

^o _ OC
a x ^J 1 fl

G r

vv

v v

Vv

x ^ A r a ^ Sz ^

^ ^j ^^

loi^ r V

V I o

&D E
-

'-

'0

N O_

(J

-.

0 v 0. o

00 N

- O v X

i C
K 5>

E vi .5
F v c v Y.a

nC

r -

n x

fl

a
_ . u :
c x .a - ^n
o i^ o

E
e

I
V x

4
(^

:jJ11
a 1 a C 'O

fly

a
9
r

E ^i=
R

c. 'E

N M

od-

EE o gEx

E 0
3 ^ QC ^.e O

ro E

104

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

=
S " E

- ..

v e 2 n

:R 43
1. x
% ? Z

ro Y
a 3 .r

L x

'C n

? s

uv

uL

E L
Oc,

C ^ .=

L ^O

^'

c
C

c
=

x c ^ri
Cl

x o
vi I eri

x c
.r . I Cl

c r- .g o C
4,
r a C

^o
'C tC

F a c'^ ^
N G. v

a 3 nw ^
o

7 v

'b

^ ^, La ^
C

v ^u cc ' '^
ya p 0. .0 Y n ro .,

i k

1
i ,t L

C k

571 = b m =i
C j^ -

r R AE
oC

v; E^ 8 . / E C r

qG :
x
O V1 I rl d
0. ... , 7 k c

:
x
O T

x
O u

x
^ CI

x
C Cl

o R 7 ro
P tia Y iro. f^ 3 '7 ro

oc ro
'^

CJ

ro

a 3
'4 `^ r ,^7 0 v
d

F'
C C :0.

V C ro y 'Y w 0. >

ro

^ u

Iu^IQ
: L 7 7
x x X x

.71
x

6 CC
ro 7_

ro

a c

EaY
-^ ro

ro 6
C

Cl

^ uuI CJ

I b

Y G- .^ E i p

v C, y

af;

E ` r. %^ x '^ Y C, ,r ro ca E
C C N L

. . ^.

5E

z .S E

N 7 x

3;

m ?

.^ _

r= _

I C

Lampiran G

105

7 ^1 -

E 5 .j5
A

5u
R L

=
'

k
Leff

t: r
R
jl

`S R

J-.
R

u
C 0

R .. C R L

a v n eo .^+ R '^ p pp C F C C i i' a

^^ o ri ^ :j R R C F C
y a O

2^ ;f n
'a
0-0

^
u R

Qa C
o a

C GC
R

S R b>
L i O .C. a F u ^e ai

>
y ed

s i c
u

p 5C b

.`S 5o h E 2 'L

a. R a E o :3

'd a C

UVR E E a

p
u R

c
^

y u

o X ^^ R

5c

o '^ a

R Y E

c a E v A R

'

E
.5

gn uc R A^

s $ G" E E -

p A _ 'h

EE a L
^o
^ ^

Z Sc E w
y OU

R 4C is ^

OC .

^
q

c ;,^

o .^
q ^
C

a 3 .M
G O

4 R

E
7 ro

a C 7. .a C A o p^

'c o ^ C S ^
L ti

q 'C '9

,S o

^' ^ '

E 9 ;7

u C E oc

SS
c

E
R

' 7
Gq

n c vb C y v '."_ 7 Y
^^"y

^^

ra ^ E2

E c
- v

^^ 9 R
< Zi E o E -P

sC

7 Y

CC
r I

7 C R

s
C

E-^
$ a

C 0

2^

? kc

^v

106

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

m
O
O C p

eC
d

E ro

a a
G

'V ^0 is .'a

R
Y
m ,

G
3

y a E

^E E^
72 nn

_\ o

E'5 E
=

\
b

En
is 5"

^M

r ._ c V E

0; 'o K nn

nn

v c a c

z Y

eo F
a C .:

E
Y J E a E 'y ed
?u n ^, ,C N

E
l
n I

F A
c 5 3 r .a
V
J

a
-.
I _c
N

E r

EE
pp l e^ N

.r.
I '

C
1

AA

it

er f^1

C 1 --

r] -+

Y aC

O 7

x en

^_
G

o f

c O

cAG

Y, C k
a

z
tf C `V ti - t` 1` X. r ^ I '^ V

Ex
en
Cl V I I - OC OC

E .0
in f`I

E
.] J k ^-. Cl At ,1^r, f^ Y 00 V V I

Y C ^+ ' d C R K n. C R E 'D

V V I I N

14 EE v
z
er.

73

u v E
$

x]

E
V V

En
V o V

`A c E

V C ^O r n tL 7 7 Fib A v

v R ' p G ^ y^

ab
^ n R 7

,^" b ^ E c x

y = a

'Sa E%

'EC a E

v '^

1 c_; A a u

Lampiran H

107

Panduan Untuk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder Pada Anak

Profilaksis primer Organisms PCP Kapan Mulai 141 emberi Anak terpajan HIV Profilaksis kotrimoksazol dibenkan mulai umur 4-6 minggu dan dihentikan setelah risiko transmisi HIV tidak ada dan infeksi HIV disingkirkan Anak terinfeksi HIV Usiu < 1 tahum profilaksis kotnmoksazol dibenkan tanpa melihat CD4" 'o atau status klinis Usia 1-5 tahun: stadium I IO 2 - 4 tanpa melihat CD4% atau Stadium UIIO berapapun dan CD4+% < 25% Usia ? 6lahun stadium V1-10 berapapun dan CD4+ < 350 sel/mm' atau Stadium WI 10 3 atau 4 dan hitung CD4+ berapapun

Rejimen Obai
Kotrimoksazol : suspensi (200 mg SMX, 40 mg TMP), tablet pediatrik (100 mg SMX, 20 mg TMP), tablet dewasa (400 mg SMX, 80 mg '1VIP)

Rekomendasi (target minimal 3 hari dalam seminggu atau tiap hari) Usia < 6 bulan: suspensi 2,5 ml an 1 tablet pediatrik atau tablet dewuasa setara dengan 100 mg SMX/20 mg TMP Urfa 6 bulan-5 tabu,: suspensi 5 ml atau 2 tablet pediatrik atau ' tablet dewasa setara dengan 200 mg SMX/40 mg TMP C;sia 6 - 14 tahun- suspensi 10 ml atau 4 tablet pediatrik atau 1 tablet dewasa Usia > 14 tahun: 1 tablet dewasa (atau !/1 tablet dewasa forte) setara dengan 400 mg SMX/80 mg TMP Alternatif 1. Dapsonc 2 mg/kg, 1x/han atau 2. Dapsone 4 mg/kg lx/ minggu

108

PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

TB

Scmua anak yang kontak dengan penderiti '1B aktif, tcrutama yang tinggal serumah, tanpa mclihat nilau CD4+ (Untuk menyingkirkan penyakit diperlukan pemeriksaan fisis, tuherkulin dan rontgen dada)

Rekomendasi INH (5 mg/ kg) (max 300 mg) per h an selama 6-9 bulan

M AC

CD4+ <50 sel /mm' pada > 6 tahun CD4+ < 75 scl/mm3 pada umur 2 - 6 tahun CD4+ < 500 sel /mm' pada umur 1 - 2 tahun CD4+ < 750 sel/ mm3 pada bay < 1 tahun I lentikan bila CD4+ di atas ambang selama > 3 hulan

Rekomendasi 1. Klaritromisin 7,5 mg/kg/ dosis (max 500 mg), 2x/hari atau 2. Azitromisin 20 mg/kg (max 1200 mg) sekali seminggu
Alternatif Azitrornisin 5 mg/kg (max 250 mg' sekali sehari

Profilaksis sekunder

Rejimen Obat PCP Anak dengan riwayat PCP hares mcndapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi . Keamanan menghentikan profilaksis sekunder pada pasien ini helum drtcliri,ecara luas TB Tidak dirckomendasi Sama seperti profilaksis primer

Lampiran H

109

Denis Infeksi Oportunistik


MAC

Saat Memberi Pengobatan Anak dengan nwayat MAC diseminata harus mendapat profilaksis scumur hidup unnik mencegah rekurensi. Keamanan menghentikan profilaksis sckunder pada pasien ini helum diteliti secara luas

Rejimen Rekomendasi Klaritromisin 7,5 mg /kg/dosis (max 500 mg) 2x/han ditambah etambutol 15 mg/ kg/dosis (max 800 mg) per hari Alternatif Azitromisin 5 mg/kg/dosis (max 250 mg) ditambah etambutol 15 mg/ kg/dosis (max 800 mg) per han

Cryptoeoecrrs neoformans
orzdiodes in1iii/r!

Anak dengan nwayat meningitis knpto harus mendapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Belum ada data kcainanan penghentian obat secara Iuas Anak dengan riw-ayat histoplasmosis /peniciliosis harus mendapat profilaksis seumur hidup untuk mencegah rckurensi. Belum ada data keamanan menghentikan obat profilaksis

Rekomendasi Flukonazol 3 - 6 mg/kg/sekali sehari Alternatif Itrakunazol 2 - 5 mg /kg sekali ^ch:1n Itrakonazol 2 - 5 mg/kg sekali sehari

Histop/auma capsu/atum Penicillum marneei

T atop/armagondii

Anak dengan nwayat toksoplasmosis serebral harus mendapat profilaksis scumur hidup untuk mencegah rekurensi . Keamanan penghcntian obat profilaksis helum ditcliti secara luas.

Rekomendasi Sulfadiazinc 85 - 120 mg/kg/ han dihagi 2 - 4x/hari ditambah pirimetamin I mg/ kg (max 25 mg) sekali sehari ditambah leukovorin 5 mg setiap 3 han Alternatif Klindamisin 20 - 30 mg/kg/ hari dibagi 4 dosis per hari ditambah pirimetarnin dan leukovorin seperti di atas

110

Pedoman Tatalakcana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Lampiran I: Rujukan Elektronik


http://w v.who.int/hiv/en/ littp://www.who.int/3by5/about/en/ http://wwwwho.int/3by5/puhlications/document-,/:uv^ui(ielines/en/ http://wwwwho.int/hiv/pub/prcv_care/put) 18/cn/ http://vvw,wwho.itit/hiv/pub/mtct/guidelines/en/ http://mednet3.who.int/prequad/ http://www:who.int/medicincs/organisation /par/ipc/(Irugl)ric (in(-).shtml,#I III-/:AIDS http://w3.wlxse-A.org/ en/SeciionlO/Section 18.htm h ttp: / /www.unaids.org http: / /www.who.int/medicines. littp://%%Avw.rncdscape.com//i lomc/'Iupics/AIDS/.1IDS.htm1, littp://\k-\v\%-.ai-nfar.org http://w-%Nvv hivandhep:tntis.cc,m http:/ /www.womcnchildrenhiv.org It ttp://vvvvw.bhiva.org/ http://-\\,%v-,v.[)nf.org/ http://\v\v-vv.aidsinfo.rtih.gov/guidelines/ Ii ttp: / /www.cdc.gov /hiv/ trcatment.h trn Iittp://ww\v.1-da.gov/ua,:,Iii/aids/iii%,.litii-J, http://-,v\v-\v.aldsinfo.nih.gov http:/ /www.clinicaloptions.com /hiv.aspx litq)://w\v\v.liopkiiis-aids.edu/ http: //hivinsite.ucsf.edu /InSite http:/ /wtv^v:<tidsmap.com http:/ /www.thehody.com/ http://-,,,%N,\v.-,iidsmeds.com/ http://aids.org littp://,,\,-\k-\v.1iiNiiat.org/ http://vvw-\upaho.nrg/English/HCP/HC X/antiretrovirals_HP.htm

S-ar putea să vă placă și