Sunteți pe pagina 1din 14

1

PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula

dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini. 1 Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas. Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 5 tahun. 1 Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak. Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus kasus tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.2

II.

Tujuan Tujuan dari pembuatan refarat ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami tentang spondilitis tb dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

III.

Manfaat Refarat ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis

dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai spondilitis tb

SPONDILITIS TB

I.

Definisi Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh

Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 - L3 dan paling jarang pada vertebraC12. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.1

II. .

Epidemiologi Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yangsedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1.2 Sekitar 1-2% dari semua kasus tuberkulosis menyebabkan penyakit Pott. Di Belanda antara tahun 1993 dan 2001, TBC tulang dan sendi menyumbang 3,5% darisemua kasus tuberkulosis (0.2-1.1% pada pasien asal Eropa dan 2,3-6,3% pada pasienasal non-Eropa). Menurut WHO, Indonesia adalah Negara yang menduduki peringkat ketiga dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina. Tuberkulosis (TB) adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia yang dapat dikaitkan dengan agen infeksi tunggal. Lebih dari 40% kasus TB di seluruh dunia terjadi di bagian Selatan Asia Timur. Di wilayah ini, diperkirakan 3 juta kasus baru TB setiap tahun. Diperkirakan 140.000 orang meninggal akibat TB setiap tahun atau setiap 4 menit ada satu penderita yang meninggal di negaranegara tersebut , dan setiap 2 detik terjadi penularan. TB ekstraparu hanya terdapat 10% sampai 15% dari semua kasus TB. TB skeletal

terjadi 1% hingga 3% dari kasus TB ekstraparu dan biasanya melibatkan tulang belakang. Dalam TB muskuloskeletal, infeksi paru aktif terlibat sekitar kurang dari 50% kasus. Tulang belakang terlibat pada hingga 50% kasus TB muskuloskeletal.3 . III. Etiologi Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis ditempat lain di tubuh 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid- fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe humandan 1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mycobacterium tuberculosis. 3

IV PATOFISIOLOGI Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis.Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat inidapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus

sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi kedepan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses

dapat berjalanke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempatmenempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses padadaerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia.Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan munculdi bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerahkrista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atauregio glutea. 4 IV.Manifestasi Klinis 2 Manifestasi Spondilitis Tuberkulosa antara lain : Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan

menurun.Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertaidengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat torakal Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa : Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat

penekanan medulla spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.

Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal Pemeriksaan fisik :

Adanya gibus dan nyeri setempat Spastisitas Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi

Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai.

IV.

Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Penegakkan Diagnosa Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi keluhan utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.

Pemeriksaan fisik: Inspeksi: Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis. Palpasi: Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang terdapat adanya gibbus pada area tulang yang mengalami infeksi. Perkusi: Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok. Auskultasi: Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan.
1

Pemeriksaan Penunjang 5 1. Laboratorium : Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam. Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada 20% kasus . Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru paru yang aktif) Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin

haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi TBC. Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih baik. Cairan serebrospinal akan tampak: Xantokrom Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal. Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik Kandungan protein meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap infeksi. 2. Radiologis

Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal). Computed Tomography Scan (CT SCAN) MRI

VI PENATALAKSANAAN Kuman tuberkulosa pada umumnya dapat dibunuh atau dihambat dengan pemberian obatobat anti tuberkulosa, misalnya kombinasi INH,

ethambutol, pyrazinamid dan rifampicin. Namun karena vertebra yang terinfeksi mengalami destruksi dengan pembentukan sekuester dan perkijuan, maka tindakan bedah menjadi penting untuk dapat

mengevakuasi sumber infeksi dan jaringan nekrotik, terutama skeuster. Destruksi korpus vertebra dapat menyebabkan kompresi terhadap medula spinalis dan menyebabkan defisit neurologik, sehingga memerlukan tindakan bedah. Dasar penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit, obat-oabat anti tuberkulosa dan pengeluaran abses. Terapi Konservatif Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik. a. Istirahat di Tempat Tidur Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips terutama pada keadaan akut atau fase aktif. Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 3 4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologis dan laboratoris. Nyeri akan berkurang, spasme otot-otot paravertebral menghilang, nafsu makan pulih dan berat badan meningkat., suhu tubuh normal. Secara laboratoris, laju endap darah menurun, tes mantoux diameter < 10 mm. Pada pemeriksaan radiologis tidak dijumpai penambahan destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.

b. Kemoterapi Anti Tuberkulosa Tujuan pemderian obat antituberkulosa (OAT) secara umum adalah: 1. Menyembuhkan penderita dalam waktu singkat dengan gangguan yang minimal 2. Mencegah kematian akibat penyakit atau oleh efek lanjutannya. 3. Mencegah kekambuhan 4. Mencegah timbulnya kuman yang resisten 5. Melindungi masyarakat dari penularan Pemberian OAT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Terapi sedini mungkin 2. Obat-obat dalam bentuk kombinasi 3. Diberikan secara teratur 4. Dosis harus cukup 5. Diberikan sesuai jangka waktu pemberiannya. WHO memeberikan panduan penggunaan OAT berdasarkan berat ringannya penyakit. 1. Kategori I adalah tuberkulosis yang berat, termasuk tuberkulosis paru yang luas, tuberkulosis milier, tuberkulosis disseminata, tuberkulosis disertai diabetes mellitus dan tuberkulosis ekstrapulmonal termasuk spondilitis tuberkulosa. 2. Kategori II adalah tuberkulosis paru yang kambuh atau gagal dalam pengobatan. 3. Kategori III adalah tuberkulosis paru tersangka aktif.

Paduan OAT untuk spondilitis tuberkulosa sesuai dengan Kategori I. INH diberikan sampai 12 bulan. Streptomycin hanya sebagai kombinasi terakhir tau tambahan pada regimen yang ada. Disamping itu ada OAT tambahan tetapi kemampuannya lemah misalnya Kanamycin, PAS, Thiazetazone, ethionamide, dan quinolone. c. Immobilisasi

10

Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah servikal dapat dilakukan immobilisasi dengan jaket minerva , pada daerah torakal, torakolumbal dan lumbal atas immobilisasi dengan body jacket atau gips korset disertai fiksasi pada salah satu panggul. Immobilisasi pada umumnya berlangsung 6 bulan, dimulai sejak penderita diizinkan berobat jalan. Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Bila dalam pengamatan tidak tampak kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat, adanya jaringan kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, makan obat tidak berdisiplin. d. Terapi Operatif Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi, mengkoreksi deformitas, menghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebih lanjut. Salah satu tindakan bedah yang penting adalah debridement yang bertujuan menghilangkan sumber infeksi dengan cara menbuang semua debri dan jaringan nekrotik, benda asing dan mikro-organisme. Indikasi operasi: 1. Jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan, secara klinis dan radiologis memburuk. 2. Deformitas bertambah, terjadi destruksi korpus multipel. 3. Terjadinya kompresi pada medula spinalis dengan atau tidak dengan defisit neurologik, terdapat abses paravertebral 4. Lesi terletak torakolumbal, torakal tengah dan bawah pada penderita anak. Lesi pada daerah ini akan menimbulkan deformitas berat pada anak dan tidak dapat ditanggulangi hanya dengan OAT. 5. Radiologis menunjukkan adanya sekuester, kavitasi dan kaseonekrotik dalam jumlah banyak.6

VII DIAGNOSIS BANDING 1. Osteitis Piogen : khasnya demam lebih cepat timbul. 2. Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis

11

3. Skoliosis idiopatik : tanpa gimus dan tanda paralisis. 4. Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit. 5. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma prostat. 6. Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka.

VIII PROGNOSIS Prognosa dari penyakit ini bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasineurologic, unutk paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik, sedangkanspondilitis dengan paraplegia akhir, prognosisnya biasanya kurang baik. Bila paraplegia disebabkan olehmielitis tuberkulosa proggnosisnya ad functionam juga buruk.2

12

KESIMPULAN

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh

Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yangsedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negaramaju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Manifestasi Spondilitis Tuberkulosa yang biasa dijumpai seperti Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat torakal, nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal dan kelainan neurologis. Kemoterapi yang tepat dengan obat anti tuberkulosa biasanya bersifat kuratif, akan tetapi morbiditas yang berhubungan dengan deformitas spinal, nyeri dan gejala sisa neurologis dapat dikurangi secara agresif dengan intervensi operasi, program rehabilitasi serta kerja sama yang baik antara pasien, keluarga dan tim kesehatan.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Spondilitis tuberkulosa.http://id.scribd.com/doc/43259295/SPONDILITISTUBERKULOSA .[Online] 2007. [Dikutip: 23 September 2013] 2. Spondylitis TB.http://id.scribd.com/doc/57351915/Spondylitis-TB. [Online] 2007. [Dikutip: 23 September 2013] 3. Spondilitis tuberkulosa (http://id.scribd.com/doc/92680310/SPONDILITISTUBERKULOSA). [Online] 2008. [Dikutip: 21 september 2013] 4. Spondilitis Tuberkulosis. http://id.scribd.com/doc//38356520/SPONDILITIS-TUBERKULOSA. [Online] 2009. [Dikutip: 26 September 2013]. 5. Spondilitis Tuberkulosa. UniversitasPadjajaran:http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/ 05/spondilitis_tuberkulosa.pdf.[Online] 2010. [Dikutip: 22 september 2013] 6. Spondilitis TB di indonesia. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20690/1/mkn-sep2006%20sup%20(16).pdf. [Online] 2007. [Dikutip: 22 september 2013]

14

S-ar putea să vă placă și