Sunteți pe pagina 1din 9

HARGA DIRI RENDAH

ANALISA DIAGNOSA KEPERAWATAN

PRAKTIK KLINIK RESIDENSI 1

RUANG UTARI RSMM - BOGOR

JEK AMIDOS PARDEDE 1106122556

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA UNIVERSITAS INDONESIA 2013

ANALISA DIAGNOSA KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat dkk, 2011). B. Proses Terjadinya HDR

Stresor

Korteks dan system limbic, amigdala


Stresor psikososial : kehilangan traumatic, putus hubungan sosial, lingkungan baru. Radikal bebas Teori rantai silang Kekurangan gizi Autoimmune teori Akumulasi lemak Teori sel 'usang' dan rusak Genetic

Norepinefrin Serotonin Dopamin

Hipotalamus CR Hipofisis

ACTH

Korteks adrenal

kortisol

Perubahan denyut jantung, fungsi ginjal, sel darah putih, penurunan mekanisme pertahanan tubuh,

Manifestasi fisik : Sakit kepala Mual Sakit pada organ tubuh tertentu Kesulitan tidur atau tidur berlebihan Disfungsi sexual

Manifestasi psikis : Menyalahkan diri sendiri/orang lain Kehilangan minat/anhedonia Perasaan kesepian, merasa sendiri Merasa gagal, kesedihan, merasa tidak berguna Kesulitan berhubungan dg orang lain

Masalah keperawatan yang terkait : Harga diri rendah Menarik diri Koping tidak efektif Gangguan konsep diri

C. Karakteristik a. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus b. Mengekspresikan sikap malu/ minder/ rasa bersalah c. Kontak mata kurang/ tidak ada d. Selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu e. Bergantung pada orang lain f. Tidak asertif g. Pasif dan hipoaktif h. Bimbang dan ragu-ragu i. Menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya Faktor yang berhubungan a. Sikap keluarga yang tidak mendukung b. Penolakan c. Kegagalan Untuk menegakkan diagnosa ini perlu didapatkan data utama a. Kontak mata kurang/tidak ada b. Mengungkapkan secara verbal rasa minder/malu/bersalah c. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri d. Sering mengatakan ketidakmampuan melakukan sesuatu

D. Pohon masalah
Halusinasi

Isolasi sosial

Core Problem

Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

E. Data Pengkajian 1. Faktor Predisposisi Biologi Genetik : riwayat adanya trauma yang menyebabkan lesi pada daerah frontal, temporal dan limbic, pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena penyakit adalah 1%. Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya menderita kemungkinan terkena adalah 13%. Dan jika kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35%, riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma, penurunan oksigen pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok, alkohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen teratogenik Nutrisi : adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa, Keadaan kesehatan secara umum : riwayat kesehatan umum, misalnya kurang gizi, kurang tidur, gangguan irama sirkadian, kelemahan, infeksi Sensitivitas biologi : riwayat penggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan trauma, radiasi dan riwayat pengobatannya Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan, riwayat keracunan CO, asbestos.

Psikologis Intelegensi : riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dimana lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif, suplay oksigen terganggu dan glukosa Ketrampilan verbal :gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga, seperti : komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi tertutup, riwayat kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara, misalnya Stroke, trauma kepala Moral : riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas. Kepribadian : mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa, menutup diri, Pengalaman masa lalu : orangtua yang otoriter, orangtua yang selalu membandingkan, konflik orangtua, anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, ayah yang mengambil jarak dengan anaknya, penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien, penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua Konsep diri : ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas, harga diri rendah, krisis peran, gambaran diri negatif Motivasi :riwayat kurangnya penghargaan, riwayat kegagalan Pertahanan psikologi : ambang toleransi terhadap stress rendah, riwayat gangguan perkembangan Self control : riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan. Sosiokultural Usia : riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai Gender : riwayat ketidakjelasan identitas, riwayat kegagalan peran gender, Pendidikan : pendidikan yang rendah, riwayat putus dan gagal sekolah, Pendapatan : penghasilan rendah Pekerjaan : pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi Status sosial : tuna wisma, Kehidupan terisolasi Latar belakang Budaya : tuntutan sosial budaya seperti paternalistik, stigma masyarakat Agama dan keyakinan : riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin, kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu

Keikutsertaan dalam politik : riwayat kegagalan dalam politik Pengalaman sosial : perubahan dalam kehidupan, mis bencana, perang, kerusuhan, dll, tekanan dalam pekerjaan, kesulitan mendapatkan pekerjaan, Peran social : isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang negatif dari masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negatif 2. Faktor Presipitasi Biologi : genetic, nutrisi, keadaan kesehatan secara umum, sensitivitas biologi, paparan terhadap racun. Psikologis : intelegensi, ketrampilan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologi, self control. Sosiokultural : usia, gender, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, status social, latar belakang Budaya, agama dan keyakinan, keikutsertaan dalam politik, pengalaman sosial, peran sosial 3. Penilaian terhadap stresor Penilaian terhadap stresor dapat dikaji dari berbagai sisi, dimulai dari segi kognitif yaitu apa yang dipikirkan klien tentang stresor yang dialaminya, dari segi afekti yaitu bagaimana perasaannya, dari segi fisiologis yaitu bagaimana perubahan fisik yang terjadi akibat stresor, dari segi perilaku yaitu bagaimana perilaku yang ditampilkan terkait stresor dan dari sesi sosial yaitu bagaimana hubungan klien dengan orang lain terkait stresor yang dialaminya 4. Sumber Koping Kondisi status ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya 5. Mekanisme Koping Apa yang dilakukan klien untuk mengatasi stresor, bisa konstruktif dan bisa juga destruktif

F. Intervensi Keperawatan 1. Intervensi Generalis

a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien 1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi: a) Pasien mengenali kemampuan positif yang dimiliki b) Pasien dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

2) Tindakan Keperawatan a) Membantu pasien mengenali kemampuan positif. Dapat melakukan dengan berdiskusi dengan pasien tentang kemampuan dan aspek positif serta kemampuan yang masih bisa digunakan d) Melatih pasien meningkatkan kemampuan yang dimiliki e) TAK: Stimulasi persepsi HDR, stimulasi sensoris

b. Tindakan Keperawatan Keluarga 1) Tujuan untuk keluarga Keluarga dapat merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien. 2) Tindakan Keperawatan a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien b) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga meliputi: pengertian harga diri rendah, tanda dan gejala harga diri rendah, dan proses terjadinya harga diri rendah c) Berikan kesempatan pada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan harga diri rendah d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga 6. Intervensi Spesialis a. Terapi Individu: terapi kognitif, CBT, penghentian pikiran b. Terapi Kelompok: Logoterapi, terapi supportif c. Terapi Keluarga: Terapi sistim keluarga, psikoedukasi d. Terapi Komunitas: Assertive community therapy

Diagnosa Medis Skizoprenia Paranoid

G. Hasil Analisis Berdasarkan hasil praktek Residensi 1 di unit psikiatri pada minggu pertama dan kedua, khususnya di Ruang Yudistira didapatkan bahwa dari 8 kasus kelolaan mahasiswa, beberapa diantaranya mengalami masalah harga diri rendah. Sebagian besar masalah ini terjadi karena setiap klien pada masa lalu klien memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan atau mengalami suatu peristiwa yng tidak mengenakkan dalam kehidupan klien sehingga terbawa terus sampai sekarang. Pengalaman yang tidak menyenangkan bisa saja dialami waktu klien masih masa kanak-kanak atau peristiwa yang baru saja terjadi tapi mempengaruhi konsep diri klien. Harga diri rendah harus ditangani dengan tepat, karena masalah ini akan memperparah kondisi klien seperti bisa timbul isolasi sosial, halusinasi dan akibat lanjutnya yang lebih jauh adalah perilaku kekerasan. Biasanya pada saat masuk rumah sakit, belum teridentifikasi apakah klien mengalami harga diri rendah, yang terlihat adalah masalah yang timbul akibat dari harga diri rendah tersebut, yaitu perilaku kekerasan atau halusinasi. Setelah klien lebih tenang dan bisa diajak berkomunikasi, barulah bisa didapatkan data kalau klien tersebut mengalami harga diri rendah Intervensi keperawatan yang sederhana berupa intervensi generalis dapat dilakukan oleh seorang perawat dengan latar belakang pendidikan D3 atau S1 Keperawatan. Intervensi yang sederhana ini berupa menjelaskan pada klien kemampuan yang dimiliki oleh klien, bagaimana cara mengoptimalkan kemampuan klien tersebut dan tidak lupa memasukkan kegiatan yang telah dipilih oleh klien dalam rencana kegiatan harian. Namun bila masalah tidak dapat diatasi dengan intervensi sederhana ini, maka perlu adanya sentuhan perawat spesialis dalam memberikan terapi-terapi khusus untuk mengurangi bahkan

menghilangkan masalah isolasi klien. Dari beberapa kasus klien kelolaan, didapatkan hasil setelah pemberian terapi spesialis seperti terapi kognitif, maka masalah yang dialami oleh klien dari pasien tersebut bisa dicari jalan keluarnya. Dengan terapi CT, pada salah satu kasus pada klien, ditemukan bahwa klien merasakan malu dan tidak berguna bagi keluarganya. Sedangkan pada kasus

yang lain, klien merasa ditolak oleh keluarganya, merasa berbeda dan merasa bodoh jika dibandingkan dengan orang lain. Pada awal pengkajian klien dengan harga diri rendah ini akan terlihat dari kata-kata yang diucapkannya, yaitu kalimat negatif atau pernyataan negatif yang dirasakan klien tentang dirinya. Bahasa tubuh klien juga akan berbeda, klien tampak murung, pandangan kosong, dan bahkan posisi tubuh yang embungkuk. Setelah diberikan CT, klien mulai merasa lebih baik, tapi hal ini tidak bisa instant dalam waktu singkat perubahannya, karena tidak semua klien mampu melakukan counter pikiran negatif secara otomatis, kadang klien tidak ingat apa saja counter untuk pikiran negatif yang dialaminya. Dengan CT klien akan belajar bagaimana cara memodifikasi pikiran negatif menjadi pikiran yang lebih positif tentang dirinya. G. REKOMENDASI Pentingnya seorang perawat menguasai ketrampilan memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial, meskipun dengan intervensi keperawatan generalis. Untuk masalah harga diri rendah disarankan untuk melakukan terapi yaitu terapi kognitif. Hal ini terbukti pada klien yang dirawat oleh mahasiswa. Referrensi Keliat, dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta. EGC

S-ar putea să vă placă și