Sunteți pe pagina 1din 41

Monitoring Efek samping Obat , obat-obat High alert, Obatobat ICU

Makalah farmasi Rumah sakit

Oleh Kelompok 7 Dasrianti Nurnanengsi Febriyanti Puji kurniawati rahman Kristiani

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MAKASSAR JURUSAN FARMASI 2013

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun Panjatkan kepada, Allah S.W.T Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pertolonganNyalah sehingga penyusunan makalah dengan judul Monitoring Eek samping Obat, Obat High Alert dan Obat ICU ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini di susun mengingat semakin banyaknya kejadian Efek samping Obat yang terjadi sehingga perluh memonitoring efek samping obat yang terkait dan memberikan informasi kepada kepada calon tenaga kefarmasian terkait masalah obat-obat high alert dan obat-oabt ICU.Selain itu makalah ini di susun sebagai bahan referensi khususnya bagi mahasiswa dalam mengembangkan Ilmu dibidang kefarmasian. Ucapan Terima Kasih kepada bapak Raimundus chaliks, Ssi., Msc, Apt selaku dosen pembimbing mata kuliah Farmasi Rumah sakit dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat dielesaikan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak sekali kekurang baik dari segi isi maupun penulisan, jadi besar harapan kami atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembacadan penilai makalah ini, sehingga dapat menjadi suatu masukan untuk kesempurnaan makalah-makalah berikutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, penilai, maupun mahasiswa(i) farmasi POLTEKKES KEMENKES Makassar. Makassar, september 2013

Penysun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Rumusan Masalah BAB II PEMBAHASAN A. Definisi MESO B. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (eso) C. Yang terlibat dalam melakukan MESO D. Yang melaporkan MESO E. Pelaksanaan MESO F. Cara melaporkan ESO G. Perluh MESO H. Tujuan MESO di lakukan I. Reaksi-reaksi yang seyokyanya dilaporkan dalam monitoring efek samping obat J. Obat-obat apa yang perluh MESO K. Laporan Efek Samping dan Kasus ESO L. Definisi High Alert medications M. Obat-obat yang termasuk Obat High alert N. Obat-obat yang termasuk obat-obat ICU BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia, sebagai lembaga yang mengemban otoritas regulatori di bidang obat di Indonesia mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjamin bahwa semua produk obat yang beredar (pasca pemasaran) memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.

Dalam hal ini, Badan POM melakukan langkah pengawalan dan pemantauan baik dari aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu obat yang beredar, mulai dari evaluasi pra pemasaran hingga pengawasan pasca pemasaran obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia. Secara khusus, kegiatan pengawasan pasca pemasaran utamanya pemantauan aspek keamanan obat merupakan upaya Badan POM dalam rangka jaminan keamanan obat (ensuring drug safety) pasca pemasaran. Kegiatan ini merupakan kegiatan strategis pengawasan yang harus dilakukan secara berkesinambungan, karena upaya jaminan keamanan obat pasca pemasaran akan 5 berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir dari suatu obat. Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran dilakukan untuk mengetahui efektifitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek samping obat (ESO) dapat dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh dari kegiatan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Farmakovigilans. Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat secara umum. Pengawalan atau pemantauan aspek keamanan suatu obat harus secara terus menerus dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi profil keamanannya atau riskbenefit ratio-nya. Dimana kita harus mempertimbangkan benefit harus lebih besar dari risk, untuk mendukung jaminan keamanan obat beredar. Pengawalan aspek keamanan obat senantiasa dilakukan dengan pendekatan risk management di setiap tahap perjalanan atau siklus obat. Badan POM tidak dapat melakukan pengawalan aspek keamanan obat ini secara sendiri, namun perlu juga dukungan partisipasi semua pemeran kunci (key players)

yang terlibat dalam perjalanan atau siklus suatu obat, sejak obat melalui proses perijinan (pra-pemasaran) hingga peresepan dokter dan penggunaan oleh pasien (pasca pemasaran). Untuk tujuan menggalakkan kembali peran partisipasi aktif semua pemeran kunci, utamanya sejawat tenaga kesehatan, Badan POM melakukan pemutakhiran terhadap panduan pemantauan aspek keamanan obat atau ESO di Indonesia. Sejawat tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan baik di sektor pemerintah maupun swasta merupakan mitra kerja Badan POM dalam hal aktifitas pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran. Hingga saat ini sistem pemantauan dan pelaporan ESO oleh sejawat tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela, namun demikian dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga standar pelayanan kesehatan dalam rangka patient safety, pemantauan ESO menjadi bagian yang sangat penting.

B. RUMUSAN MASALAH Apa yang dimaksud dengan MESO? Siapa yang terlibat dalam melakukan MESO? Siapa yang melaporkan MESO? Mengapa perluh MESO? Apa yang dilaoporkan dalam MESO? Bagaimana cara melaporkan ESO? Apa tujuan MESO di lakukan? Obat-obat apa saja yang perluh MESO? Reaksi-reaksi apa saja yang seyokyanya dilaporkan dalam monitoring efek samping obat? Apa yang dimaksud dengan High Alert medications? Obat-obat apa saja yang termasuk Obat High alert? Obat-obat apa saja yang termasuk obat-obat ICU?

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI MESO

Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare). keamanan dan mutu sebelum suatu obat diberikan ijin edar (pra-pemasaran).

B. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare). C. PETUGAS YANG TERLIBAT DALAM MELAKUKAN MESO MESO DI RUMAH SAKIT Merupakan salah satu tugas PFT Tim Meso dalam PFT adalah : Para Klinisi Terkait Ahli Farmakologi Apoteker

Perawat D. SIAPA YANG MELAPORKAN MESO Tenaga kesehatan, dapat meliputi: 1. dokter 2. dokter spesialis 3. dokter gigi 4. apoteker 5. bidan 6. perawat 7. tenaga kesehatan lain.

E. PELAKSANAAN MESO Program MESO menggunakan metode pelaporan secara sukarela (Voluntary reporting) dari tenaga kesehatan dengan formulir pelaporan yang dirancang sesederhana mungkin sehingga memudahkan pengisiannya (formulir kuning). Hasil pengkajian aspek keamanan berdasarkan laporan ESO di indonesia atau informasi ESO internasional, dapat digunakan untuk pertimbangan suatu tindak lanjut regulatori berupa pembatasan indikasi, pembatasan dosis, pembekuan atau penarikan ijin edar dan penarikan obat dari peredaran untuk menjamin perlindungan keamanan masyarakat. Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESONasional dari Saudara, akan dikirim ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional (WHO-UMC Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed Lists. Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping produk terapetik yang Saudara jumpai.

F. CARA MELAPOR DAN INFORMASI APA SAJA YANG HARUS DILAPORKAN Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR). Ketika suatu obat telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makan an (POM) untuk diedarkan, penggunaan obat secara luas oleh masyarakat tidak dapat dihindari. Untuk itu, tuntutan pengawalan dan pemantauan aspek keamanan suatu obat pun harus terus-menerus dilakukan. Hal itu lebih dikenal dengan istilah pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran (post-marketing surveillance). Dalam hal ini Badan POM melakukan langkah pengawalan dan pemantauan baik dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu obat yang beredar. Kegiatan itu dilakukan Badan POM dalam upaya menjamin keamanan obat (ensuring drug safety) pascapemasaran. Bila kegiatan strategis itu dilakukan secara berkesinambung an akan berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir dari suatu obat. Dengan pemantauan aspek keamanan pascapemasaran, efek samping obat dapat dicegah. Kegiatan itu juga menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik, dan kesehatan masyarakat secara umum. Peran masyarakat Masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam perjalanan suatu obat. Masyarakat atau pasien adalah pengguna akhir suatu produk obat. Pasien menerima pengobatan yang diberikan dokter untuk perawatan kesehatannya. Saat itulah pasien berhak mengetahui informasi apa pun tentang obat yang hendak digunakan. Untuk itu, tenaga kesehatan, baik dokter maupun apoteker, harus dapat memberikan informasi yang jelas terkait de ngan penggunaan obat tersebut. Mereka juga harus menyarankan kepada pasien untuk tidak sungkan kembali lagi kepada dokter apabila merasakan halhal yang tidak nyaman selama menggunakan obat. Beragam pertanyaan yang dapat diajukan terkait dengan penggunaan obat menunjukkan obat merupakan suatu produk khusus yang membutuhkan perhatian dan kewaspadaan serta kepatuhan dalam penggunaannya. Kepatuhan penggunaan itu sesuai

dengan rambu-rambu yang diberikan secara khusus oleh dokter pada saat meresepkan obat ataupun ramburambu yang melekat pada obat tersebut, yaitu yang tercantum dalam brosur yang menyertai produk obat. Brosur di dalam obat itu terdapat informasi untuk penga walan keamanan penggunaannya, seperti indikasi (obat diberikan sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita pasien), kontraindikasi (obat dilarang untuk diberikan kepada pasien dengan kondisi medis tertentu yang disebutkan), peringatan dan perhatian (hal-hal yang harus diperhatikan pasien selama menggunakan obat tersebut), dan informasi efek samping. Lantas, bagaimana aspek keamanan obat dapat dikawal agar manfaatnya tetap konsisten sesuai dengan pada saat pertama kali disetujui beredar? Untuk itulah dibutuhkan partisipasi pengawalan aspek keamanan obat oleh pasien atau masyarakat. Caranya dengan melaporkan efek samping yang dialaminya kepada dokter yang meresepkan obat. Pasien atau masyarakat adalah sumber utama dalam hal pemantauan efek samping obat karena pasienlah yang mengalami dan merasakannya.Pelaporan itu dapat mencegah kemungkinan efek samping yang sama terjadi pada orang lain apabila diresepkan obat yang sama. Di beberapa negara, kasus efek samping obat yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan di rumah sakit menunjukkan persentase yang tidak dapat diabaikan (misal di Norwegia 11,5%, Prancis 13%, Britania Raya 16%) (WHO). Di beberapa negara lainnya, pembiayaan kesehatan di rumah sakit dapat mencapai 15% hingga 20% untuk menangani permasalahan komplikasi yang terkait dengan penggunaan obat (WHO). Dalam upaya mendorong partisipasi semua pihak terkait dengan penggunaan obat, Badan POM melakukan program pemantauan efek samping obat. Peran tenaga kesehatan Selain masyarakat atau pasien, dibutuhkan pula peranan tenaga kesehatan dalam melaporkan kasus efek samping obat. Saat ini sistem pelaporan efek samping oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting). Karena itu, keberhasilan berjalannya sistem ini bergantung pada peran tenaga kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu, setiap laporan efek samping yang diinformasikan pasien kepada dokter, sangat didorong (encouraged) untuk dapat diteruskan kepada Badan POM dalam bentuk laporan efek samping. Badan POM memberikan fasilitasi pelaporan efek samping obat dengan menyirkulasikan formulir

pelaporan berwarna kuning (dikenal dengan formulir kuning) kepada tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Di dalam formulir kuning, tenaga kesehatan diharapkan memberikan informasi yang lengkap. Informasi itu terkait dengan empat unsur penting, yaitu informasi tentang pasien, efek samping yang dialami, obat yang dicurigai penyebab efek samping, dan tenaga kesehatan pelapor. Formulir kuning dapat diperbanyak dan dikirim tanpa menggunakan prangko. Metode pelaporan itu sedikit membutuhkan biaya dan cukup efektif. Keuntungan lainnya adalah dapat menemukan efek samping obat yang jarang terjadi, fatal, atau gawat. Dengan populasi yang sangat besar di negara kita, pelaporan efek samping obat oleh tenaga kesehatan merupakan potensi yang penting untuk mengevaluasi profi l keamanan suatu obat pascapemasaran. Laporan efek samping obat itu merupakan langkah deteksi dini dan pencegahan adanya permasalahan terkait dengan penggunaan suatu obat. Dengan mengetahui efek samping atau informasi aspek keamanan suatu obat tersebut membangun rasa percaya diri dokter dalam meresepkan obat tersebut kepada pasiennya. Beberapa survei menunjukkan rasa percaya diri dokter dalam meresepkan suatu obat lebih besar dengan mengetahui informasi efek samping atau aspek keamanan yang harus diwaspadai sehingga keberhasilan terapi kepada pasien juga meningkat. Pengkajian profil keamanan obat Terhadap semua laporan efek samping yang diterima, Badan POM selanjutnya akan mengevaluasi setiap laporan untuk menentukan hubungan kausalitasnya. Dalam melakukan evaluasi aspek keamanan, Badan POM melakukan penilaian tentang kemanfaatan dan risiko (riskbenefit assessment). Perimbangan yang diharapkan antara kemanfaatan dan risiko adalah kemanfaatan melebihi risiko.Laporan efek samping yang disampaikan tenaga kesehatan kepada Badan POM merupakan masukan penting untuk melakukan identifi kasi kemungkinan bergesernya perimbangan antara kemanfaatan dan risiko. Bila profil keamanan suatu obat dengan pergeseran perimbangan dengan risiko menjadi lebih besar daripada kemanfaatan, Badan POM akan mengkaji profil keamanan obat tersebut. Pengkajian harus dilakukan untuk penetapan langkah tindak lanjut regulatori yang tepat. Dalam pengkajian komprehensif tersebut, Badan POM menunjuk

tim ahli sesuai dengan spesifi kasi keahlian yang dibutuhkan. Selanjutnya mereka akan memberikan rekomendasinya. Jika hasil pengkajian mengindikasikan/merekomendasikan perlunya pengambilan langkah tindak lanjut regulatori, pembahasan akan dibawa ke tingkat Komite Nasional Penilai Obat Jadi. Rekomendasi yang dilaku kan harus berpihak pada kepentingan keamanan pasien secara khusus, dan kesehatan masyarakat secara umum. Rekomendasi tindak lanjut regulatori yang dihasilkan dari proses pengkajian dan pembahasan aspek keamanan suatu obat dapat berupa pembatasan indikasi, perubahan dosis pemberian dan posologi, perubahan penandaan (penambahan informasi aspek keamanan), pembekuan sementara izin edar, pembatalan izin edar, dan penarikan dari peredaran. Langkah berikutnya, tindak lanjut regulatori ini harus dapat diinformasikan secara luas utamanya kepada tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Penyebaran informasinya dilakukan dengan penerbitan informasi untuk dokter atau yang dikenal dengan dear doctor letter. Informasi itu disampaikan kepada asosiasi profesi ke sehatan (IDI) untuk dapat disebarluaskan ke seluruh anggotanya. Di samping itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga menerbitkan buletin berita MESO, yang disebarluaskan ke hampir seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktivitas pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran saat ini telah berkembang secara pesat dan merupakan suatu yang mendesak bagi Indonesia untuk dapat sejajar dengan negara lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan intensifi kasi program dalam rangka meningkatkan peran serta tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat agar lebih proaktif dalam melaporkan efek samping obat. Selain itu juga menumbuhkan budaya pelaporan efek samping (reporting culture). Dibutuhkan kerja sama antara Badan POM dan semua pihak yang terkait, untuk mendorong budaya kepedulian dan kewaspadaan terhadap penggunaan obat yang lebih baik. Pihak-pihak terkait itu mulai dari pasien sendiri, tenaga kesehatan, rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan, institusi pendidikan kesehatan, organisasi profesi kesehatan, hingga penyedia obat (industri farmasi pemegang izin edar), dan media.

Informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan menggunakan formulir kuning, adalah sebagai berikut:

a. Kode sumber data

di isi oleh Badan POM

b. Informasi tentang penderita - Nama (singkatan) Diisi inisial atau singkatan nama pasien, untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien

- Umur :

Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk pasien bayi di bawah 1 (satu) tahun, diisi angka dari minggu (MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi, dengan diikuti penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 BL.

c. Informasi tentang ESO Bentuk/ Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien setelah menggunakan obat yang dicurigai. Bentuk/manifestasi ESO dapat dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara harfiah, misal bintik kemerahan di sekujur tubuh, bengkak pada kelopak mata, dan lain lain.

manifestasi ESO

Riwayat ESO yang Pernah dialami

Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah terjadi pada pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini dicurigai menimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.

d. Obat - Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk suplemen, obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik atau industri farmasi. Bentuk Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul, sirup, suspensi, injeksi, dan lain-lain.

Sediaan

- Saat/tanggal mula terjadi

Diisi tanggal awal terjadinya ESO, dan juga jarak interval waktu antara pertama kali obat diberikan sampai terjadinya ESO.

Kesudahan ESO

Diisi informasi kesudahan /outcome dari ESO yang dialami oleh pasien, pada saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihan yang tercantum dalam formulir kuning, agar diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang diperoleh. Kesudahan penyakit utama dapat berupa: sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa, belum sembuh, atau tidak tahu

Riwayat ESO Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah yang Pernah dialami terjadi pada pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini dicurigai menimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.

d. Obat - Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk suplemen, obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik atau industri farmasi. Bentuk Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul, sirup, suspensi, injeksi, dan lain-lain. - Beri tanda Sejawat Tenaga Kesehatan dapat membubuhkan tanda (X) pada kolom obat (X) untuk yang dicurigai menimbulkan ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk obat atau pengetahuan dan pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal

Sediaan

yang dicurigai tersebut

- Dosis/Waktu Dosis: Ditulis dosis obat yang digunakan oleh pasien, : dinyatakan dalam satuan berat atau volume. Waktu: Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien, dinyatakan dalam satuan waktu, seperti jam, hari dan lain-lain. mula : Tanggal Ditulis tanggal dari pertama kali pasien menggunakan obat yang dilaporkan, lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn) Tanggal Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien menggunakan obat yang dilaporkan atau tanggal penghentian penggunaan obat, lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn) Indikasi penggunaan - Keterangan Tambahan Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk maksud penggunaan masingmasing obat. Ditulis semua keterangan tambahan yang kemungkinan ada kaitannya secara langsung atau tidak langsung dengan gejala ESO yang dilaporkan, misal kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang

akhir :

diberikan untuk mengatasi ESO. - Data Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam parameter yang diuji dan

Laboratorium hasilnya, apabila tersedia. (bila ada) e. Informasi Pelapor Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.

G. MENGAPA PERLUH MESO Pemantauan keamanan obat sesudah beredar masih perlu dilakukan karena penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinik maupun uji klinik belum sepenuhnya dapat mengungkapkan efek samping obat (ESO) utamanya efek samping yang jarang terjadi ataupun yang timbul setelah penggunaan obat untuk jangka waktu lama. Disamping itu pada uji klinik seringkali tidak melibatkan penggunaan obat yang termasuk kelompok anak-anak, wanita hamil, wanita menyusui atau usia lanjt. Maka perhatian terhadap reaksi yang tidak diinginkan selama pemakaian sangat perlu dipantau secara sistemik. H. TUJUAN MESO TUJUAN LANGSUNG DAN SEGERA Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali yang baru saja ditemukan Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya reaksi ESO. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan Membuat peraturan yang sesuai Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO

I. REAKSI-REAKSI

YANG

SEYOKYANYA

DILAPORKAN

DALAM

MONITORING EFEK SAMPING OBAT Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang bersangkutan . Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat. Setiap reaksi efek samping serius, antara lain : Reaksi anafilaktik Diskrasia darah Perforasi usus Aritmia jantung

Seluruh jenis efek fatal Kelainan congenital Perdarahan lambung Efek toksik pada hati Efek karsinogenik Kegagalan ginjal Edema laring Efek samping berbahaya seperti sindrom Stevens Johnson Serangan epilepsi dan neuropati

Setiap reaksi ketergantungan Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis J. Obat-Obat Yang perluh di monitoring efek sampingnya: Obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) merupakan golongan obat yang bekerja dengan menurunkan jumlah atau menekan sekresi asam lambung. Obatobat yang dikategorikan sebagai PPI dan beredar di Indonesia antara lain: (esomeprazole, omeprazole, lansoprazole dan pantroprazole.) Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan PPI yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan peningkatan risiko penurunan kadar magnesium (hypomagnesemia) jika digunakan dalam jangka waktu panjang. Hypomagnesemia dilaporkan terjadi pada pasien dewasa yang menerima PPI minimal 3 bulan, tetapi sebagian besar hypomagnesemia terjadi setelah 1 tahun terapi dengan PPI. Kadar serum magnesium yang rendah menyebabkan efek samping serius termasuk muscle spasm (tetany), irregular heartbeat (arrhytmias) dan convulsions (seizures), namun tidak semua pasien mempunyai gejala-gejala tersebut.

Hypomagnesemia juga menyebabkan sekresi hormon parathyroid terganggu dan dapat berkembang menjadi hypocalcemia. Obat golongan Fibrat merupakan golongan obat yang telah digunakan ber tahuntahun untuk menurunkan kadar lipid, seperti trigliserida dan kolesterol dalam darah.

Hasil review menyimpulkan bahwa obat golongan fibrat memiliki rasio manfaat yang lebih besar daripada risiko. Namun, dokter sebaiknya tidak meresepkan fibrat sebagai pengobatan lini pertama pada pasien baru yang didiagnosis mengalami gangguan lipid darah, kecuali pada pasien hipertrigliseridemia parah atau pasien yang tidak dapat menggunakan statin. Jenis obat golongan fibrat yang beredar antara lain: bezafibrat, ciprofibrat, fenofibrat dan gemfibrozil. Sementara itu, efek samping terkait penggunaan obat golongan fibrat yang sering dilaporkan adalah ini antara lain: digestive, gastric or intestinal disorders (seperti abdominal pain, nausea, vomiting, diare, dan perut kembung); skin reactions (seperti rash, pruritus, urticaria dan photosensitivity, dan pada beberapa pasien dapat mengalami cutaneous photosensitivity dengan manifestasi eritema, vesiculation atau nodulation pada bagian kulit yang terpapar matahari). Rosiglitazone merupakan antidiabetik oral yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin. Rosiglitazone mengontrol glikemia dengan mengurangi kadar insulin dalam sirkulasi darah. Di Indonesia, terdapat 2 (dua) jenis sediaan obat, yaitu dalam bentuk tunggal rosiglitazone dan kombinasi rosiglitazone dengan metformin atau rosiglitazone dengan glimepiride. Informasi aspek keamanan terbaru rosiglitazone menunjukkan potensi efek samping pada cardiovascular. Hal ini didasarkan pada safety data yang diperoleh dari suatu pooledanalysis of controlled clinical trials (42 randomized controlled clinical studies), menunjukkan adanya peningkatan secara signifikan risiko efek samping serangan jantung dan heart-related deaths pada pasien yang menggunakan obat ini. Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin spektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Informasi keamanan terkini menyebutkan bahwa terdapat beberapa laporan kasus efek samping fatal terkait penggunaan bersama ceftriaxone dengan sediaan yang mengandung calcium. Terdapat laporan kematian pada bayi/neonatal dimana penggunaan bersama kedua obat tersebut menyebabkan presipitasi pada paru-paru dan ginjal. Pada beberapa kasus, dilaporkan bahwa obat yang mengandung calcium diberikan pada waktu pemberian dan rute administrasi yang berbeda dengan

ceftriaxone. Oleh karena itu, sebaiknya ceftriaxone tidak diberikan kepada bayi/neonatal yang mengalami hyperbilirubinaemia, khususnya bayi prematur. Metoclopramide merupakan suatu dopamine receptor antagonist yang disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi diabetik gastroparesis, mual muntah dan esofagitis refluks. informasi baru atau terkini terkait aspek keamanan obat metoclopramide yang dilansir oleh US FDA dan kemudian juga dimuat dalam WHO News Letter. Disebutkan bahwa obat ini berisiko menyebabkan tardive dyskinesia pada penggunaan jangka panjang (kronis) atau dosis tinggi, utamanya pada pasien wanita usia lanjut. Tardive dyskinesia adalah kondisi medis yang ditandai dengan gejala gangguan perubahan bentuk (disfiguring disorder) berupa gerakan-gerakan yang diluar kesadaran (involuntary) pada wajah, lidah atau ekstrimitas, yang berpotensi irreversible. Pada umumnya atau sebagian besar laporan kasus efek samping obat yang diterima oleh US FDA, kasus tardive dyskinesia terjadi pada pasien yang menggunakan metoclopramide lebih dari tiga bulan. Clopidogrel merupakan suatu obat golongan thienopyridine, yang secara struktur kimia mirip dengan ticlopidine, bekerja dengan mekanisme menghambat ADPinduced platelet aggregation. Obat ini disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi untuk mengurangi kejadian atherothrombotik. Pada tanggal 29 Mei 2009 yang menyatakan terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa clopidogrel bekerja kurang efektif pada pasien yang dalam waktu bersamaan juga mengkonsumsi obat proton pump inhibitors (PPI) Hal inilah yang dapat meningkatkan risiko thrombotic events, termasuk acute myocardial infarction. Pada praktik klinik kemungkinan kedua obat ini diresepkan secara bersama, karena Clopidogrel dapat mengakibatkan efek samping nyeri lambung dan ulser lambung, dan biasanya untuk mengatasi hal tersebut diresepkan juga obat golongan PPI tersebut. K. LAPORAN EFEK SAMPING OBAT DI INDONESI 1. Carbamazepin Seorang wanita, suku Sunda, usia 27 tahun dengan berat badan 50 kg, penderita epilepsi, diberikan tablet carbamazepin (100 mg) 2 kali sehari 1 tablet. Setelah minum

obat selama 12 hari timbul purpura, ptekhie, ekhimosis , sugulasi pada wajah,leher, dada dan punggung, bokong dan menyebar ke seluruh tubuh disertai nyeri menelan, nyeri buang air kecil dan buang air besar yang didiagnosa sebagai Stevens Johnson Syndrom. Penggunaan obat dihentikan, 10 hari kemudian pasien sembuh, namun pada laporan tidak disebutkan pengobatan yang diberikan dalam mengatasi efek samping obat tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi Panitia MESO Nasional, hubungan kausal antara carbamazepin dengan Stevens Johnson Syndrom pada kasus ini adalah probable.

2. Amoksisilin + Paracetamol + Asam Mefenamat Seorang laki-laki, suku Sunda, usia 37 tahun dengan berat badan 55 kg, menderita infeksi saluran pernapasan bagian atas, diberikan amoksisilin 500mg 3 kali sehari 1 tablet, paracetamol 500 mg 3 kali sehari 1 tablet, asam mefenamat 500 mg 3 kali sehari 1 tablet. Pasien datang kerumah sakit karena pada hari ke 3 setelah pemakaian obat timbul makula eritema dan skuama yang terasa gatal pada hampir seluruh tubuh. Penggunaan obat dihentikan, kesudahan ESO tidak diketahui, dan pada laporan tidak disebutkan pengobatan yang diberikan untuk mengatasi ESO tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi Panitia MESO Nasional, hubungan kausal antara penggunaan bersama obat Amoksisilin + Paracetamol + Asam Mefenamat pada kasus adalah certain. Kedua laporan kasus efek samping obat yang diterima Pusat MESO Nasional ini dapat menjadi pengalaman teman sejawat.

L. OBAT-OBATAN YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN TINGGI / HIGHALERT MEDICATIONS Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit menyatakan obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). High Alert Medications Beberapa obat yang memiliki rentang terapeutik sempit atau sifat alami toksik akan memiliki resiko tinggi merusak sel/ kematian sel jika obat diorder, disiapkan, disimpan, diracik, diadministrasikan maupun dipantau secara tidak tepat. Meskipun tidak terlibat dalam banyak kasus pengobatan, tetap membutuhkan perhatian khusus karena berpotensi menjadi serius/kemungkinan berakibat lebih fatal sehingga diperlukan suatu komunikasi dan keamanan lebih ekstra. Institute for Safe Medication Practices (ISMPs) mendefinisikan obat high alert adalah obat-obat yang berisiko tinggi menyebabkan bahaya bagi pasien ketika mungkin atau tidak mungkin salah (error) digunakan. The Institute for Healthcare Improvement (IHI) mendefinisikan obat high alert sebagai obat yang kemungkinan besar menyebabkan bahaya ketika digunakan. The Joint Commission menggambarkan obat high alert sebagai obat yang mempunyai risiko paling tinggi menyebabkan bahaya ketika misuse (penggunasalahan obat). Standar Akreditasi RS 2012 SKP.3 / JCI IPSG.3 mensyaratkan agar rumah sakit meningkatkan aspek keselamatan pada obat-obatan yang perlu mendapat perhatian tinggi. Yang masuk kriteria ini adalah:

obat-obatan yang sering terlibat dalam kesalahan dan atau kejadian sentinel, obat-obatan yang memiliki risiko lebih tinggi jika terjadi kesalahan, juga obat-obatan yang nama obat, rupa, dan ucapannya mirip (NORUM).

Obat-obatan yang sering terlibat dalam kesalahan dan atau kejadian sentinel serta sering diberitakan misalnya adalah pemberian elektrolit konsentrasi tinggi secara tidak disengaja (contoh: kalium klorida 2 mEq/ml atau lebih, kalium fosfat 3 mmol/ml atau lebih, natrium klorida lebih dari 0.9%, dan magnesium sulfat 50% atau lebih). Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah menyusun proses pengelolaan obat yang perlu mendapat perhatian tinggi; termasuk memindahkan elektrolit konsentrasi tinggi dari unit perawatan pasien ke farmasi. Rumah sakit juga perlu menetapkan unit mana saja yang secara klinis memang memerlukan elektrolit konsentrasi tinggi sesuai bukti dan praktik profesional yang ada, seperti misalnya unit gawat darurat atau kamar operasi. Serta menetapkan cara pelabelan dan penyimpanan sedemikian rupa sehingga aksesnya terbatas agar terhindar dari pemakaian tak sengaja. Untuk itu, rumah sakit perlu membuat kebijakan dan atau prosedur yang meliputi:

Daftar obat-obatan yang masuk kriteria perlu mendapat perhatian tinggi, dimana lokasinya, bagaimana pelabelannya, dan bagaimana penyimpanannya.

Elektrolit konsentrasi tinggi tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali jika secara klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian tidak sengaja di wilayah yang diizinkan oleh aturan kebijakannya.

Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan di unit perawatan pasien diberi label jelas dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak mudah diakses.

Kebijakan dan atau prosedur tersebut dipantau pelaksanaannya.

Metode Tall man digunakan untuk membedakan huruf yang tampaknya sama dengan obat yang mirip. Dengan memberi huruf kapital, maka petugas akan lebih berhati-hati dengan obat yang lasa. Di US, beberapa studi menunjukkan penggunaan huruf kapital ini terbukti mengurangi error akibat nama obat yang look-alike.

contohnya: metFORmin dan metRONIdaZOL, ePINEFrin dan efeDRIN. Seminimal mungkin kesalahan sampai 0%. Sebenarnya, rumah sakit punya kebijakan untuk menetapkan standar penggunaan metode tall man ini. Seperti gambar di bawa, punya salah satu rumah sakit di negeri sebrang,

yang memberlakukan standar penulisan untuk obat lasa. Hurufnya ditebalkan, dan diberi warna yang berbeda. Kemudian, komite keselamatan mediknya akan mereview setahun sekali dan memberikan feedback.

Strategi

Komunikasi

untuk

mencegah

terjadinya

kesalahan

karena

lasa:

Permintaan Tertulis 1. Tambahkan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat yang 'langganan' bermasalah. 2. Tulis secara jelas, pake huruf tegak kapital. 3. Hindari singkatan-singkatan, bikin bingung. 4. Tambahkan bentuk sediaan juga di resep. Misalnya metronidazol 500 mg, sediaan tablet dan infusnya sama 500 mg. 5. Sertakan kekuatan obat. 6. Sertakan petunjuk penggunaan. 7. Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, biar makin jelas 8. Gunakan resep preprinted, ato electronic prescribing, paperless. Permintaan Lisan: 1. Batasi permintaan verbal, hanya untuk obat tertentu, misalnya hanya dalam keadaan emergency. 2. Hindari permintaan via telepon, kecuali benar-benar penting, ada form permintaan via telepon yang akan ditandatangani.

3. Diperlukan teknik mengulangi permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada kroscek. M. CONTOH OBAT- OBAT HIGH ALERT Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) dapat

menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, makanya perlu disimpan di tempat khusus. Misalnya : 1. Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik. 2. Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah. DAFTAR OBAT HIGH ALERT (Revisi 26 Juni 2012) NO KELAS TERAPI 1 2 3 ELEKTROLIT PEKAT ELEKTROLIT ANESTETIK NAMA GENERIK KALIUM KLORIDA 7,46%; NATRIUM KLORIDA 3% NATRIUM BIKARBONAT 8,4% 25 ML UMUM DESFLURANE, PROPOFOL, SEVOFLURAN

(INHALASI DAN IV)

ANTINEOPLASTIK, PARENTERAL ORAL DAN

SEMUA

OBAT

YANG ANTI THROMBIN III, ATEPLASE, ENOKSAPARIN NATRIUM, FONDAPARINUX, HEPARIN NATRIUM, NADROPARIN, PARNAPARIN, STREPTOKINASE,

MEMENGARUHI DARAH

UROKINASE, WARFARIN

ANTIDIABETIK PARENTERAL

INSULIN

7 8

VASOKONSTRIKTOR EPINEFRIN , NOREPINEFRIN BITARTRAT PENGHAMBAT NEUROMUSKULAR ATRAKURIUM BESILAT, PANKURONIUM BROMIDA, ROKURONIUM BROMIDA, VEKURONIUM BROMIDA

Classes/Categories of Medications Adrenergic agonists I.V (e.g, epinephrine, phenylephrine, norepinephrine ). Adrenergic antagonists I.V ( e.g, propranolol, metoprolol, labetalol ) Anasthetic agents: inhaled and IV ( e.g, propofol, ketamine ) Antiarrhythmics, I.V ( e.g, lidocaine, amiodarone ). Anticoagulant : (e.g, heparin, warfarin ). Chemotherapeutic agents : parentral and oral. Oral hypogylcemics. Inotropic medications I.V ( e.g, digoxin , milrinone ). Moderate sedation agents I.V (e.g, midazolam), Oral (e.g, chloral hydrate) Narcotics/Opiates I.V, transdermal and oral. Neuromuscular blocking agents ( e.g, succinylcholine). Specific medications

Colchicine injection . Insulin : S.C and I.V. Magnesium sulfate injection. Methotrexate : oral ( non oncologic use ) . Oxyticin I.V. Nitroprusside sodium for injection. Potassium chloride for injection . Promethazine I.V. Sodium chloride for injection.

5 obat-obat high alert yang dikenal 1- Insulin. 2- Opiate and Narcotics. 3- Injectable Potassium chloride or phosphate. 4- Injectable Anticoagulant. 5- Sodium chloride solution above 0.9%. Perlu juga diingatkan bahwa di antara obat high alert ada yang disebut ELEKTROLIT PEKAT, dimana saat ini ditetapkan ada 2 jenis elektrolit pekat, yaitu: Kalium klorida 7,46% dalam ampul 25 ml dan Natrium klorida 3% dalam kolf 500 ml. Jadi Natrium bikarbonat bukan elektrolit pekat, tetapi tetap masih merupakan obat high alert. Kebijakan salah satu rumah sakit, elektrolit pekat hanya boleh disimpan di ruang perawatan ICU dan OK Jantung. Sebagai solusinya, untuk perawatan selain ICU dan OK Jantung : 1. Untuk KCl pekat, diberikan bentuk premixed yang tersedia 12,5 meq, 25 meq dan 50 meq dalam NaCl 0,9% 500 ml serta tersedia juga premixed KCl 50 meq dalam 100 ml NaCl 0,9%. Untuk pasien anak tersedia premixed KCl 10 meq dalam 500 ml KaEn 1B dan 10 meq dalam 500 ml N5.

2. NaCl 3% dalam kolf 500 ml tidak boleh disimpan sebagai stok di ruang rawat selain ICU. Namun Instalasi Farmasi tetap memberikan untuk pasien yang membutuhkan koreksi Natrium (segera digunakan, tidak disimpan, jika tidak digunakan SEGERA kembalikan ke satelit). Jika NaCl 3% digunakan untuk inhalasi, Iinstalasi Farmasi menyediakan NaCl 3% yang dikemas dengan ukuran 30 ml (HANYA UNTUK INHALASI). Hal lain yang juga mempengaruhi keselamatan pasien yang memerlukan

intervensi dari megasistem adalah pembenahan fenomena kemiripan Look a like (obat-obat dengan rupa atau kemasan mirip) atau Look a like Sound a like - LASA (obat-obat dengan rupa dan nama mirip), misalnya: Mefinter Leschol (asam mefenamat) dengan dengan Lesichol Metifer (mecobalamin), vitamin),

(fluvastatin)

(lesitin,

Proza (ekstrak echinacea, vit C, Zn) dengan

Prozac (fluoxetine).

Strategi buat tenaga kesehatan untuk mencegah eror karena lasa: 1. Tidak menyimpan obat lasa secara alfabet. Letakkan di tempat terpisah, misalnya tempat obat fast moving. 2. Resep harus menyertakan semua elemen yang diperlukan, misalnya nama obat, kekuatan dosis, bentuk sediaan, frekuensi, dll. 3. Cocokkan indikasi resep dengan kondisi medis pasien sebelum dispensing ato administering. 4. Membuat strategi pada obat tertentu yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada obat yang kekuatannya beda-beda, atau pada obat yang kemasannya mirip-mirip. 5. Laporkan eror yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error). 6. Diskusikan penyebab terjadinya eror dan strategi ke depannya. Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil diberikan informasi, supaya pasien mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya

N. Daftar oba-obat ICU:


Nama Obat ADRENALINE Indikasi Low Cardiac output Dosis pemberian Low Cardiac output states Efek samping

states bronkospasme Henti jantung Anafilaksis

AMINOPHYLLIN E

Pencegahan dan pengobatan bronkospasme

ATROPINE

INDIKASI; Asystole EMD atau PEA dengan ventrikel tingkat _60/min pembalikan efek muskarinik dari antikolinesterase Sinus bradikardia keracunan organofosfat

Dosis : 0,01-0,30 mg / kg / menit IV infus melalui vena sentral Dosis titrasi menurut HR , BP , cardiac output , kehadiran ektopik ketukan dan output urin 4 mg dibuat hingga 50 ml glukosa 5 % Dosis awal : 5 mg / kg IV , diberikan selama 30 menit, diikuti dengan dosis pemeliharaan: 0,1-0,8 mg / kg / jam Encerkan 1 g ( 40 ml ) aminofilin ( 25 mg / ml) dalam 460 ml glukosa 5 % atau natrium klorida 0,9 % untuk memberikan konsentrasi 2 mg / ml Tidak ada dosis muatan jika sudah pada persiapan teofilin oral ( toksisitas ) Mengurangi dosis pemeliharaan ( 0,1-0,3 mg / kg / jam ) pada orang tua dan pasien dengan gagal jantung kongestif dan penyakit hati Meningkatkan dosis pemeliharaan ( 0,8-1 mg / kg / jam ) pada anak-anak ( 6 bulan 16 tahun ) dan perokok dewasa muda DOSIS PEMBERIAN: Bradikardia : 0,3-1 mg IV bolus , sampai 3 mg ( dosis total vagolytic ) , dapat diencerkan dengan WFI Asystole : 3 mg IV bolus , sekali saja EMD atau PEA dengan ventrikel tingkat _60/min : 3 mg IV bolus , sekali saja Pembalikan efek muskarinik dari antikolinesterase : 1,2 mg untuk setiap 2,5 mg neostigmine keracunan orgonofosfat : 1-2 mg awalnya , kemudian lebih lanjut 1 - 2mg setiap 30 menit PRN

EFEK SAMPING: Mengantuk , kebingungan mulut kering penglihatan kabur retensi urin takikardia Demam ( penekanan berkeringat ) Aritmia atrium dan disosiasi atrioventrikular ( tanpa signifikan gejala kardiovaskular ) EFEK SAMPING: bradikardia hipotensi

ATRACURIUM

INDIKASI: kelumpuhan otot (Muscle paralysis)

DOSIS PEMBERIAN: IV bolus : 0,5 mg / kg , ulangi dengan 0,15 mg / kg pada interval 20-45 menit infus IV : 0,2-0,4 mg / kg / jam Memonitor dengan saraf perifer stimulator DOSIS PEMBERIAN: IV : 600-1200 mg diencerkan dalam 10 ml WFI , 6 jam kerja selama 3-5 menit dosis harus diberikan untuk infeksi berat dalam 100 ml glukosa 5 % atau

BENZYLPENICIL LIN

INDIKASI: Endokarditis infektif infeksi streptococcus

termasuk jaringan lunak nekrosis parah infeksi dan infeksi faring parah Infeksi pneumokokus termasuk terapi empirik meningitis Gas gangren dan profilaksis pada amputasi anggota tubuh meningitis meningokokus dengan organisme sensitif Tetanus Pasca splenektomi profilaksis CEFOTAXIM INDIKASI: Profilaksis bedah , although first- and second-generation cephalosporins Epiglottitis akut karena Haemophilus influenzae Terapi empirik meningitis Infeksi intraabdomen termasuk peritonitis Infeksi saluran kemih

natrium klorida 0,9 % dan diberikan selama 30-60 menit Endokarditis infektif : 7,2 g/24 jam ( dengan gentamisin ) Meningitis Dewasa: 14,4 g/24 h Pasca splenektomi profilaksis : 600 mg 12 jam Berikan pada tingkat tidak > 300 mg / menit

DOSIS PEMBERIAN: IV : 1 g 12 jam ,peningkatan dosis pada infeksi yang mengancam jiwa (misalnya meningitis ) sampai 3 g 6 jam

EFEK SAMPING: hipersensitivitas LFT transient Clostridium difficile terkait diare

CIPROFLOXACIN INDIKASI: Infeksi saluran pernapasan menghindari jika kemungkinan pneumokokus (avoid if possibility of pneumococcal ) Infeksi saluran kemih yang berat Infeksi intraabdomen Meningitis profilaksis Pasien yang sakit

DOSIS PEMBERIAN: Untuk infeksi Infus IV : 200-400 mg 12 jam , diberikan selama 30-60 menit untuk dosis 400 mg 8 jam mungkin diperlukan untuk P. aeruginosa dan lainnya yg kurang rentan terhadap organisme _ve Gram Tersedia dalam 100 ml botol berisi 200 mg ciprofloxacin sodium klorida 0,9 % dan 200 ml botol berisi 400 mg ciprofloxacin di natrium klorida 0,9 % . Berisi Na_ 15,4 ml botol mmol/100 . Juga tersedia dalam 100 ml - tas berisi 200

parah dengan gastroenteritis Diduga Demam enterik Sepsis asal tidak diketahui (Sepsis of unknown origin) CLONIDINE INDIKASI: Tambahan jangka pendek untuk sedasi ( tanpa izin ) (Shortterm adjunct to sedation (unlicensed))

mg ciprofloxacin dalam glukosa 5 % dan 200 ml botol berisi 400 mg ciprofloxacin dalam glukosa 5 % . Oral : 500-750 mg 12 jam

DOSIS PEMBERIAN: IV bolus : 50 mg setiap 8 jam , diberikan perlahan selama 10-15 menit , mungkin meningkat secara bertahap sampai 250 mg setiap 8 jam infus IV : 30-100 mg / jam Kompatibel dengan glukosa 5 % dan natrium klorida 0,9 % Oral : 50 mg setiap 8 jam , dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 400 mg setiap 8 jam DOSIS PEMBERIAN: Cerebral Edema IV bolus : 8 mg awalnya , kemudian 4 mg setiap 6 jam seperti yang diperlukan untuk 2-10 hari Pneumocystis carinii pneumonia IV bolus : 8 mg 6 jam 5 hari , kemudian dosis dikurangi untuk menyelesaikan 21 hari pengobatan Steroid harus dimulai pada waktu yang sama dengan kotrimoksazol atau pentamidin dan harus ditarik sebelum pengobatan antibiotik selesai

EFEK SAMPING: bradikardia hipotensi retensi cairan mulut kering sedasi depresi sembelit

DEXAMETHASO NE

INDIKASI: mual cerebral edema laring edema Ajun di Pneumocystis carinii pneumonia (lihat kotrimoksazol dan pentamidin ) Meningitis bakteri, terutama bila pneumokokus diduga .

EFEK SAMPING Iritasi perineum dapat mengikuti administrasi IV ester fosfat Penggunaan jangka panjang juga dapat menyebabkan masalah berikut : peningkatan kerentanan terhadap infeksi gangguan penyembuhan luka tukak lambung kelemahan otot ( miopati proksimal ) osteoporosis hiperglikemia EFEK SAMPING: Depresi pernafasan dan apnea kantuk Hipotensi dan bradikardi EFEK SAMPING:

DIAZEPAM

INDIKASI: Pemutusan epilepsi cocok(Termination of epileptic fit)

DOSIS PEMBERIAN: IV : Diazemuls 5 10 mg lebih dari 2 menit , diulang jika perlu setelah 15 menit , sampai denga 30 mg PR : Stesolid sampai 20 mg

DIGOXIN

INDIKASI:

DOSIS PEMBERIAN:

SVT

Digoxin : Faktor konversi terisolasi ke IV _ 0,67 yaitu 125 mg PO _ 80 mg IV IV dosis muatan : 0,5-1,0 mg dalam 50 ml glukosa 5 % atau natrium klorida 0,9 % , diberikan selama 2 jam Dosis pemeliharaan : 62,5-250 mg sehari ( fungsi ginjal adalah yang paling penentu penting dalam dosis pemeliharaan ) CC 10-20 ml / menit , yaitu 125-250 mg per hari . CC _ 10 ml / menit , yaitu 62,5 mg on alternate days atau 62,5 mg setiap hari DOSIS PEMBERIAN: infus IV : 1-25 mg / kg / menit melalui vena sentral Titrate dose according to HR, BP, cardiac output, presence of ectopic beats and urine output 250 mg dibuat sampai 50 ml glukosa 5 % atau natrium klorida 0,9 % ( 5000 mg / ml ) DOSIS PEMBERIAN: dosis yang lebih besar : 2.5-10g/kg/min untuk meningkatkan kontraktilitas jantung Dosis _10 ug / kg / menit merangsang _reseptor dan dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal 200 mg dibuat sampai 50 ml dalam glukosa 5 % atau natrium klorida 0,9 % ( 4000 mg / ml) DOSIS PEMBERIAN: Peri- dan profilaksis bedah pasca operasi risiko sedang 20 mg per hari SC Jika CC _30 ml / menit , 20 mg per hari SC Peri- dan profilaksis bedah pasca operasi berisiko tinggi 40 mg sehari SC Jika CC _30 ml / menit , 20 mg per hari SC Pengobatan DVT dan paru embolus atau keduanya Mulai enoxaparin dengan lwarfarin ( sesegera mungkin ) sampai INR dalam rentang terapeutik 1,5 mg / kg sekali sehari SC Jika CC _30 ml / menit , 1 mg / kg sekali sehari SC

Anoreksia , mual, muntah Diare , nyeri perut Gangguan visual , sakit kepala Kelelahan , mengantuk , kebingungan , delirium , halusinasi Aritmia - semua bentuk Heart blok

DOBUTAMINE

INDIKASI: Low cardiac output states

DOPAMINE

INDIKASI: syok septik Cardiac output rendah

ENOXAPARIN

INDIKASI: Peri- dan thomboprophylaxis bedah pasca operasi Thomboprophylaxis medis akut Pengobatan DVT , emboli paru angina tidak stabil Pencegahan pembekuan di sirkuit extracorporeal

EPOETIN

INDIKASI: Anemia berhubungan dengan defisiensi erythropoetin pada gagal ginjal kronis Anemia parah karena kehilangan darah dalam Saksi Yehuwa

Sindrom koroner akut : 1 mg / kg 12 jam SC , direkomendasikan masa pengobatan hingga 8 hari Jika CC _30 ml / menit , 1 mg / kg SC sekali sehari Pengobatan bersamaan dengan aspirin dosis rendah DOSIS PEMBERIAN: Gagal ginjal kronis Bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi hemoglobin pada tingkat tidak _2 g/100 ml per bulan untuk tingkat stabil 10-12 g/100 ml SC (maksimum 1 ml per tempat injeksi ) atau IV diberikan selama 3-5 menit Awalnya 50 unit / kg tiga kali seminggu meningkat sesuai dengan respon dalam langkah 25 unit / kg dengan interval 4 minggu Dosis pemeliharaan ( ketika hemoglobin 10-12 g/100 ml ) 50-300 unit / kg mingguan dalam 2-3 dosis terbagi Anemia berat karena kehilangan darah dalam Saksi Yehuwa 150-300 unit / kg sehari SC sampai hemoglobin yang diinginkan tercapai Tambahan besi ( misalnya besi sulfat 200 mg PO ) dan O2 DOSIS PEMBERIAN: Untuk sedasi Infus IV : 1-5 mg / kg / jam Selama anestesi IV bolus : 1-3 mg / kg dengan ventilasi spontan(with spontaneousventilation ) 5-10 mg / kg dengan IPPV 7-10 mg / kg untuk obtund respon pressor laringoskopi Sampai dengan 100 mg / kg untuk operasi jantung

EFEK SAMPING: Gejala seperti flu ( dikurangi jika IV diberikan selama 5 menit ) trombosis shunt hiperkalemia Peningkatan plasma urea , kreatinin dan fosfat kejang reaksi kulit palpebral edema infark miokard anafilaksis

FENTANYL

INDIKASI: analgesia

EFEK SAMPING: Depresi pernafasan dan apnea Bradikardia dan hipotensi Mual dan muntah Tertunda pengosongan lambung Mengurangi mobilitas usus kejang bilier sembelit retensi urin Kekakuan dinding dada ( mungkin mengganggu ventilasi ) Kekakuan otot dan

hipotensi lebih umum setelah dosis tinggi FUROSEMIDE INDIKASI: oliguri gagal ginjal Akut - dapat mengkonversi oliguria akut nonoliguric gagal ginjal . Langkah-langkah lain harus diambil untuk memastikan cukupnya volume sirkulasi darah dan tekanan perfusi ginjal Edema paru sekunder akut kegagalan ventrikel kiri Edema - terkait dengan gagal jantung kongestif , gagal hati dan penyakit ginjal INDIKASI: kandidiasis lokal atau sistemik Infeksi kriptokokus - biasanya mengikuti -on terapi setelah amfoterisin DOSIS PEMBERIAN: IV bolus : 10-40 mg lebih dari 3-5 menit infus IV : 2-10 mg / jam Untuk terapi parenteral dosis tinggi (sampai 1.000 mg / hari ) , encer dalam 250 - 500 ml natrium klorida 0,9 % diberikan pada tingkat tidak(given at a rate not) _240 mg / jam

FLUCONAZOLE

HYDRALAZINE (Apresoline)

INDIKASI: Semua hipertensi

DOSIS PEMBERIAN: kandidiasis orofaringeal Secara oral : 50-100 mg sehari selama 7-14 hari kandidiasis esofagus atau candiduria Secara oral : 50-100 mg sehari selama 1430 hari Kandidiasis sistemik atau infeksi kriptokokus Infus IV : 400 mg sehari , pertimbangkan dosis yang lebih tinggi untuk kurang rentan Candida isolat Kecepatan infus 10-20 mg / min Terus sesuai dengan respon ( setidaknya 6-8 minggu untuk kriptokokus meningitis) Dalam gangguan ginjal : _10 Ml / menit dosis normal _10 Ml / menit menggunakan 50 % dari dosis normal DOSIS PEMBERIAN: IV bolus : 10-20 mg lebih dari 3-5 menit

EFEK SAMPING ruam (RASH) pruritis Mual , muntah, diare Enzim hati (Raised liver enzymes) hipersensit ivitas

Pre-eklampsia infus IV : 2-15 mg / jam PO : hipertensi 25 mg dua kali sehari (sampai 50 mg dua kali sehari ) Gagal jantung 25 mg 6-8 jam , meningkat setiap 2 hari untuk 50 - 75mg 6 jam .

IPRATORIUM

INDIKASI: Membalikkan bronkospasme, terutama pada PPOK

DOSIS PEMBERIAN: nebuliser : 250-500 mg sampai 6 jam , murni (jika pengiriman berkepanjangan waktu yang diinginkan kemudian encerkan dengan natrium klorida hanya 0,9 % ), (if prolonged delivery time desirable then dilute with sodium chloride 0.9% only) Untuk pasien dengan bronkitis kronis dan hypercapnia , oksigen dalam konsentrasi tinggi dapat berbahaya , dan nebuliser harus didorong oleh udara DOSIS PEMBERIAN: loading Dosis : 1,5 mg / kg IV selama 2 menit , ulangi setelah 5 menit untuk dosis total 3 mg / kg jika diperlukan . Kurangi dosis pada orang tua Dosis pemeliharaan : 4 mg / menit untuk 1 jam 2 mg / menit untuk 2 jam 1 mg / menit sesudahnya Mengurangi tingkat infus pada pasien dengan gangguan hati , gagal jantung dan pada orang tua Murni 40 ml larutan 2 % ( 800 mg ) 4 mg / menit _ 12 ml / jam 2 mg / menit _ 6 ml / jam 1 mg / menit _ 3 ml / jam Terus menerus EKG dan BP pemantauan DOSIS PEMBERIAN: IV : 4 mg lebih dari 2 menit , diulang setelah 10 menit jika tidak ada respon IM : 4 mg , encerkan dengan 1 ml WFI atau 0,9 % natrium klorida Ampul disimpan dalam lemari es antara 0 C dan 4 C

EFEK SAMPING mulut kering takikardia Bronkospasme paradoks ( berhenti memberi jika dicurigai ) glaukoma Akut

LIDOCAIN

INDIKASI: Pencegahan ventrikel ektopik ketukan , VT dan VF setelah MI

EFEK SAMPING Parestesia , kedutan otot , tinnitus Kecemasan , mengantuk , kebingungan , kejang Hipotensi , bradikardia , detak jantung

LORAZEPAM

INDIKASI: Pemutusan epilepsi cocok (Termination of epileptic fit )

EFEK SAMPING: Depresi pernafasan dan apnea kantuk Hipotensi dan bradikardi

METHYLPREDNI SOLONE

INDIKASI: Fase fibroproliferative ARDS ( tanpa izin ) Ajun di Pneumonia carinni pneumonia (lihat kotrimoksazol dan pentamidin ) 30 menit .

MIDAZOLAM

INDIKASI: sedasi anxiolysis

DOSIS PEMBERIAN: Fase fibroproliferative ARDS ( tanpa izin ) Infus IV : 2 mg / kg dosis muatan maka 0,5 mg / kg setiap 6 jam selama 14 hari atau sampai ekstubasi mana yang quicker.Then mengkonversi ke prednisolon 1 mg / kg secara oral setiap pagi selama 7 hari , kemudian 0,5 mg / kg setiap pagi selama 7 hari setiap hari , kemudian 0,25 mg / kg selama 2 hari , maka 0,125 mg / kg untuk 2 hari kemudian berhenti . Ajun di Pneumocystis carinii pneumonia (lihat kotrimoksazol dan pentamidin ) Infus IV : 1 g sekali sehari selama 3 hari , jika pasien merespon dengan baik steroid dapat dihentikan , jika tidak melanjutkan sebagai berikut : hari 4 dan 5 500 mg IV sekali sehari , maka hari 6-16 prednisolon mengurangi rejimen , yaitu 60 mg , 50 mg , 40 mg , 30 mg , 20 mg 15 mg , 10 mg , 10 mg , 5 mg , 5 mg kemudian berhenti . Steroid harus dimulai pada waktu yang sama dengan kotrimoksazol atau pentamidin dan harus ditarik sebelum pengobatan antibiotik selesai . Menyusun kembali dengan WFI . Make up to 50 ml natrium klorida 0,9 % atau glukosa 5 % memberikan selama setidaknya DOSIS PEMBERIAN: IV bolus : 2,5 - 5mg PRN IV infus : 0,5-6 mg / jam Administer 5 % atau natrium klorida atau diencerkan dalam glukosa 0,9 % Waktu untuk efek setelah infus berakhir : 30 menit sampai 2 jam .

EFEK SAMPING: Residual dan berkepanjangan sedasi Depresi pernafasan dan apnea hipotensi

NORADRENALI NE

INDIKASI: DOSIS PEMBERIAN: Septic shock, dengan Biasa rentang dosis(Usual dose range) : SVR rendah 0,01-0,4 mg / kg / menit IV infus melalui vena sentral Awalnya mulai dari tingkat yang lebih tinggi dari pada yang dimaksudkan , untuk meningkatkan BP lebih cepat , dan kemudian mengurangi tingkat 4 mg dibuat sampai 50 ml glukosa 5 % ( 80 mg / ml )

OMEPRAZOLE

INDIKASI: Pendarahan tukak lambung , setelah pengobatan endoskopik pendarahan ( tanpa izin ), Kelanjutan dari terapi PPI ketika PO / NG rute tidak tersedia. pemberantasan Helicobacter pylori. .

DOSIS PEMBERIAN: Perdarahan tukak lambung , setelah pendarahan pengobatan endoskopik IV : Awal 80 mg IV dosis muatan yang diberikan lebih dari 1 jam , diikuti dengan 8 mg / jam IV infus selama 72 jam Menyusun kembali dengan baik natrium klorida 0,9 % atau glukosa 5 % Lihat lampiran G Kelanjutan terapi PPI ketika PO / NG rute tidak tersedia IV bolus : 40 mg sehari . Menyusun kembali 40 mg vial dengan pelarut yang disediakan dan mengelola lebih dari 5 menit Pemberantasan Helicobacter pylori DOSIS PEMBERIAN: Perdarahan tukak lambung , setelah pengobatan endoskopik pendarahan IV : Awal 80 mg IV dosis muatan yang diberikan lebih dari 1 jam , diikuti oleh 8 mg / jam IV infus selama 72 jam Menyusun kembali dengan baik natrium klorida 0,9 % atau glukosa 5 % Kelanjutan terapi PPI ketika PO / NG rute tidak tersedia IV : 40 mg sehari . Menyusun kembali 40 mg vial dengan ml natrium 10 klorida 0,9 % , mengelola sebagai lambat bolus.Alternatively , menambah 100 - ml tas natrium klorida 0,9 % atau glukosa 5 % dan mengelola lebih dari 15 menit atau sebagai infus kontinyu DOSIS PEMBERIAN: Tersedia dalam 10 - mg ampul IV bolus : 2-5 mg , ulangi PRN IV infus : 0,1-2 mg / min Encerkan natrium klorida 0,9 % atau glukosa 5 % DOSIS PEMBERIAN: Infus IV : 20 mmol dalam 50 ml natrium klorida 0,9 % atau glukosa 5 % , Kalium klorida 1,5 g ( 20 mmol K_ ) dalam 10 - ml ampul Konsentrasi yang lebih besar dari 40 mmol dalam 1 l harus diberikan terpusat , meskipun konsentrasi hingga 80 mmol / l

EFEK SAMPING: Gangguan GI ( mual, muntah , sakit perut , diare dan sembelit ),parastesi,agitasi, disfungsi hati, hiponatremia, Leukopenia dan trombositopenia jarang.

PANTOPRAZOLE INDIKASI: Pendarahan tukak lambung , setelah pengobatan endoskopik pendarahan Kelanjutan dari terapi PPI ketika PO / NG rute tidak tersedia Helicobacter pylori pemberantasan

EFEK SAMPING: GI gangguan ( sakit perut , diare, perut kembung dan sembelit ) sakit kepala agitasi disfungsi hati Leukopenia dan trombositopenia jarang

PHENTOLAMIN

INDIKASI: Hipertensi berat terkait dengan feokromositoma

EFEK SAMPING: hipotensi Takikardia dan aritmia pusing hidung tersumbat EFEK SAMPING: kelemahan otot aritmia perubahan EKG

POTASSIUM CHLORIDE

INDIKASI: hipokalemia

dapat diberikan melalui vena perifer besar SALBUTAMOL INDIKASI: membalikkan bronkospasme (Reverses bronchospasm) DOSIS PEMBERIAN: nebuliser : 2,5-5 mg setiap 6 jam, ( encerkan dengan natrium klorida hanya 0,9 % ) Untuk pasien dengan bronkitis kronis dan hypercapnia , oksigen dalam tinggi Konsentrasi bisa berbahaya , dan nebuliser harus didorong oleh udara IV : 5 mg dibuat sampai 50 ml dengan glukosa 5 % ( 100 mg / ml ) Tingkat : 200-1200 mg / jam ( 2-12 ml / h) EFEK SAMPING getaran (Tremor) takikardia Bronkospasme paradoks ( berhenti memberi jika dicurigai ) Hipokalemia yang serius ( potensial oleh pengobatan bersamaan dengan aminofilin , steroid , diuretik dan hipoksia ) EFEK SAMPING: Pusing pada injeksi IV cepat Hipotensi pada injeksi IV cepat

TRANEXAMIC ACID

INDIKASI: Perdarahan yang tidak terkontrol berikut prostatektomi atau ekstraksi gigi pada penderita hemofilia Perdarahan akibat terapi trombolitik Perdarahan yang berhubungan dengan DIC dengan aktivasi dominan dari sistem fibrinolitik DIC dengan aktivasi dominan sistem koagulasi

DOSIS PEMBERIAN: Perdarahan yang tidak terkontrol berikut prostatektomi atau gigi ekstraksi pada penderita hemofilia Slow IV : 500-1000 mg setiap 8 jam , diberikan selama 5-10 menit ( 100 mg / menit ) Perdarahan karena terapi trombolitik Slow IV : 10 mg / kg , diberikan pada 100 mg / min Perdarahan yang berhubungan dengan DIC dengan aktivasi dominan dari sistem fibrinolitik ( PT berkepanjangan , fibrinogen , fibrinogen degradasi produk ) Lambat IV : 1000 mg lebih dari 10 menit , dosis tunggal biasanya cukup

VANCOMYCIN (Vancocin)

INDIKASI: C. difficile terkait diare melalui rute oral Serius Gram infeksi _ve :(C. difficileassociated diarrhoea via the oral route Serious Gram _ve infections profilaksis dan pengobatan endokarditis infektif

DOSIS PEMBERIAN: C. difficile terkait diare Secara oral : 125 mg setiap 6 jam selama 7-10 hari

( biasanya dikombinasikan dengan gentamisin ) dialisis terkait peritonitis infeksi yang disebabkan oleh MRSA Infeksi prostetik perangkat akibat staphylococcus koagulase -negatif alternatif untuk penisilin dan sefalosporin mana pasien alergi VECURONIUM INDIKASI: kelumpuhan otot (Muscle paralysis) DOSIS PEMBERIAN: Dosis awal : 100 mg / kg IV Tambahan Dosis : 20-30 mg / kg sesuai dengan respon Memonitor dengan saraf perifer stimulator DOSIS PEMBERIAN; IV bolus : 5-10 mg lebih dari 2 menit , dapat mengulang dengan 5 mg setelah 10 menit jika perluh Terus menerus EKG dan BP pemantauan Penurunan dosis pada penyakit hati pada orang tua DOSIS PEMBERIAN: Konakion ( ampul 0,5 ml mengandung 1 mg phytomenadione ) IV bolus : 1-10 mg , menyerahkan 3-5 menit Mengandung minyak jarak polyethoxylated yang telah dikaitkan dengan anafilaksis , tidak harus diencerkan Konakion MM ( ampul 1 ml mengandung 10 mg phytomenadione dalam formulasi koloid ) IV bolus : 1-10 mg , menyerahkan 3-5 menit IV infus : encerkan dengan 55 ml glukosa 5 % , memberikan lebih dari 60 menit . larutan harus baru disiapkan dan terlindung dari cahaya EFEK SAMPING: bradikardia hipotensi Blok jantung (HEART BLOCK) detak jantung (ASYSTOLE) EFEK SAMPING; hipersensitivitas

VERAPAMIL

INDIKASI: SVT AF atrial flutter

INDIKASI: penyakit hati Pembalikan warfarin kontraindikasi hipersensitivitas

Tidak untuk injeksi IM Dosis maksimum : 40 mg dalam 24 jam

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan

keamanan obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan

menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. O. obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). P. Obat-obat high Alert antara lain : Insulin,Opiate and Narcotics, Injectable Potassium chloride or phosphate, Injectable Anticoagulant, Sodium chloride solution above 0.9%. Q. Obat-obat ICU antara lain: adrenalin, aminophylin,atropin,

atracurium,benzylpenicilin, cefotaxim, ciprofloxacin, clonidine, dexa methasone, diazepam, digoxin, dobutamin, dopamin, enoxaparin, epoetin, fentanyl, furosemide, fluconasole, gentamicin, hidrocortisone, insulin, ipratropium, imonoglobulins, lidocain, lorasepam, labetalol, magnesium sulfat, mannitol, metronidazole, midazolam, nystatin, pantoprazole, penthidine, , phenytoin, potasium klorida, salbutamol, vencomicin, verampil,vitamin K R. Obat-obat ICU merupakan bagian dari obat-obat High alert, tetapi tidak semua obat-obat ICU merupaka Obat-obat High alert. Dan obat obat ini perluh pertahian penuh dalam pemberian dosis terpai agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginka

Daftar Pustaka:
WHO Pharmaceuticals Newsletter, No.4, 2007 Data Badan POM

S-ar putea să vă placă și