Sunteți pe pagina 1din 26

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BEDAH UMUM VETERINER

LAPARATOMI PADA KUCING

Oleh: Kelompok VI Sore (14.00-16.30 WIB)

Annisa Ratnasari B Suci Siti S Miftahul Ilmi Noor Rohman Setiawan Tiara Widiati Indri Saptorini Rio Topan

B04110002 B04110012 B04110040 B04110044 B04110055 B04110080 B04110089

BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen. Menurut Jong dan Sjamsuhidayat (2004) bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedag digestif dan kandungan. Laparatomi terdiri atas laparatomi flank, laparatomi medianus dan laparatomi paramedianus. Laparatomi flank terbagi menjadi flank kanan dan flank kiri. Laparatomi flank kiri untuk melihat organ abomasum, rumen, dan uterus. Sedangkan laparatomi flank kanan untuk melihat organ abomasum, omentum, intestine, caecum, kolon, dan uterus kanan. Laparatomi flank umum dilakukan pada hewan besar. Daerah orientasinya pada legok lapar/fossa paralumbal. Lapisan yang disayat mulai dari kulit, musculus obliquus abdominis internus, musculus abdominis transversus, dan yang terakhir peritoneum. Saat operasi keputusan untuk melakukan laparatomi diambil adalah bila ada kecurigaan penyakit dalam rongga abdominal. Laparatomi medianus umumnya dilakukan pada hewan kecil. Daerah

orientasinyaabdominal bagian ventral (linea alba). Lapisan disayat meliputi kulit, aponeurose musculus obliquus abdominis externus, musculus obliquus abdominis internus, dan peritoneum. Target organ berdasarkan bayangan rongga abdomen yaitu daerah epigastrium, mesogastrium, dan hipogastrium. Laparatomi paramedianus dilakukan dengan menyayat abdomen ventral sejajar dengan linea alba. Dari ketiga jenis laparatomi tadi, masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Pada bedah laparatomi medianus, keuntungannya adalah kita mudah menemukan daerah yang akan disayat dengan melihat linea alba dan umbilicalis. Selain itu daerah tersebut jarang terjadi pendarahan. Tetapi dengan melakukanlaparatomi medianus ini, kemungkinan akan terjadinya hernia cukup tinggi karena pada daerah yang dioperasi merupakan titik dimana tegangannya paling besar ditambah dengan posisi berdiri hewan yang dorsoventral semakin menambahbeban dan kemungkinan untuk terjadinya hernia. Persembuhan lukanya juga relatif lebih lama, karena daerah penjahitan sedikit mengandung/dilewati darah, sehingga kadar Hb sedikit sehingga

suplai oksigen yang diterima juga sedikit. Hal ini menyebabkan metabolisme yang terjadi juga rendah sehingga persembuhan luka menjadi lama.

Tujuan Praktikum bertujuan agar mahasiswa mengetahui teknik laparatomi medianus pada kucing dan mampu mengaplikasikannya serta bertujuan untuk menemukan organ-organ yang ada didalam rongga abdomen secara langsung dan dapat digunakan untuk peneguhan diagnosa.

Alat dan Bahan Alat yang dilaukan untuk praktikum antara lain 1 set peralatan bedah minor, 2 set perlengkapan bedah untuk operator dan asisten, spoid, tali, stetoskop, thermometer, duk, kassa, jarum, dan alat pencukur rambut.

METODE Pre Operatif Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah yang steril, persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau instrument telah disterilisasi. Peralatan yang akan digunakan saat operasi disusun diatas meja instrument yang telah dialasi linen steril. Peralatan lain tergantung dari jenis operasi yang akan dilakukan. Sterilisasi peralatan operasi, baju operasi, masker, penutup kepala, sarung tangan, sikat, dan handuk yang telah dicuci bersih serta dikeringkan dibungkus dengan kain muslin atau non woven setelah terlebih dahulu dilipat dan ditata sesuai dengan urutannya masing-masing. Peralatan yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60 oC selama 15-30 menit. Perlengkapan yang telah disterilisasi digunakan pada saat operasi oleh operator dan asisten satu (asisten operator). Alat-alat bedah yang akan digunakan dikumpulkan dalam suatu wadah dan direndam dengan larutan sabun hingga seluruh bagiannya terendam. Setelah direndam, instrumen bedah pun dicuci bersih dengan menggunakan sikat hingga sisa kotoran menghilang dan peralatan menjadi bersih. Instrumen dicuci mulai dari bagian yang bersentuhan dengan tubuh pasien yaitu bagian ujung hingga bagian yang paling jauh dan jarang bersentuhan dengan tubuh pasien yaitu bagian pangkal. Instrumen-instrumen tersebut kemudian dibilas dengan air bersih mulai dari bagian ujung hingga pangkal sebanyak 10-15 kali. Peralatan operasi minor yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan terlebih dahulu baru setelah itu ditata rapi di dalam kotak peralatan sesuai dengan urutan penggunaannya. Kotak peralatan tersebut kemudian dibungkus dengan muslin atau non woven dan disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121 C selama 60 menit. Peralatan yang telah disterilisasi digunakan pada saat operasi. Pemeriksaan fisik berupa signalement dan keadaan umum hewan. Parameter signalement yang dicatat adalah nama kucing, jenis dan ras, jenis kelamin, usia, warna rambut dan kulit, serta bobot badan. Keadaan umum kucing yang dicatat yaitu, habitus, gizi, sikap berdiri, cara berjalan, adptasi lingkungan, turgor kulit, kelenjar

pertahanan, refleks pupil, refleks palpebrae, frekuensi dan ritme napas, temperatur, CRT, warna mukosa, dan diameter pupil. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, kucing diinjeksikan dengan premedikasi atropin. Dosis sulfa atropin yang digunakan adalah 0,025 mg/kg BB. Setelah 15 menit, kucing diinjeksikan dengan ketaminxylazine. Dosis ketamin-xylazine yang digunakan adalah 10mg/kg BB dan 2 mg/kg BB. Daerah abdomen hewan kemudian dicukur dan dioleskan iodine tincture setelah hewan terbius. Kucing diletakkan di meja operasi yang telah dialasi handuk. Ketika berada di atas meja operasi, posisi hewan disesuaikan dengan keadaan. Keempat kaki diikat keujung-ujung meja menggunakan sumbu kompor dengan simpul Tomfool.Kemudian hewan ditutup dengan duk, disesuaikan, dan difiksir dengan towelclamp. Setelah itu, operasi siap dilakukan. Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai dari kondisi umum preoperative, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit ringan, atau ada kelainan bawaan. Keadaan umum seperti demam dan kondisi sistemik lainnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan operasi. Hewan harus dalam keadaan stabil sebelum operasi. Pemeriksaan kondisi fisik mutlak harus dilakukan jika terjadi kelainan pada cairan, asam-basa, elektrolit, dan kelainan kardiovaskular harus diperbaiki sebelum menginduksi anastesi. Transfusi darah harus diberikan jika PC kurang dari 20 karena hewan mengalami hipoksia atau anemia (Theresa 2007).

Operatif Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang dilakukann tepat dibagian tengah mempunyai maksud mempermudah eksplorasi organ-organ yang berada baik disebelah anterior maupun posterior dari tempat penyayatan (Katzug 2001).

Pasien dibaringkan dengan posisi terlentang ke atas, kemudian dibuat sayatan kulit pada garis ventral. Sayatan dapat dilakukan dari dekat processus ziphoidea sampai dengan daerah pubis. Setelah kulit terbuka, sayat jaringan subkutan sampai fascia eksternal dari muskulus rektus abdominis terlihat. Ikat atau cauterisasi pembuluh darah kecil yang menyebabkan pendarahan pada subkutan sehingga linea alba dapat terlihat jelas. Linea alba disayat tepat diatasnya. Ketika omentum telah menyembul, linea alba dijepit bagian kiri dan kanan, gunakan gunting untuk memperpanjang sayatan ke kranial atau kaudal (Theresa 2007). Omentum dan peritoneum akan terlihat dibawah linea alba. Organ-organ yang terdapat di rongga abdomen dicari berdasarkan pembagian daerah, yaitu epigastrium, mesogastrium, dan hipogastrium (Katzug 2001). Sebelum penutupan dilakukan teteskan antibiotik pada ruang abdomen untuk meminimalisir infeksi pasca operasi. Penjahitan pertama dilakuakn pada lapisan peritoneum dan linea alba. Linea alba dapat ditutup dengan jahitan simple interrupted suture atau simple continuous suture. Pastikan saat penjahitan pada linea alba tidak ada jaringan lain yang ikut terjahit karena bisa menghambat penutupan luka. Jahitan kedua tutup jaringan subkutan dengan jahitan simple continuous suture dengan yang absorbable. Lalu teteskan lagi antibiotik pada subkutan sebelum dilakukan penutupan kulit. Penjahitan kulit dilakakukan menggunakan benang nonabsorbable dengan jahitan simple interrupted suture untuk meminimalisir terjadinya hernia atau dapat pula digunakan stainless steel staples. Jarak tepi jahitan fascia adalah 4 sampai 10 mm. Jahitan simple interrupted suture biberi jaraj 5 mm-10 mm dari jahitan satu dengan jahitan lainnya, tergantung pada ukuran hewan. Jahitan pada kulit dilakukan dengan sedikit tegangan untuk meminimalisir bekas jahitan (Theresa 2007). Setelah penjahitan selesai diberikan iodine tingturdi bekas sayatan yang telah dijahit. Setelah itu sayatan ditutup dengan tampon segi empat dan plester. Sebelum dipakaikan gurita, hewan di suntik oxytetracycline 0.175 ml secara intramuscular, setelah itu hewan baru dipakaikan gurita (Katzug 2001).

A. pada kucing dan anjing betina. B. pada anjing jantan. (Theresa, 2007)

Post Operatif Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif. Pengecekan tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan luka berjalan dengan baik (Hedlund 2002). Komplikasi sering kali menyertai operasi seperti reaksi alergi jahitan, seroma, hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan pasien. Terapi cairan harus dilanjutkan pada kebanyakan hewan pasca operasi abdomen. Elektrolit, asam-basa, dan protein serum harus diperhatikan dan dikoreksi pasca operasi untuk memastikan bahwa pasien dengan memiliki asupan kalori yang memadai pasca operasi (Theresa 2007). Perawatan seperti pemberian antibiotik, terapi cairan, perawatan balutan, anti inflamasi akan membantu persembuhan luka setelah operasi. Penanganan post operatif sangat penting karena dapat mempengaruhi persembuhan hewan (pasien). Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien bedah post operatif untuk perawatan pasien bedah, dianataranya hewan dibawa ke ruang pemulihan yang tenang, hewan tetap dimonitor dengan diukur suhu, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil. Diperhatikan membran mukosa, limphonodus, dan selaput lendir, serta pasien diberikan obat untuk mengatasi rasa nyeri selama 1 sampai 3 hari setelah operasi (Hedlund 2002). Diberikan infus bila terjadi muntah dan diare hebat, disfungsi ginjal dan penyakit hati dengan memperhatikan laju infus dan jenis infus yang diberikan. Apabila pasien

hypothermia, diberi penghangat menggunakan air hangat, diberikan suplemen oksigen, kateter apabila diperlukan (Mc Curnin 2002). Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci alat setelah digunakan dengan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci, disikat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudia dibilas dengan air yang mengalir sebanyak 10-15 kali (dimulai dari ujung yang pertama disikat), dikeringkan dengan ditata di rak. Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi masker, tutup kepala, handuk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dilaundri/dicuci dengan sabun, dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan menggunakan desinfektan berupa alkohol 70% (Harari 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PEMERIKSAAN A. Pemeriksaan Fisik 1. Signalemen Hewan Nama Jenis Ras/Bangsa Jenis kelamin Berat badan Tanda khusus 2. Status Present 2.1. Keadaan Umum Perawatan Gizi Habitus Sikap Berdiri Suhu tubuh Frek. Nadi Frek. Napas 2.2. Regio Kepala dan Leher Ekspresi wajah Pertulangan kepala Posisi tegak telinga Posisi kepala Refleks panggilan Krepitasi telinga Bau Telinga : Galak : Kompak, tegas, dan keras : Tegak ke atas : Lebih tinggi dari tulang punggung : Baik; ada refleks : Tidak ada krepitasi : Bau khas cerumen : Baik : Baik; gemuk : Tegap, tulang punggung lurus : Menumpu dengan keempat kaki : 38 C : 112 kali/menit : 12 kali/menit : Nelson : Kucing : Domestik : Jantan : 4 Kg :-

Mata dan Orbita Kanan-Kiri Sklera Cornea Iris Limbus Refleks pupil Vasa injection : Putih : Tembus terang : Tidak ada perlekatan : Melingkar rata; tidak ada perlekatan : Baik; ada refleks : Tidak ada vasa injection

Hidung, Mulut, dan Sinus-sinus Mukosa Mulut Lidah Gigi Foetor ex ore : Pink rose, licin, dan basah. : Pink : Ada gigi patah, tidak ada karang gigi. : Tidak ada

2.3. Regio Thoraks Bentuk rongga Tipe pernapasan Ritme Intensitas 2.4. Alat Gerak Spasmus otot Tremor otot Sudut persendian Cara berjalan : Tidak ada spasmus otot : Tidak ada tremor otot : Tidak ada kelaianan : Melangkah biasa, koordinatif, dan tidak ada kelainan Cara berdiri : Menumpu dengan keempat kakinya : Simetris : Costal : Teratur : Dalam

B. Perhitungan Dosis Obat-obatan a. Atropin b. Oxytetraxyclin = = = = = 0.4 ml = 1.12 ml

c. Xylazine = = = 0.4 ml

d. Amoxycilin = = = 3.2 ml

e. Ketamine = = = 0.4 ml

C. Monitoring Pasien Tabel 1. Pemantauan Tanda Vital Pasien Parameter /Waktu Suhu Tubuh (C) Frek. Jantung (kali/menit) Frek. Napas CRT Mukosa Refleks Pupil Refleks digit Pre Op 0 38 112 12 3 Pink Ada Ada 15 37.8 98 8 4 Pucat 30 37.6 98 8 4 Pucat 45 37.1 98 8 4 Pucat Operasi 60 36.9 95 4 5 Pucat 75 36.7 94 4 5 Pucat 90 36.7 108 4 5 Pucat 105 36.2 110 4 4 Pucat 120 36.2 108 4 4 Pucat Post Op 5 36.1 108 4 4 Pucat Ada Ada

Grafik 1. Suhu Tubuh, Frek. Jantung, dan Frek. Napas

Tabel 2. Pemantauan Status Kesehatan Pasien Post Operatif Parameter /Waktu Suhu Tubuh (C) Frek. Jantung (kali/menit) Frek. Napas CRT Mukosa Makan Minum Defekasi Pink Ya Cekok Pink Ya Cekok Pink Ya Cekok Pink Ya Sendiri Ada Pink Tidak Sendiri Ada Pink Ya Sendiri Ada Pink Ya Sendiri Ada; lunak Urinasi Ada Ada So : Sore Ada Ada Pink Ya Sendiri Ada; lunak Ada Pink Ya Sendiri Ada; lunak Ada Pa H+1 Si So Pa H+2 Si So Pa H+3 Si So

Keterangan : Pa : Pagi,

Si : Siang,

Grafik 2. Frekuensi Pernafasan dari H+1 sd H+3

Grafik 3. Frekuensi Jantung dari H+1 sd H+3


140 135 130 125 pagi 120 115 110 105 100 hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 siang sore

Grafik 4. Suhu badan dari H+1 sd H+3


39 38.5 38 pagi 37.5 37 36.5 36 hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 siang sore

PEMBAHASAN Sebelum dilakukan operasi, kucing diperiksa secara umum untuk mengetahui suhu, frekuensi jantung dan frekuensi nafasnya. Kemudian kucing diberi premedikasi dengan atropin sulfas untuk mencegah muntah saat operasi, karena atropin menyebabkan blokade reversibel kerja kolinomimetik mempengaruhi motilitas usus, bronkodilatator, dan mencegah terjadinya hipersalivasi (Katzung 2001). Obat yang digunakan terdiri dari obat premedikasi, obat bius, sedative, dan antibiotik. Premedikasi yang diberikan berupa sulfas atropine dengan dosis 0.4 ml, rute pemberian SC (subcutan). Penyuntikan pertama diberikan sulfas atropine. Setelah 10 menit kucing yang akan dibedah disuntikkan dengan kombinasi obat ketamine dan xylazine. Obat bius yang diberikan adalah ketamine HCl 10% dengan dosis 0.4 ml, rute pemberian intra muscular (IM). Sedative yang diberikan adalah xylazine HCl 2% dengan dosis 0.4 ml, rute pemberian IM. Pemberian obat bius dicampur dengan sedative. Pengambilan xylazine terlebih dahulu disusul dengan ketamine. Hal ini dilakukan untuk mencegah efek negatif pada kucing ataupun hewan yang akan disuntikkan dengan kombinasi obat tersebut. Setelah operasi dilakukan, diberikan antibiotik dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri selama operasi. Antibiotik yang digunakan ada tiga yaitu Penicillin, Oxytetraxyclin, dan Amoxycilin. Penicillin diberikan setiap sebelum operator menjahit. Rute pemberian secara topical (diteteskan), diberikan secukupnya. Oxytetraxyclin diberikan setelah operasi melalui IM dengan dosis 1.12 ml. Sedangkan Amoxycilin diberikan selama perawatan post operasi dengan dosis 3.2 ml. Rute pemberiannya per oral selama 5 hari perawatan 2 kali sehari, pada pagi dan malam hari (Katzug 2001). Pasien yang sudah teranasthesi diletakkan di atas meja bedah yang telah dialasi koran lalu dilakukan physical restraint. Pertama dilakukan pemasangan duk diatas tubuh pasien dengan menggunakan towel clamp. Penyayatan abdomen dilakukan pada 1 cm anterior umbilical sampai 1 cm posterior umbilical dengan cara menarik kulit dengan dua jari dan dilakukan penyayatan menggunakan scalpel. Lokasi penyayatan ini dimaksudkan agar mudah mengeksplorasi organ yang terdapat di bagian abdomen. Penyayatan kulit pertama sepanjang 2 cm dilakukan

menggunakan scalpel dengan terlebih dahulu merenggangkan kulit abdomen menggunakan tangan operator. Setelah kulit tersayat dilakukan penguakan subcutan menggunakan gunting sampai linea alba terlihat jelas. Pembukaan linea alba dilakukan dengan hati-hati, aponeurose dari muskulus obliquus dijepit tepat dikedua sisi linea alba lalu ditarik, dilakukan penusukan ditengah linea alba dengan scalpel untuk menbuat sedikit lubang. Setelah lubang terbentuk sayatan diperlebar dengan menggunakan gunting tumpul-runcing dengan bagian yang tumpul yang menyentuh jaringan agar tidak melukai jaringan dan untuk meminimalisir kemungkinan trauma pada organ di dalam peritoneum. Jika terjadi kesalahan penyayatan linea alba maka sayatan diulangi dengan sayatan tepat pada linea alba. Terjadi kesalahan pada proses penyayatan linea alba, bagian yang tersayat adalah pinggir linea alba sehingga setelah penyayatan dilakukan masih ditemui otot di bawahnya. Kesalahan terjadi karena ditemukan banyak lapisan lemak pada abdomen kucing sehingga penguakkan untuk mencari linea alba agak sulit, hal ini dikarenakan kucing yang dioperasi tergolong gemuk. Kemudian dilakukan penyayatan sekitar 1.5 cm lagi ke arah caudal agar linea alba lebih mudah terlihat. Setelah dilakukan penyayatan linea alba, dilakukan eksplorasi organ pada bagian abdomen. Eksplorasi organ dilakukan setelah ruang abdomen terbuka. Ekplorasi dilakukan dengan cara palpasi karena terdapat banyak lemak di ruang abdomen, organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria dan lambung. Usus merupakan organ yang paling mudah ditemukan karena posisi penyayatan yang dilakukan tepat di ventromedial abdomen. Usus memiliki konsistensi yang lunak, licin, dan lumennya kosong ketika dipalpasi. Vesika urinaria dapat diketahui dengan palpasi bagian hipogastricum. Vesika urinaria berisi urin memiliki konsistensi lunak dan padat. Ginjal kanan dan kiri dapat teraba ketika dilakukan palpasi. Bentuk dari kedua ginjal bulat seperti kacang dengan konsistensi yang lunak dan padat. Organ lainnya tidak terpalpasi pada saat eksplorasi abdomen. Letak dari organ-organ di dalam rongga abdomen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Sumber: http://www.exploringnature.org/graphics/animal_anatomy/cat_organs_color_72.jpg

Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh omentum. Untuk mempermudah mengenali organ dalam rongga abdomen, maka rongga abdomen dibagi menjadi tiga wilayah yaitu epigastrium, mesogastrium dan hipogastrium. Di wilayah epigastrium dapat ditemukan lambung, limpa, hati, ginjal kanan dan kiri. Ginjal kanan terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena pada bagian kiri rongga abdomen terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri dari posisi yang seharusnya (Aspinall, OReilly 2004). Usus dan ovarium ditemukan di mesogastrium, sedangkan di hipogastrium berada vesica urinaria dan uterus. Setelah dilakukan eksplorasi abdomen, penutupan ruang abdomen dimulai dengan penjahitan linea alba dan omentum menggunakan benang chromic catgut 3/0 agar mudah diserap oleh tubuh dan jarum berpenampang segitiga untuk jaringan yang

lunak. Digunakan jahitan simple interrupted sebanyak delapan jahitan. Subcutan dijahit sebanyak tiga jahitan menggunakan jahitan simple interrupted. Benang catgut dapat diabsorpsi oleh tubuh sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan benang kembali post operasi. Sedangkan untuk penjahitan kulit digunakan jahitan simple interrupted dengan benang silk sebanyak sebelas jahitan. Benang ini digunakan karena untuk penjahitan superficial dibutuhkan benang yang kuat dan tidak

diabsorpsi oleh tubuh sehingga jahitan tidak mudah terlepas. Tujuan penggunaan jahitan simple interrupted adalah agar jahitan lebih kuat menahan tekanan organ dalam rongga abdomen sehingga tidak terjadi hernia.

Sumber : (Theresa, 2007)

Pada setiap lapisan sebelum dilakukan penjahitan diberikan antibiotik penisilin dengan cara diteteskan pada setiap jaringan sebelum dijahit. Pemberian penisilin bertujuan untuk menghindari infeksi pasca operasi. Pemberian penisilin antara lain pada ruang abdomen, lapis antara linea alba dan subcutan, serta pada lapisan antara subcutan dan kulit. Terakhir didaerah bekas jahitan diberi betadine. Pemberian antiseptik ini bertujuan untuk mencegah infeksi dan mempercepat pengeringan luka. Bekas jahitan dibalut dengan menggunakan tampon segi empat yang telah diberi betadine untuk kemudian ditempel dengan menggunakan perekat hypafix. Hal ini bertujuan untuk menghindari

bekas jahitan terbuka akibat dari gigitan atau gerakan kucing maka dilakukan pemasangan kain gurita. Anestesi dilakukan secara perinjeksi akan mendepres fungsi fisiologis tubuh sehingga terjadi penurunan fungsi fisiologis (Hall 2001). Salah satu perubahan fisiologis yang dapat teramati adalah suhu tubuh, pada awal sebelum pemberian obat bius adalah 38 C, namun lima menit kemudian terjadi penurunan suhu tubuh menjadi 37.8 C. Seiring dengan berjalannya waktu, suhu tubuh kucing semakin menurun, dan yang terendah mencapai 36.1 C yaitu pada menit ke 125 setelah dua kali diberikan maintenance. Setelah itu, pada monintoring selanjutnya adalah perubahan frekuensi jantung menunjukkan pengaruh kerja jantung dalam memompa darah. Pada tabel 1, terlihat frekuensi jantung semakin meningkat. Peningkatan frekuensi ini disebkan karena adanya luka sayatan. Pada saat pre operasi frekuensi jantung adalah 112 kali, namun setelah diberikan anestesi frekuensi rata-ratanya adalah 103 kali/menit tiap 15 menit. Pada pengamatan frekuensi nafas terjadi penurunan frekuensi nafas karena sifat anestesi yang diberikan dapat mendepres pusat respirasi di medulla oblongata. Sebelum pemberian anestesi frekuensi pernafasan kucing sebanyak 12 kali, namun setelah beberapa menit pasca pemberian frekuensi pernafasan rata-ratanya adalah 6 kali/menit tiap 15 menit. Mukosa kucing terlihat perbedaan yang sangat nyata pada saat pre dan post anestesi. Pada saat pre anestesia mukosanya berwarna pink rose, namun setelah anestesi selama operasi berlangsung warna mukosa berubah menjadi pucat, hal tersebut dikarenakan tidak lancarnya aliran darah pada daerah perifer. Secara umum anestesi juga akan menghilangkan refleks pasien, dalam hal ini yang diamati adalah refleks pupil dan refleks digit yang menghilang selama anestesi berlangsung (Hall 2001). Setelah operasi, kucing di injeksi dengan oxtetracyclin melalui intramuscular otot celana. Oxytetracyclin merupakan antibiotic berspektrum luas yang berfungsi mencegah infeksi sekunder pasca operasi. Kemudian tunggu pasien hingga tersadar. Pasien mulai sadar pukul 18.28 WIB, dengan tanda-tanda mulai adanya refleks berkedip, menjilat, batuk dan tersedak. Pada pukul 18.55 WIB, kaki depan dang belakang mulai bisa bergerak. Pukul 19.40, pasien mulai bisa muntah dan urinasi.

Pukul 21.46 WIB, pasien sudah bisa bangun dan mengangkat kepala. Pukul 22.10, pasien bisa berdiri, mencakar dan menggigit. Sekitar pukul 23.00 WIB pasien diberikan antibiotik (amoxcylin cair) 3.2 ml secara peroral. Tujuan pemberian antibiotic ini untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka. Pada masa persembuhan atau post operasi, kucing menunjukkan grafik pernapasan yang cukup baik. Kucing nomal memiliki frekuensi napas 25-30 kali per menit (Eldredge 2008). Untuk frekuensi napas di hari 1 cenderung tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu pada kisaran 24-32 kali/menit. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kucing tersebut tidak mengalami gangguan pernapasan pasca operasi. Untuk frekuensi jantung hewan menunjukkan frekuensi yang stabil pada setiap harinya yaitu rata-rata sekitar 123 kali/menit dari frekuensi pulsus normal kucing antara 110130 kali/menit.

Begitu halnya dengan temperatur tubuh hewan. Temperatur tubuh hewan pasca operasi cenderung menunjukkan gambaran yang sangat baik dan merata hingga hari ke-3. Hanya pada waktu 3-4 jam pasca operasi, pengamat mencatat suhu hewan yang turun hingga mencapai 36o C. Keadaan hipothermia seperti ini diduga akibat efek samping dari obat bius yang masih terasa. Namun, keadaan itu segera membaik di hari ke-1 yang ditunjukkan dengan meningkatnya suhu tubuh hewan menjadi 37-38o C. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal karena suhu normal

tubuh kucing adalah 100 - 102.5F (37.7 - 39.1C).

Selama masa penyembuhan, hewan menunjukkan nafsu makan yang baik kecuali pada hari ke-2 siang kucing tidak mau makan sama sekali. Hal seperti ini sangat mendukung dalam proses penyembuhan luka pasca operasi. Sedangkan untuk proses defekasi, hewan tidak memiliki keteraturan dalam defekasi. Pada hari ke-1 kucing belum defekasi dan urinasi, pada hari ke-2 kucing defekasi dan urinasi. Konsisternsinya lunak dan berbentuk. Pada hari ke-3 kucing defekasi dengan konsistensi feses sangat lunak tetapi tidak diare. Untuk minum dan urinasi, pada hari ke-1 kucing perlu pencekokan air agar minum. Dan pada hari berikutnya selalu minum sendiri setiap hari mulai pagi hingga malam teratur. Jumlah urin yang dikeluarkan pada hari ke-1 cenderung banyak sekali, hal ini mungkin terjadi karena ketika operasi, vesica urinaria penuh tetapi urin tidak bisa dikeluarkan. Tetapi pada hari berikutnya cenderung normal. Volume urin kucing normal berkisar 18-25 ml/kg BB per-24 jam (Widodo et al. 2011). Dari jumlah normal urin tersebut dapat diketahui bahwa hewan melakukan urinasi dengan baik dan tidak ada gangguan ataupun kelainan.

KESIMPULAN Laparatomi medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Obat yang digunakan untuk laparatomi terdiri dari obat premedikasi, obat bius, sedative, dan antibiotik. Premedikasi yang diberikan berupa sulfas atropine dengan dosis 0.4 ml, rute pemberian SC (subcutan). Eksplorasi organ dilakukan setelah ruang abdomen terbuka. Ekplorasi dilakukan dengan cara palpasi karena terdapat banyak lemak di ruang abdomen, organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria dan lambung.

LAMPIRAN I (DOKUMENTASI)

Persiapan Operator dan Asisten operator

Pasca Pencukuran Rambut Kucing dan Physical Restrain

Penyayatan Abdomen

Penjahitan dan Pembalutan

LAMPIRAN II (LAPORAN PROTOKOL BEDAH)

DAFTAR PUSTAKA Aspinall V, OReilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology. Philadelphia: Butterworth-Heinemann. Eldredge D. M, Carlson D. G, Carlson L. D & Giffin J. M. 2008. Cat Owners Home Veterinary Handbook. 3th Ed. Wiley Publishing, INC. Hoboken, New Jersey. Hall, L.W., K.W Clarke, CM Trim. 2001. Veterinary Anaesthesia 10th Edition. W.B. Saunder. London Harari, Joseph. 2004. Small Animal Surgery Secret 2nd Edition. Hanley & Belfus INC. Philadelpia, USA. Hedlund CS, Donald AH, Ann LJ, Howard BS, Michael DW, Gwendolyn LC. 2002. Small Animal Surgery 2nd Edition. Mosby of Elsevier. USA. http://www.exploringnature.org/graphics/animal_anatomy/cat_organs_color_72.jpg Katzug, BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta. Mc Curnin DM, Joanna MB. 2002. Clinical Textbook For Veterinary Technicians 6rd Edition. Elsevier Sabre Faundation. USA. Theresa, Welch., Fossum, et all. 2007. Small Animal Surgery 3rd Edition. Mosby Elsevier. Missouri. Widodo Setyo, Sajuthi Dondin, Choliq Chusnul, Wijaya Agus, Wulansari Retno, Lelana Agus. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. IPB Press:Bogor

S-ar putea să vă placă și