Sunteți pe pagina 1din 15

1 BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG Pada dasarnya jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah melalui paru-paru dan jantung kiri yang memompakan darah melalui organ-organ perifer. Tiap bagian jantung yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut yang terdiri atas satu atrium dan satu ventrikel. Fungsi utama atrium adalah merupakan suatu jalan masuk ke dalam ventrikel, namun atrium ini juga dengan kekuatan yang lemah memompa untuk membantu mengalirkan darah masuk ke dalam ventrikel. Kemudian ventrikel menyediakan tenaga utama yang dapat dipakai untuk mendorong darah melalui sirkulasi pulmonal atau sirkulasi periferal. (Guyton, 1993) Di dalam jantung tersebut terdapat suatu mekanisme khusus yang menjaga irama jantung dan menjalarkan potensial aksi ke seluruh otot jantung yang dapat menyebabkan denyutan jantung tersebut berirama. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang timbul sendiri. (Guyton, 2003)

I.2. TUJUAN a. Tujuan umum Untuk mengetahui fisiologi jantung dalam hal potensial aksi pada otot jantung. b. Tujuan khusus Untuk mengetahui segala hal tentang potensial aksi pada otot jantung. Mulai dari definisi, anatomi, fisiologi, dan pemeriksaan penunjang.

I.3. MANFAAT Menambah wawasan dan keilmuan untuk penulis serta membantu pembaca untuk memahami tentang Potensial Aksi Pada Otot Jantung.

BAB II PEMBAHASAN

II.1. PENGERTIAN Potensial aksi adalah perubahan potensial membran yang berlangsung singkat, cepat, dan besar (100 Mv) saat potensial sebenarnya berbalik, sehingga bagian dalam sel peka rangsang secara sesaat menjadi lebih positif daripada bagian luar. (Sherwood Lauralee, 2009) Otot jantung merupakan otot yang mempunyai keistimewaan yaitu bentuknya lurik tetapi bekerja seperti otot polos yaitu di luar kesadaraan atau di luar perintah otak. (Kardar Adhyzal, 2010) Jadi, potensial aksi pada otot jantung adalah potensial aksi yang mempunyai kemampuan merangsang daerah sekitar sel membran untuk mencapai nilai ambang yang timbul pada otot jantung.

II.2. ANATOMI OTOT JANTUNG Otot jantung atau miokardium terdiri atas 3 kelompok, yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat-serat otot khusus yang mempunyi sifat konduksi selain sifat eksitasi yang lazim dimiliki otot. Walaupun otot jantung termasuk otot yang tidak sadar atau tidak berada di bawah pengaruh kehendak, tetapi cara kontraksinya berbeda dengan cara kontraksi otot tidak sadar lainnya, yaitu otot polos. Cara kontraksi otot atrium dan otot ventrikel justru lebih mirip dengan cara kontraksi otot rangka yang termasuk otot sadar. Sebaliknya, serat-serat otot khusus hanya sedikit sekali kemampuan kontraksinya karena mengandung sedikit sekali serabut kontraktil, tetapi mampu memperlihatkan sifat ritmisitas (keiramaan) dan konduksi. Sistem serat-serat otot khusus ini merupakan sistem eksitasi jantung. (Herman Rahmatina, 2011)

II.2.1. SERAT OTOT JANTUNG Terlihat bahwa serat-serat otot jantung tersusun membentuk struktur yang khas, yaitu serat-serat otot memisah, kemudian menyatu lagi, memisah kembali, menyatu kembali dan seterusnya. (Herman Rahmatina, 2011)

Gambar 2.1. Struktur histologi otot jantung (Herman Rahmatina, 2009)

Hal lainnya yang perlu diperhatikan pada gambaran mikroskopis otot jantung ini adalah serat otot jantung mempunyai stria (dari bahasa Latin stride = corak atau gambaran seperti lurik), seperti halnya otot rangka. Oleh sebab itu, otot jantung dimasukkan ke dalam golongan otot bercorak, bukan otot polos. Secara mikroskopis, serat otot pada umumnya, termasuk serat otot jantung, terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut. 1. Sarkolema Sarkolema (dari bahasa Latin sarcolemma, sarco = serat otot, lemma = bungkus, sarung) adalah bagian yang membungkus serat otot. Sarkolema terdiri dari 2 lapisan. Lapisan dalam sarkolema merupakan membran sel otot yang sebenarnya dan disebut menibran plasma. Lapisan luarnya merupakan suatu lapisan tipis yang terdiri dari polisakarida dan sejumlah serat kolagen yang halus. 2. Miofibril Struktur mikroskopis serat otot jantung juga mirip dengan serat otot rangka. Setiap serat otot jantung terdiri dari sejumlah miofibril (dari biasa. Di dalam serat otot, miofibril berada di dalam sarkoplasma ini. Cairan sarkoplasma mengandung sejumlah besar kaliun (K), magnesium (Mg), fosfat (P), dan enzim protein. Selain itu, di dalam sarkoplasma juga terdapat sejumlah besar mitokondria yang terletak di antara miofibril dalam posisi paralel atau sejajar. Mitokondria adalah organel sel yang memproduksi adenosin trifosfat (ATP) sebagai sumber energi. Letak mitokondria yang berdampingan dengan miofibril menunjukkan bahwa kontraksi miofibril membutuhkan energi dalam jumlah besar.

3. Retikulum Sarkoplasmik Sarkoplasma mengandung sejumlah besar retikulum endoplasmik yang disebut retikulum sarkoplasmik. Di dalam serat otot, retikulum sarkoplasmik berada di sekitar miofibril, yaitu melingkup miofibril. Retikulum sarkoplasmik ini mempunyai fungsi yang sangat penting untuk mengontol keadaan kontraksi otot. Semakin tinggi kecepatan kontraksi yang diperlukan suatu otot, semakin banyak pula jumlah retikulum sarkoplasmik di dalam serat otot tersebut. Namun, retikulum sarkoplasmik otot jantung tidak seekstensif dan sebanyak retikulum sarkoplasmik pada otot rangka.

II.3. POTENSIAL AKSI PADA OTOT JANTUNG Potensial membran istirahat otot jantung normal adalah kira-kira -85 sampai -95 milivolt (mv) dan kira-kira -90 sampai -100 mv terdapat di dalam serabut penghantar khusus, serabut purkinye. (Guyton, 1993) Potensial aksi yang direkam dalam otot ventrikel adalah sebesar 105 mv, yang berarti bahwa potensial membran tersebut meningkat dari nilai normalnya yang biasanya negatif menjadi agak positif yaitu kira-kira +20 mv. Karena perubahan potensial dari negatif menjadi positif ini, maka bagian yang positif disebut sebagai potensial kaduk julang (=overshoot potential). Selanjutnya, sesudahnya terjadi peningkatan awal (=initial spike), maka membran akan tetap dalam keadaan depolarisasi selama kira-kira 0,2 detik dalam otot atrium dalam kira-kira 0,3 detik dalam otot ventrikel, sehingga memperlihatkan suatu gambaran mendatar (=plateau), pada akhir keadaan plateau diikuti dengan keadaan repolarisasi yang terjadi dengan tiba-tiba. Adanya plateau ini dalam potensial aksi menyebabkan kontraksi otot jantung yang berlangsung selama 20 sampai 50 kali lebih lama daripada kontraksi otot rangka. (Guyton, 1993)

Gambar 3.1. Potensial aksi yang ritmik yang berasal dari suatu serabut Purkinye dan dari suatu serabut otot ventrikel. (Guyton, 2003)

Paling sedikit ada dua perbedaan utama antara sifat membran otot jantung dengan membran otot rangka dalam hal potensial aksi yang berlangsung lebih lama dan adanya keadaan plateau pada otot jantung. (Guyton, 1993) Pertama, potensial aksi pada otot rangka hampir seluruhnya ditimbulkan oleh adanya pembukaan yang tiba-tiba dari saluran cepat untuk natrium yang menyebabkan sebagian besar ion-ion natrium masuk ke dalam serabut otot rangka. Saluran ini disebut sebagai saluran cepat karena saluran ini tetap terbuka hanya selama sekian seper sepuluh ribu detik dan tiba-tiba akan menutup. Pada akhir proses penutupan ini, terjadilah proses repolarisasi, dan potensial aksi yang terjadi ditimbulkan oleh pembukaan dua macam saluran yakni: Saluran cepat untuk natrium yang mirip dengan yang terdapat pada otot rangka Semua saluran-saluran yang lain yang disebut sebagai saluran lambat untuk kalsium-natrium

Saluran yang ke dua ini berbeda dengan saluran cepat untuk natrium karena lebih lambat terbukanya, tapi yang lebih penting lagi ialah saluran ini tetap membuka selama sekian per puluh detik. Selama waktu ini sebagian besar ion kalium dan ion natrium tetap mengalir melalui saluran ini masuk ke bagian dalam serabut otot jantung, dan hal ini akan mempertahankan periode depolarisasi dalam waktu yang panjang. Jadi hal inilah yang menyebabkan terjadinya plateau pada potensial aksi. Lebih lanjut, ion kalsium yang memasuki otot selama terjadinya potensial aksi memainkan peran yang penting guna membantu membangkitkan proses kontraksi otot, dimana hal ini merupakan perbedaan antara otot jantung dan otot rangka. (Guyton, 2003) Perbedaan fungsional utama yang ke dua antara otot jantung dan otot rangka, yang membantu menerangkan mengenai potensial aksi yang memanjang dan adanya plateau ialah segera sesudah awal timbulnya potensial aksi, permeabilitas membran otot jantung untuk kalium menurun sebanyak kira-kira 5 kali, ini merupakan suatu efek yang tidak terjadi pada otot skelet. Penurunan permeabilitas terhadap kalium ini mungkin disebabkan oleh karena terlalu banyaknya memasukkan kalsium melalui saluran kalsium. Tapi dengan tanpa memperhatikan penyebabnya, penurunan permeabilitas terhadap kalium akan sangat menurunkan pengeluaran ion kalium selama terjadinya tahap plateau pada potensial aksi dan oleh karena itulah periode refrakter potensial aksi dini dapat dihindari. Bila saluran lambat untuk kalsium-natrium tertutup pada akhir dari 0,2 sampai 0,3 detik dan pemasukkan ion-ion kalsium dan ion-ion natrium berhenti, selanjutnya permeabilitas membran untuk kalium akan meningkat dengan sangat cepat sekali, dan hilangnya ion kalium yang cepat dari serabut akan mengembalikan potensial membran ke keadaan istirahat, sehingga potensial aksi berakhir. (Guyton, 2003)

II.3.1. KECEPATAN PENGHANTAR DI DALAM OTOT JANTUNG Potensial aksi dihantarkan secara relatif lambat melalui nodus atrioventrikularis (nodus AV). Kelambatan ini menguntungkan karena memberi waktu bagi ventrikel untuk terisi penuh. Impuls tertunda sekitar 100 mdet (penundaan nodus AV), yang memungkinkan atrium terdepolarisasi

sempurna dan berkontraksi, mengosongkan isinya ke dalam ventrikel, sebelum ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi. (Sherwood Lauralee, 2009) Kecepatan penghantar potensial aksi baik di dalam serabut-serabut otot atrium dan ventrikel adalah kira-kira sebesar 0,3 sampai 0,5 meter perdetik, atau kira-kira 1/1250 kecepatan penghantaran di dalam serabut otot rangka. Kecepatan penghantaran di dalam sistem penghantaran khusus bervariasi dari 0,02 sampai 0,4 meter per detik dalam bagian yang berbeda-beda dari sistem tersebut. (Guyton, 1993)

II.3.2. PERIODE REFRAKTER OTOT JANTUNG Otot jantung, seperti halnya semua jaringan yang dapat dirangsang ternyata selama periode potensial aksi tidak akan dapat memberikan reaksi (refrakter) bila dirangsang ulang. Kadang-kadang pemberian rangsangan listrik yang sangat kuat dapat menimbulkan jawaban berupa potensial paku baru pada bagian akhir dari plathan potensial aksi, namun keadaan ini sebenarnya merupakan keadaan yang sangat abnormal dan potensial paku tersebut tidak disebarkan sepanjang otot. Oleh karena itu, periode refrakter pada otot jantung itu biasanya dikatakan hanya terjadi sebentar-sebentar dan selama periode refrakter ini impuls yang normal pada jantung tak dapat merangsang kembali suatu daerah otot jantung yang memang sudah terangsang. Periode refrakter ventrikel yang normal adalah 0,25 sampai 0,3 detik yang kira-kira sesuai dengan lamanya proses potensial aksi. Disamping itu ada periode refrakter relatif kurang lebih selama 0,05 detik dimana selama periode ini otot tersebut lebih sulit dirangsang dibanding dengan otot dalam keadaan normal, tapi sebenarnya masih dapat dirangsang. (Guyton, 1993) Periode refrakter otot atrium jauh lebih singkat daripada periode refrakter otot ventrikel (kira-kira 0,15 detik), dan periode refrakter relatifnya adalah selama 0,03 detik berikutnya. Oleh karena itu, kecepatan irama kontraksi atrium dapat jauh lebih cepat daripada kecepatan irama kontraksi otot ventrikel. (Guyton, 1993)

Gambar 3.2. Kontraksi otot jantung, dalam gambar ini tampak lamanya periode refrakter dan periode refrakter relatif, pengaruh dari kontraksi prematur dini, dan pengaruh dari kontraksi prematur lanjut. (Guyton, 2003)

II.4. POTENSIAL AKSI DI SEL KONTRAKTIL OTOT JANTUNG Potensial aksi di sel-sel kontraktil jantung, meskipun dipicu oleh sel-sel nodus pemacu, bervariasi mencolok dalam mekanisme ionik dan bentuknya dibanding potensial nodus sinoatrial (nodus SA). Tidak seperti membran sel otoritmik, membran sel kontraktil pada hakikatnya tetap pada keadaan istirahat sebesar sekitar -90 Mv sampai tereksitasi oleh aktivitas listrik yang menjalar dari pemacu. Sekali membran suatu sel kontraktil miokardium tereksitasi, maka terbentuk potensial aksi melalui proses rumit perubahan perrmeabilitas dan perubahan membran potensial sebagai berikut: 1. Selama fase naik potensial aksi, potensial membran dengan cepat berbalik ke nilai positif +30 Mv akibat pengaktifan saluran Na+ berpintu voltase dan Na+ kemudian cepat masuk ke dalam sel, seperti yang terjadi pada sel peka rangsang lain yang mengalami potensial aksi. Permeabilitas Na+ kemudian cepat menurunkan ke nilai istirahatnya yang rendah, tetapi khas untuk sel otot jantung, potensial membran dipertahankan mendekati tingkat positif puncak ini selama beberapa ratus milidetik, menghasilkan fase datar potensial aksi. Sebaliknya, potensial aksi singkat di neuron dan sel otot rangka berlangsung 1 sampai 2 mdet. 2. Sementara fase naik potensial aksi ditimbulkan oleh pengaktifan saluran Na+ yang relatif cepat, fase datar ini dipertahankan oleh dua perubahan permeabilitas dependen voltase: pengaktifan saluran Ca2+ tipe L yang

lambat dan penurunan mencolok permeabilitas K+ di membran sel kontraktil jantung. Perubahan permeabilitas ini terjadi sebagai respons terhadap perubahan mendadak voltase selama fase naik potensial aksi. Pembukaan saluran Ca2+ tipe L menyebabkan difusi masuk Ca2+ secara perlahan karena konsentrasi Ca+ di cairan ekstrasel (CES) lebih besar dan gradien listrik juga mendorong perpindahan Ca2+ ke dalam sel. Influks berkelanjutan Ca2+ yang bermuatan positif ini memperlama kepositifan di bagian dalam sel dan berperan besar dalam pembentukan bagian datar potensial aksi. Efek ini diperkuat oleh penurunan secara bersamaan permeabilitas terhadap K+. Penurunan aliran keluar K+ yang bermuara positif mencegah repolarisasi cepat membran dan karenanya ikut berperan memperlama fase datar. 3. Fase turun potensial aksi yang cepat ditimbulkan oleh inaktivitas saluran Ca+ dan pengaktifan tertunda saluran K+ berpintu voltase. Penurunan permeabilitas terhadap Ca2+ ini menghilangkan perpindahan Ca2+ ke dalam sel yang berjalan lambat, sementara peningkatan mendadak permeabilitas terhadap K+ secara simultan mendorong difusi keluar K+ secara cepat. Karena itu, seperti pada sel peka rangsang lainnya, sel kembali ke potensial istirahat karena K+ keluar sel.

Gambar 2.3. Potensial aksi di kontraktil otot jantung. (Sherwood Lauralee, 2009)

10

II.5. FASE POTENSIAL AKSI PADA OTOT JANTUNG Aktivitas listrik jantung terjadi akibat perubahan permeabilitas yang memungkinkan terjadi transport ion melewati saluran cepat dan saluran lambat terutama ion Na, K, Ca. (Sherwood Lauralee, 2009) Potensial aksi terdiri dari 5 fase: 1. Fase istirahat (fase 4) Terjadi perbedaan potensial, didalam sel (-) diluar sel (+) yang menyebabkan terjadinya polarisasi akibat permeabilitas terhadap Na-K terutama K, selanjutnya K akan merembes keluar sel. 2. Depolarisasi cepat (fase 0) - upstroke Akibat permeabilitas Na meningkat kemudian Na akan masuk melalui saluran cepat menyebabkan keadaan didalam (+) diluar (-). 3. Repolarisasi parsial-fase 1 (spike) Mendadak terjadi perubahan kadar ion sebagai penyeimbang, ion negatif akan masuk, kemudian terjadi inaktivasi saluran Na. 4. Plateu-fase 2 Tidak terjadi perubahan muatan listrik, ion masuk seimbang dengan ion yang keluar. K, Na, Ca masuk melalui saluran lambat. 5. Repolarisasi cepat fase 3 (down upstroke) Aliran Ca dan Na inaktif, permeabilitas terhadap K meningkat, kalium akan keluar menyebabkan keadaan didalam (-) dan diluar (+). Ada 2 jenis refrakter dalam fase siklus elektrofisiologi jantung yaitu: 1. Periode Refrakter Absolut Sejak awal fase 0 sampai fase 3, sel jantung akan mengalami fase refrakter absolut yang berarti saat ini serat otot jantung tidak dapat di aktivasi ulang walaupun diberi stimulus yang cukup kuat. 2. Periode Refrakter Relatif Menuju pertengahan fase 3 dan tepat sebelum fase 4 sel jantung akan mengalami fase refrakter relatif yang berarti apabila saat ini sel otot jantung diberi stimulus yang lebih kuat dari stimulus normal bisa menyebabkan terbentuk potensial aksi.

11

II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG (elektrokardiogram) adalah rekaman sebagian kecil arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung selama depolarisasi dan repolarisasi yang mencapai permukaan tubuh dan dideteksi oleh elektroda pencatat. EKG adalah grafik yang dibentuk oleh elektrokardiograf. Informasi yang dapat kita dapatkan dari rekaman EKG adalah gangguan ritme jantung seperti aritmia, gangguan elektrolit, abnormalitas konduksi, hipertrofi atrium dan ventrikel, detekdi penyakit bukan jantung, pengaruh obat-obatan. Ada 3 sadapan yang terdapat pada EKG yaitu sadapan bipolar dan sadapan unipolar. Sadapan bipolar adalah I yang merupakan sadapan anggota badan, II yang merupakan beda potensial antara elektroda negatif di lengan kanan dan elektroda positif di lengan kiri, dan III yang merupakan beda potensial antara elektroda negatif lengan kiri dan elektroda positif di tungkai kiri. Sadapan unipolar adalah sadapan prekordial dan sadapan augmented. Sadapan augmented adalah AVF yang merupakan beda potensial antara jantung dengan tungkai, AVR yang merupakan beda potensial antara jantung dengan lengan kanan, dan AVL yang merupakan beda potensial antara jantung dengan lengan kiri. Sadapan prekordial adalah V1 V6. Sadapan V 1 terletak di ruang interkostal IV di kanan sternum. Sadapan V2 terletak di ruang interkostal IV di kiri sternum. Sadapan V3 diletakkan diantara sadapan V2 dan V4. Sadapan V4 diletakkan di ruang interkostalis V sejajar dengan garis mid klavikularis kiri. Sadapan V5 diletakkan secara mendatar dengan V 4 di linea axillaris anterior. Sadapan V6 diletakkan secara mendatar dengan V4 V5 di mid axillaris. (Dharma Surya, 2009)

Gambar 5.1. EKG Strip (Dharma Surya, 2009)

12

Gelombang P adalah depolarisasi dari atrium kiri dan kanan. Segmen PR merupakan perlambatan nodus AV. Kompleks QRS adalah depolarisasi ventrikel (repolarisasi atrium). Segmen ST adalah kontraksi ventrikel dan pengosongan ventrikel. Gelombang T merupakan repolarisasi ventrikel. Interval TP adalah relaksasi ventrikel dan mengisi diri. Nilai normal untuk gelobang P adalah 0,08 0,1 s, interval PR adalah 0,12 0,2 s, interval QT adalah 0,32 0,4 s, dan kompleks QRS adalah 0,06 0,1 s. Ada tiga cara untuk menghitung laju jantung dari EKG yaitu: 1. jarak R- R: 1 kotak sedang = 300 x/menit 2 kotak sedang = 150 x/menit 3 kotak sedang = 100 x/menit 4 kotak sedang = 75 x/menit 5 kotak sedang = 60 x/menit 6 kotak sedang = 50 x/menit 2. Hitung jumlah R-R dalam 6 kotak besar = 6 detik jumlah R x 10 =heart rate/ menit. 3. 1500/ jarak R-R ( dalam mm) = heart rate/ menit. Treadmill test adalah pemeriksaan menggunakan EKG pada saat diberikan stress terhadap fisik. Treadmill test digunakan untuk mengetahui adanya abnormalitas elektris atau aritmia, gejala angina atau disapnoe, dan perubahan pada EKG seperti depresi segmen ST atau elevasi segmen ST. Treadmill test dilakukan dengan pasien dibawa ke laboratorium latihan dimana heart rate dan tekanan darah dihitung pada saat istirahat. Elektroda diletakkan di dada, lengan dan pinggul, lalu dihubungkan dengan bagian EKG dari stress machine. 12 lead dari EKG akan direkam ke dalam kertas EKG. Treadmill test dimulai dengan kecepatan yang lambat. Kecepatan treadmill test dinaikkan setiap 3 menit dan tekanan darah dari pasien biasanya dihitung pada menit kedua setiap tingkat. Dokter memperhatikan heart rate, tekanan darah, perubahan pada EKG, ritme jantung yang abnormal, penampilan pasien, dan gejala yang timbul. Treadmill test diberhentikan ketika pasien mencapai target terapi yaitu 85 % dari heart rate maksimal

13

sesuai umur pasien. Treadmill test dapat diberhentikan jika pasien mengalami nyeri dada, lemas, nafas pendek. Target Heart Rate = 220 umur x 80 90% Dengan SD = 10 12 x/menit.

14

BAB III

KESIMPULAN

IV.1. KESIMPULAN Potensial aksi yang berlangsung lebih lama ditimbulkan oleh pembukaan dua kanal, kanal cepat natrium dan kanal kalsium-natrium (kanal lambat kalsium). Ketika kanal lambat kalsium terbuka, sebagian besar ion kalsium dan ion natrium mengalir dan masuk ke serabut otot jantung, sehingga terjadi depolarisasi, lebih lanjut, ion kalsium yang berasal dari retikulum sarkoplasmik intrasel yang masuk selama fase pendataran membangkitkan proses kontraksi otot. Segera sesudah potensial aksi timbul, permeabilitas membran otot jantung terhadap ion kalium menurun, sehingga menurunkan pengeluaran ion kalium selama terjadinya pendataran potensial aksi. Bila kanal lambat kalsium-natrium tertutup, permeabilitas membran untuk kalium akan meningkat dan terjadi pengeluaran dari serabut sehingga terjadilah istirahat (repolarisasi).

15

DAFTAR PUSTAKA Dharma, Surya. 2009. Sistematika Interprestasi EKG. Buku

Kedokteran EGC, Jakarta. Guyton. 1993. Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 190 hal. Guyton. 2003. Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 109 hal. Herman Rahmatina. 2009. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 26 hal. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 338 hal Slonane, Ethel. 1994. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Ward, Jeremy, P.T and Clarke, Robert. 2007. At a Glance Fisiologi. Erlangga. Jakarta.

S-ar putea să vă placă și