Sunteți pe pagina 1din 6

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Pasien Kasus Perilaku Kekerasan


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Neurobehaviour II (Jiwa)
Dosen : Nurhidayati, SST, MM


Disusun oleh :
1. Agista Andriani
2. Dresti R. Fitroya
3. Dwi Septiasari
4. Frendi Budi W.
5. Herlin
6. Satria Indra
7. Sera Astalina
8. Yudha Adi S.
9. Yustin M. Jannah

S1 Keperawatan Tk. II A
STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung
Jalan dr. Wahidin Sudiro Husodo No.1
TULUNGAGUNG
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN KASUS PERILAKU KEKERASAN

I. Pengkajian
A. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator/pengatur perilaku. Adanya lesi
pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi atau meningkatkan perilaku
agresif. Perangsangan pada sistem neurologis dapat menimbukan respon-respon
emosional dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilaku
agresif, misalnya pada peningkatan kadar hormon testoteron atau progesteron.
Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik
aminorepinetrin.
b. Psikologis
Menurut Lorens, agresif adalah pembawaan individu sejak lahir sebagai respon
terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa pertengkaran atau
permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan karena ketidakmampuan
menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku destruktif. Sedangkan
Freud menyatakan bahwa sejak dilahirkan individu akan mengalami ancaman yang
perlu diekspresikan. Perilaku destruktif terjadi apabila ancaman tersebut menguasai
individu. Agresi berasal dari rasa frustasi akibat ketidakmampuan individu mencapai
tujuan. Bila individu tidak mampu mengekspresikan perasaannya, individu akan
marah pada dirinya. Frustasi dirasakan sebagai ancaman yang menimbulkan
kecemasan sehingga individu merasa harga dirinya terganggu. Konflik juga
merupakan ancaman bagi individu yang dapat mencetuskan perilaku agresif. Persepsi
yang salah terhadap konflik yang terjadi dapat membuat individu menjadi agresif.
Teori eksistensi yang dikemukakan oleh Fromm menyatakan bahwa tingkah laku
individu didasarkan pada kebutuhan hidup. Bila tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara kontruktif individu akan berperilaku agresif. Perilaku destruktif
juga dapat disebabkan kegagalan mendapatkan eksistensi akibat kondisi sosial yang
tidak sejalan dengan niat alasan individu.
c. Sosiokultural
Norma-norma kultural dapat digunakan untuk membantu memahami ekspresi agresif
individu. Teori lingkungan sosial mengemukakan bahwa norma yang memperkuat
perilakunya disebabkan oelh ekspresi marah yang pernah dialami sebelumnya.
Menurut Madden, orang-orang yang pernah memiliki riwayat ditipu cenderung
mudah marah, ini disebut acting out terhadap marah. Bila pribadi/privacy
terganggu oleh kondisi sosial maka responnya berupa agresi/amuk. Teori belajar
sosial menurut Robert yang disempurnakan oleh Miller dan Dollar mengemukakan
bahwa tingkah laku agresif dipelajari sebagai bagian dari proses sosial. Agresif
dipelajari dengan cara imitasi terhadap pengalaman langsung. Pola subkultural
cenderung menyebabkan imitasi tingkah laku agresi yang mengarah pada amuk.
Ahli teori sosial berpendapat bahwa terdapat komponen biologi tingkah laku agresif
berhubungan dengan aspek-aspek psikososial.

B. Stressor Presipitasi
a. ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit, penyiksaan fisik
b. ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
c. ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang/benda berarti
d. ancaman internal : kegagalan, kehilangan perhatian

C. Mekanisme Koping
a. Denial
Mekanism pertahanan ini cenderung meningkatkan marah seseorang karena sering
digunakan untuk mempertahankan harga diri akibat ketidakmampuannya
b. Sublimasi
Adalah cara mengalihkan marah pada aktifitas lain
c. Proyeksi
Juga cenderung meningkatkan marah karena individu berusaha mengekspresikan
marahnya terhadap orang.benda tanpa dihalangi
d. Formasi
Adalah perilaku pasif-agresif kerena perasaannya tidak dikeluarkan akibat
ketidakmampuannya mengekpresikan kemarahan atau memodifikasi perilakunya.
Pada saat tertentu individu dapat menjadi agresif secara tiba-tiba.
e. Represi
Merupakan mekanism pertahanan yang dapat menimbulkan permusuhan yang tidak
disadari sehingga individu bersifat eksploitatif, manipulatif, dan ekspresi lainnya
yang mudah berubah.

II. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan, terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain
2. Ketidakefektifan koping individu

III. Tujuan Tindakan Keperawatan
a. Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol perilakunya dan dapat mengungkapkan kemarahannya secara
konstruktif
b. Tujuan Khusus
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dilakukannya
- Klien mampu memilih cara konstriktif dalam berespon
- Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol
- Klien memprolah dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku dan
menggunakan obat yang benar

IV. Intervensi dan Implementasi
a. Dx 1 : resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri ataupun orang lain
Faktor resiko :
- Acting out perilaku kekerasan fisik yang aktual atau potensial
- Perusakan barang-barang
- Gagasan membunuh atau bunuh diri
- Bahaya fisik terhadap diri snediri ataupun orang lain
- Riwayat perilaku menyerang atau ditangkap
- Gangguan pikiran
- Agitasi atau gelisah
- Tidak memiliki kontrol impuls
- Waham halusinasi atau gejala psikotik lain
- Penggunaan zat
Kriteria hasil, klien akan :
- Tidak membahayakan orang lain atau merusak barang
- Mengurangi perilaku acting out
- Agitasi berkurang
- Rasa takut, cemas, atau bermusuhan dapat berkurang
- Memperlihatkan kemampuan untuk melatih pengendalian internal terhadap
perilakunya
- Mengidentifikasi cara untuk mengatasi ketegangan atau perasaan yang agresif
dengan cara destruktif
- Mengungkapkan perasaan cemas, takut dan marah atau bermusuhan secara verbal
atau dengan cara yang tidak destruktif
Intervensi
BHSP
Rasional : dengan mengenal dan percaya pada perawat dapat mengurangi rasa
takut klien dan memfasilitasi komunikasi.
Sadari faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku
kekerasan atau menandakan peningkatan agitasi. Gunakan komunikasi verbal
atau obat PRN untuk sebelum perilaku klien menjadi destruktif sehingga
restrain fisik diperlukan.
Rasional : pada periode munculnya ketegangan seringkali mendahului
perilaku kekerasan, tetapi klien yang mabuk atau psikotik dapat melakukan
kekerasan tanpa peringatan.
Kurangi stimulasi lingkungan
Rasional : klien tidak dapat menghadapi stimulus berlebih saat mengelami
agitasi.
Yakinkan klien dengan tenang dan menghormati bahwa akan mengendalikan
klien jika ia dapat mengendalikan dirinya, tapi tidak mengancam klien.
Rasional : klien mungkin takut kehilangan kendali, tapi perlu diyakinkan
bahwa jika hal itu terjadi perawat akan mengendalikan pasien.
Jangan menggunakan restrain fisik tanpa alasan yang cukup.
Rasional : klien memiliki hak untuk sesedikit mungkin restriksi dalam batas
keamanan dan pencegahan perilaku destruktif.
Tetap menjaga jarak terhadap tubuh klien atau teritorial klien.
Rasional : individu yang berpotensi melakukan kekerasan memiliki zona
jarak tubuh yang jauh lebih besar daripada zona orang lain.
Bicara dengan klien dengan tenang.
Rasional : dapat membantu menenangkan klien dan mencegah peningkatan
agitasi.
Jangan memukul klien.
Rasional : keamanan fisik merupakan prioritas.
Tetap sadari perasaan klien, martabat serta hak-haknya.
Rasional : klien adalah individu berharga tanpa memperhatikan peilakunya
yang tidak dapat diterima.
Observasi klien dengan cermat, lengkapi catatan dan laporan dengan cepat
sesuai kebijakan.
Rasional : pencatatan informasi yang akurat sangat penting.

b. Dx 2 : ketidakefektifan koping individu.
Faktor Resiko :
- Tidak mampu melakukan koping
- Tidak mampu menyelesaikan masalah
- Kesulitan dalam hubungan interpersonal
- Tidak memiliki rasa percaya
- Perilaku destruktif, merasa bersalah
- Takut, cemas, perilaku menarik diri
- Perilaku manipulatif, isolasi sosial
Kriteria Hasil, klien akan :
- Mengekspresika perasaan tidak berdaya, takut, marah, perasaan bersalah, cemas,
dsb
- Memperlihatkan berkurangnya perilaku menarik diri, depresiatau cemas
- Mengidentifikasi penurunan gejala terkait stress
- Mengidentifikasi sistem pendukung di luar rumah sakit
Intervensi
Luangkan waktu untuk klien dan dorong klien uantuk mengekspresikan
perasaannya.
Rasional : situasi yang abusive menimbulkan perasaan yang perlu klien
ekspresikan.
Beri pilihan pada klien sebanyak mungkin, susun beberapa aktifitas sesuai
tingkat pencapaian klien saat ini untuk memberi pengalaman.
Rasional : memberi pilihan pada klien menunjukkan bahwa klien memiliki
hak untuk membuat pilihan dan mampu melakukannya.
Gunakan teknik bermain peran dan terapi kelompok untuk menggali dan
menguatkan perilaku yang efektif.
Rasional : klien dapat mencoba perilaku baru yang tidak biasanya namun
tidak mengancam dan tetap suportif.
Ajarkan ketrampilan koping dan menyelesaikan masalah pada klien.
Rasional : klien perlu mempelajari ketrampilan yang efektif dan membuat
keputusan sendiri.
Dorong klien untuk berinteraksi dengan klien lain dan perawat lain serta
membina hubungan saling percaya.
Rasional : dalam hubungan abusive, klien sering dikucilkan oleh masayarakat
dan tidak memiliki ketrampilan sosial atau rasa percaya diri.
Bantu klien mengidentifikasikan dan menghubungi sistem pendukung.
Berikan informasi tertulis, terutama jika ia memilih untuk kembali ke situasi
abusive.
Rasional : klien dalam hubungan abusive seringkali dikucilkan dan tidak
menyedari dukungan atau sumber-sumber yang tersedia.

V. Evaluasi
a. Pada klien
- Klien mampu menggunakan cara yang sehat jika kesal/jengkel (fisik, verbal,
sosial, spiritual)
- Klien tidak melakukan perilaku kekrasan
- Klien menggunakan obat yang benar
- Klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari
b. Pada keluarga
- Keluarga mampu merawat klien
- Keluarga mengetahui kegiatan yang perlu klien lakukan di rumah
- Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar dan waktu follow-up.

***


Catatan :
Prinsip yang perlu diperhatikan pada pengelolaan klien perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Seluruh perawat dan staf sebaiknya diberi latihan khusus mengenai pencegahan dan
pengelolaan klien perilaku kekerasan, termasuk bermain peran untuk memberikan intervensi
keperawatan.
b. Pada pasien dengan kehilangan kendali secara akut, tangani segera dengan pengekangan fisik.
Untuk memberikan tindakan pengamanan perawat, sebaiknya dilakukan secara kompak, tidak
dibenarkan menghadapi klien perilaku kekerasan seorang diri.
c. Berikan informasi atas tindakan yang akan dilakukan dan pemberian obat.
d. Perawat sebaiknya harus dapat melindungi bagian tubuh vital dari upaya perlukaan.
e. Setelah situasi dapat ditangani, sesegera mungkin mendiskusikan insiden yang terjadi.
f. Setelah klien tenang dan dapat mengontrol perilakunya, berikan kesempatan uantuk
mengekpresikan perasaannya.
g. Berikan penguatan positif apabila klien dapat mengekspresikan perasaannya.

S-ar putea să vă placă și