Sunteți pe pagina 1din 35

Jenis-jenis Produk dan Produksi Olahan Karet Setengah Jadi

Terdapat beberapa macam karet alam yang kebanyakan merupakan bahan olahan baik setengah jadi ataupun barang jadi.
Jenis-jenis karet alam antara lain bahan olah karet, karet konvensional, lateks pekat, karet bongkah (block rubber), karet
spesifikasi teknis (crumb rubber), karet siap olah (tyre rubber) dan karet reklim (reclaimed rubber).

a. Bahan Olah Karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet. Yang termasuk bahan
olah karet adalah lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar yang dibagi berdasarkan pengolahannya.
Lateks kebun merupakan cairan getah yang dihasilkan dari proses penyadapan pohon karet dan belum mengalami
pengolahan sama sekali. Lateks kebun yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu.
Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks. Warna putih dan berbau karet segar.
Lateks kebun mutu I mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun mutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%.
Sheet Angin merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam
semut. Jenis ini berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. Ketentuan sheet angin yang baik adalah sebagai
berikut : Harus ada penggilingan pada gumpalan lateks untuk mengeluarkan air atau serumnya. Gilingan kembang
digunakan sebagai gilingan akhir Kotoran tidak terlihat Dalam penyimpanan tidak boleh terkena air atau sinar matahari
langsung Sheet angin mutu 1 mempunyai kadar karet kering 90% dan sheet angin mutu 2 mempunyai kadar karet kering
80% Tingkat ketebalan pertama 3 mm dan tingkat ketebalan kedua 5 mm. Slab Tipis merupakan bahan olah karet yang
terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan. Adapun ketentuan slab tipis yang baik adalah sebagai berikut : Tidak terdapat
campuran gumpalan yang tidak segar. Air atau serum harus dikeluarkan baik dengan giling atau dikempa.
Tidak terlihat adanya kotoran. Selama disimpan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung.
Slab tipis mutu I mempunyai kadar karet kering 70% dan slab tipis mutu 2 mempunyai kadar karet kering 60%.
Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan tingkat ketebalan kedua 40 mm. Lump Segar merupakan bahan olah karet yang
bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Lump segar yang baik
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : Tidak terlihat adanya kotoran. Selama disimpan tidak boleh terendam air atau
terkena sinar matahari langsung. Lump segar mutu 1 mempunyai kadar karet kering 60% dan lump segar mutu 2
mempunyai kadar karet kering 50%. Tingkat ketebalan pertama 40 mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm.

b. Karet Konvensional

Jenis-jenis karet alam olahan yang tergolong karet konvensional adalah Ribbed Smoked Sheet, White and Pale Crepe, Estate
Brown Crepe, Compo Crepe, Thin Brown Crepe Remills, Thick Blanket Crepes Ambers, Flat Bark Crepe, Pure Smoked
Blanket Crepe dan Off Crepe. Jenis karet konvensional yang banyak diproduksi adalah Ribbed Smoked Sheet atau disingkat
RSS. Karet ini berupa lembaran sheet yang mendapatkan proses pengasapan dengan baik. RSS ini memiliki beberapa
macam antara lain XRSS, RSS 1 hingga RSS 5.

c. Lateks Pekat

Lateks pekat berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang ada di pasaran
dibuat dengan pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses sentrifugasi. Lateks pekat banyak digunakan untuk
pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

d. Karet Bongkah (Block Rubber)

Karet bongkah merupakan karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran
tertentu. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Masing-masing
negara memiliki standar mutu karet bongkah. Standar mutu karet bongkah untuk Indonesia tercantum dalam SIR (Standard
Indonesian Rubber) yang dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 184/Kp/VI/88 Tanggal 25 Juni
1988.

e. Karet Spesifikasi Teknis (Crumb Rubber)

Crumb rubber merupakan karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu berdasarkan
pada sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet
sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku. Crumb Rubber dibuat agar dapat bersaing dengan karet sintetis yang
biasanya menyertakan sifat teknis serta keistimewaan untuk jaminan mutu tiap bandelanya. Crumb Rubber dipak dalam
bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada sertifikast uji laboratorium, dan ditutup dengan lembaran plastik
polythene.

f. Tyre Rubber

Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk
pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan karet konvensional. Ban atau produk produk karet lain jika menggunakan tyre rubber sebagai bahan bakunya
memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu jenis karet ini
memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintetis.
g. Karet Reklim (Reclimed Rubber)
Karet reklim merupakan karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karet
reklim biasanya digunakan sebagai bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang
dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan (mastication) dan pencampuran yang lebih
cepat. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah kurang
kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur ulang. Oleh karena itu kerat reklim kurang baik
digunakan untuk membuat ban.

Setelah adanya proses panen, maka getah karet dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Dari hasil
pengolahan itu dihasilkan beberapa jenis olahan karet yang dapat langsung digunakan untuk produk jadi
maupun bahan setengah jadi yang memerlukan proses lebih lanjut.
Jenis-jenis karet alam adalah :
Bokar (bahan olahan karet) seperti getah karet (lateks), sheet (lembaran), lump segar, slab tipis.
Lateks pekat
Karet berbongkah atau karet bongkahan
Karet dari pengolahan konvesional : RSS (Ribbes Smoked Sheet) , White Crepes, Brown Crepes,
Ihin Brown Crepes Remils, Thick Blanket Crepe Ambers, Flat Bark Crepe, Pure Smoke Blanket
Crumb Rubber -> karet spesifikasi teknis
Karet Reklim (Reclaimed Rubber)
Bahan olahan karet merupakan getah karet dari pohon karet yang dilakukan proses pengolahan lebih lanjut.
Berdasarkan jenis pengolahannya, karet ini dibagi menjadi 4 macam yaitu :
Getah Karet ( Lateks Kebun ). Getah karet diperoleh dari penyadapan pohon karet secara
langsung menggunakan pisau. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan dan masih murni,
tidak dilakukan pencampuran menggunakan cairan lain seperti asam semut. Getah karet (Lateks
Kebun) harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
o Bersih dari kotoran , dapat dilakukan penyaringan melalui saringan berukuran 40 mesh.
o Murni, tidak bercampur dengan serum lateks atau bubur lateks.
o Berwarna putih.
o Berbau karet segar.
o Getah karet kualitas No.1 mempunyai kadar karet kering 28% .
o Getah karet kualitas No.2 mempunyai kadar karet kering 20%.
Sheet Angin. Bahan olahan karet yang dibuat dari getah karet yang sudah disaring dan
digumpalkan dengan asam semut lalu dilakukan penggilingan sehingga membentuk lembaran.
Proses finishing digantung hingga terangin-angin. Kriteria sheet angin yang baik adalah :
o Harus ada proses penggilingan pada gumpalan lateks untuk mengeluarkan air atau
serumnya.
o Bersih dari kotoran
o Adanya proses pembatikan, penggilingan sheet menggunakan gilingan yang memiliki corak.
o Dalam penyimpanan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
o Kualitas 1 mempunyai kadar kering 90%.
o Kualitas 2 memiliki kadar kering 80%.
o Ketebalan kualitas 1 : 3 mm.
o Ketebalan kualitas 2 : 5 mm.
Slab Tipis. Bahan olahan karet yang terbuat dari getah karet yang sudah digumpalkan dengan
asam semut. Slab tipis harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
o Gumpalan segar.
o Air harus dikeluarkan dengan cara digiling atau dikempa.
o Bersih dari kotoran.
o Tidak boleh terendam air.
o Kualitas 1 mempunyai kadar kering 70% dan ketebalan 30 mm.
o Kualitas 2 mempunyai kadar kering 60% dan ketebalan 40 mm.
Lump. Lump merupakan bahan olahan karet yang bukan berasal dari gumpalan getah kebun yang
terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Kriteria lump segar yang baik adalah sebagai
berikut :
o Bersih dari kotoran.
o Penyimpanan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
o Tidak boleh terkena air.
o Kualitas 1 memiliki kadar kering 60 % dan ketebalan 40 mm.
o Kualitas 2 memiliki kadar kering 50 % dan ketebalan 60 mm.
Proses Terbentuknya Lateks
Seperti yang telah dijelaskan lateks berasal dari partikel karet yang dilapisi protein dan fosfolipid.
Protein ini akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah
terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap
stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein yang terdapat dalam partikel karet akan
rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. Pembekuan
atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam
cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks
perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang
diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH
yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7.
Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat
penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks.
Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet
mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan.
Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah
mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya
keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin.
Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel
karet dan menggumpalkan karet.
1. 3. Klasifikasi Karet
Jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan
ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet
yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
1. a. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet
hevea brasiliensis. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bahan olah karet bukan produksi
perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh
dari petani yang mengusahakan kebun karet.
Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 amacam :
1. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum
mengalami penggunpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan).
2. Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan
dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
3. Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam
semut
4. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi
secara alamiah dalam mangkuk penampung.
1. b. Karet alam konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada dasarnya
hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional
adalah sebagai berikut :
1. Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses
pengasapan dengan baik.
2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal
dan tipis.
3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh perkebunan-
perkebunan besar atau estate.
4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa
dari RSS atau slab basah.
5. Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang.
6. Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya dibuat
dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau kebun
rakyat yang baik mutunya. Scrap tanah tidak boleh digunakan.
7. Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap
karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam

8. Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus
berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa pemotongan RSS.
Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan.
9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat melelui
proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-contoh sisa
penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum
diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks serta bahan-bahan
lain yang jelek.
1. c. Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan
lainnya. Lateks pekat dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed
lateksdan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak
digunakan untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

1. d. Karet bongkah (block rubber)
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela
denga ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya
mempunyai kode warna tersendiri.

1. e. Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya.
Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi
dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku
pada jenis ini

1. f. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga
bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan
bahan baku karet alam lainnya.

1. g. Karet reklim (reclaimed rubber)
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban
mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya boleh dibilang karet reklim dalah suatu hasil
pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak dipakai sebagai bahan
campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya
juga baik.
Jenis Karet Sintetis
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Biasanya karet
sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau
suhu tinggi, minyak, pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas. Jenis karet sintetis diantaranya
adalah:
1. SBR (styrene butadiene rubber)
Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki
ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun SBR yang tidak
diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisir karet
alam.
2. BR (butadiene rubber)
Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga
tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR
dicampur dengan karet alam atau SBR.
3. IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber
Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. Dapat
dikatakan bahwa sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan.
Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya
lebih mantap.
4. IIR (isobutene isoprene rubber)
IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya
tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses
vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang.
Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis lainnya bila akan diolah
menjadi suatu barang. IIR yang divulkanisir dengan damar fenolik menjadikan bahan tahan terhadap
suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan.
5. NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile buatadiene rubber
NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang
sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril
didalamnya. Semakin besar kandungan akrilonitril yang dimiliki maka daya tahan terhadap minyak,
lemak dan bensin semakin tinggi tetapi elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit
untuk diplastisasi. Cara mengatasinya dengan memilih NBR yang memiliki viskositas awal yang sesuai
dengan keinginan. NBR memerlukan pula penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa
ester.
6. CR (chloroprene rubber)
CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya masih kalah.
CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap
panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan
menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak
ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik.
7. EPR (ethylene propylene rubber)
Ethylene propylene rubber sering disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen
dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. Pada proses
vulkanisasinya dapat ditambahkan belerang. Adapun bahan pengisi dan bahan pelunak yang
ditambahkan tidak memberikan pengaruh terhadap daya tahan. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah
ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan
kelemahannya pada daya lekat yang rendah.
1. 4. Varietas Tanaman Karet
Jenis varietas yang dikembangkan untuk industri:
1. Klon IRR 5
Potensi keunggulan :
Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
Ratarata produksi 1,8 ton/ha/tahun.
Lilit batang 51,7 cm pada umur 5 tahun.
Kadar karet kering (KKK) 34,5%.
Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10.
Resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichum dan Corynespora.
Pada daerah beriklim basah, klon IRR 5 digolongkan moderat terhadap gangguan penyakit
cabang (jamur upas) dan mouldirot.

2. Klon IRR 42
Potensi keunggulan:
Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
Ratarata produksi 5,68 kg/pohon/tahun.
Lilit batang 51,4 cm pada umur 5 tahun.
Resisten terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum, Corynespora dan Oidium.
Kadar karet kering (KKK) 36,5%.
Lateks dapat diproses menjadi SIR5.

3. Klon IRR 118
Potensi keunggulan:
Pertumbuhannya cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
Ratarata produksi 2,1 ton/ha/tahun.
Lilit batang 48,9 cm pada umur 5 tahun.
Lateks dapat digunakan untuk produksi SIR 3 CV dan produk RSS, serta SIR 3L, SIR 5 dan
SIR 10/20.
Cukup tahan terhadap penyakit Corynespora dan Colletotrichum.

4. Karet Busa Alam
Potensi keunggulan:
Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet EVA/poliuretan karena ringan dan murah. Konsumsi
busa sintetis di dalam negeri setiap tahun berkisar 19 juta lembar (Rp47 miliar), busa plastik
722.000 m
2
(Rp665 juta), dan busa jok mobil 4.500 unit (Rp186 juta).
Proses produksi busa sintetis berisiko tinggi karena bahan bakunya (isosianat) beracun dan
bersifat karsinogenik. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap busa alam meningkat.
Busa alam lebih unggul dibanding busa sintetis dalam hal kenyamanan dan umur pakai. Untuk
memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya memerlukan ketebalan sepertiga dari busa
sintetis.
1. 5. Pengelompokkan Industri Karet Dan Barang Karet
1. Kelompok Industri Hulu
Bokar (bahan olahan karet)
Kayu karet
1. Kelompok Industri Antara
Crumb rubber ( karet lemah )
Sheet / RSS
Letak pekat
Thin pole crepe
Brown crepe
1. Kelompok Industri Hilir
Ban dan produk terkait serba ban dalam
Barang jadi karet untuk keperluan industri
Barang karet untuk keperluan
Alas kaki dan komponennya
Barang jadi karet untuk penggunaan umum
Alat kesehatan dan Laboratorium
1. 6. Persiapan Bahan Baku Industri Karet dan Lateks
Hal yang pertama adalah pemilihan bahan baku. Untuk menghasilkan pohon karet yang baik perlu
diperhatikan:
Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 2428 derajat C.
Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.
Curah hujan optimal antara 1.5002.000 mm/tahun.
Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 57 jam/hari.
Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah subur, berpasir, dapat melalukan air dan
tidak berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adalah 23 meter).
Tanah Ultisol yang kurang subur banyak ditanami tanaman karet dengan pemupukan dan
pengelolaan yang baik. Tanah latosol dan aluvial juga dapat ditanami karet.
Keasaman tanah yang baik antara pH 56 (batas toleransi 48)
Ketinggian Lahan, tanaman karet tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl.

Dalam pemilhan bahan baku dilakukan diagnosis lateks. Diagnosis lateks penting untuk
menggambarkan tingkat tekanan fisiologis dan pengaruhnya terhadap kesehatan tanaman. Dalam
diagnosis lateks diamati kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik (FA), dan kadar tiol.
Kadar sukrosa lateks berkaitan erat dengan tingkat eksploitasi yang diterapkan. Kandungan Sukrosa
dalam pembuluh lateks semakin menurun dengan meningkatnya intensitas eksploitasi, ambang batas
nilai sukrosa adalah 4 mM, apabila intensitas eksploitasi ditingkatkan sehingga kadar sukrosa di
bawah 4 mM maka akan menimbulkan kekosongan bahan penyusun (perkusor) lateks (isoprena).

Fosfat anorganik (FA) adalah indikator bagi aktivitas metabolik, dalam hal ini menggambarkan
kemampuan tanaman mengubah bahan baku (sukrosa) menjadi partikel karet.
Kadar Tiol (R-SH) merupakan indikasi penting yang berhubungan dengan kerentanan fisiologis lateks
terutama pada kejadian kering alur sadap (KAS). Fungsi tiol adalah mengaktifkan enzim-enzim yang
berperan dalm kondisi cekaman lingkungan, dan status tiol menunjukkan respons tanaman terhadap
tekanan eksploitasi. Kadar tiol berbanding terbalik dengan intensitas eksploitasi. Semakin tinggi
intensitas eksploitasi, maka semakin rendah kadar tiol.
1. 7. Proses Industri Karet dan Lateks
Tahap pengolahan Crumb Rubber meliputi :
1. Peremahan
Komponen yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam granulator.
Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat yang dihasilkan
oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan
kematangan remah yang sempurna.
1. Pengeringan
Komponen yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer selama 3 jam.
Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122
o
C untuk bahan baku
kompo dan 110
o
C untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer dibawah 40
o
C. Pengeringan
bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga
maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi
hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.
1. Pengepresan
Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan yang keluar
dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam kemasan SW dan
33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan menggunakan mesin press
bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm.
1. Pembungkusan dan Pengepakan
Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas
kontaminan lain. Setelah produk dipress, kemudian disimpan diatas meja alumunium untuk
penyortiran dengan menggunakan pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik transparan
tebal 0,03 mm dan titik leleh 108
o
C. Bandela yang telah dibungkus, kemudian dimasukkan dalam peti
kemas dengan susunan saling mengunci.
1. 8. Prokoagulasi
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah
kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumpalan
(prakoagulasi) dapat dibagi 2 yaitu :
1. Penggumpalan spontan
2. Penggumpalan buatan
Penggumpalan spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat
berbeda dari yang segar dan pada hari berikutnya akan tercium bau yang busuk. Sedangkan
penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam. Prakoagulasi terjadi karena
kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini
kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar.
Komponen koloidal yang lebih ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.
Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidaldari air dan bahan-bahan kimia yang
terkandung didalamnya. Bagian- bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan
terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan
halusnya sehingga dapat menembus saringan.
Penyebab terjadinya prakoagualasi antara lain sebagai berikut :
1. Penambahan asam
Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pH lateks titik isoelektriknya
sehingga lateks kebun membeku (pH lateks kebun 6,9).
2. Mikroorganisme
Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme banyak
terdapat dilungkungan perkebunan karet (pepohonan, udara, tanah, air atau pada alat-alat yang
digunakan). Mikroorganisme ini menghasilkan asam-asam yang menurunkan pH mencapai titik
isoelektrik sehingga Lateks membeku serta menimbulkan rasa bau karena terbentuknya asam-asam
yang mudah menguap (volatile fatty acid). Bila banyak mikroorganisme maka senyawa asam yang
dihasilkan akan banyak pula.
3. Iklim
Air hujan akan membawa zat penyamak, kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini
akan mengkatalisis terjadingan prakoagualasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal
jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.
4. Pengangkutan
Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba ditempat
pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu kestabilan lateks.
Jalan yang buruk atau angkutan yang terguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut
terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid.
5. Kotoran atau bahan-bahan lain yang tercampur
Lateks akan mengalami prakoagualasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang mengandung
logam atau elektrolit. Prakoagualasi juga sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain
yang mengandung kapur atau asam.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagualasi antara lain
sebagai berikut :
Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun
pengangkutan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak
mengalami banyak guncangan.
Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran atau air
got.
Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat
sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas.
Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang
diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada beberapa macam, tetapi
harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya zat
tersebut dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagualasi. Dalam
pemakaiannya zat antikoagulan bias digabung untuk menambah daya antikoagulasinya, bisa dua
macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut ini contoh beberapa antikoagulan
yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat- tempat pengolahan karet.
1. Soda atau natrium karbonat (Na
2
CO
3
)
Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau natrium karbonat memang lebih
murah. Karena itu soda banyak digunakan di pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana. Akan tetapi
zat ini tidak dianjurkan digunakan pada pabrik yang akan mengolah lateks menjadi ribbed smoked
sheets (RSS) karena sheet kering yang dihasilkan akan bergelembung-gelembung atau bubbles.
Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolah menjadi crepe. Dosis soda yang digunakan
adalah 5-10 ml larutan soda tanpa air kristal (soda ash) 10% setiap liter lateks.
2. Amonia (NH
3
)
Zat antikoagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena :
Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri
Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks kebun
Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi ammonia
secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis ammonia yang
dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagualasi adalah 5-10 ml larutan ammonia 2,5% untuk setiap
liter lateks.
3. Formaldehid
Pemakaian formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan dibanding zat lainnya, karena:
Kurang baik apabila digunakan di musim hujan
Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam format (HCHO HCOOH)
yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur pada lateks. Oleh karena itu, formaldehid
yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak,
apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Seteleh
formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan
kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagualasinya.
4. Natrium sulfit (Na
2
SO
3
)
Pemakaian zat ini sebagai zat antikoagulan paling merepotkan, karena :
Bahan ini tidak tahan lama disimpan
Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu
Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na
2
SO
3
Na
2
SO
4
),
bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi lenyap. Selain sebagai
antikoagulan natrium sulafit juga bias memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan.
Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter lateks.
Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheet (RSS) rata-rata
menggunakan ammonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe,
antikoagulan yang baiasa digunakan adalah soda atau natrium sulfit.
Untuk mendapatkan dosis antikoagulan yang paling tepat dapat dicoba dengan dosis rendah terlebih
dahulu. Apabila belum mencukupi, maka dosis dinaikkan sedikit demi sedikit. Untuk patokan dapat
digunakan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Zat antikoagulan harus diberikan secpat
mungkin setelah lateks disadap. Apabila mungkin penambahan antikoagulan pada mangkuk- mangkuk
penampung lateks perlu dilakukan, kecuali untuk formaldehid. Dengan cara ini pencegahan
prakoagulasi berjalan lebih efektif. Cara ini membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk menaruh
antikoagulan, pada setiap mangkuk pada batang karet yang disadap, berarti juga penambahan biaya.
1. 9. Permasalahan yang Dialami Industri Karet dan Lateks
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi industri karet dan lateks, diantaranya:
1. Masih rendahnya produktivitas tanaman dan baru sekitar 40% yang menggunakan klon unggul
2. Belum terpenuhnya persediaan bibit unggul
3. Masih rendahnya kualitas bokar
4. Besarnya kapasitas terpasang pabrik crumb rubber jauh melebihi ketersediaan bahan olahkaret
5. Masih rendahnya kualitas SDM petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan
6. Rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga
7. Masih lemahnya dukungan prasarana dan sarana
8. 10. Manfaat Hasil Olahan Karet dan Lateks
Hasil Olahan karet dan lateks memiliki banyak manfaat diantaranya :
1. Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang, antara lain:
1. Bahan mesin-mesin penggerak.
2. Ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk
penggerak mesin besardan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus
logam.
3. Bahan baku perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran,
misalnya shock absorbers.
4. Bahan tahanan dudukan mesin.
5. Pembuatan lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu
terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air.
6. Pembuatan jembatan sebagai penahan getaran.
7. Sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara, dan macam-macam oil seals banyak juga yang
menggunakan bahan baku karet, walaupun kini ada yang menggunakan bahan plastik.
8. Alat-alat rumah tangga dan kantor seperti kursi, lem perekat barang, selang air, kasur busa, serta
peralatan tulis menulis seperti karet penghapus menggunakan jasa karet sebagai bahan pembuat.
9. Beberapa alat olahraga seperti bermacam-macam bola maupun peralatan permainan
10. Peralatan dan kendaraan perang banyak yang bagian-bagiannya di buat dari karet, misalnya pesawat
tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep.
11. Karet sintetis memiliki berbagai manfaat diantaranya:
1. Jenis NBR (Nytrile Butadiene Rubber) biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan
minyak, membran, seal, gasket, serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan
bermotor atau industri gas
2. Jenis CR (Chloroprene Rubber) digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal,
gasket, dan sabuk pengangkut.
3. Jenis CR digunakan untuk perekat.
4. Jenis IIR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, juga pembalut kawat listrik,
serta pelapis bagian dalam tangki penyimpan lemak atau minyak.
5. Jenis EPR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kabel listrik.
Sebenarnya manfaat karet bagi kehidupan manusia jauh lebih banyak daripada yang telah diuraikan
di atas. Karet memiliki pengaruh besar terhadap bidang transportasi, komunikasi, industri,
pendidikan, kesehatan, hiburan, dan banyak bidang kehidupan lain yang vital bagi kehidupan
manusia. Manfaat secara tak langsung pun banyak yang dapat diperoleh dari barang yang dibuat dari
bahan karet.
1. 11. Solusi Limbah Lateks
Inovasi menawarkan kemungkinan untuk mengubah masalah yang dilematik menjadi berkah besar.
Sejak lama pabrik lateks sinonim dengan bau busuk dan pencemaran. Denganteknologi bio konversi,
bau dan pencemaran ditukar dengan produk-produk sampingan yang bernilai tinggi.
Limbah lateks pekat merupakan polutan yang potensial jika tidak ditangani dengan baik. Pengolahan
limbah lateks untuk memenuhi persyaratan lingkungan semata, akan membutuhkan biaya yang cukup
besar.
Kini limbah lateks dapat dikonversi secara mikrobiologis untuk menghasilkan berbagai produk yang
bernilai tambah ekonomis tinggi seperti: IAA (hormon tumbuhan), pupuk bio organik, dan biomassa
mikroalga.
Proses biokonversi dapat dibuat berlangsung simultan dengan pengolahan limbah, sehingga bisa
mengurangi volume limbah dan sekaligus menghilangkan bau busuk. Pupuk bio organik yang
dihasilkan terbukti dapat menghemat sampai 50% pupuk kimia pada tanaman pangan, tanaman
perkebunan, serta tanaman penutup tanah.
1. B. Industri Kulit
2. 1. Pengertian Industri Kulit
Industri kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau
kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua
bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak.
Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
1. 2. Proses Industri Kulit
Dalam industri kulit, ada tiga pokok tahapan penyamakan kulit,yaitu:
Proses Pengerjaan basah (beam house).
Proses Penyamakan (tanning).
Penyelesaian akhir (Finishing).
Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses memerlukan tambahan
bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang
dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam
penyamakan yaitu:
1. Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan
penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the,
buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana
kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.
2. Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak mineral, misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan
misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak
aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).
c. Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya
disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit
untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok,
tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses
penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya
sekaligus.
Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sebagai berikut:
1) Tahapan proses pengerjaan basah ( beam house)
Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang ditambahkan dan limbah yang
dikeluarkan diantaranya:
1. Perendaman ( Soaking)
Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula,
lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800-
1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal,
cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan
drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan
kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas,
lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250%
dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada
proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang
berasal dari kulit.

2. Pengapuran ( Liming)
Maksud proses pengapuran ialah untuk:
Menghilangkan epidermis dan bulu.
Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak.
Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.
Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua
dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida
(Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari.
Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat
kulit yang larut, dan bulu yang terepas.

3. Pembelahan (Splitting)
Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan
menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran
dan dikerjakan dengan mesin belah (Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian
rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang
dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin
press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan
untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses
pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.

4. Pembuangan Kapur (Deliming).
Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka
kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu
proses- proses penyamakan. Misalnya :
Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat
yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah.
Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom
Hidroksida yang sangat merugikan.


5. Pengikisan Protein ( Bating)
Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan
collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain:
Sisa- sisa akar bulu dan pigment.
Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan.
Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas
membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.
Sisa kapur yang masih ketingglan.

6. Pengasaman (Pickling)
Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk
kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit
pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan
pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk:
Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.
Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi
putih bersih.

2) Tahapan Proses Penyamakan (Tanning)
Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan disamakkrom dan sintan, sedangkan
untuk kulit yang akan disamak nabati dan disamak minyak tidak melalui proses pickling (
pengasaman).
Proses penyamakan diantaranya:
1. Penyamakan
Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni:
1) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati, diantaranya:
Cara Counter Current
Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari,
kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu
3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit-
kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras
dan baik biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih
dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5
minggu.
Sistem samak cepat.
Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar
dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam
drum.

2) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral, diantaranya:
Menggunakan bahan penyamak krom
Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam
krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat
penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi
dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial
yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin
difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga
mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan
diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 %
Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1
malam.

Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak.
Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci
untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan
20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin-
anginkan selam 7-10 hari. Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas
tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na
2
CO
3
1%.

2. Pengetaman (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk
menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna
mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan
diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir jam.

3. Pemucatan ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan
tujuan:
1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.
2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.
Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40
0
C ). 0,5-1,0
% asam oksalat selama - 1 jam.

4. Penetralan (Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam (pH 3-4)
maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan
biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO
3
, Neutrigan dll. Cara melakukan penetralan,
kulit diputar dengan 200% air hangat 40-60
0
C. 1-2 % NaHCO
3
atau Neutrigan. Putar selama - 1
jam.Penetralan dianggap cukup bila - penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap
Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci
kembali.

5. Pengecetan Dasar ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup
nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah.
Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:
1). Cat direct, untuk kulit samak krom.
2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.
3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

6. Peminyakan (Fat liguoring).
Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut:
1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.
3). Membuat kulit tahan air.
Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama 1jam dengan 150 %-
200% air 40- 60
0
C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5% asam formiat untuk memecahkan
emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda-
kuda selama 1 malam.

7. Pelumasan ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga
agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat
kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk.
Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran:
1). 1 bagian minyak parafine.
2). 1 bagian minyak sulfonir.
3). 3 bagian air.
Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan.

8. Pengeringan.
Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk
menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.

9. Kelembaban.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan
kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang
mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan
merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.

10. Peregangan dan Pementangan.
Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit
sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak
merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering
kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput-
keriputnya hilang.
3) Tahapan Penyelesaian Akhir ( finishing)
Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar
kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat
dasar yang tidak rata.
1. 3. Limbah Industri Kulit
Limbah Cair
Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan kulit dapat
dibedakan pertahapan proses sebagai berikut:
1. Perendaman ( Soaking).
Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau
bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan
kandungan suspended solid 0,05- 0,1%. Menurut UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking
juga mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS. Sumber
limbahnya antara lain:
2. Buang bulu dan pengapuran (Unhairing dan liming).
Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH air limbah pada proses
ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium, sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak.
Suspended solid 36%. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut adalah bahwa
air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD,
COD,SS, alkalinitas, sulphida, N-Organik, N- ammonia. Adanya gas H
2
S pada pencemaran ini
menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
3. Air limbah buanagan kapur (Deliming).
Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan
unhairing dan liming. Menurut UNEP bahwa air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air
berupa BOD,COD, DS, dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran
udara.
4. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing).
Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan dengan tingginya nilai
COD,BOD,DS dan lemak.
5. Air limbah Pikel (Pickling) dan Krom (Tanning).
Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan
crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar
antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02 %



6. Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.
Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air 30-35 l/kg, pH berkisar
antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250- 6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000
mg/l.

Sumber dan Karateristik Limbah Padat.
Didalam proses penyamakan disamping limbah cair juga menghasilkan limbah padat sebagai hasil
samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnyasebagai
bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk, kerajinan, dan bahan bangunan lainnya. Bahan padat
yang dimaksud antara lainbulu, sisa trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan lumpur.
1. 4. Proses Pengolahan Limbah Industri Kulit
Proses pengolahan limbah industri kulit diantaranya adalah:
1. a. Pemisahan Padatan Kasar
Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang
dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran-saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan
tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.

1. b. Segresi
Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat khas dan memerlukan
perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan limbah
yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan.
1. c. Ekualisasi
Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat
menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih
lanjut.
Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang
diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan
pencampuran seluruh air limbah.
1. d. Koagulasi
Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan
perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan
tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam
pengolahan proses biologis selanjutnya.
Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan
pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan
lumpurannya untuk dibuang.
1. e. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis
Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pengolahan sekunder. Pilihan cara
pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit Sebagai berikut:
1. Filter biologis
Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan.
2. Lumpur aktif (kolam oksidasi)
Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung
bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang
terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif).
3. Lumpur aktif konvensional
Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan
adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan
beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan
berkurang.
4. Lagun (kolam)
Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat
dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah.
1. 5. Dampak Industri Kulit Bagi Kesehatan
Didalam industri kulit menggunakan bahan-bahan pembantu yang tersusun dari senyawa-senyawa
kimia. Ada yang berwujud bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap
kesehatan manusia. Bahan-bahan kimia tersebut akan kontak dengan pekerja Industri Penyamakan
Kulit dengan berbagai macam cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara penghirupan
dalam bentuk gas atau uap. Bahanbahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum, tertelan, maupun
terhirup ke paru- paru.
Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan bahan- bahan yang
bersifat korosif/ beracun.
Natrium Sulfida (Na
2
S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan kulit. Berupa kristal
putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses
penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena dapat meledak.
Asam Sulfida (H
2
SO
4
), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringan kulit. Kontak dengan kulit
menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat
menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila
kontak dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps.
Asam Klorida (HCl), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat kuat.Berbahaya jika
terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin
dalam darah serta akan merusak butir-butir darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal
juga otot- otot hati.
Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata,
membran mukosa.
Amonium Hidroksida (NH
4
OH), suatu bahan apabila dipanaskan akan mengeluarkan racun yang
berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun.
Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada kulit manusia apabila
kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada
hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa.

pengolahan karet
BAB 1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun
tanaman karet sendiri baru di introduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun
sejak di kembangkan pertama kalinya, luas arealperkebunan karet di Indonesia telah mencapai
3.262.291 hektar. Dari total areal perkebunan karet di Indonesia tersebut 84,5% diantaranya
merupakan kebun milik rakyat 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% yang merupakan milik negara
Dengan areal perkebunan karet terluas didunia tersebut Indonesia bersama dua Negara
Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak abad 1920-an sampai sekarang
merupakan pemasokan karet utama dunia. Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi pada tahun
1926 sampai menjelang perang dunia II ketika itu Indonesia merupakan pemasokan karet alam
terkemuka dipasar internasional.
Dari begitu besarnya fakta dan potensi karet yang telah dijelaskan diatas diatas, sangatlah
sayang jika kita tidak memanfaatkan sumber daya karet tersebut. Dengan modal yang bisa
dikatakan cukup besar maka bukan mustahil karet bisa menjadi sumber pemasukan negara.
Seiring dengan berjalannya waktu, belakangan ini industri karet dirasa cukup berkembang pesat.
Melihat begitu besarnya potensi yang dapat dilakukan terhadap industri tersebut, telah membuka
mata para investor untuk ikut serta bergerak di industri karet.
Karet yang merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di
wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun
sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang
merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas,
yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat
disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon
unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan
peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat,
perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun
lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta samasama menurun
0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan
rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400
ribu hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana
yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup,
namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri
pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena
produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan
upaya pemanfaatan lebih lanjut.

1.2 Tujuan
1. Memberikan wahana aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2. Memberikan pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi
teknologi budidaya karet dan pengolahan hasil tanaman karet.








BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet
Karet merupakan komodaitas pertanian yang erat hubungannya dengan kebutahan sehari-hari
manusia. Dapat kita lihat dan rasakan olahan karet yang yang memberikan bayak manfaat, misalkan ban,
sandal, peratan otomotif, mainan dan lain-lain. Anwar (2006) dalam Benny (2013), menjelaskan bahwa saat
ini, karet telah meluas di berbagai wilayah dunia termasuk telah dikembangkan di Asia Tenggara karena faktor
lingkungan yang memiliki syarat tumbuh yang memadai. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan
produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu produktivitas, serta
kualitas produk yang masih rendah (Ekpete, 2011). Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di
Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sedangkan perkebunan karet rakyat dimulai sekitar
tahun 1904 -1910 (Hamidah, 2008).
Terdapat dua jenis karat yaitu karet sintesis dan karet alami, karet sintetis adalah karet
yang memerlukan minyak mentah dalam proses pembentukannya sedangkan kerat alami
diperoleh langsung dari tanaman karet, kualiat karet terletak pada daya tangan terhadap panas,
keretakan dan elastisitany. Beberapa manfaat dalam pembangunan tanaman karet adalah : 1)
Pohon karet memberikan hasil sadapan harian selama 25 tahun tanpa berhenti, 2) Selain
menghasilkan elastomer yang sangat dibutuhkan dunia, pohon karet juga menghasilkan kayu
unggulan di akhir masa sadapan, 3) pohon karet memberikan banyak manfaat pelestarian
lingkungan seperti cadangan air dan konservasil. Karet mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal
dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah
yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Awal mulanya karet hanya hidup di Amerika Selatan,
namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet di Asia
Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. saat ini, negara-negara Asia menghasilkan 93%
produksi karet alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia, dan Malaysia.
Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari 5000 hingga
10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan pertama bersifat trans dan
selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung pada lateks pohon penghasilnya. Pada suhu normal,
karet tidak berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Penurunan suhu akan
mengembalikan keadaan mengembang ini. Inilah alasan mengapa karet bersifat
elastic. klasifikasi tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Brasiliensis
Nama ilmiah : Hevea brasiliensis Muell Arg.

2.2 Klasifikasi Karet
Karet merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia. Komoditas ini di-
budidayakan relatif lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Tanaman ini di
introduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama
kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah men-capai 3.262.291 hektar. Dari total
area perkebunan di Indonesia tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4% milik swasta, dan
hanya 7,1% merupakan milik negara (Nasaruddin dan Maulana, D, 2009). Peningkatan kualitas
karet harus dirasakan dampaknya oleh petani berupa nilai tambah pendapatan dengan
meningkatnya kualitas bahan olahan karet (bokar) yang diproduksinya (Sania, dkk, 2013).
a. Jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.
Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali
berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari
pohon karet hevea brasiliensis. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bahan olah karet bukan
produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena
biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet.
b. Karet alam konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada
dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Sementara koagulum lapangan, yakni
lateks yang membeku secara alami selanjutnya hanya dapat diolah menjadi jenis karet padat yakni antara lain
jenis mutu SIR10, SIR 20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades) (Quan, et al,
2008). Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut :
1. Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses
pengasapan dengan baik.
2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang
tebal dan tipis.
3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh
perkebunan-perkebunan besar atau estate.
4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan
sisa dari RSS atau slab basah.
5. Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang.
6. Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya
dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau
kebun rakyat yang baik mutunya.
7. Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu crepe yang dihasilkan dari scrap karet
alam yang belum di olah,termasuk scrap tanah yang berwarna hitam (Setiawan,2010).
8. Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang
khusus berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa
pemotongan RSS. Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan.
9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat
melelui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-
contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran RSS yang tidak bagus
penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak
mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek.
Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran
atau padatan lainnya. Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis
antara partikel karet dan serum (Setyamidjaja,2000). Biasanya lateks pekat banyak digunakan
untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Lateks mengandung
beragam jenis protein karena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim
yang berperan dalam sintesis molekul karet. Sebagian protein hilang sewaktu pemekatan lateks
yaitu karena pengendapan yang terbuang dalam lateks skim. Protein yang tersisa dalam lateks
pekat kurang lebih adalah 1% terhadap berat lateks dan terdistribusi pada permukaan karet (60%)
dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam serum lateks pekat tersebut (Alhasan, et al. 2010).
Untuk membantu meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis adalah
dengan meningkatkan produktivitas karet, penurunan biaya produksi, peningkatan mutu dan
penyajian promosi yang tepat, serta memperbaiki sistem sadap (Okoma, et al,
2011). Karakterisasi lateks pekat dilakukan untuk mengetahui kondisi lateks pekat, karena
sebagai bahan alam, komposisi hidrokarbon karet dan bahan-bahan lain dalam lateks pekat selalu
mengalami perubahan tergantung musim, cuaca, kondisi penyadapan, kondisi tanah, dan
tanaman. Lateks pekat yang dihasilkan dari pemusingan lateks kebun (Palupi, dkk, 2008).
Karet bongkah (block rubber)
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-
bandela denga ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap
kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu
teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual
yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat
tidak berlaku pada jenis ini. Karet mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut
berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32
o
F
karena terjadi koagulasi.(Goutara, dkk: 1985)
Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah
jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang
menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
Karet reklim (reclaimed rubber)
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama
ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya boleh dibilang karet reklim dalah
suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak dipakai
sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat
yang dimilikinya juga baik.

2.3 Jenis Karet Sintetis
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.
Biasanya karet sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan
terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas. Jenis karet
sintetis diantaranya adalah:
1. SBR (styrene butadiene rubber)
Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis
ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.
Namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan vulkanisir karet alam.
2. BR (butadiene rubber)
Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan
pengolahannya juga tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat
suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.
3. IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber
Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene.
Dapat dikatakan bahwa sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara
keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam
bahan dan viskositasnya lebih mantap.
4. IIR (isobutene isoprene rubber)
IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga
membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas.
Dalam proses vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat
dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis
lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. IIR yang divulkanisir dengan damar fenolik
menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan.
5. NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile buatadiene rubber
NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan.
Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya
kandungan akrilonitril didalamnya. Semakin besar kandungan akrilonitril yang dimiliki maka
daya tahan terhadap minyak, lemak dan bensin semakin tinggi tetapi elastisitasnya semakin
berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi. Cara mengatasinya dengan memilih
NBR yang memiliki viskositas awal yang sesuai dengan keinginan. NBR memerlukan pula
penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester.
6. CR (chloroprene rubber)
CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya
masih kalah. CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan
juga terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan
belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat
tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik.
7. EPR (ethylene propylene rubber)
Ethylene propylene rubber sering disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan
monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau
EPDM. Pada proses vulkanisasinya dapat ditambahkan belerang. Adapun bahan pengisi dan
bahan pelunak yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh terhadap daya tahan. Keunggulan
yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur
cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

2.4 Proses Industri Karet dan Lateks
Tahap-tahapan pengolahan Crumb Rubber sehingga dapat digunakan yaitu meliputi sebagai
berikut :
Peremahan
Komponen yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam
granulator. Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat
yang dihasilkan oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi
yang lebih tinggi dan kematangan remah yang sempurna.
Pengeringan
Komponen yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer
selama 3 jam. Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122
o
C
untuk bahan baku kompo dan 110
o
C untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer
dibawah 40
o
C. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan
baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan
faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu
dan lama pengeringan.
Pengepresan
Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan
yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam
kemasan SW dan 33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan
menggunakan mesin press bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm.
Pembungkusan dan Pengepakan
Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta
bebas kontaminan lain. Setelah produk dipress, kemudian disimpan diatas meja alumunium
untuk penyortiran dengan menggunakan pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik
transparan tebal 0,03 mm dan titik leleh 108
o
C. Bandela yang telah dibungkus, kemudian
dimasukkan dalam peti kemas dengan susunan saling mengunci.

JENIS JENIS KARET DAN MANFAATNYA

JENIS JENIS KARET DAN MANFAATNYA


A. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet
sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh
karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet
sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah.
- Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna,
- Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,
- Mempunyai daya aus yang tinggi,
- Tidak mudah panas, dan
- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat
kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun bisnisnya,
akan tetapi menurut beberapa ahli, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik.
Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet
alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam.
Beberapa jenis ban seperti ban radikal walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan
karet sintetis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar, yaitu dua kali lipat komponen
karet alam untuk pembuatan ban non-radial. Jenis-jenis ban yang besar kurang baik bila dibuat
dari bahan karet sintetis yang lebih banyak. Porsi karet alam yang dibutuhkan untuk ban
berukuran besar adalah jauh lebih besar. Ban pesawat terbang bahkan dibuat hampir semuanya
dari bahan karet alam.

B. Jenis-Jenis karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.
Bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah
kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.
Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah
1 Bahan olah karet ( lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar )
2 Karet konvensional ( ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate brown crepe,
compo crepe )
3 Lateks pekat,
4 Karet bongkah atau block rubber,
5 Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber,
6 Karet siap olah atau tyre rubber, dan
7 Karet reklim atau reclaimed rubber.
Di bawah ini disajikan keterangan mengenai jenis-jenis karet di atas beserta standar
mutunya.

1. Bahan Olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari
pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah karet bukan produksi
perkebunan besar, melainkan merupakan bokar ( bahan olah karet rakyar ) karena biasanya
diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet.
Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam : Lateks kebun, sheet
angin, slab tipis, dan lump segar.
a. Lateks kebun
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah
ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap.
Lateks kebun yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut.
- Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh.
- Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu.
- Tidak bercampur dengan bubur lateks, air, ataupun serum lateks.
- Warna putih dan berbau karet segar.
- Lateks kebun mutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun mutu 2 mempunyai
kadar karet kering 20%.
b. Sheet angin
Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan
digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. Sheet
angin yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Harus ada penggilingan pada gumpalan lateks untuk mengeluarkan air atau serumnya.
- Gilingan kembang digunakan sebagai gilingan akhir.
- Kotoran tidak terlihat.
- Dalam penyimpanan tidak boleh terkena air atau sinar matahari langsung.
- Sheet angin mutu 1 mempunyai kadar karet kering 90% dan sheet angin mutu 2 memepunyai
kadar karet kering 80%.
c. Slab tipis
Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan
asam semut. Slab tipis yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Tidak terdapat campuran gumpalan yang tidak segar.
- Air atau serum harus dikeluarkan entah dengan cara digiling atau dikempa.
- Tidak terlihat adanya kotoran.
- Selama disimpan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung.
- Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan tingkat ketebalan kedua 40 mm.
d. Lump segar
Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang
terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Lump segar yamg baik harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut,
- Tidak terlihat adanya kotoran.
- Selama penyimpanan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung.
- Lump segar mutu 1 mempunyai kadar karet kering 60% dan lump segar mutu 2 mempunyai
kadar karet kering 50%.
- Tingkat ketebalan pertaman 40 mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm.

2. Karet Alam Konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis itu pada
dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Menurut buku Green Book, Karet
alam konvensional dimasukkan dalam beberapa golongan mutu. Daftar yang dibuat Green Book
ini merupakan pedoman pokok para produsen karet alam konvensional di seluruh dunia.
Jenis-jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional beserta standar mutunya
menurut Green Book adalah sebagai berikut:
a. Ribbed smoked sheet
Ribbed smoked sheet atau biasa disingkat RSS adalah jenis karet berupa lembaran sheet
yang mendapat proses pengasapan dengan baik. Ribbed smoked sheet terdiri atas beberapa kelas
seperti di bawah ini.
X RSS
Mutu nomor 1 dari semua jenis RSS adalah X RSS. Karet yang dihasilkan betul-betul
kering, bersih, kuat, bagus, dan pengasapannya merata. Cacat, noda-noda, karet, melepuh, dan
tercampur pasir atau benda-benda kotor tidak boleh ada. Juga tidak diperkenankan terdapat garis-
garis bekas oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlampau tinggi, pengasapan berlebihan,
terbakar, dan warnanya terlalu tua. Gelembung kecil seukuran kepala jarum pentul boleh
terdapat, tetapi harus tersebar merata.
RSS 1
Kelas ini masih di bawah kelas X RSS. Sheet yang dihasilkan kriterianya hampir sama.
Hasilnya benar-benar kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak berkarat, tidak melepuh, serta
tidak ada benda-benda yang mengotorinya, Jenis RSS 1 tidak boleh ada garis-garis karena
pengaruh oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering,
pengasapan berlebihan, warna terlalu tua, serta terbakar. Bila terdapat gelembung-gelembung
kecil seukuran kepala jarum pentul, asalkan letaknya tersebar merata, masih diperkenankan.
b. White crepe dan pale crepe
Jenis ini merupakan crepe yang berwarna putih atau muda. White crepe dan pale crepe
juga ada yang tebal dan tipis. Standar mutu untuk kelas-kelas white crepe dan pale crepe adalah
sebagai berikut.
No. 1 X thin white crepe
Karet harus kering, kokoh, warnanya merata, dan benar-benar putih. Jenis ini tidak
menerima luntur, bau asam atau bau yang tidak enak, debu, noda-noda, pasir atau benda-benda
asing lain, minyak atau bintik-bintik lain, dan bekas-bekas oksidasi atau panas.
No. 1 X thin pale crepe
Karet harus kering, kokoh, pewarnaannya rata, dan berwarna muda. Luntur, bau asam atau
bau yang tidak enak, debu, noda-noda, pasir atau benda-benda asing lain, minyak atau bintik-
bintik lain, dan bekas oksidasi serta panas tidak diperbolehkan.
c. Estate brown crepe
Jenis ini merupakan crepe yang berwarna cokelat. Disebut estate brown crepe karena
banyak dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau estate. Jenis ini juga dibuat dari bahan
yang kurang baik atau jelek seperti yang digunakan untuk pembuatan off crepe serta dari sisa
lateks, lump atau koagulum yang berasal dari prakoagulasi, dan scrap atau lateks kebun yang
sudah kering di atas bidang penyadapan.
d. Compo crepe
Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-
potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Untuk pembuatan compo crepes, scrap tanah tidak
boleh digunakan.

3. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau
padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang di buat melalui proses pendadihan
atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-
bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan
setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.

5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu
teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan oleh sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian fisual
yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat
tidak berlaku untuk jenis yang satu ini. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan
penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis.

6. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah
jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang
menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Dibandingan dengan karet konvensional, tyre
rubber adalah bahan pembuat yang lebih baik untuk ban atau produk karet lain. Tyre rubber juga
memiliki kelebihan, yaitu daya campur yang baik sehingga mudah digabungkan dengan karet
sintetis.

7. Karet reklim atau reclaimed rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama
ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya, boleh dibilang karet reklim adalah
suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir.
Biasanya karet reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah
mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Produk yang
dihasilkan juga lebih kukuh dan tahan lama dipakai.
Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan
sifatnya sebagai karet bekas pakai. Itulah sebabnya karet reklim kurang baik digunakan untuk
membuat ban.

C. Karet Sintetis dan Standar Mutunya
Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.
Pengembangan karet sintetis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman perang dunia II.
Negara negara industri maju merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintetis.
Sekarang banyak karet sintetis yang dikenal. Biasanya tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang
khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan
ada yang kedap air. Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, ada dua macam karet sintetis yang
dikenal, yaitu karet sintetis yang digunakan secara umum serta karet sintetis untuk kegunaan
umum di antaranya sebagai berikut :

1. Karet sintetis untuk kegunaan umum
Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bahkan, banyak fungsi karet
alam yang dapat digantikannya. Jenis-jenis karet sintetis untuk kegunaan umum di antaranya
sebagai berikut.
a. SBR ( styrena butadiene rubber )
Jenis SBR merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan.
Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.
b. IR ( isoprene rubber )
Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene.
Dapat dikatakan, banyak sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara
keseluruhannya. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam, yaitu lebih murni dalam
bahan dan viskositasnya lebih mantap.

2. Karet sintetis untuk kegunaan khusus
Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibanding karet sintetis yang
pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang tidak
dipunyai karet sintetis jenis pertama. Sifat yang menjadi kelebihannya ini adalah tahan terhadap
minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, serta kedap terhadap gas. Beberapa jenis karet sintetis
untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan di antaranya sebagai berikut :

a. IIR ( isobutene isoprene rubber )
IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga
membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga dikenal karena kedap gas. IIR
yang divulkanisir dengan damar fenolik menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta
proses pelapukan/penuaan.

b. NBR ( nytrile butadiene rubber )
NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya
yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun di dalam minyak, karet ini tidak
mengembang. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril di dalamnya.

D. Manfaat karet
1. Manfaat karet alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang
dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri
seperti mesin-mesin penggerak.
Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan ( dari sepeda,
motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang ), sepeda karet, sabuk penggerak mesin besar dan
mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam.
Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti sekat atau
tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran. Misalnya shockabsorbers. Karet bisa juga
dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca
mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus
air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet.

2. Manfaat karet sintetis
Karena memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh karet alam, maka dalam
pembuatan beberapa jenis barang banyak digunakan bahan baku karet sintetis.
Jenis NBR ( Nytrile Butadiene Rubber ) yang memiliki ketahanan tinggi terhadap minyak
biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membran, seal, gasket,
serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas.
Jenis CR ( Chloroprene rubber ) yang tahan terhadap nyala api banyak digunakan dalam
pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket, dan sabuk pengangkut. Perekat kadang-
kadang dibuat dengan menggunakan jenis CR tertentu.
Sifat kedap terhadap gas yang dimiliki oleh jenis IIR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
ban kendaraan bermotor, juga pembalut kawat listrik, serta pelapis bagian dalam tangki
penyimpan lemak atau minyak. Jenis EPR juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kabel
listrik.

E. Kegunaan Lain Tanaman Karet
Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang keperluan
manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaat lain. Manfaat ini walaupun sekadar
sampingan, tetapi memberi keuntungan yang tidak sedikit bagi para pemilik perkebunan karet.
Hasil sampingan lain dari tanaman karet yang memberikan keuntungan adalah kayu atau
batang pohon karet. Biasanya tanaman karet yang tua perlu diremajakan dan diganti dengan
tanaman muda yang masih segar dan berasal dari klon yang lebih produktif. Tanaman tua yang
ditebang dapat dimanfaatkan batangnya atau diambil kayunya.
Hasil sampingan lain dari perkebunan karet yang selama ini kurang dimanfaatkan hingga
nyaris terbuang-buang begitu saja adalah biji karet, padahal bila dimanfaatkan akan cukup
menguntungkan sebab jumlahnya melimpah ruah.
Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein biji karet terhitung tinggi.
Selain kandungan proteinnya cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik. Semua
asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh terkandung di dalamnya. Agar biji karet dapat
dimanfaatkan, maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat. Kosentrat adalah hasil
pemekatan fraksi protein biji karet yang kadar sebenarnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penulis PS, 1994. Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan
Pengolahan , Penebar swadaya, Jakarta.

S-ar putea să vă placă și