Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
1 Latar Belakang
Salah satu tugas terpenting dari seorang perawat adalah memberikan obat yang aman dan akurat
kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah klien.
Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam
banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan
efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan.
Seorang perawat memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang
ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien
menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Adapun rute pemberian obat dibedakan atas beberapa rute antara lain secara iral, parenteral,
pemberian topical, inhalasi, dan intraokuler. Rute pemberian obat dipilih berdasarkan kandungan obat dan
efek yang diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien.
Maka dari itu pada makalah ini akan dibahas salah satu rute pemberian obat yaitu rute parenteral,
memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah untuk memahami teknik pemberian obat secara
injeksi.
1.3 Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau bingung, sehingga klien
tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kebutuhan obat klien dilakukan denganpemberian obat secara injeksi.
Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga disebabkan karena ada beberapa obat yang
merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus. Pemberian injeksi
bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.
1.4 Peralatan
Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada berbagai spuit dan jarum yang
tersedia dan masing-masing di desain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke tipe jaringan tertentu.
Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan spuit dab jarum mana yang paling efektif.
A. Spuit
Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip) di desain tepat
berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat pengisap (plunger) yang tepat menempati rongga spuit.
Spuit, secara umum, diklasifikasikan sebagai Luer –lok atau nonLuer-lok. Nomenklatur ini didasarkan
pada desain ujung spuit.
Adapun tipe-tipe spuit yaitu:
a) Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh
b) Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis kurang dari 1 ml
c) Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
d) Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60 ml. Tidak lazim menggunakan spuit
berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan
menimbulkan rasa ynag tidak nyaman. Spuit yang lebih besar disiapkan untuk injeksi IV.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung
jarum tetap terendam dalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar badan spuit
dan pegangan pengisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek yang tidak steril
menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap, atau jarum.
B. Jarum
Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang tepat, jarum dibingkus secara individual.
Beberapa jarum tudak dipasang pada spuit ukuran standar. Klebanyakan jarum terbuat sari stainless steel
dan hanya digunakan satu kali.
Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang jarum
(shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
Setiapum memiliki tiga karaktreisrik utama: kemiringan bevel, panjang batang jarum, dan ukuran
atau diameter jarum. Bevel yang panjang dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa ridak nyaman
akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari ¼ sampai 5 inci. Perawat memilih panjang jarum
berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe jaringan tubuh yang akan diinjeksi obat.
Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi ukuran jarum bergantung
pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau diinfuskan.
Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti “di luar usus”) biasanya dipilih bila diinginkan
efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau obat untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung
(hormone), atau tidak direarbsorbsi usus (streptomisin), begitupula pada pasien yang tidak sadar atau
tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri.
Selain itu, adapula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf
jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.
a. subkutan (hypodermal).
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut
baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan
sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar
bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior paha.
Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat yang lain
meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal. Tempat yang dipilih
ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan otot atau saraf besar
dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1
ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan obat
dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti gumpalan yang mengeras dan
nyeri di bawah kulit.
c. Intramuskuler (i.m),
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah
lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang
dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Dengan
injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat
reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam
minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot
pantat yang tidak banyak memiliki pembuluh dan saraf.
Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot Vastus Lateralis, otot Ventrogluteal, otot
Dorsogluteus, otot Deltoid.
d. Intravena (i.v),
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu
peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat.
Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat
cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau
butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah dengan
reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing” langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya
tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu
cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi
i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.
e. Intra arteri.
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu organ, misalnya hati,
dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker
nitrogenmustard.
f. Intralumbal (antara ruas tulang belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam ruang selaput perut),
intrapleural, intracardial, intra-articular (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya
untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan.