Sunteți pe pagina 1din 21

PRESENTASI KASUS

Hiperemesis Gravidarum


Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul










Diajukan Kepada Yth:
dr. Bambang Basuki, Sp.OG



Diajukan Oleh :
Trya Oktaviani
20090310165




SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2014


LEMBAR PENGESAHAN


PRESENTASI KASUS

Hiperemesis Gravidarum

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul




Disusun oleh:
Trya Oktaviani
20090310165

Telah dipresentasikan dan disetujui pada:
Rabu, 15 Januari 2014




Mengetahui

Dosen Pembimbing Dosen Penguji



Dr. dr. HM. Any Ashari, Sp.OG (K) dr. Bambang Basuki, Sp.OG



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang
wajar dan sering terjadi pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi
pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-
gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan
berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Literatur lain menyebutkan
bahwa mual dan muntah terjadi 50-70% wanita hamil dalam 16 minggu
pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual-
mual dan 44% mengalami muntah-muntah.

Mual dan muntah terjadi pada 60-
80% primigravida dan 40-60% multigravida. Klebanoff dkk, melaporkan
bahwa lebih separuh dari 9000 wanita mengalami muntah pada awal
kehamilan. Borowski and associates (2003) dari penelitiannya didapatkan
1.6% dari 9500 wanita hamil dilakukan rawat inap. Gazmararian,dkk (2002)
mempelajari lebih dari 46.000 wanita dan 0.8% memerlukan hospitalisasi
antepartum untuk hiperemesisnya.
Bila wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan
diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis
berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum
dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Frekuensi kejadian adalah 2 per
1000 kehamilan. Literatur lain menyebutkan perbandingan insidensi
hiperemesis gravidarum 4:1000 kehamilan.

Literatur lain menyebutkan puncak
terjadinya hiperemesis gravidarum ialah pada minggu kedelapan dan
keduabelas kehamilan.

Sindrom ini ditandai dengan adanya muntah yang
sering, penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis karena kelaparan, alkalosis,
yang disebabkan menurunnya asam HCL lambung dan hipokalemia.

Diduga 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan
kira - kira 5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian
cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Hyperemesis gravidarum
umumnya hilang dengan sendirinya (self-limiting), tetapi penyembuhan
berjalan lambat dan relaps sering umum terjadi. Kondisi ini sering terjadi
diantara wanita primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan
berikutnya. (Lowdermilk, 2004). Kondisi hiperemesis yang terjadi terus-
menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi, dan pada kasus-kasus
ekstrim, ibu hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan.































BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang terjadi pada
awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-
kadang begitu hebat sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan
mengganggu pekerjaan sehari- hari, berat badan menurun, dehidrasi dan
terdapat aseton dalam urin. (Sarwono Prawirohardjo, 2008).

B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak
ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, tidak ditemukan
kelainan biokimia, perubahan-perubahan anatomik yang terjadi pada otak,
jantung, hati, susunan syaraf, dan tidak ditemukan kelainan yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat kelemahan tubuh karena
tidak makan dan minum.

Hiperemesis tampaknya berkaitan dengan kadar
gonadotropin korionik atau estrogen yang tinggi dan meningkat pesat.

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh
beberapa ahli, sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola
hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor
hormon memegang peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon
khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan. Ditemukan peninggian yang
bermakna dari kadar serum korionik gonadotropin total maupun -subunit
bebasnya pada ibu dengan hiperemesis dibandingkan dengan yang hamil
normal.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik
akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap
perubahan ini merupakan faktor organik.
3. Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga
disebut sebagai salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini.
Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah
sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup.
5. Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes, dan lain-lain. Gejala mual-
muntah dapat juga disebabkan oleh gangguan traktus digestivus seperti
pada penderita diabetes melitus (gastroparesis diabeticorum). Hal ini
disebabkan oleh gangguan motilitas usus pada penderita ini atau setelah
operasi vagotomi.
Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum
diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah
dapat membantu mengurangi frekuensi muntah.

C. Patofisiologi
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan
muntah pada hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan
dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
1. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat
dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya
asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah
menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma
berkurang. Natrium dan khlorida darah dan khlorida urin turun. Selain
itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang.
3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah- muntah lebih
banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit
dipatahkan.
4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat
terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma
Mallory-Weiss) dengan akibat perdarahan gastro intestinal.
5. Pada studi lain ditemukan adanya hubungan antara infeksi kronik
Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum.
Sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum
yang diteliti pada studi tersebut menunjukkan hasil tes deteksi genom
H. pylori yang positif.
6. Literatur lain menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar HCG dan estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi
pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak
jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya
pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita
hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung
berbulan-bulan.

D. Gejala dan Tanda
Batas jelas antara mual dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan
hiperemesis gravidarum tidak ada. Ada yang mengatakan, bisa lebih dari 10
kali muntah; akan tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya
ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum,
menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3 tingkatan:
1. Ringan
Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan
nyeri epigastrium. Frekuensi nadi meningkat sekitar 100 kali per menit,
tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit berkurang, lidah kering dan mata
cekung.
2. Sedang
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih menurun,
lidah mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang
naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Dapat pula tercium aseton dalam
hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam urin.
3. Berat
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun.

Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
ensefalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan
mental.

Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk
vitamin B komplek. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati.
Literatur lain menyebutkan Wernicke encephalopathy dari defisiensi tiamin
diikuti tanda-tanda dari keterlibatan sistem saraf pusat., meliputi bingung,
gangguan penglihatan, ataksia, and nistagmus. Komplikasi ini ditemukan
melalui pemeriksaan penunjang MRI.

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang khas dan jika
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis hiperemesis gravidarum
biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah
yang terus-menerus, sehingga mempengaruhi keadaan. Namun demikian harus
dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit gastritis, kolesistitis, pankreatitis,
hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri
yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemah, apatis
sampai koma, nadi meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat,
tekanan darah turun, atau ada tanda dehidrasi lain. Pada pemeriksaan elektrolit
darah ditemukan kadar natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan urin
kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton.
Kriteria Diagnosis:
a. Sering muntah (lebih dari 10 kali per 24 jam)
b. Tenggorokan terasa kering dan terus-menerus merasa haus
c. Kulit menjadi keriput (dehidrasi)
d. Berat badan mengalami penyusutan
e. Pada keadaan yang berat dapat terjadi ikterus sampai dengan gangguan
syaraf/kesadaran.
Hiperemesis gravidarum yang terus-menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin,
sehingga pengobatan perlu segera diberikan.
F. Terapi
1. Obat-obatan. Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak
mengurang maka diperlukan pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak
memberikan obat yang teratogen. Sedativa yang sering diberikan adalah
phenobarbital, vitamin yang dianjurkan yaitu vitamin B
1
dan B
6
,
antihistaminika juga dianjurkan seperti dramamin, avomin. Pada keadaan
lebih berat diberikan antiemetik seperti metoklopramide, disiklomin
hidrokhloride atau khlorpromazin.

Penanganan hiperemesis gravidarum
yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit. Apabila muntah terus
berlangsung perlu diambil langkah-langkah yang sesuai untuk
mendiagnosis dan mengobati penyakit lain, misalnya gastroenteritis,
kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, dan
perlemakan hati pada kehamilan.
2. Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah
sakit.
a. Yang menjadi pegangan untuk memasukkan pasien ke rumah sakit
sebagai berikut:
i. Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi
bila telah berlangsung lama
ii. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal
iii. Dehidrasi, yang ditandai dengan turgor yang kurang dan
lidah kering
iv. Adanya aseton dalam urine.
b. Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit
saja telah banyak mengurangi mual muntahnya.
c. Isolasi. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah dan
peredaran udara yang baik hanya dokter dan perawat yang boleh
keluar masuk kamar sampai muntah berhenti dan pasien mau
makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan
makan dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan
isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa
pengobatan.
3. Terapi psikologik. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit
dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi
pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang dapat menjadi
latar belakang penyakit ini. Dengan diperbaikinya faktor-faktor psikologik
ini, pasien biasanya mengalami perbaikan bermakna pada saat di rawat
inap namun dapat kembali kambuh setelah dipulangkan. Penanganan yang
positif terhadap masalah psikologis dan sosial akan bermanfaat.
4. Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein
dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila
perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek
dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam
amino secara intra vena. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang
dikeluarkan. Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan
dapat makan dengan porsi wajar (lebih baik lagi bila telah dibuktikan hasil
laboratorium telah normal) dan obat peroral telah diberikan beberapa saat
sebelum infus dilepas. Urin perlu diperiksa untuk mengetahui apakah
terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa
setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan
hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama
24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat
dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat
ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas,
pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah
baik. Jika pasien dengan usaha di atas tetap muntah, makanan diberikan
melalui sonde hidung.
5. Penghentian kehamilan. Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi
baik. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika
memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian
perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk
melakukan abortus terapuetik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak
tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh
menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital. Gejala-
gejala untuk mempertimbangkan abortus terapeutikus, ialah:
a. Ikterus
b. Delirium atau koma
c. Nadi yang naik berangsur-angsur sampai di atas 130 kali/menit
d. Suhu meningkat di atas 38
o
C
e. Perdarahan dalam retina
f. Uremi, proteinuri, silinder yang merupakan tanda-tanda
intoksikasi.
G. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum
sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membaik, namun demikian
pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesi gravidarum umumnya baik,
namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang
tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.












BAB III
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 29 tahun
c. Paritas : G3P1A1
d. Alamat : Sanggrahan Kowen II Timbulharjo Sewon
e. Tanggal masuk : 7 Desember 2013
f. No. Rekam Medis : 373204

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Mual dan muntah hebat ( >10 kali ) sejak 12 jam SMRS, badan
terasa lemas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien G3P1A1 dari UGD merasa hamil 3 bulan dengan
keluhan mual dan muntah >10 kali sejak 12 jam SMRS. Setiap kali
makan dan minum pasien selalu muntah, badan terasa lemas, dan
nafsu makan menurun. Keluhan mual muntah (+), pusing (+),
perdarahan pervaginam (-), kencang (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus, jantung, alergi obat
disangkal.


4. Riwayat Penyakit Keluarga.
Riwayat hamil kembar, asma, hipertensi, DM, TBC, gangguan
jiwa disangkal
5. Riwayat menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : 30 hari
Lama : 6-7 hari
Sakit waktu menstruasi : tidak ada
HPHT : 23-8-2013
6. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali selama 1 tahun.
7. Riwayat Obsetri
I: /2300/Hidup/Spontan/RS
II: Abortus
III: Hamil ini
8. Riwayat kehamilan Sekarang
Hari Pertama Haid Terakhir : 23/8/2013
Hari perkiraan lahir : 1/6/2014
Umur Kehamilan : 15

minggu
9. Riwayat ANC
Dilakukan di bidan
10. Riwayat Keluarga Berencana.
KB (-)


III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
HR : 97x/menit
RR :26x/menit
Suhu : 36,8
0
C
BB : 50 kg
Kepala : Konjuntiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, bibir kering, mata cowong (+).
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan
kelenjar tiroid.
Dada : Pernafasan kanan dan kiri simetris, tidak ada
retraksi, tidak terdengar ronkhi maupun
wheezing.
Abdomen : Tidak terlihat sikatrik
Ekstremitas :Tidak ada gangguan gerak dan oedema.
Terdapat penurunan turgor kulit.

2. Pemeriksaan Ginekologi
Inspeksi Abdomen
Abdomen tidak tampak membesar, tidak terlihat masa tumor,
tidak terlihat adanya sikatrik atau luka bekas operasi.

Palpasi Abdomen
Tidak teraba masa tumor, nyeri tekan (+) pada region
epigastrica, defance muscular (-).
Perkusi Abdomen
Timpani (+)
Auskultasi Abdomen
Peristaltik (+) normal

Pemeriksaan inspekulo :
Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes kehamilan : Positif (+)
Hb : 10,6 GDS 98
Al : 11,35 Natrium 140,3
AT : 191 Kalium 3,4
HMT : 30,4 Klorida 108,1
Golongan darah: B
PPT: 11,9 detik
APTT: 28,8 detik
Control PTT: 14,7
Control APTT: 35,6
HBS AG : negatif (-)
V. DIAGNOSIS
Hiperemesis Gravidarum, multigravida, hamil 15 minggu
VI. TERAPI
- Observasi KU dan tanda vital
- Infus RL : D5 = 1:1
- Injeksi Metoclopramide 1A/500 ml RL
- Vit B6 1x1 tab
- Asam Folat 1x1
- Sementara pasien dipuasakan























BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien G3P1A1 diagnosis hiperemesis gravidarum
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien. Keluhan juga didapatkan bahwa pasien mengalami muntah lebih dari 10 kali
sejak 12 jam SMRS, terjadi gangguan asupan makan dan minum sehingga
menyebabkan kondisi tubuh menjadi lemas. Jika dilihat dari usia kehamilannya
insidensi hiperemesis gravidarum juga masih sering terjadi pada usia kehamilan 15
minggu. Pasien ini termasuk dalam hiperemesis Gravidarum tingkat satu atau ringan.
Dalam kasus ini pemeriksaan ginekologi yang dilakukan meliputi inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi pada abdomen. Pemeriksaan genitalia eksterna
dan interna, serta pemeriksaan dengan menggunakan inspekulo tidak dilakukan
karena diagnosis hiperemesis gravidarum sudah dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada kasus ini pasien mengalami rasa mual dan muntah hebat yang dikarenakan
oleh kenaikan kadar HCG dan kenaikkan hormone estrogen akibat kehamilan.
Kadar HCG mencapai puncak pada minggu ke 9 saat kehamilan semakin tinggi
kadar HCG akan semakin hebat gejala mual dan muntah. Untuk menangani
hiperemesis gravidarum pada pasien ini, pasien dirawat inapkan. Untuk sementara
waktu pasien ini dipuasakan, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi mual dan
muntah akibat motililas lambung yang menurun. Terapi yang diberikan pada
pasien ini berupa infuse RL : D5 = 1 : 1. Tujuan dari pemberian infuse ini adalah
untuk mengganti cairan, serta memberikan asupan energi yang hilang akibat
muntah hebat yang dialami oleh pasien tersebut. Selain itu untuk mengurangi mual
pasien diberikan drip metochlorpramide. Vitamin B6 (pyridoxine) juga diberikan
untuk mengurangi muntah yang berlebihan. Metochlopramide merupakan benzamida
tersubstitusi yang merangsang motilitas saluran pencernaan makanan tanpa
mempengaruhi sekresi lambung, empedu atau pancreas. Metochlopramide bertindak
dengan meningkatkan tekanan di sphincter esofagus bagian bawah, serta
mempercepat transit makanan yang lewat melalui lambung. Obat ini telah terbukti
lebih efektif daripada placebo dalam pengobatan hiperemesis gravidarum
Metoclopramide mempunyai aktivitas parasimpatomimetik dan mempunyai sifat
antagonis reseptor dopamin dengan efek langsung pada kemoreseptor "trigger
zone". Metoclopramide HCl kemungkinan juga mempunyai sifat antagonis
reseptor serotonin. Efek samping dari pemberian metoclopamide kadang kadang
memberikan efek ekstrapiramidal jika diberikan dalam dosis yang berlebihan.
Setelah dirawat selama 3 hari , keluhan mual dan muntah pada pasien ini
tidak muncul lagi, sehingga pasien diperbolehkan pulang. Edukasi awal pada pasien
tentang tanda-tanda dan gejala kehamilan mungkin bermanfaat. Satu studi
menemukan hubungan antara mual dan muntah dengan kurangnya pengetahuan
tentang kehamilan, stres, keraguan mengenai kehamilan, dan komunikasi yang buruk
dengan dokter dan juga pasangan. Intervensi awal mencakup konseling diet, termasuk
mengarahkan pasien untuk makan sedikit-sedikit, tetapi sering. menghindari makanan
tinggi lemak atau pedas, dan meningkatkan asupan karbohidrat kering.




BAB V
KESIMPULAN

1. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang terjadi pada
awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu sehingga dapat
mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-
hari, berat badan menurun, dehidrasi dan terdapat aseton dalam urin.
2. Penyebab hiperemesis gravidarum diantaranya adalah fator
predisposisi seperti primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan
ganda; masuknya villi khorialis dalam sirkulasi maternal; alergi; fator
psikologik; dan fator endokrin seperti hipertiroid, diabetes mellitus,
dan lain- lain.
3. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat mengancam jiwa
ibu maupun janin.
4. Prognosis hiperemesis gravidarum umumnya baik, namun dapat
menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak
dikoreksi dengan tepat dan cepat.















DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B, Soejoenoes A. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Wiknjosastro H.
Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. hal 275-279
2. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Pertama. Edisi ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI. 2001. hal 259-260
3. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004
4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC. 2004. hal 64-67
5. Achadiat CM. Prosedur tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC: 2004. hal
72-74
6. Manuaba IBD. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC. 2001. hal 397-401
7. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric Williams.
Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425
8. Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies, Inc.
2007
9. Swenson KL, Chisholm C. Renal, Hepatic, and Gastrointestinal Disorders and
Systemic Lupus Erythematous in Pregnancy. Dalam: Brandon J, dkk. The
John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics Edisi ke 2. USA:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2002
10. Moeloek FA. Hiperemesis Gravidarum. Standar Pelayanan Medik: Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2006.
hal 21-22
11. Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [halaman di Internet].
Diperbarui 19 Juni 2009. Dikutip 7 November 2010. Medscape; 2010.
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
12. Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. Dalam: Miller AWF, Hanretty
KP, eds. Obstetrics Illustrated, 5th ed. London: Churchill Livingstone; 1998:
102-3.
13. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician
(serial online) 2003 (dikutip 2010 Nov 6); 68(1): 121-8. Diunduh dar::
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p121.html.
14. ACOG (American College of Obstetrics and Gynecology): Practice Bulletin No.
52: Nausea and Vomiting of Pregnancy. Obstet Gynecol. 2004;103:803-14.
15. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of
pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.
16. Bsat FA, Hoffman DE, Seubert DE. Comparison of three out patient regimens in
the management of nausea and vomiting in pregnancy. J Perinatol.
2003;23:531-5.
17. Sorenson HT, Nielsen GL,Christensen K et al. Birth outcome following maternal
use of metoclopramide. Br J Clin Pharmacol. 2000;49:264-8.
18. Jewell D, Young G. Interventions for nausea and vomiting in early pregnancy.
The Cochrane Database of Systematic Reviews 2003, Issue 4.Art.
No.:CD000145. doi:10.1002/14651858.CD000145.
19. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of
pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.
20. Heazell AE, Langford N, Judge JK . The use of levomepromazine in Hyperemesis
Gravidarum resistant to drug therapy a case series. Reprod Toxicol.
2005;20:569-72.
21. Magee LA, Mazzotta P, Koren G: Evidence-based view of safety and
effectiveness of pharmacologic therapy for nausea and vomiting of
pregnancy (NVP). Obstet Gynecol. 2002;186:S256.
22. Duggar CR, Carlan SJ: The efficacy of methylprednisolone in the treatment of
hyperemesis gravidarum: A randomized double-blind controlled study
[abstract]. Obstet Gynecol. 2001;97:45S.
23. Hansen WF, Yankowitz J: Pharmacologic therapy for medical disorders during
pregnancy. Clin Obstet Gynecol. 2002; 45:136.
24. Vaisman N, Kaidar R, Levin I, et al: Nasojejunal feeding in hyperemesis
gravidaruma preliminary study. Clin Nutr 23:53, 2004

S-ar putea să vă placă și