0 evaluări0% au considerat acest document util (0 voturi)
31 vizualizări7 pagini
Akupunktur di titik PC-6 dan obat antiemetik ondansetron memiliki efektivitas yang setara dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi ortopedi. Penelitian ini menemukan bahwa insiden mual dan muntah hanya terjadi pada 1 pasien (6,6%) kelompok akupunktur dan 2 pasien (13,3%) kelompok ondansetron dalam 60 menit pasca operasi, tanpa perbedaan signifikan secara statistik. Oleh karena itu,
Akupunktur di titik PC-6 dan obat antiemetik ondansetron memiliki efektivitas yang setara dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi ortopedi. Penelitian ini menemukan bahwa insiden mual dan muntah hanya terjadi pada 1 pasien (6,6%) kelompok akupunktur dan 2 pasien (13,3%) kelompok ondansetron dalam 60 menit pasca operasi, tanpa perbedaan signifikan secara statistik. Oleh karena itu,
Akupunktur di titik PC-6 dan obat antiemetik ondansetron memiliki efektivitas yang setara dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi ortopedi. Penelitian ini menemukan bahwa insiden mual dan muntah hanya terjadi pada 1 pasien (6,6%) kelompok akupunktur dan 2 pasien (13,3%) kelompok ondansetron dalam 60 menit pasca operasi, tanpa perbedaan signifikan secara statistik. Oleh karena itu,
25 PENDAHULUAN Insiden mual dan muntah setelah anestesi umum dan pembedahan akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari dokter spesialis anestesi karena merupa- kan komplikasi yang sering terjadi pada anestesi yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien dan mempunyai potensi kegawatan bila terjadi pada pasien tidak sadar. Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) merupakan The Big Little Problem dalam pasca bedah. Insiden PONV terjadi pada 25-30% pasien pasca bedah dengan anestesi umum (Kovac, 2000) dan dapat mencapai 70% pada pasien dengan high risk (Mohamed, 2004). Banyak penelitian telah dilakukan untuk men- cegah dan menurunkan insiden PONV. Tetapi sampai saat ini belum ditemukan obat antiemetik yang efektif untuk pencegahan mual dan muntah pasca bedah di mana dapat mencegah mual dan muntah secara to- tal dan tanpa efek samping. Pada bedah ortopedi dengan anestesi umum sering terjadi komplikasi PONV. Untuk mencegah PONV dapat dilakukan 2 tindakan yaitu pemberian obat antiemetik dan pemberian terapi non-farmakologik. Dari uraian di atas perlu kiranya untuk dilakukan pengamatan lebih lanjut mengenai perbandingan efek- tivitas antara teknik non-farmakologik (akupunktur PC- 6) dengan obat antiemetik (ondansetron) dalam mence- gah insiden PONV bedah ortopedi. Permasalahan yang akan dibahas dalam peneli- tian ini adalah adakah perbedaan efektivitas antara akupunktur PC-6 dan ondansetron dalam mencegah insiden PONV pada bedah ortopedi? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara akupunktur PC-6 dan ondansetron dalam mencegah insiden PONV pada bedah ortopedi. Manfaat dari penelitian ini adalah menambah pengalaman klinik bagi penulis, sebagai dasar per- Perbandingan Efektivitas Antara Akupunktur PC-6 dan Ondansetron dalam Mencegah Insidensi Mual dan Muntah Pasca Bedah Ortopedi The Comparison Of Effectiveness Between Acupuncture PC-6 And Ondansetron In Avoiding Post Operative Nausea And Vomiting Incident In An Orthopedic Surgery Anggarda Kristianti Utomo *) , Syarif Sudirman *) , Imam Syafii *) *) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRACT Background: Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) has recently received increasing attention among anesthesiologists since it causes discomfort and danger to unconscious patient. It was hypothesized that acupuncture of PC-6 administered before anesthesia induction may reduce nausea- vomiting incident. Ondansetron has been known as gold standard anti-emetic. This study aimed to examine the relative effectiveness acupuncture to ondansetron as pre-medical anesthesia in avoiding PONV incident. Methods: This was an experimental study. The population of the research is surgical patient in IBS (Instalasi Bedah Sentral) RSO Prof Dr. R. Soeharso, Surakarta. A sample of 30 patients were assigned to two groups, 15 patients received acupuncture PC-6, and another 15 received 4 mg ondansetron. The data were analyzed using chi square. Results: One patient from acupuncture group and 2 patients from ondansetron group experienced nausea-vomiting in the first 30 minutes. Statistical analysis showed no significant difference between acupuncture PC-6 and ondansetron in preventing PONV incident. Conclusion: The acupuncture effectiveness is equal to that of ondansetron, so that it can be used as alternative anesthesia for preventing PONV incident. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 25-31 Keywords: acupuncture, ondasetron, PONV JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009 26 timbangan bagi profesi anestesi untuk meningkat- kan mutu pelayanan anestesi, memberikan pilihan teknik pencegahan PONV, dan menambah wawasan pemanfaatan akupunktur di pelayanan operatif. SUBJEK DAN METODE Mual (nausea) adalah suatu sensasi atau perasaan tidak menyenangkan yang mendahului muntah (Dorland, 2002), disertai hipersalivasi, keringat dingin, pucat, takikardi, hilangnya tonus gaster, kontraksi duode- num dan refluks isi intestinal ke dalam gaster. Mual tidak selalu disertai muntah. Sedangkan retching ada- lah kejadian menyerupai muntah dengan penutupan glotis dan kontraksi dari otot abdomen, dinding dada dan diafragma tanpa selalu disertai ekspulsi dari isi lambung (Loadsman, 2005). Muntah (vomiting) adalah ekspulsi secara paksa isi lambung keluar melalui mulut (Sherwood, 2001), disebabkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma (otot inspirasi utama) dan otot abdomen (otot ekspirasi aktif ). Peningkatan dari tekanan intra- abdomen, penutupan glotis dan palatum akan naik, terjadi kontraksi dari pylorus dan relaksasi dari fun- dus, sfingter cardia dan esofagus sehingga terjadi eks- pulsi yang kuat dari isi lambung (Loadsman, 2005). Akupunktur adalah pengobatan dengan cara menusuk jarum. Secara harfiah akupunktur berasal dari kata Acus = jarum dan Puncture = tusuk (Filshie, 1998). Neiguan (Inner Pass, Pericardium 6) adalah titik yang paling sering digunakan untuk mendapat- kan efek antiemetik (Langer, 1998). Titik PC-6 terletak pada meridian pericardium yaitu dua cun proksimal lipat pergelangan tangan sebelah volair, antara tendon m. palmaris longus dan tendon m. fleksor karpi radialis (Saputra, 2005). Ondansetron merupakan obat selektif terhadap reseptor antagonis 5-Hidroksi-Triptamin (5-HT 3 ) di otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cer- na. Di mana selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan muntah setelah operasi dan radioterapi. Ondansetron memblok reseptor di gastrointestinal dan area postrema di CNS (Anderson et al., 2002). Gambar 1. Kerangka konsep UTOMO, et al./ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6 27 Penelitian ini merupakan penelitian ekperimen- tal yakni randomized clinical trial. Penelitian dilaku- kan di Instalasi Bedah Sentral dan Ruang Pulih Sadar Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Subjek penelitian adalah pasien yang akan melakukan pembedahan dengan anestesi umum dengan ktiteria: laki-laki atau perempuan usia 18- 45 tahun, ukuran kondisi fisik pasien prabedah ASA (American Society of Anesthesiologists) I atau II, bersedia menjadi sampel penelitian melalui proses informed consent dan BMI 30 kg.m -2 . Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah 30 pasien, 15 pasien pada kelompok akupunktur dan 15 pasien pada kelompok ondansetron. Gambar 3. Perbandingan Kejadian Mual Muntah dan Tidak Mual Muntah pada Kedua Kelompok Tabel 2. Data Umur dan Berat Badan Subjek Penelitian Tabel 3. Data ASA Subjek Penelitian Tabel 1. Data Jenis Kelamin Subjek Penelitian Gambar 2. Kerangka penelitian Data diolah dengan teknik analisis statistik yaitu menggunakan uji chi square dan uji t, dengan =0,05 / dalam tabel derajat kepercayaan 95%. HASIL-HASIL Hasil penelitian didapatkan jumlah penderita mual dan muntah untuk kelompok akupunktur sebanyak 1 orang (6.6%), sedangkan dari kelompok ondanse- tron sebanyak 2 orang (13.3%). Berarti efektivitas akupunktur dalam mencegah mual muntah sebesar 93.3% sedangkan kelompok ondansetron sebesar 86.6%. (lihat Gambar 3). Hasil penelitian meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, ASA, jarak waktu akupunktur dengan Dari data jenis kelamin subjek penelitian kedua kelompok tersebut, secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0.05). Dari data umur dan berat badan subjek peneliti- an kedua kelompok tersebut, secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0.05). Dari data ASA subjek penelitian kedua kelompok tersebut, secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0.05). anestesi, TDS, TDD, laju nadi subjek penelitian dan insiden mual muntah. JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009 28 Jarak waktu akupunktur dengan anestesi pada kelompok akupunktur 40% (6 orang) antara 10-20 menit, 60% (9 orang) antara 20 menit 60 menit. sebesar 93.3%, sedangkan kelompok ondansetron dapat menekan mual muntah sebesar 86.6 %. Perbedaan kemampuan ini setelah dianalisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok akupunktur dan ondansetron. Pada kelompok akupunktur ada 1 orang yang mengalami mual muntah. Mual muntah terjadi pada 30 menit pertama dengan operasi open reduction pada union fraktur clavicula sinistra dan post platting pada Tabel 5. Perbandingan Rerata TDS, TDD dan Laju Nadi antara 2 Kelompok Keterangan : TDS: Tekanan Darah Sistolik; TDD: Tekanan Darah Diastolik Dari Tabel 5, hasil analisis statistik menggunakan uji t untuk tekanan darah dan laju nadi, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p>0.05) pada perbandingan TDS, TDD dan Laju Nadi antara 2 kelompok perlakuan. PEMBAHASAN Pengamatan pada penelitian ini dibatasi hanya sampai 60 menit pascabedah, tidak 24 jam. Mengingat masa kerja akupunktur 6-8 jam dan masa kerja ondansetron 8 jam. Menurut Craigo (1996) kejadian mual muntah tertinggi pada 2 jam pertama postoperasi, selain itu juga disebabkan oleh kendala waktu dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian mual muntah pada kelompok akupunktur dan ondansetron hanya terjadi pada 30 menit pertama dan setelah itu tidak ditemukan lagi penderita yang mual dan muntah. Penderita mual muntah pada kelompok akupunktur ada 1 orang (6.6 %), sedangkan dari kelompok ondansetron ada 2 orang (13.3 %) (lihat gambar 3). Hasil dapat berarti bahwa efektivitas akupunktur PC-6 dalam menekan mual muntah pasien laki-laki berumur 18 tahun, berat badan 55 kg, dan ASA I. Pasien ini diakupunktur pukul 09,00- 09,20, anestesi dimulai pukul 09,45, operasi mulai pukul 09,55, akhir anestesi pukul 10,20, operasi selesai pukul 10,25, pulih sadar pukul 10,50, mual muntah pukul 11,15, pindah bangsal pukul 12,00. Operatornya adalah dokter spesialis bedah ortopedi. Tekanan darah preoperasi 110/73 mmHg dan laju nadi 80 x/menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-30 93/67 mmHg dan laju nadi 79 x/menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-60 107/71 mmHg dan laju nadi 83 x/menit. Terjadinya PONV dianalisis oleh karena hipotensi yang terjadi pada 30 menit pertama sehingga dapat menyebabkan terjadinya vagal reflek. Pada kelompok ondansetron ada 2 orang yang mengalami mual muntah. Keduanya terjadi pada 30 menit pertama, yang pertama dengan jenis operasi amputasi necrosis antebrachii sinistra, crush injury manus sinistra pada pasien laki-laki berumur 38 tahun, berat badan 80 kg, dan ASA II. Anestesi dimulai pukul 08,47, operasi mulai pukul 09,03, akhir anestesi pukul 10,10, operasi selesai pukul 10,15, pulih sadar pukul 10,45, mual muntah pukul 11,00, pindah bangsal pukul 11,50. Operatornya adalah PPDS bedah ortopedi. Tekanan darah preoperasi 137/87 mmHg dan laju nadi 98 x/menit. Tabel 4. Distribusi Jarak Waktu Akupunktur dengan Anestesi UTOMO, et al./ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6 29 Tekanan darah postoperasi menit ke-30 121/83 mmHg dan laju nadi 84 x/menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-60 130/86 mmHg dan laju nadi 88 x/menit. Terjadinya PONV dianalisis oleh karena pasien mengalami obesitas dan hipertensi. Di samping itu durasi operasi yang relatif lama yaitu 1 jam 12 menit dan manipulasi pembedahan yang berlebihan juga mempengaruhi kejadian PONV. Yang kedua dengan operasi open reduction pada closed fraktur humeri 1/3 medial sinistra pada pasien perempuan berumur 35 tahun, berat badan 70 kg, dan ASA II. Anestesi dimulai pukul 09,48, operasi mulai pukul 10,02, akhir anestesi pukul 11.11, operasi selesai pukul 11,15, pulih sadar pukul 11,40, mual muntah pukul 11,50, transfusi darah pukul 11,55, pindah bangsal pukul 12,50. Operatornya adalah PPDS bedah ortopedi. Tekanan darah preoperasi 131/85 mmHg dan laju nadi 103 x/ menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-30 108/ 68 mmHg dan laju nadi 97 x/menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-60 128/82 mmHg dan laju nadi 90 x/menit. Terjadinya PONV dianalisis oleh karena pasien adalah wanita serta mengalami obesitas, hipertensi, dan kecemasan yang ditandai dengan takikardi. Di samping itu durasi operasi yang relatif lama yaitu 1 jam 13 menit dan manipulasi pembedahan yang berlebihan juga mempengaruhi kejadian PONV. Akupunktur yang diduga lebih efektif daripada ondansetron dalam mencegah PONV, ternyata dalam penelitian ini tidak terbukti. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan chi square dapat diketahui bahwa harga x 2 < harga kritik 3.8 dengan taraf signifikansi 0.05, yaitu 0.370 untuk insiden PONV pada 30 menit pertama dan 0.000 untuk insiden PONV pada 30 menit kedua. Sehingga didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok akupunktur dan kelompok ondansetron dalam mencegah insiden PONV. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya jumlah sampel, jarak waktu antara akupunktur dengan anestesi yang bervariasi, operator dengan tingkat ketrampilan dan keahlian yang berbeda, jenis pembedahan, faktor psikologis dan kondisi medis pasien, masa puasa yang berbeda serta penggunaan obat anestesi yang sudah menjadi protokol dalam anestesi RSO Prof. Dr. R. Soeharso (misalnya dexamethason yang diberikan setelah operasi). Dari segi akupunktur, efektivitasnya dapat dipengaruhi oleh ketepatan menusukkan jarum pada titik yang digunakan serta lama menstimulus dengan listrik. Akupunktur tetap dapat diandalkan karena tidak adanya efek samping, walaupun dalam penelitian ini juga tidak ditemukan efek samping pada pemberian ondansetron intravena. Dengan adanya penelitian ini dapat diketahui bahwa efektivitas akupunktur PC-6 sebanding dengan ondansetron. Dengan dasar tersebut, akupunktur yang jarang atau bahkan belum pernah digunakan dalam mencegah insiden PONV, sekarang dapat dipercaya menggantikan ondansetron yang selama ini digunakan sebagai gold standard antiemetik. Untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan, akupunktur dan ondansetron dapat digunakan bersamaan dalam mencegah insiden PONV. Peralatan dan tindakan akupunktur bersifat ekonomis. Sekalipun harga elektrostimulator untuk akupunktur cukup tinggi, peralatan ini dapat dipakai berulang kali dan dengan perawatan yang baik dapat digunakan bertahun-tahun lamanya. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pemberian Akupunktur PC-6 tidak lebih efektif daripada Ondansetron 4 mg intravena dalam mencegah insiden PONV pada bedah ortopedi, sehingga hipotesis tidak terbukti. Hal ini berarti efektivitas akupunktur sebanding dengan ondanse- tron dalam mencegah insiden PONV pada bedah ortopedi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan efektivitas anti mual muntah yang lebih baik dengan pengamatan yang lebih lama (sampai 2 jam), jumlah sampel yang lebih banyak dan pada jenis pembedahan lain. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan meminimalkan variabel luar. Akupunktur dapat digunakan sebagai pengganti ondansetron dalam mencegah insiden PONV. DAFTAR PUSTAKA Ahmad W. P. (1993). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. 1 st ed. Jakarta : PT. Rajabrafindo Persada, p : 14. Anderson, Philip O., James E. Knoben, William G. Troutman. (2002). Handbook of Clinical Drug Data, p: 133. JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009 30 Anggraini DY. (2008). Sehat dengan akupunktur. Dokter Kita. Edisi 03 Tahun III Maret 2008, pp: 22-9. Craigo PA, (1996). Physiologic and Pharmacologic Bases of Anaesthesia; Williams and Wilkins. Philadelphia, USA. Dorland. (2000). Medical Dictionary. 29 th
ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company Inc, pp: 102-4. Farid R.M., Ramli M. (2005). Perbandingan Efektifitas Ondansetron dan Metoclopropamide dalam Menekan Mual Muntah Pascaoperasi pada Pembedahan Perut Bawah Kasus Ginekologi. The Indonesian Journal of Anaesthesiology and Criti- cal Care, 22 : 244. Goodman, Gilman. (2001). The Pharmacological Basics of Therapeutics. 10 th ed. Boston : Mc Grow, Hill, pp : 344-47. Guan-Yuan Jin. (2006). Contemporary Medical Acu- puncture. China : Higher Education Press, pp : 378-381. Guyton A. C., and Hall J.E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9 th ed. Jakarta : EGC, p : 167. Jacqueline F, White A. (1998). Medical Acupunture. In : Christine M. McMillan (eds). Acupuncture for Nausea and Vomiting. New York : Churchill Livingstone, pp : 295-314. John, L. (2005). Postoperative Nausea and Vomiting. The Virtual Anaesthesia Textbook, pp : 1-3. Karjadi W. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk pendidikan S1 kedokteran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, pp : 150-8. Katzung, B. (1995). Farmakologi Dasar dan Klinik. 6 th ed. Jakarta : EGC, pp : 411-2. Kovac, A. L. (2003). Prevention and Treatment of Postoperative Nausea. Medicine Abstrack, pp : 1-2. Langer, RA. (1998). Post-Operative Nausea and Vomiting. Anesthesia and Analgesia, 80 : 903- 9. Lasser, KE. (2002). Post-marketing Labeling Changes and Withdrawal of the Drug. Pharmacy News- letter, pp : 2215-2220. Lee A, Done ML. (1999). The Use of Nonpharmacologic Techniques to Prevent Post- operative Nausea and Vomiting: A Meta-Analy- sis. Anesthesia and Analgesia, 88:1362. Loadsman, J. (2005). Post Operative Nausea and Vomiting. The Virtual Anaesthesia Textbook, pp : 1-2. Mason, M. (2004). Acupuncture. Get The Fact Na- tional Center for Complementary and Alterna- tive Medicine, pp : 1-7. Mills, S. (2008). Akupunktur - Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok. http:// groups. google.co.id/group/budaya_ tionghoa. (18 Maret 2008). Mohamed H. Rahman, Beattie J. (2004). Post Op- erative Nausea and Vomiting. The Pharmaceu- tical Journal. 273 : 786-8. Muhardi. (1989). Anestesiologi : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, p: 23. Murbianto A, Redjeki IS, Wargahadibrata AH. (2006). Perbandingan Efektifitas Waktu Pemberian Ondansetron 0,1 mg/kg BB Intravena Sebelum Anestesi dengan Akhir Pembedahan untuk Pascabedah Fibroadenoma Mammae pada pasien Bedah Rawat Jalan. The Indonesian Jour- nal of Anaesthesiology and Critical Care, 22 : 224. Ouyang, H. (2004). Aliment Pharmacol Ther. Review Article: Therapeutic roles of Acupuncture in Func- tional Gastrointestinal Disorders. USA : Blackwell Pub- lishing Ltd, pp : 831-41. Philip, Beverly K., Ya-Ting Chen, Tong J. Gan, Larry Ma, Henry X. Hu. (2007). Post-Operative Nau- sea/Vomiting after High-Risk Ambulatory Sur- geries. Anesthesiology. San Francisco : American Society of Anesthesiologists, p : 107. Pranowo KT. (2006). Analisis Biaya dan Keefektivitasan Ondansetron dan Deksametasone dalam Mencegah Mual dan Muntah Pasca Bedah pada Bedah Rawat Jalan. Bag/SMF Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran UGM. Tesis. Rowbotham, D.J. (2005). Recent Advances in The Non-pharmacological Management of Postopera- tive Nausea and Vomiting. British Journal of Ana- UTOMO, et al./ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6 31 esthesia. UK : Oxford University Press, 95 (1) : 77-81. Saeeda Islam, P. N. Jain. (2004). Post Operative Nausea and Vomiting: A Review Article. Indian J. Anaesth. 48 (4) : 253-8. Samuels N. (2003). Acupuncture for Nausea: How It Works. http://www.annie appleseedproject. org/index.html. (16 Maret 2008). Saputra, K., Agustin Idayanti (eds). (2005). Akupunktur Dasar. 1 st ed. Surabaya : Airlangga University Press, pp : 1-19. Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia. 2 nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp : 554- 56. Sierpina, Victor S. (2005). Acupuncture: A Clinical Review. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, pp: 330-337. Silbernagl S., F. Lang. (2006). Color Atlas of Patho- physiology. Sttuttgart : Thieme. Stoelting, R. K., Miller R. D. (1994). Basic Of An- esthetic Practice. 3 rd ed. New York : Churchill Livingstone, pp : 8-9, 59-72, 114-25, 201-5, 215, 228-31, 497-8. Sulistia, G. G. (1998). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, pp : 109-47. Sunatrio S., Susanto A., Marsaban A. (2004). Granisetron 1 mg IV vs Ondansetron 4 mg un- tuk Pencegahan Mual dan Muntah Pascabedah Ginekologis dengan Anestesia Inhalasi. The In- donesian Journal of Anaesthesiology and Criti- cal Care, 22 : 244. Tatewaki, Makoto. (2004). Effects of Acupuncture on Vasopressin-induced Emesis in Conscious Dogs. AJP-Regulatory, Integrative, and Comparative Physi- ology. USA : American Physiological Society, pp: 401-8. Taufiqurahman A. (2003). Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten : CSGF. Tong, J., Meyer T., Apfel, Davies P. (2003). Consen- sus Guidelines for Managing Postoperative Nau- sea and Vomiting. Anesthesia Analgesia. Vol. 97. pp : 62-71. Weiss, DA. (2006). The Effect of General Anesthe- sia on Acupuncture: A Functional MRI Study. New Haven, CT : Department of Anesthesiol- ogy, Yale School of Medicine, pp : 1-45. White PF. (2000). Outpatient Anesthesia. In : Miller RD editor. Anesthesia. 5 th ed. New York : Churchill Livingstone Inc., 2218-35. Wilson, Linda. (2005). Current and Emerging An- tiemetic Therapies: Safety, Efficacy and Cost Consideration. West Conshohocken: Meniscus Limited. Wong, F. (2006). Perkumpulan Sehat dengan Akupunktur Indonesia. http:// www.persadaindo. com/index.htm. (21 Maret 2008).
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis