Disfagia atau kesulitan menelan makanan yang dimakan dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring atau esophagus. Disfagia janngan disalahtafsirkan dengan globus histerikus (perasaan adanya gumpalan dalam tenggorokan), yang dapat disebabkan oleh faktor dan dapat terjadi tanpa harus menelan. Disfagia terjadi pada gangguan non-esofagus yang disebabkan oleh penyakit otot atau neurologis. Penyakit-penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris keadaan ini memicu peningkatan risiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam trakea atau bronkus. Disfagia esophagus mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh motorik. Penyebab obstruksi adalah striktura esophagus dan tumor-tumor ekstrinsik dan intrinsic esophagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab motorik disfagia dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltic atau disfungsi sfingter bagian atas atau bawah. Gangguan motorik yang sering menimbulkan disfagia adalah akalasia, sekleroderma, dan spasme esophagus difus. Pirosis (nyeri ulu hati) adalah gejala lain dari penyakit esofagusyang sering terjadi. Pirosis ditandai oleh sensasi panas, terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium atas atau di belakang prosesus xifoideus dan menyebar keatas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esophagus bagian bawah, keduanya mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter esophagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia hiatus atau esofagitis. Nyeri ulu hati merupakan keluhan lazim selama kehamilan. Odinofagi didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat terjadi bersama dengan disfagi. Odinofagi dapat dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dada. Odinofagi dapat disebabkan oleh spasme esophagus akibat peregangan akut atau dapat terjadi sekunder akibat peradangan mukosa esophagus. Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut. Bedanya dengan muntah adalah karena regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai mual. Gangguan dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit. Regurgitasi tanpa tenaga ini cukup sering terjadi pada bayi akibat perkembangan sfingter esophagus bagian bawah tidak sempurna. Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya mencerminkan adanya inkompetensi sfingter esophagus bagian bawah dan kegagalan sfingter esophagus bagian atas untuk bertindak sebagai sawar regurgitasi. Water brash merupakan refleks hipersekresi saliva akibat adanya esofagitis peptic atau disfagia, dan tidak sama dengan regurgitasi. Water brash terjadi pada sekitar 15% dari waktu pada saat seseorang menderita disfagia (Lundquist,1998). Prosedur diagnostik Selain melakukan anamnesis atau pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostic khusus bermanfaat untuk mendeteksi pemyakit esophagus adalah pemeriksaan radiografi dengan barium, esofagoskopi disertai biopsy dan mungkin pemeriksaan sitologi, pemeriksaan manometrik atau motilitas, dan uji refluks asam. Pemeriksaan radiologi barium Pemeriksaan radiologis esophagus yang dilakukan secara rutin biasanya dikombinasikan dengan pemeriksaan radiologis lambung dan duodenum (rangkaian pemeriksaan radiologis gastrointrstinal bagian atas) menggunakan barium sulfat dalam cairan atau suspense krim yang ditelan. Mekanisme menelan dapat terlihat secara langsung dengan pemeriksaan fluroskopi, atau perekaman gambaran radiografik menggunakan teknik gambar bergerak (sineradiografi), bila dicurigai terdapat penyakit esophagus, ahli radiologi dapat meletakkan penderita dalam berbagai posisi untuk mengetahui perubahan bentuk dan fungsi yang lebih terperinci. Cara ini dapat mendeteksi berbagai kelainan antara lain tumor, polip, diverticulitis, striktura, hernia hiatus, varises esophagus yang besar, proses menelan yang tidak terkoordinasi, dan peristaltic yang lemah. Pemeriksaan MRI dan radiologis lainnya Pemeriksaan radiologis esophagus adalah dengan CT scan dan USG endoskopi. Pemeriksaan CT scan lebih disukai untuk mengevaluasi penebalan abnormal lesi esophagus dan untuk melihat anatomi pembuluh darah. Pemeriksaan USG endoskopi digunakan untuk pencitraan karsinoma esophagus dan untuk menilai derajat infiltrasi tumor sebelum operasi. Pemeriksaan MRI menghasilkan irisan tomografik yang tipis dan tidak menggunakan radiasi. Pemeriksaan MRI berguna untuk menentukan stadium keganasan esophagus; dan EKG Doppler dapat digunakan bersama dengan MRI untuk menilai aliran darah submukosa. Endoskopi yang disertai dengan penapisan sitologi (biopsy) adalah pemeriksaan utama untuk menegakkan diagnosis tumor esophagus. Esofagoskopi Inspeksi langsung pada mukosa esophagus merupakan tindakan yang penting dalam mendiagnosis gangguan esophagus. Alat serat-optik yang fleksibel membuat tindakan ini jauh lebih mudah dan lebih aman bagi penderita. Peradangan, tukak, tumor, dan varises esophagus dapat dilihat, difoto, dan dibiopsi. Bilasan sel dapat diperoleh untuk pemeriksaan sitologis yang dapat menegakkan diagnosis karsinoma esophagus dengan sangat akurat. Infeksi, seperti helibacter pylori (H. pylori) dapat terdiagnosis melalui pemeriksaan serologi noninvasive dan uji napas urea (Kandel, 2000). Persiapan esofagoskopi terdiri atas puasa selama enam jam dan berbagai bentuk premedikasi yaitu penyemprotan tenggorokan dengan anestesi lokal. Pemeriksaan endoskopi esophagus, lambung, dan duodenum sering digabungkan dalam satu pemeriksaan. Pemeriksaan motilitas Fungsi motorik esophagus dapat diperiksa dengan menggunakan kateter peka-tekanan atau balon mini yang diletakkan dalam lambung dan kemudian dinaikkan kembali. Tekanan kemudian ditransmisi ke transduser yang diletakkan diluar tubuh penderita. Pengukuran perubahan tekanan dalam esophagus dan lambung pada saat istirahat dan selama menelan sangat menambah pengertian aktivitas esophagus pada keadaan sehat dan sakit. Pemeriksaan motilitas esophagus bermanfaat dalam menegakkan diagnosis akalasia, spasme esophagus difus, scleroderma, dan gangguan motorik esophagus lainnya. Uji refluks asam Uji perforasi asam (tes Bernstein) digunakan untuk membedakan antara nyeri dada yang berasal dari jantung dengan nyeri dada akibat spasme esophagus yang disebabkan oleh asam, karena gejala kedua gangguan ini dapat identik. Pada uji perfusi asam, asam hidroklorat (HCI) 0,1 N diteteskan melalui kateter dengan kecepatan 6 sampai 15 ml/menit kedalam esophagus distal (kadar HCI sama dengan asam lambung normal). Bila pasien mengalami nyeri esophagus atau ulu hati, maka hasil pemeriksaan ini positif. nyeri yang menghilang cepat dengan pemberian larutan alkali atau netral memastikan bahwa mukosa esophagus merupakan asal timbulnya nyeri yang diinduksi oleh asam. Penyakit yang paling sering ditemukan bila hasil uji ini positif adalah esofagitis refluks, tetapi setiap penyakit yang menyebabkan terputusnya kontinuitas mukosa esophagus dapat menyebabkan uji ini menjadi positif. Penderita nyeri dada yang berasal dari jantung tidak dapat membedakan antara larutan garam dan perfusi asam. Uji refluks lain adalah dengan memantau pH esophagus, hal ini dilakukan untuk mendeteksi refluks barium dari lambung ke dalam esophagus, dan observasi fluoroskopi esophagus saat menelan campuran asam klorida dan barium untuk mendeteksi gangguan aktivitas peristaltik sesaat. Semua pemeriksaan untuk mengetahui adanya refluks asam ini dapat memberi hasil positif palsu dan negative palsu; sehingga digunakan gabungan dua pemeriksaan atau lebih untuk mendiagnosis kasus-kasus yang sulit. Gangguan motilitas esophagus Akalasia Akalasia (dahulu disebut sebagai kardiospasme) adalah gangguan hipomotilitas yang jarang terjadi. Gangguan ini ditandai oleh peristaltic korpus esophagus yang lemah dan tidak teratur atau aperistaltik, meningkatnya tekanan esophagus bagian bawah, dan kegagalan sfingter esophagus bagian bawah untuk berelaksasi secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan tertimbun dalam esophagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan secara perlahan seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik. Korpus esophagus kehilangan tonusnya dan dapat sangat melebar. Etiologi pasti akalasia tidak diketahui, tetapi bukti yang ada menunjukkan bahwa degenerasi pleksus Auerbach menyebabkan hilangnya control neurologi. Sebagai akibatnya, gelombang peristaltic primer tidak mencapai sfingter esophagus bagian bawah untuk merangsang relaksasi. Akalasia primer idiopatik merupakan kasusu akalasia yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat. Akalasia sekunder dapat disebabkan oleh karsinoma lambung yang menginvasi esophagus melalui radiasi dan toksin atau obat-obat tertentu. Akalasia lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Timbulnya secara perlahan, dan gejala yang paling mencolok adalah disfagi terhadap makanan cair dan padat. Makanan dapat terhenti oleh dorongan regurgitasi. Regurgitasi pada malam hari dapat mengakibatkan terjadinya aspirasi, infeksi paru kronis, atau kematian mendadak. Stasis makanan dalam esophagus dapat menyebabkan terjadinya peradangan, erosi, dan pada beberapa kasus menyebabkan terjadinya kanker esophagus, walaupun biasanya keadaan ini merupakan komplikasi lanjut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran radiogram yang khas. Bila barium tertelan, gelombang peristaltic tampak lemah dan penumpukan barium pada esophagus bagian distal memberikan gambaran corong. Pemberian obat kolinergik atau parasimpatomimetik dalam dosis rendah menyebabkan terjadinya kontraksi dan pengosongan nyata pada esophagus dan memastikan diagnosis ini. Pemeriksaan motilitas esophagus mungkin bermanfaat untuk diagnosis dini akalasia. Pengukuran manometrik pada pemeriksaan ini menunjukkan bahwa sfingter esophagus bagian bawah gagal mengadakan relaksasi pada waktu menelan. Tekanan sfingter esophagus bagian bawah pada saat istirahat biasanya meningkat (35 mmHg dibandingkan dengan tekanan normal 15-30 mmHg). Pengobatan akalasia bersifat paliatif, yaitu perbaikan obstruksi esophagus bagian bawah. Tidak terdapat cara untuk memperbaiki peristaltic normal korpus esophagus. Dua bentuk terapi yang efektif menghilangkan gejala adalah dilatasi sfingter esophagus bagian bawah dan esofagomiotomi. Dilatasi dapat dilakukan dengan memasukkan tabung berisi air raksa yang disebut bougie (prosedurnya disebut bougienage), atau yang lebih lazim, dilatasi dengan kantong pneumatic yang diletakkan pada daerah sfingter esophagus bagian bawah dan ditiup dengan kuat. Bila dilatasi gagal menghilangkan gejala ini, dapat dilakukan pembedahan. Pembedahan yang paling sering dilakukan pada akalasia atau striktur esophagus adalah esofagomiotomi Heller, yaitu pembelahan serabut-serabut otot perbatasan esophagus-lambung. Piloroplasti (pelebaran pintu keluar lambung) sering dilakukan bersamaan agar dapat mengosongkan isi lambung dengan cepat dan mencegah refluks ke dalam esophagus. Terapi obat biasanya dicadangkan bagi penderita yang dianggap tidak cocok menjalani dilatasi pneumatic maupun pembedahan. Isosorbid (nitrat kerja lama) dan nifedipin (antagonis kalsium) menurunkan tekanan esophagus bagian bawah dan cukup berhasil digunakan untuk mengobati akalasia. Tindakan lain yang membantu mengurangi gejala adalah makan secara perlahan dan menghindari alcohol serta makanan panas, dingin, atau pedas. Penderita sebaiknya dianjurkan tidur dengan kepala terangkat untuk menghindari terjadinya aspirasi. Spasme esophagus difus Spasme esophagus difus merupakan keadaan yang sering terjadi dan dirikan dengan kontraksi esophagus yang tidak terkoordinasi, non-propulsif (peristaltic tersier) dan timbul bila menelan. Kelainan ini terutama mencolok pada duapertiga bawah organ, tetapi dapat menyerang seluruh esophagus. Kedua sfingter bekerja normal. Spasme esophagus difus merupakan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien berusia tua. Gangguan motilitas yang sama dapat timbul akibat esofagitis refluks atau obstruksi esophagus bagian bawah, misalnya pada karsinoma (biasanya- hasil pemeriksaan manometrik pada karsinoma stadium dini adalah normal). Spasme esophagus difus primer biasanya terjadi pada pasien berusia diatas 50 tahun. Respons menelan nonperistaltik sering temukan pada pemeriksaan radiologis dengan barium, dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran radiologisnya dengan bertambahnya usia. Gambaran radiologisnya disebut corkscrew esophagus (esophagus pembuka botol),rosary bead esophagus (esophagus tasbih), curling (keriting) dan berbagai sebutan lain yang biasanya tidak banyak memiliki arti klinis. Dasar patogenik spasme difus hanya diketahui sedikit. Spasme dapat mewakili degenerasi neuron lokal (karena beberapa penderita memberi respons yang positif terhadap obat kolinergik) seperti pada akalasia. Spasme esophagus difus primer biasanya bersifat asimptomatis, tetapi pada beberapa kasus, kontraksi dapat menimbulkan gejala. Gejala yang paling sering timbul adalah disfagi intermiten dan odinofagi, yang diperberat oleh menelan makanan dingin, bolus yang besar, dan ketegangan saraf. Bila terdapat nyeri dada intermiten, spasme esophagus difus mungkin disalahtafsirkan sebagai angina pectoris, khususnya bila gejala tidak berkaitan dengan makan. Yang membuat keadaan ini lebih membingungkan adalah hilangnya rasa nyeri akibat spasme bila diberi nitrogliserin. Akibatnya, beberapa penderita spasme esophagus difus salah didiagnosis sebagai penyakit jantung. Pemeriksaan motilitas memperlihatkan pola kontraksi nonperistaltik hipermotil, yang akan membantu menegakkan diagnosis. Pengobatan terdiri atas manipulasi diet (makan sedikit dan hindari makanan dingin), antasida, sedative, dan nitrogliserin untuk menghilangkan spasme. Bila gejala menetap dan menyusahkan, dapat dianjurkan dilatasi esophagus. Sebagai usaha terakhir, dapat dilakukan miotomi longitudinal esophagus distal. Skleroderma Disfungsi motorik esophagus terjadi pada lebih dari duapertiga penderita scleroderma system progresif (skleroderma). Dasar kelainan pada saluran gastrointestinal adalah atrofi otot polos bagian bawah esophagus. Diagnosis dapat diduga melalui pemeriksaan radiografik dengan barium, tetapi baru dipastikan setelah dilakukan gambaran manometrik. Tanda khas penyakit ini adalah adanya aperistaltik atau peristaltic yang melemah pada setengah sampai duapertiga distal esophagus, serta berkurangnya tekanan sfingter esophagus bagian distal. Inkompetensi sfingter esophagus distal sering menyebabkan terjadinya esofagitis refluks dengan menyebabkan terjadinya esofagitis refluks dengan pembentukan striktur pada esophagus bagian bawah. Walaupun refluks gastroesofagus dan esofagitis sering terjadi pada scleroderma, nyeri ulu hati bukanlah gejala yang sering ditemukan. Disfagi adalah gejala yang mencolok bila esofagitis mengakibatkan pembentukan striktur. Esofagitis Peradangan mukosa esophagus dapat bersifat akut atau kronis, dan dijumpai dalam berbagai keadaan termasuk dalam gangguan motilitas. Suatu jenis esofagitis yang tidak berbahaya dapat terjadi setelah menelan cairan panas. Sensasi panas substernal biasanya terjadi dalam waktu singkat dan dikaitkan dengan edema superficial dan esofagospasme. Bentuk esofagitis yang paling sering dijumpai disebabkan oleh refluks asam lambung, yang sering terjadi bersamaan dengan hernia hiatus. Disamping itu, terdapat pula esofagitis yang dapat menular, yaitu yang disebabkan oleh Candida albicans (sariawan), virus herpes simpleks, virus varisela-zoster, sitomegalovirus (hanya mengenai pasien gangguan imun), human immunodeficiency virus (HIV), dan helicobacter pylori. Esofagitis yang dapat menular (infeksius) lazim terjadi pada penderita imunodefisiensi berat, seperti pada sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS). Bentuk esofagitis berat yang akut dapat terjadi setelah menelan basa atau asam kuat. Basa kuat sering ditemukan pada sebagian besar rumah tangga dalam bentuk cairan pembersih, bila terminum akan menyebabkan terjadinya nekrosis kolikuativa berat pada mukosa. Terminumnya zat ini secara kebetulan paling sering terjadi pada anak kecil, tetapi kadang-kadang zat ini digunakan dalam percobaan bunuh diri. Gejala-gejala yang segera timbu adalah odinofagi berat, demam, keracunan dan kemungkinan perforasi esophagus disertai infeksi mediastinum dan kematian. Efek jangka panjang pada pasien adalah terbentuknya jaringan parut dan striktur esophagus yang memerlukan dilatasi periodic dengan bougie selama sisa hidupnya. Pengobatan harus cepat dan intensif, antara lain pemberian antibiotic, steroid, cairan intravena, dan kemungkinan pembedahan. Pada penderita cedera kaustik tidak boleh diinduksi terjadinya muntah sebagai penanganan kedaruratan, karena tindakan ini akan kembali melukai esophagus dan orofaring. Esofagitis refluks kronis dan hernia hiatus Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfingter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur. Esofagitis refluks kronis sering dihubungkan dengan hernia hiatus. Terdapat sedikit hubungan antara beratnya gejala dengan beratnya derajat esofagitis. Sebagian penderita nyeri ulu hati hanya memiliki sedikit bukti adanya esofagitis, sementara penderita lain dengan refluks kronis bisa saja asimptomatis sampai terbentuk striktur. Pasien berusia lebih dari 40 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati selama 10 tahun, sebaiknya dipertimbangkan untuk menjalani pemeriksaan esofagoskopi untuk mendeteksi adanya esophagus Barrett. Esophagus Barret adalah penggantian progresif mukosa berepitel gepeng bagian distal yang tererosi dengan epitel melaplastik, yang lebih tahan terhadap digesti peptikum. Epitel metaplastik lebih cenderung mengalami transformasi maligna dan karsinoma esophagus. Mekanisme pencegahan refluks Mekanismenya biasanya untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esophagus. Daerah perbatasan gastro-esofagus yang bertekanan tinggi (atau sfingter esophagus bagian bawah) mungkin merupakan mekanisme terpenting yang mencegah terjadinya refluks. Tonus sfingter ini tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai obat tetapi juga oleh pengaruh hormonal seperti gastrin dan sekretin, yang berperan sangat penting dalam mempertahankan integritas sfingter. Seberapa pentingnya peranan konfigurasi anatomic perbatasan esofagogastrik masih belum diketahui. Sudut lancip antara esophagus dan lambung mungkin merupakan mekanisme penting dalam pencegahan refluks, karena membentuk susunan seperti katup dengan penutup yang mencegah regurgitasi. Diduga juga bahwa segmen pendek esophagus dibawah diafragma dipertahankan tertutup oleh tekanan intra-abdominal. Pergeseran letak segmen bawah esophagus ke dalam dada seperti yang terjadi pada hernia hiatus akan menghilangkan sawar refluks dan dapat menerangkan hubungan antara hernia hiatus dengan refluks esofagitis. Meskipun demikian, peranan hernia hiatus sliding dianggap tidak sepenting seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Hernia hiatus Hernia hiatus didefinisikan sebagai herniasi bagian lambung ke dalam dada melalui hiatus esophagus diafragma. Terdapat 2 jenis hernia hiatus yang sangat berbeda. Bentuk paling sering adalah hernia hiatus direk (sliding), dengan perbatasan lambung-esofagus yang tergeser ke dalam rongga toraks, terutama bila penderita berada pada posisi berbaring. Kompetensi sfingter esophagus bagian bawah dapat rusak dan menyebabkan terjadinya esofagitis refluks. Kelainan ini sering bersifat asimptomatik dan ditemukan secara kebetulan sewaktu pemeriksaan untuk mencari penyebab berbagai gangguan epigastrium, atau pada waktu pemeriksaan rutin dengan radiografi saluran gastrointestinal. Pada hernia hiatus paraesofageal (rolling), bagian fundus lambung menggulung melewati hiatus,dan perbatasan gastro-esofagus tetap[ berada di bawah diafragma. Tidak dijumpai adanya insufisiensi mekanisme sfingter esophagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi esofagitis refluks. Penyulit- utama hernia para-esofageal adalah strangulasi. Diagnosis hernia hiatus sliding dan rolling ditegakkan melalui pemeriksaan radiogram atau endoskopi. Pertanyaan klinis yang penting adalah apakah terjadi refluks esophagus, karena keadaan ini menyebabkan terjadinya hal-hal yang serius yaitu esofagitis disertai tukak dan striktur, asam, dan pneumonia aspirasi.