Sunteți pe pagina 1din 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya membrane anus
sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total, kadangkala sebuah lubang sempit masih
memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan
kulit perineum, keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.
1


Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani
didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.
2,3

Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. Presentase kejadian pada laki-laki adalah 58% dan pada
perempuan 42%.
4
20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula
antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.
3









TINJAUAN PUSTAKA
ATRESIA ANI
A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis
rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
1

B. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah antara 1 : 3300
dan 1 : 5000 kelahiran.
5
Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada
laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak
ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan,
jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti
fistula rektovestibular dan fistula perineal.
3
Kondisi ini juga sering terjadi di beberapa area
seperti Afrika, dimana terjadi tingkat fertilitas yang tinggi dan disertai dengan malnutrisi dan
perawatan antenatal yang buruk.
6
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester
menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan
dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.
7


C. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir tanpa lubang
dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke-4
hingga ke-6 usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi
meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal
yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam
5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi
anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari 3 bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi
anorektal bersifat multigenik.
9

e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan
kongenital saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Sindrom Currorino, dimana terjadi karena mutasi gen HLXB9 pada kormosom
lokus 7q39.
5

c. Kelainan sistem pencernaan.
d. Kelainan sistem pekemihan.
e. Kelainan tulang belakang

D. Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut
akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian
duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian
duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum.
Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari
endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak
rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital.
Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.
1



Fungsi fisiologi anorectal
1. Motilitas kolon
a. Absorbsi cairan
b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum
2. Fungsi defekasi
a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi

E. Klasifikasi
1. Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan
dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula
ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresis
pontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread
a. Jenis Kelamin Laki-laki
Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang
kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada
atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
- Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya terletak
lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di
bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi
definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan
terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi.
2,3,2


Gambar 1. Malformasi anorektal pada laki-laki
11

b. Jenis Kelamin Perempuan
Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus
urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak
sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai
terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan
colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi
mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus
segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi


Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan
11

F. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinarius dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara minggu ke-7 dan ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga
dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses yang mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju kevesika urinaria atau ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula
menuju keuretra (rektouretralis).

G. Manifestasi Klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa:
8

1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai
dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah
dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak
dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra
dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.
12

Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas
yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak
abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan
itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
seperti kelainan kardiovaskuler.
2

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi
anorektal adalah:
2,3,13

1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang
paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum
(1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi
anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan
malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal
letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul
bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal
abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).
3

H. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:
1

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke
daerah yang melebar.
Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran mikrokolon
pada Hirschsprung segen panjang.
b. Biopsi hisap rektum
Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel
ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf
yang menebal.
Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:
1

a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti
(PSARP) tanpa kolostomi
Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih
dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran
rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut
letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan
rektoperinealis.
1

b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP (Posterio
Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit
dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit
dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto
abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis
(kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest
position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila
terdapat fistula lakukan fistulografi.
1

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan
gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan
klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan
termometer melalui anus.
3,8

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam
pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi
struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan
intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum.
Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi
anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.
9

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot
perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak
tinggi dan harus dilakukan colostomy.
9

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak
rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat
pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).
9

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak
menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries
pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus
levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
1

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan
pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
1

Leape (1987) menganjurkan pada:
1

1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah
4 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital
anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.
1


Penatalaksanaan malformasi anorektal
14


Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki
14

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada 95%
kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan malformasi
anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.
3

Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan
12


Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan
12

Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi
tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari
PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP,
laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian
distal. Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.
3


J. Prognosis
Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca bedah seperti
kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi.
























DAFTAR PUSTAKA


1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 21 April 2003].
2. Grosfeld J, ONeill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia:
Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery
Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
4. Arensman RM, Bambini DA, Almond PS. 2000. Pediatric Surgery. Texas: Landes
Bioscience
5. Rintala RJ. 2009. Congenital Anorectal Malformation: Anything New ?. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. Vol 48.
6. Newborn Management of Anorectal Malformation. 2009. Available online at
http://www.ptolemy.ca/members/current/Newborn%20Anorectal%20Malformations/
[diakses tanggal 21 April 2013]
7. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated
Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=pdf [diakses 21
April 2013]
8. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses 21
April 2013]
9. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33.
http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 21 April 2013]
10. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery
Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
11. Anonim. Anorectal Malformation A parents Guide. Departement of Paediatric Surgery
Starship Hospital Auckland, 2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf [diakses 21 April
2013]
12. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalformation
[diakses 3 November 2012]
13. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal
Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-154
http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 21 April 2013]
14. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

S-ar putea să vă placă și