Sunteți pe pagina 1din 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN

1
2

BAB II: LAPORAN KASUS

BAB III: PEMBAHASAN


A. Hipotesis
B. Anamnesis yang Perlu Ditanyakan
C. Hasil Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
D. Pemeriksaan Penunjang
E. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
F. Penatalaksanaan
G. Komplikasi
H. Prognosis

6
6
7
8
8
9
10
10

BAB IV: TINJAUAN PUSTAKA

11

BAB V: KESIMPULAN

25

DAFTAR PUSTAKA

26

BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah organ penglihatan., suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks yang
dapat menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Kelainan pada konjungtiva dan
1

kornea sering menjadi penyebab timbulnya gejala mata. Permukaan mata secara reguler
terpajan lingkungan luar dan mudah mengalami infeksi, trauma dan reaksi alergi yang
merupakan sebagian besar penyebab penyakit pada jaringan ini. Sebagian kecil disebabkan
oleh abnormalitas degeneratif dan struktural.

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Sklera pada mata
nomal berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul
tenon yang tipis dan tembus sinar. Sekret hanya dapat dikeluarkan oleh epitel yang
mempunyai sel lendir atau pada sel goblet konjungtiva. Bila terdapat keluhan sekret yang
berlebihan oleh penderita, hal ni menunjukkan terjadi kelainan pada konjungtiva. Biasanya
kelainan ini berupa radang konjungtiva atau konjungtivitis.

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Penyebab konjungtivitis
antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. Pada
konjungtivitis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah. Penyakit ini dapat
menyerang semua umur. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh
bakteri dan virus. Penularan terjadi melalui sekret penderita misalnya ketika seorang yang
sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh
penderita tersebut. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga
yang memerlukan pengobatan.
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium
akan berwarna merah. Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar

matahari, dan udara yang panas. Tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Insiden tinggi pada umur antara
20-49 tahun. Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur
tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok,
pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar rumah.

BAB II
LAPORAN KASUS
Kasus : Seorang Pria dengan Kemerahan pada Kedua Matanya
Sesi I
3

Seorang pria usia 35 tahun dengan keluhan adanya kemerahan pada kedua matanya,
sejak 3 hari yang lalu. Kemerahan merata pada kedua mata, namun mata kanan terasa lebih
mengganjal. Buram disangkal.
Identitas :
Nama :Tn.Joni
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan :nelayan
Status :menikah
Alamat : kampung batas ,cengkareng
Pasien datang dengan keluhan merah pada kedua matanya sejak 3 hari yang lalu.
Merah tampak merata pada kedua mata. Kotoran mata (+) berwarna kekuningan dan pasien
mengeluh terganggu dengan kotoran matanya. Bengkak tampak pada kedua mata. Mata kanan
terasa lebih mengganjal karena sebelumnya telah terdapat selaput dan sekarang selaput
tersebut juga ikut merah. Gatal dikeluhkan namun tidak terlalu gatal, air mata tidak terlalu
banyak keluar. Silau disangkal pasien. Mata juga tidak sakit atau buram. Tidak ada riwayat
sakit flu (demam,batuk,pilek) sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi demikian juga
keluarganya. Dahulu belum pernah sakit seperti ini, namun sejak beberapa tahun yang lalu
memang ada selaput putih di pojok mata kanan.
Sesi II
Hasil pemeriksaan fisik :
Status generalis :
Keadaan umum : baik,compos mentis
Tanda vital : suhu : 36,5oC ; TD : 120/80 ; RR:18x/menit ; Nadi: 76X/menit
Pemeriksaan thorax,abdomen dan extremitas : dalam batas normal
Status lokalis :
Tajam penglihatan

: 6/6
4

Tekanan intar okular : 17mmHg


Palpebra

: edema ringan; sekret (+)

Konjungtiva bulbi

:
OD : terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan
puncak dilimbus, hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+)
OS : injeksi konjungtiva (+)

Kornea

: jernih

Kamera okuli anterior

: dalam

Iris dan pupil

: bulat, sentral, reflek cahaya (+)

Lensa

: jernih

Vitreus

: jernih

Funduskopi

: papil bulat; batas tegas; CDR 0,3; aa/vv 2/3 , refleks makula
(+) ; retina baik

Pemeriksaan penunjang :
Pewarnaan gram terhadap air mata dan sekret mata : sel batang dan segmen (+)

BAB III
PEMBAHASAN

A. Daftar Masalah dan Hipotesis


5

Dari beberapa masalah yang didapatkan, kelompok kami mencoba mengambil


beberapa hipotesis sebagai berikut.
Daftar Masalah

Hipotesis

Kemerahan pada kedua mata

Seluruh: konjungtivitis virus, bakteri, alergi


Sebagian:

episkleritis,

subkonjungtiva<

pterigium,

perdarahan
penguekulitis,

konjungtivitis flikten
Mata kanan lebih mengganjal

Hordeolum, pterigium, penguekulitis

Kotoran mata (+) kekuningan >>

Konjungtivitis bacteria

Mata kanan terdapat selaput

Pterigium

B. Anamnesis yang Perlu Ditanyakan


Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan adalah :
Riwayat penyakit sekarang
-

Apakah terasa sakit ?


Apakah terdapat silau?
Apakah sering keluar air mata? Berapa banyak?
Apakah terdapat sekret?
Apakah terasa gatal?
Apakah terdapat keluhan lain seperti sakit teggorokan, demam, batuk, pilek?

Riwayat penyakit dahulu


-

Apakah terdapat riwayat sistemik seperti DM, hipertensi?


Apakah terdapat riwayat trauma?
Pengobatan apa yang sudah dilakukan?

Riwayat keluarga
-

Apakah terdapat anggota keluarga/lingkungan sekitar yang memiliki keluhan yang


sama?

Riwayat kebiasaan
6

Apakah pekerjaan pasien mengharuskan pasien terus terpajan sinar matahari dan
debu ?

C. Hasil Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan keterangan lebih lanjut bahwa :

Status generalis : Keadaan umum : baik, composmentis


Tanda Vital:
T.D : 120/80 mmHg

Normal
(N < 120/80)
Nadi : 76x per menit

Normal
(N = 60-90)
Suhu : 36,5C

Normal
(N = 36,5 37,2)
Pernafasan : 18x per menit
Normal
(N = 16 - 20)

Pemeriksaam Thorak, Abdomen, dan Ekstremitas : dbn

Kesimpulan : tidak ada kelainan sistemik pada pasien


Pemeriksaan oftalmologi ODS

Tajam Penglihatan / Visus

: 6/6

Normal

(N = 6/6)

Tekanan Intra Okular

: 17 mmHg

Normal

(N = 15 20)

Palpebra

: Edema Ringan dan Sekret (+)

Menunjukkan adanya reaksi inflamasi pada konjungtiva , dan terjadi penumpukan


eksudat di jaringan longgar sehingga palpebra tampak membengkak, begitupun
dengan adanya secret (+) yang menandakan adanya injeksi konjungtiva ditambah
dengan bukti adanya mata yang merah.

Konjungtiva bulbi
- OD:
terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak di limbus
(mengarahkan pasien mengalami pterigium)
Hiperemis (+) (kemungkinan dikarenakan pelebaran pembuluh darah atau pembuluh
darah yang pecah)
Injeksi konjungtiva (+)

(adanya pelebaran pembuluh darah arteri konjungtiva

posterior, mengarahkan pasien menglamai konjuntivitis)


-

OS

: Injeksi konjungtiva (+)

(adanya pelebaran pembuluh darah arteri

konjungtiva posterior, mengarahkan pasien menglamai konjuntivitis)

Kornea

: Jernih (normal)
7

Kamera okuli Anterior :dalam (normal


Iris dan Pupil
: bulat, sentral, reflek cahaya (+) (normal)
Lensa
: Jernih (normal)
Vitreus
: Jernih (normal)
Funduskopi
: Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3(0,3-0,5), aa/vv 2/3, reflek
macula (+), retina baik (normal)

D. Pemeriksaan Penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
Pewarnaan gram terhadap air mata + secret mata : sel batang dan segmen (+)
(menandakan pasien secret dan air mata pasien tersebut terinfeksi bakteri tapi untuk
menentukan jenis bakterinya kita perlu melakukan kultur air mata)
E. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka kami
menetapkan diagnosis pada pasien ini adalah KONJUNGTIVITIS BAKTERI AKUT ODS
dan PTERIGIUM OD. Diagnosis konjungtivitis ditegakkan dengan adanya mata merah
karena injeksi konjungtiva dengan visus normal, edema kelopak dan bersekret. Selain itu
ditemukannya sel batang dan segmen pada pewarnaan gram menunjukkan bahwa
konjungtivitis pada pasien disebabkan karena bakteri. Pterigium pada okuli dekstra didukung
dengan adanya jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga berpuncak di limbus.
DD :

Konjungtivitis Viral
Diagnosis banding konjungtivitis viral ini ada karena gejala awal dari pasien dengan
keluhan mata merah, namun ketika dilakukan pmeriksaan fisik dan penunjang tidak
ditemukan tanda dari infeksi virus seperti demam tinggi dan juga dari secret air mata
juga hasil pemeriksaan penunjang yang ditemukan adalah sel batang dan segmen yang

menunjukan infeksi bakteri.


Pseudopterigium
Perbedaan dengan pterigium

adalah

adanya

riwayat

ulkus

kornea

pada

pseudopterigium dan juga bentuk dan warna pada mata yang berbeda, dan ditemukan
celah selaput dari pseudopterigium namun pada pasien tidak ditemukan.
G. Penatalaksanaan

Konjungtivitis bakterial akut1

Pterigium2

Medikamentosa

Medikamentosa

Pemberian antibiotic tunggal dalam


bentuk tetes mata tiap jam atau salep
mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila
dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum
tidur diberi salep mata (sulfasetamid
10-15% atau khloramfenikol)

Pengobatan pterigium dilakukan


dengan pembedahan tetapi mengingat
pterigium yang di alami pasien ini
hanya mencapai puncak limbus dan
tidak ditemukan penurunan visus,
maka pembedahan tidak dilakukan.
Diberikan steroid atau dekongestan
yang berfungsi untuk menghilangkan
radang atau hiperemis (+) pada pasien
ini.
Nonmedikamentosa

Non medikamentosa

Dianjurkan
untuk
selalu
membersihkan mata dari secret

Lindungi mata dengan kacamata


pelindung untuk menghindar dari
sinar matahari, debu, dan udara kering
Jaga
kebersihan
mata
karena
pterigium mudah terjadi iritasi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini antara lain adalah 3:

Astigmatisma
Konjungtivitis Kronis
Obstruksi Ductus Nasolacrimal
Kerato-konjungtivitis
Blefaritis marginal kronik
sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali pada pasien sangat muda yang
bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat mengikuti konjungtivitis
pseudomembranosa dan membranosa, dan pada kasus tertentu diikuti oleh ulserasi
kornea dan perforasi, lalu menjadi endoftalmitis dan dapat mengarah kepada kebutaan.

I. Prognosis
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sannationam : dubia ad malam


9

karena pterygium dapat kambuh kembali apabila terus-terusan mendapat pajanan dengan
mengingat pekerjaan pasien ini sebagai nelayan

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
1.1 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea4
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa
kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar
lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
10

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. Membran ini berisi banyak pembuluh darah
dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Perdarahan konjungtiva meliputi5:
- Arteri konjungtiva posterior memperdarahi konjungtiva bulbi
- Arteri siliar anterior (episklera) percabangannya yaitu A. episklera (masuk ke dalam bola
mata, bergabung dengan A. siliar posterior membentuk pleksus/ arteri
sirkular mayor untuk memperdarahi iris dan badan siliar, sedangkan bagian
A. episklera yang terletak diatas sklera memperdarahi bola mata) dan A.
perikornea (memperdarahi kornea).
Pelebaran dari arteri-arteri di atas dapat menyebabkan mata merah.6
Asal

Injeksi konjungtiva I.siliar (perikorneal) I. episkleral


A.
konjungtiva A. siliar longus
A. siliar

Memperdarahi

posterior
Konjungtiva bulbi

Kornea

Warna
Arah aliran
Konjungtiva

Merah
Ke perifer
Ikut bergerak

anterior
Ungu
Ke sentral
Tidak bergerak

Merah gelap
Ke perifer
Tidak bergerak

digerakkan
Dengan efinefrin
Kelainan

Menciut
Konjungtiva

Tidak menciut
Kornea/iris

Tidak menciut
Glaukoma,

Sekret
Penglihatan

+
Norm al

Menurun

endoftalmitis
Sangat turun

segmen Intraokular

1.2 Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya,


dan merupakan jaringan penutup bola mata bagian anterior. Kornea dipersarafi oleh banyak
saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane
11

bowman melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
edema kornea. Kornea merupakan tempat pembiasan sinar terkuat, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

1.3 Apparatus lakrimalis

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah


temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
- Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero
superior rongga orbita.
- Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak dibagian depan rongga orbita.
Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus
inferior.
Aliran air mata adalah sebagi berikut, membasahi permukaan anterior bola mata punktum
lakrimale kanalikuli lakrimalis sakus lakrimalis duktus nasolakrimalis meatus inferior.
2. Histologi
2.1 Kornea

12

Merupakan 1/6 bagian anterior bola mata, jernih, transparan, permukaannya halus, di
tengah tebalnya 0,7-0,8 mm, sedangkan di tepi 1,1 mm, sedikit lebih tebal daripada sklera.
Secara histologis terbagi menjadi 5 lapisan yaitu 7:
Epitel kornea, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terdiri atas 5-6 lapis sel-sel yang
mempunyai daya regenerasi sanagat baik. Stratum basale tampak gambaran mitosis, sel
mengalami pergantian sekitar 7 hari. Epitel kornea mendapat ujung bebas saraf sensoris N.V
terbanyak dibanding bagian mata lain sehingga sangat sensitif.
Membrana Bowman, lapisan homogen pucat. Terdiri atas fibrin kolagen halus dan tidak
terdapat sel atau serat elastin. Berfungsi memberi stabilitas dan kekuatan kornea, tidak
terdapat di limbus.
Stroma, merupakan 90 % tebal kornea, transparan, tersusun atas serat kolagen sejajar yang
saling menyilang. Sel dan seratnya terbenam dalam substansi amorf glikoprotein yang bersifat
metakromasi.
Membrana Descemet, strukturnya homogen terdiri atas serat kolagen halus tersusun seperti
jala.
Endotel kornea, epitel selapis gepeng membatasi permukaan dalam kornea. Terdapat organel
yang dapat bertranspor aktif dan sisntesis protein untuk sekresi.
Limbus kornea merupakan peralihan antara kornea dan sklera, lebarnya sekitar 1mm.
terdapat pembuluh darah dan limfe. Epitelnya tebal terdapat 10 lapis atau lebih dan menjadi
kontinu dengan konjungtiva.
2.2 Tear Film
13

Dihasilkan oleh glandula lakrimalis dan


glandula lakrimalis pelengkap (kelenjar krause
dan

wolfring).

Mengandung

lisozim

dan

laktoferin yang bersifat bakterisid, membentuk


film air mata prekorneal yang terdiri dari 3
lapisan:
- Lapisan luar terdiri dari lipid. Disekresi oleh
Gl. Meibom dan Zeiss. Berfungsi
mencegah penguapan air mata.
- Lapisan tengah dari air. Disekresi oleh Gl. Lakrimalis, Krause dan Wolfring. Berfungsi
untuk suplai oksigen dan antibakteri.
- Lapisan dalam dari musin. Disekresi oleh sel goblet, kriptus Henle, dan kelenjar Manz.
Berfungsi mengubah permukaan epitel kornea dari hidrofobik menjadi
hidrofilik.

3. Pterygium
3.1. Definisi:
Pterygium berasal dari kata pteron, yang berarti "berbentuk sayap" (Tradjutrisno, 2009).
Secara medis, pterygium didefinisikan sebagai suatu lesi berbentuk segitiga yang berasal dari
conjunctiva dan tumbuh serta menginfiltrasi menuju kornea (Detorakis, 2000)8
3.2. Patogenesis:
Mekanisme patologis dari terjadinya pterygium belum diketahui secara sempurna; hanya
terdapat banyak teori yang mencoba mengemukakan tahap patogenesis dari penyakit ini, dan
teori-teori tersebut mencakup 9:
1. Paparan Terhadap Sinar UV
Radiasi UV-B mengaktivasi sel yang terletak dekat limbus. Aktivasi ini menyebabkan
perubahan fenotipik dari populasi sel-sel epitel, pembentukan sitokin pro-inflamasi dan
angiogenik serta pembentukan growth factors (Di Girolamo, 2005). Selain itu, terdapat
14

peningkatan

proliferasi

dari

jaringan

akibat

peningkatan

pembentukan

enzim

metalloproteinase (MMP) dalam kadar yang lebih tinggi daripada tissue inhibitors. Hingga
saat ini, teori ini dianggap salah satu yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana
terjadinya pterygium.
Radiasi UV dengan panjang gelombang 290-320nm dapat diabsorpsi secara selektif oleh
epitel dan lapisan subepitel. Selain itu, paparan kronis terhadap sinar UV (terumata UV-B)
dengan dosis rendah dapat merusak
mata secara permanen karena menyebabkan degenerasi dan neovaskularisasi pada membran
Bowmann dan lamellae stroma (Wong dalam Taylor, 2000). 2. Mikrotrauma akibat asap dan
debu:
Menyebabkan kerusakan dari tear film mata (Taylor, 1980). Tear film mempunyai fungsi
untuk melindungi dan memberi lubrikasi pada kornea dan konjungtiva (Glasgow, 2006),
sehingga kerusakan pada tear film membuat permukaan mata rentan terhadap inflamasi. 3.
Teori defisiensi Limbal Stem Cells
Beberapa tahun yang lalu, limbus dianggap hanya sebagai sebuah zona transisi antara kornea,
sklera dan konjungtiva. Akan tetapi Thoft (1997) dalam Tan (2001) mengemukakan bahwa
permukaan okuler adalah suatu kontinuum, yang terus berganti. Ketika terdapat defisiensi
pada limbal stem cells, terjadi proses konjungtivalisasi pada permukaan kornea; konjungtiva
bermigrasi melewati limbus untuk menggantikan defisiensi dari stem cells pada kornea.
Tanda-tanda dari defisiensi limbal adalah kerusakan pada basement membrane, inflamasi
kronik dan vaskularisasi. Karena ketiga tanda ini juga merupakan tanda khas dari pterygium,
maka teori ini dianggap suatu mekanisme patogenesis.
3.3. Klasifikasi
Sampat saat ini, tidak terdapat sistem klasifikasi yang telah distandarisasi untuk pterygium.
Selain itu, Klasifikasi dan grading seroing digunakan secara sinonim terhadap pterygium. Saat
ini, yang sering digunakan adalah sistem grading klinis yang dikemukakan oleh Donald
H.Tan, yang didasarkan dengan penampkan translusensi dari bagian body pterygium pada saat
pemeriksaan slit lamp 10:
1. T1 (Atrophic):
Lesi dengan pembuluh darah episklera yang terlihat dengan jelas pada
15

bagian body.
2.T2 (Intermediate)
Lesi dengan pembuluh darah episklera yang tidak dapat terlihat dengan
jelas atau terlihat secara parsial.
3. T3 (Fleshy)
Lesi yang tebal, dimana pembuluh darah episklera tidak dapat terlihat sama sekali.
Pterygium juga dapat diklasifikasi berdasarkan lokasi nya pada bola mata. Lesi dapat
ditemukan pada sisi medial yang disebut area nasal (di dekat hidung), di sisi lateral yang
disebut area temporal (di dekat temple) atau pada kedua sisi, yang disebut duplex.
3.4 Faktor Risiko
Faktor risiko untuk pterygium dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko intrinsik
dan faktor risiko ekstrinsik (Buratto, 2000). Faktor risiko intrinsic mencakup kelainan
herediter dan gangguan pada status gizi seperti defisiensi dari vitamin A. Karena penelitian ini
memberi fokus pada faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar matahari, debu dan
asap, maka faktor risiko ekstrinsik akan dibahas lebih dalam:
1. Paparan kronik dengan UV-B.
Paparan terhadap sinar matahari, terutama UV-B menyebabkan pembentukan Interleukin-6
(IL-6) dan -8 mRNA (Di Girolamo et al, 2002). IL-6 adalah suatu sitokin dengan aktivitas
angiogenik, kemotaktik dan memicu aktifitas proliferatif dari keratinosit, sehingga paparan
yang sering terhadap UV-B merupakan suatu faktor risiko yang besar untuk terjadinya
pterygium.
2. Paparan terhadap asap, debu dan pasir
Pengemudi sepeda motor yang berkerja pada cuaca yang berdebu mempunyai risiko
terjadinya pterygium 11 kali lebih besar daripada orang yang berkerja didalam ruangan atau
perkantoran (MacKenzie dalam Ukponmwan, 2007). Ini disebabkan oleh mikrotrauma akibat
partikel debu pada tear film mata (Taylor, 1980).
3. Infeksi mikrobial dan viral
16

Sebagai contoh, infeksi oleh trakoma akan menyebabkan kompetisi terhadap komponen
mukus pada tear film sehingga menyebabkan perubahan yang membuat konjungtiva rentan
terhadap kerusakan akibat faktor lingkungan lain (Buratto, 2000)
3.5 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko seperti
pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus pasien.
Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif terhadap faktor risiko
dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang anamneses cukup untuk membuat suatu
diagnosa pterygium..
3. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan bahwa lesi
adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding lain.
3.6. Penatalaksanaan
1. Farmako logis:
Pada kasus ringan, kemerahan dan rasa perih dari pterygium dapat diatasi
dengan tetes mata (air mata buatan). Pasien dapat diberikan: 1. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan kornea yang irreguler
akibat tumbuhnya pterygium.
2. Prednisolone acetate
Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi pada mata dengan
inflamasi yang signifikan dan tidak diatasi dengan lubrikan topikal.
2. Non-Farmakologis - Terapi Bedah
Jika gejala mata merah, iritasi dan pandangan kabur tidak dapat ditangani
17

dengan terapi tetes mata, atau penglihatan terpengaruh oleh pertumbuhan pterygium, maka
terapi bedah perlu diusulkan.
3.7. Pencegahan
Secara teoritis, mengurangi paparan terhadap radiasi UV akan menurunkan risiko terjadinya
pterygium pada seorang individu. Pasien disarankan untuk menggunakan topi yang memiliki
pinggiran dan sebagai tambahan menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari.
Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah tropis dan
subtropics, atau pada pasien yang sering beraktifitas diluar.
4.Konjungtivitis Bakterial
4.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak mata. Gejalanya bervariasi dari hiperemi ringan dengan air mata sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen dan kental
Berdasarkan agen infeksinya konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
klamidia, alergi, toksik dan molluscum contangiosum. Gambaran klinis yang terlihat pada
konjungtivitis bervariasi tergantung dari agen penyebabnya, dapat berupa hiperemi
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di
pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hopertrofi papil, folikel,
membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing dan
adenopati preaulikular
4.2 Etiologi
Penyebabnya banyak diantaranya :
1. Hiperakut (purulen)
Neisseria gonorrhoeae

18

Neisseria meningitidis
Neisseria gonorrhea subsp Kochii

2. Akut (mukopurulen)
Pneumococcus (Streptococcus pneumoniae) (iklim sedang)
Haemophilus aegyptius (Koch-Weeks bacillus) (iklim tropik)
3. Subakut
Haemophilus influenzae (iklim sedang)
4. Menahun, termasuk blefarokonjungtivitis
Staphylococcus aureus
Moraxella lacunata (diplobacillus dari Morax-Axenfeld)
5. Jenis jarang (akut, subakut, menahun)
Streptococcus
Moraxella catarrhalis
Proteus
Corynebacterium diptheriae
Mycobacterium tuberculosis
4.3 Gejala Klinik
Bakteri-bakteri penyebab dapat menimbulkan iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat
purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edem

19

palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti sprei,
kain

4.4 Pemeriksaan laboratorium


Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan gram atau
giemsa. Pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.

Tanda tanda konjungtivitis


Hiperemis konjungtiva bulbi (Injeksi konjungtiva). Kemerahan paling nyata didaerah forniks dan
berkurang ke arah limbus, disebabkan dilatasi arteri konjungtiva posterior akibat adanya peradangan.
Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakterial, dan warna keputihan mirip susu
mengesankan konjungtivitis alergi.
Mata berair (Epiphora). Sekresi air mata diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing atau karena
gatal.
Eksudasi (Sekret), terutama pada pagi hari. Pada konjungtivitis sekret dapat bersifat:

Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut

Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi

Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri

Tanda lainnya adalah hipertrofi papila, kemosis konjungtiva, folikel (khas terdapat pada konjungtivitis
virus), pseudomembran dan membran, flikten, dan limfadenopati preaurikuler.

Diagnosa Konjungtivitis

20

Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas, sensasi penuh di
sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan tergores atau terbakar sering berhubungan
dengan edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris
atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.

Diagnosis Banding Konjungtivitis

Virus

Bakteri

Alergi

Toksik

Gatal

++

Mata merah

++

Hemoragi

Serous mucous

Purulen, kuning,
krusta

Viscus

Kemosis

++

++

Lakrimasi

++

Folikel

Papil

Pseudomembran

Pembesaran kelenjar
limfe

++

Panus

Bersamaan dengan
keratitis

Demam

Sekret

21

Sitologi

Granulosit

Limfosit, monosit

Eosinofil

Sel epitel,
granulosit

Diagnosa Banding Konjungtivitis

Konjungtivitis

Keratitis

Uveitis Anterior

Tergantung letak

Menurun perlahan,

infiltrat

tergantung letak radang

Glaukoma Kongestif Akut

Visus

Normal

Hiperemi

konjungtiva

perikornea

siliar

Mix injeksi

Sekret

Banyak

Palpebra

Normal

Normal

normal

Edema

Kornea

Jernih

Bercak infiltrat

Gumpalan sel radang

COA

Cukup

cukup

Sel radang (+)

H. Aquous

Normal

normal

Iris

Normal

normal

Epifora,
fotofobia

Sel radang (+), flare (+),


tyndal efek (+)
Kadang edema (bombans)

22

Menurun mendadak

Edema, suram (tidak


bening), halo (+)
dangkal
Kental
Kripta menghilang karena

edema
Pupil

Normal

normal

miosis

Mid midriasis (d:5mm)

Lensa

Normal

normal

Sel radang menempel

Keruh

4.5 Terapi
Terapi

spesifik

terhadap

konjungtivitis

bakterial

tergantung

temuan

agen

mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi
topikal antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotik yang cocok
untuk mengobati infeksi N.gonorroeae dan N. meningitidis. Terapi topikal dan sistemik harus
segera dilaksanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus higiene
perorangan.

23

BAB V
KESIMPULAN
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
dan udara panas. Pterigium dapat asimtomatis atau akan memberikan keluhan mata iritatif,
merah dan dapat menimbulkan astigmatisma yang akan memberikan keluhan gangguan
penglihatan. Tidak diperlukan pengobatan yang spesifik untuk pterigium, hanya dibutukan
sikap konservatif seperti memakai kacamata pelindung untuk melindungi mata dari sinar
matahari, debu dan udara kering. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau tetes
mata dekongestan.
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius
seperti; bakteri, klamidia, virus, dan alergi. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri
memberikan gejala seperti sekret mukopurulen atau purulen, kemosis konjungtiva, edema
palpebra, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis bakteri akut dapat
disebabkan oleh Streptokokus, Corynebacterium diphterica, pseudomonas, neisseria, dan
haemophilus. Diagnosis ditegakkan setelah riwayat dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
sediaan langsung dapat dilakukan untuk menemukan bakteri penyebab sehingga pengobatan
dapat disesuaikan dan lebih spesifik. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung,
dapat diberikan antibiotik spektrum luas dalambentuk tetes mata. Konjungtivitis bakteri ini
24

mudah menular, oleh karena itu tindakan pencegahan perlu dilakukan. Prognosisnya baik
karena pada umumnya konjungtivitis ini adaah self limited disease.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
p. 124
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
p. 116-117
3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asbury's general ophthalmology. 17th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. P.101
4. Nemeth SC and Shea C. Conjuctiva, Episclera, and Sclera. [online] 2012. Available
from: http://www.slackbooks.com/excerpts/67921/67921.asp
5. Ilyas S. Mata merah. Ilmu Penyakit Mata 3rd Ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2009.p.109
6. Olver J and Cassidy L, Editors. More on the Red Eye. In : Ophthalmology at a Glance.
Massachusetts : Blackwell Science Ltd. 2005. p. 34-5
7. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun Praktikum Kumpulan Foto Mikroskopik
Histologi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.p.198-200
8. Ilyas, S. Pterigium. In : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2012. p. 116-7
9. Anonim. Pterygium (Conjunctiva). [online] 2012 .Available from: http://www.medsupport.org.uk/IntegratedCRD.../Pterygium%20FINAL.pdf
10. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2012. Available from :
http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi

25

S-ar putea să vă placă și