Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1
2
6
6
7
8
8
9
10
10
11
BAB V: KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah organ penglihatan., suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks yang
dapat menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Kelainan pada konjungtiva dan
1
kornea sering menjadi penyebab timbulnya gejala mata. Permukaan mata secara reguler
terpajan lingkungan luar dan mudah mengalami infeksi, trauma dan reaksi alergi yang
merupakan sebagian besar penyebab penyakit pada jaringan ini. Sebagian kecil disebabkan
oleh abnormalitas degeneratif dan struktural.
Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Sklera pada mata
nomal berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul
tenon yang tipis dan tembus sinar. Sekret hanya dapat dikeluarkan oleh epitel yang
mempunyai sel lendir atau pada sel goblet konjungtiva. Bila terdapat keluhan sekret yang
berlebihan oleh penderita, hal ni menunjukkan terjadi kelainan pada konjungtiva. Biasanya
kelainan ini berupa radang konjungtiva atau konjungtivitis.
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Penyebab konjungtivitis
antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. Pada
konjungtivitis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah. Penyakit ini dapat
menyerang semua umur. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh
bakteri dan virus. Penularan terjadi melalui sekret penderita misalnya ketika seorang yang
sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh
penderita tersebut. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga
yang memerlukan pengobatan.
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium
akan berwarna merah. Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari, dan udara yang panas. Tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Insiden tinggi pada umur antara
20-49 tahun. Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur
tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok,
pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar rumah.
BAB II
LAPORAN KASUS
Kasus : Seorang Pria dengan Kemerahan pada Kedua Matanya
Sesi I
3
Seorang pria usia 35 tahun dengan keluhan adanya kemerahan pada kedua matanya,
sejak 3 hari yang lalu. Kemerahan merata pada kedua mata, namun mata kanan terasa lebih
mengganjal. Buram disangkal.
Identitas :
Nama :Tn.Joni
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan :nelayan
Status :menikah
Alamat : kampung batas ,cengkareng
Pasien datang dengan keluhan merah pada kedua matanya sejak 3 hari yang lalu.
Merah tampak merata pada kedua mata. Kotoran mata (+) berwarna kekuningan dan pasien
mengeluh terganggu dengan kotoran matanya. Bengkak tampak pada kedua mata. Mata kanan
terasa lebih mengganjal karena sebelumnya telah terdapat selaput dan sekarang selaput
tersebut juga ikut merah. Gatal dikeluhkan namun tidak terlalu gatal, air mata tidak terlalu
banyak keluar. Silau disangkal pasien. Mata juga tidak sakit atau buram. Tidak ada riwayat
sakit flu (demam,batuk,pilek) sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi demikian juga
keluarganya. Dahulu belum pernah sakit seperti ini, namun sejak beberapa tahun yang lalu
memang ada selaput putih di pojok mata kanan.
Sesi II
Hasil pemeriksaan fisik :
Status generalis :
Keadaan umum : baik,compos mentis
Tanda vital : suhu : 36,5oC ; TD : 120/80 ; RR:18x/menit ; Nadi: 76X/menit
Pemeriksaan thorax,abdomen dan extremitas : dalam batas normal
Status lokalis :
Tajam penglihatan
: 6/6
4
Konjungtiva bulbi
:
OD : terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan
puncak dilimbus, hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+)
OS : injeksi konjungtiva (+)
Kornea
: jernih
: dalam
Lensa
: jernih
Vitreus
: jernih
Funduskopi
: papil bulat; batas tegas; CDR 0,3; aa/vv 2/3 , refleks makula
(+) ; retina baik
Pemeriksaan penunjang :
Pewarnaan gram terhadap air mata dan sekret mata : sel batang dan segmen (+)
BAB III
PEMBAHASAN
Hipotesis
episkleritis,
subkonjungtiva<
pterigium,
perdarahan
penguekulitis,
konjungtivitis flikten
Mata kanan lebih mengganjal
Konjungtivitis bacteria
Pterigium
Riwayat keluarga
-
Riwayat kebiasaan
6
Apakah pekerjaan pasien mengharuskan pasien terus terpajan sinar matahari dan
debu ?
Normal
(N < 120/80)
Nadi : 76x per menit
Normal
(N = 60-90)
Suhu : 36,5C
Normal
(N = 36,5 37,2)
Pernafasan : 18x per menit
Normal
(N = 16 - 20)
: 6/6
Normal
(N = 6/6)
: 17 mmHg
Normal
(N = 15 20)
Palpebra
Konjungtiva bulbi
- OD:
terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak di limbus
(mengarahkan pasien mengalami pterigium)
Hiperemis (+) (kemungkinan dikarenakan pelebaran pembuluh darah atau pembuluh
darah yang pecah)
Injeksi konjungtiva (+)
OS
Kornea
: Jernih (normal)
7
D. Pemeriksaan Penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
Pewarnaan gram terhadap air mata + secret mata : sel batang dan segmen (+)
(menandakan pasien secret dan air mata pasien tersebut terinfeksi bakteri tapi untuk
menentukan jenis bakterinya kita perlu melakukan kultur air mata)
E. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka kami
menetapkan diagnosis pada pasien ini adalah KONJUNGTIVITIS BAKTERI AKUT ODS
dan PTERIGIUM OD. Diagnosis konjungtivitis ditegakkan dengan adanya mata merah
karena injeksi konjungtiva dengan visus normal, edema kelopak dan bersekret. Selain itu
ditemukannya sel batang dan segmen pada pewarnaan gram menunjukkan bahwa
konjungtivitis pada pasien disebabkan karena bakteri. Pterigium pada okuli dekstra didukung
dengan adanya jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga berpuncak di limbus.
DD :
Konjungtivitis Viral
Diagnosis banding konjungtivitis viral ini ada karena gejala awal dari pasien dengan
keluhan mata merah, namun ketika dilakukan pmeriksaan fisik dan penunjang tidak
ditemukan tanda dari infeksi virus seperti demam tinggi dan juga dari secret air mata
juga hasil pemeriksaan penunjang yang ditemukan adalah sel batang dan segmen yang
adalah
adanya
riwayat
ulkus
kornea
pada
pseudopterigium dan juga bentuk dan warna pada mata yang berbeda, dan ditemukan
celah selaput dari pseudopterigium namun pada pasien tidak ditemukan.
G. Penatalaksanaan
Pterigium2
Medikamentosa
Medikamentosa
Non medikamentosa
Dianjurkan
untuk
selalu
membersihkan mata dari secret
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini antara lain adalah 3:
Astigmatisma
Konjungtivitis Kronis
Obstruksi Ductus Nasolacrimal
Kerato-konjungtivitis
Blefaritis marginal kronik
sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali pada pasien sangat muda yang
bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat mengikuti konjungtivitis
pseudomembranosa dan membranosa, dan pada kasus tertentu diikuti oleh ulserasi
kornea dan perforasi, lalu menjadi endoftalmitis dan dapat mengarah kepada kebutaan.
I. Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam : ad bonam
karena pterygium dapat kambuh kembali apabila terus-terusan mendapat pajanan dengan
mengingat pekerjaan pasien ini sebagai nelayan
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
1.1 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea4
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa
kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar
lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
10
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. Membran ini berisi banyak pembuluh darah
dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Perdarahan konjungtiva meliputi5:
- Arteri konjungtiva posterior memperdarahi konjungtiva bulbi
- Arteri siliar anterior (episklera) percabangannya yaitu A. episklera (masuk ke dalam bola
mata, bergabung dengan A. siliar posterior membentuk pleksus/ arteri
sirkular mayor untuk memperdarahi iris dan badan siliar, sedangkan bagian
A. episklera yang terletak diatas sklera memperdarahi bola mata) dan A.
perikornea (memperdarahi kornea).
Pelebaran dari arteri-arteri di atas dapat menyebabkan mata merah.6
Asal
Memperdarahi
posterior
Konjungtiva bulbi
Kornea
Warna
Arah aliran
Konjungtiva
Merah
Ke perifer
Ikut bergerak
anterior
Ungu
Ke sentral
Tidak bergerak
Merah gelap
Ke perifer
Tidak bergerak
digerakkan
Dengan efinefrin
Kelainan
Menciut
Konjungtiva
Tidak menciut
Kornea/iris
Tidak menciut
Glaukoma,
Sekret
Penglihatan
+
Norm al
Menurun
endoftalmitis
Sangat turun
segmen Intraokular
1.2 Kornea
bowman melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
edema kornea. Kornea merupakan tempat pembiasan sinar terkuat, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
12
Merupakan 1/6 bagian anterior bola mata, jernih, transparan, permukaannya halus, di
tengah tebalnya 0,7-0,8 mm, sedangkan di tepi 1,1 mm, sedikit lebih tebal daripada sklera.
Secara histologis terbagi menjadi 5 lapisan yaitu 7:
Epitel kornea, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terdiri atas 5-6 lapis sel-sel yang
mempunyai daya regenerasi sanagat baik. Stratum basale tampak gambaran mitosis, sel
mengalami pergantian sekitar 7 hari. Epitel kornea mendapat ujung bebas saraf sensoris N.V
terbanyak dibanding bagian mata lain sehingga sangat sensitif.
Membrana Bowman, lapisan homogen pucat. Terdiri atas fibrin kolagen halus dan tidak
terdapat sel atau serat elastin. Berfungsi memberi stabilitas dan kekuatan kornea, tidak
terdapat di limbus.
Stroma, merupakan 90 % tebal kornea, transparan, tersusun atas serat kolagen sejajar yang
saling menyilang. Sel dan seratnya terbenam dalam substansi amorf glikoprotein yang bersifat
metakromasi.
Membrana Descemet, strukturnya homogen terdiri atas serat kolagen halus tersusun seperti
jala.
Endotel kornea, epitel selapis gepeng membatasi permukaan dalam kornea. Terdapat organel
yang dapat bertranspor aktif dan sisntesis protein untuk sekresi.
Limbus kornea merupakan peralihan antara kornea dan sklera, lebarnya sekitar 1mm.
terdapat pembuluh darah dan limfe. Epitelnya tebal terdapat 10 lapis atau lebih dan menjadi
kontinu dengan konjungtiva.
2.2 Tear Film
13
wolfring).
Mengandung
lisozim
dan
3. Pterygium
3.1. Definisi:
Pterygium berasal dari kata pteron, yang berarti "berbentuk sayap" (Tradjutrisno, 2009).
Secara medis, pterygium didefinisikan sebagai suatu lesi berbentuk segitiga yang berasal dari
conjunctiva dan tumbuh serta menginfiltrasi menuju kornea (Detorakis, 2000)8
3.2. Patogenesis:
Mekanisme patologis dari terjadinya pterygium belum diketahui secara sempurna; hanya
terdapat banyak teori yang mencoba mengemukakan tahap patogenesis dari penyakit ini, dan
teori-teori tersebut mencakup 9:
1. Paparan Terhadap Sinar UV
Radiasi UV-B mengaktivasi sel yang terletak dekat limbus. Aktivasi ini menyebabkan
perubahan fenotipik dari populasi sel-sel epitel, pembentukan sitokin pro-inflamasi dan
angiogenik serta pembentukan growth factors (Di Girolamo, 2005). Selain itu, terdapat
14
peningkatan
proliferasi
dari
jaringan
akibat
peningkatan
pembentukan
enzim
metalloproteinase (MMP) dalam kadar yang lebih tinggi daripada tissue inhibitors. Hingga
saat ini, teori ini dianggap salah satu yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana
terjadinya pterygium.
Radiasi UV dengan panjang gelombang 290-320nm dapat diabsorpsi secara selektif oleh
epitel dan lapisan subepitel. Selain itu, paparan kronis terhadap sinar UV (terumata UV-B)
dengan dosis rendah dapat merusak
mata secara permanen karena menyebabkan degenerasi dan neovaskularisasi pada membran
Bowmann dan lamellae stroma (Wong dalam Taylor, 2000). 2. Mikrotrauma akibat asap dan
debu:
Menyebabkan kerusakan dari tear film mata (Taylor, 1980). Tear film mempunyai fungsi
untuk melindungi dan memberi lubrikasi pada kornea dan konjungtiva (Glasgow, 2006),
sehingga kerusakan pada tear film membuat permukaan mata rentan terhadap inflamasi. 3.
Teori defisiensi Limbal Stem Cells
Beberapa tahun yang lalu, limbus dianggap hanya sebagai sebuah zona transisi antara kornea,
sklera dan konjungtiva. Akan tetapi Thoft (1997) dalam Tan (2001) mengemukakan bahwa
permukaan okuler adalah suatu kontinuum, yang terus berganti. Ketika terdapat defisiensi
pada limbal stem cells, terjadi proses konjungtivalisasi pada permukaan kornea; konjungtiva
bermigrasi melewati limbus untuk menggantikan defisiensi dari stem cells pada kornea.
Tanda-tanda dari defisiensi limbal adalah kerusakan pada basement membrane, inflamasi
kronik dan vaskularisasi. Karena ketiga tanda ini juga merupakan tanda khas dari pterygium,
maka teori ini dianggap suatu mekanisme patogenesis.
3.3. Klasifikasi
Sampat saat ini, tidak terdapat sistem klasifikasi yang telah distandarisasi untuk pterygium.
Selain itu, Klasifikasi dan grading seroing digunakan secara sinonim terhadap pterygium. Saat
ini, yang sering digunakan adalah sistem grading klinis yang dikemukakan oleh Donald
H.Tan, yang didasarkan dengan penampkan translusensi dari bagian body pterygium pada saat
pemeriksaan slit lamp 10:
1. T1 (Atrophic):
Lesi dengan pembuluh darah episklera yang terlihat dengan jelas pada
15
bagian body.
2.T2 (Intermediate)
Lesi dengan pembuluh darah episklera yang tidak dapat terlihat dengan
jelas atau terlihat secara parsial.
3. T3 (Fleshy)
Lesi yang tebal, dimana pembuluh darah episklera tidak dapat terlihat sama sekali.
Pterygium juga dapat diklasifikasi berdasarkan lokasi nya pada bola mata. Lesi dapat
ditemukan pada sisi medial yang disebut area nasal (di dekat hidung), di sisi lateral yang
disebut area temporal (di dekat temple) atau pada kedua sisi, yang disebut duplex.
3.4 Faktor Risiko
Faktor risiko untuk pterygium dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko intrinsik
dan faktor risiko ekstrinsik (Buratto, 2000). Faktor risiko intrinsic mencakup kelainan
herediter dan gangguan pada status gizi seperti defisiensi dari vitamin A. Karena penelitian ini
memberi fokus pada faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar matahari, debu dan
asap, maka faktor risiko ekstrinsik akan dibahas lebih dalam:
1. Paparan kronik dengan UV-B.
Paparan terhadap sinar matahari, terutama UV-B menyebabkan pembentukan Interleukin-6
(IL-6) dan -8 mRNA (Di Girolamo et al, 2002). IL-6 adalah suatu sitokin dengan aktivitas
angiogenik, kemotaktik dan memicu aktifitas proliferatif dari keratinosit, sehingga paparan
yang sering terhadap UV-B merupakan suatu faktor risiko yang besar untuk terjadinya
pterygium.
2. Paparan terhadap asap, debu dan pasir
Pengemudi sepeda motor yang berkerja pada cuaca yang berdebu mempunyai risiko
terjadinya pterygium 11 kali lebih besar daripada orang yang berkerja didalam ruangan atau
perkantoran (MacKenzie dalam Ukponmwan, 2007). Ini disebabkan oleh mikrotrauma akibat
partikel debu pada tear film mata (Taylor, 1980).
3. Infeksi mikrobial dan viral
16
Sebagai contoh, infeksi oleh trakoma akan menyebabkan kompetisi terhadap komponen
mukus pada tear film sehingga menyebabkan perubahan yang membuat konjungtiva rentan
terhadap kerusakan akibat faktor lingkungan lain (Buratto, 2000)
3.5 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko seperti
pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus pasien.
Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif terhadap faktor risiko
dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang anamneses cukup untuk membuat suatu
diagnosa pterygium..
3. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan bahwa lesi
adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding lain.
3.6. Penatalaksanaan
1. Farmako logis:
Pada kasus ringan, kemerahan dan rasa perih dari pterygium dapat diatasi
dengan tetes mata (air mata buatan). Pasien dapat diberikan: 1. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan kornea yang irreguler
akibat tumbuhnya pterygium.
2. Prednisolone acetate
Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi pada mata dengan
inflamasi yang signifikan dan tidak diatasi dengan lubrikan topikal.
2. Non-Farmakologis - Terapi Bedah
Jika gejala mata merah, iritasi dan pandangan kabur tidak dapat ditangani
17
dengan terapi tetes mata, atau penglihatan terpengaruh oleh pertumbuhan pterygium, maka
terapi bedah perlu diusulkan.
3.7. Pencegahan
Secara teoritis, mengurangi paparan terhadap radiasi UV akan menurunkan risiko terjadinya
pterygium pada seorang individu. Pasien disarankan untuk menggunakan topi yang memiliki
pinggiran dan sebagai tambahan menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari.
Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah tropis dan
subtropics, atau pada pasien yang sering beraktifitas diluar.
4.Konjungtivitis Bakterial
4.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak mata. Gejalanya bervariasi dari hiperemi ringan dengan air mata sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen dan kental
Berdasarkan agen infeksinya konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
klamidia, alergi, toksik dan molluscum contangiosum. Gambaran klinis yang terlihat pada
konjungtivitis bervariasi tergantung dari agen penyebabnya, dapat berupa hiperemi
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di
pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hopertrofi papil, folikel,
membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing dan
adenopati preaulikular
4.2 Etiologi
Penyebabnya banyak diantaranya :
1. Hiperakut (purulen)
Neisseria gonorrhoeae
18
Neisseria meningitidis
Neisseria gonorrhea subsp Kochii
2. Akut (mukopurulen)
Pneumococcus (Streptococcus pneumoniae) (iklim sedang)
Haemophilus aegyptius (Koch-Weeks bacillus) (iklim tropik)
3. Subakut
Haemophilus influenzae (iklim sedang)
4. Menahun, termasuk blefarokonjungtivitis
Staphylococcus aureus
Moraxella lacunata (diplobacillus dari Morax-Axenfeld)
5. Jenis jarang (akut, subakut, menahun)
Streptococcus
Moraxella catarrhalis
Proteus
Corynebacterium diptheriae
Mycobacterium tuberculosis
4.3 Gejala Klinik
Bakteri-bakteri penyebab dapat menimbulkan iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat
purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edem
19
palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti sprei,
kain
Tanda lainnya adalah hipertrofi papila, kemosis konjungtiva, folikel (khas terdapat pada konjungtivitis
virus), pseudomembran dan membran, flikten, dan limfadenopati preaurikuler.
Diagnosa Konjungtivitis
20
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas, sensasi penuh di
sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan tergores atau terbakar sering berhubungan
dengan edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris
atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.
Virus
Bakteri
Alergi
Toksik
Gatal
++
Mata merah
++
Hemoragi
Serous mucous
Purulen, kuning,
krusta
Viscus
Kemosis
++
++
Lakrimasi
++
Folikel
Papil
Pseudomembran
Pembesaran kelenjar
limfe
++
Panus
Bersamaan dengan
keratitis
Demam
Sekret
21
Sitologi
Granulosit
Limfosit, monosit
Eosinofil
Sel epitel,
granulosit
Konjungtivitis
Keratitis
Uveitis Anterior
Tergantung letak
Menurun perlahan,
infiltrat
Visus
Normal
Hiperemi
konjungtiva
perikornea
siliar
Mix injeksi
Sekret
Banyak
Palpebra
Normal
Normal
normal
Edema
Kornea
Jernih
Bercak infiltrat
COA
Cukup
cukup
H. Aquous
Normal
normal
Iris
Normal
normal
Epifora,
fotofobia
22
Menurun mendadak
edema
Pupil
Normal
normal
miosis
Lensa
Normal
normal
Keruh
4.5 Terapi
Terapi
spesifik
terhadap
konjungtivitis
bakterial
tergantung
temuan
agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi
topikal antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotik yang cocok
untuk mengobati infeksi N.gonorroeae dan N. meningitidis. Terapi topikal dan sistemik harus
segera dilaksanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus higiene
perorangan.
23
BAB V
KESIMPULAN
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
dan udara panas. Pterigium dapat asimtomatis atau akan memberikan keluhan mata iritatif,
merah dan dapat menimbulkan astigmatisma yang akan memberikan keluhan gangguan
penglihatan. Tidak diperlukan pengobatan yang spesifik untuk pterigium, hanya dibutukan
sikap konservatif seperti memakai kacamata pelindung untuk melindungi mata dari sinar
matahari, debu dan udara kering. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau tetes
mata dekongestan.
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius
seperti; bakteri, klamidia, virus, dan alergi. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri
memberikan gejala seperti sekret mukopurulen atau purulen, kemosis konjungtiva, edema
palpebra, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis bakteri akut dapat
disebabkan oleh Streptokokus, Corynebacterium diphterica, pseudomonas, neisseria, dan
haemophilus. Diagnosis ditegakkan setelah riwayat dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
sediaan langsung dapat dilakukan untuk menemukan bakteri penyebab sehingga pengobatan
dapat disesuaikan dan lebih spesifik. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung,
dapat diberikan antibiotik spektrum luas dalambentuk tetes mata. Konjungtivitis bakteri ini
24
mudah menular, oleh karena itu tindakan pencegahan perlu dilakukan. Prognosisnya baik
karena pada umumnya konjungtivitis ini adaah self limited disease.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
p. 124
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
p. 116-117
3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asbury's general ophthalmology. 17th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. P.101
4. Nemeth SC and Shea C. Conjuctiva, Episclera, and Sclera. [online] 2012. Available
from: http://www.slackbooks.com/excerpts/67921/67921.asp
5. Ilyas S. Mata merah. Ilmu Penyakit Mata 3rd Ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2009.p.109
6. Olver J and Cassidy L, Editors. More on the Red Eye. In : Ophthalmology at a Glance.
Massachusetts : Blackwell Science Ltd. 2005. p. 34-5
7. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun Praktikum Kumpulan Foto Mikroskopik
Histologi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.p.198-200
8. Ilyas, S. Pterigium. In : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2012. p. 116-7
9. Anonim. Pterygium (Conjunctiva). [online] 2012 .Available from: http://www.medsupport.org.uk/IntegratedCRD.../Pterygium%20FINAL.pdf
10. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2012. Available from :
http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
25