Sunteți pe pagina 1din 9

1.

TRAUMA KAPITIS
a. Definisi
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

b. Anatomi Kepala
Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan antara lain :
1) Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a) Skin atau kulit
b) Connective Tissue atau jaringan penyambung
c) Aponeurosis atau galea aponeurotika
d) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e) Perikranium.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium
dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala
memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi
kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan
anak-anak
2) Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fosa yaitu: fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior. Fossa anterior
adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa
posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.
3) Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri
atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu
ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid,
dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang
paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
Di bawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus
pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat era
pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub
araknoid.
4) Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri
atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri
terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering
disebut sebagai hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi
dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi
yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang
berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan
juga kedua hemisfer serebri.
5) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.
Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid
yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui vili araknoid.
6) Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial
(terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).

c. Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
1) Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH
2
O atau 4 sampai 15
mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh
aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh
lebih tinggi dari normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu: otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang
ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.

d. Patofisiologi Trauma Kapitis
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan
suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada
duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan
disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi,
sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi
kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan
akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi
rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk
dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan
rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi
kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan
countrecoup.
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(countrecoup).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia
otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap
kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang
dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.
Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan
aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang
berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron
atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai
nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap
cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan
sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan
iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.

e. Klasifikasi Trauma Kapitis
Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.
Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,
beratnya cedera, dan morfologi.
1) Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2) Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara
spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15,
sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak
membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama
dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera
otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-
13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15
dikategorikan sebagai cedera otak ringan.
3) Morfologi
a) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat
berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun
tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan
dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya
tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk
melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka dapat
mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan
otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat
diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat.
Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;
- Gambaran fraktur, dibedakan atas:
o Linier
o Diastase
o Comminuted
o Depressed
- Lokasi Anatomis, dibedakan atas:
o Calvarium / Konveksitas (kubah / atap tengkorak)
o Basis cranii (dasar tengkorak)
- Keadaan luka, dibedakan atas :
o Terbuka
o Tertutup
b) Lesi Intra Kranial
- Cedera otak difus
Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai
kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan
kesadaran dan mungkin mengalami amnesia retro/anterograd.
Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari
otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi
segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering menunjukkan
gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas area putih dan abu-abu
yang kabur. Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk
mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian
secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat
pada manifestasi klinisnya.
- Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak
dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
Sering terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya
disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang
tengkorak.
- Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks
serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer
otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan epidural.
- Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal
dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.
Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah
menjadi perdarahan intra serebral yang membutuhkan tindakan operasi.

f. Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain:
1) Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga
pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari
masing-masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai
terendah adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15. Menurut Japardi (2004), GCS
bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi
GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat
GCS 9 13 : cedera kepala sedang
GCS > 13 : cedera kepala ringan
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali
pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat
kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah
terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.
2) Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.
Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal.
Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf
okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan
akibat dari cedera kepala.
3) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer.
Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya
harus dicatat.
4) Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman
leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak
dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan,
dan memar.

g. Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis
1) X-ray Tengkorak
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar
tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur
karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan.
X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak.
2) CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner (CT Scan) penting dalam
memperkirakan prognosa cedera kepala berat (Alberico dkk, 1987 dalam
Sastrodiningrat,, 2007). Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada
penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih
rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan
penderita-penderita yang mempunyai CT scan abnormal.
Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan yang
relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkata
T IK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson dkk, 1997
dalam Sastrodiningrat, 2007). Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif
untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan
dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering
berhubungan dengan outcome yang buruk.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai
prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang
sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi
yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI,
mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil
pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik.
Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah
dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk
mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala
ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada
pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba.
Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat
masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat menolong menjelaskan
berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera
kepala ringan.

S-ar putea să vă placă și

  • DNA Forensik
    DNA Forensik
    Document22 pagini
    DNA Forensik
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Analisis 27b
    Analisis 27b
    Document16 pagini
    Analisis 27b
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Cover
    Cover
    Document4 pagini
    Cover
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Blanko Resep
    Blanko Resep
    Document1 pagină
    Blanko Resep
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Analisis Kasus
    Analisis Kasus
    Document1 pagină
    Analisis Kasus
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Presbo
    Presbo
    Document26 pagini
    Presbo
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Stres
    Stres
    Document8 pagini
    Stres
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Pada Kriminalitas Dengan Kekerasan
    Pada Kriminalitas Dengan Kekerasan
    Document2 pagini
    Pada Kriminalitas Dengan Kekerasan
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Cedera Kepala Adalah Penyebab Utama Kematian
    Cedera Kepala Adalah Penyebab Utama Kematian
    Document1 pagină
    Cedera Kepala Adalah Penyebab Utama Kematian
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Pada Umumnya
    Pada Umumnya
    Document2 pagini
    Pada Umumnya
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Status Psikiatrikus
    Status Psikiatrikus
    Document19 pagini
    Status Psikiatrikus
    Sharan Sandhu
    Încă nu există evaluări
  • Tugas DR AA
    Tugas DR AA
    Document5 pagini
    Tugas DR AA
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Depres I
    Depres I
    Document10 pagini
    Depres I
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • REFRAT Anestesi
    REFRAT Anestesi
    Document19 pagini
    REFRAT Anestesi
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Fraktur Femur
    Fraktur Femur
    Document6 pagini
    Fraktur Femur
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Abortus
    Abortus
    Document7 pagini
    Abortus
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Hernia Nukleus Pulposus
    Hernia Nukleus Pulposus
    Document26 pagini
    Hernia Nukleus Pulposus
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Unsur
    Unsur
    Document2 pagini
    Unsur
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Document1 pagină
    Abs Trak
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • SPONDYLOLISTHESIS
    SPONDYLOLISTHESIS
    Document21 pagini
    SPONDYLOLISTHESIS
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Nama
    Nama
    Document6 pagini
    Nama
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Novena Tiga Salam Maria
    Novena Tiga Salam Maria
    Document2 pagini
    Novena Tiga Salam Maria
    Birgitta Fajarai
    67% (3)
  • Daftar Singkatan
    Daftar Singkatan
    Document1 pagină
    Daftar Singkatan
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Tugas Kepaniteraan Klinik Birgitta Fajarai 04111001090
    Tugas Kepaniteraan Klinik Birgitta Fajarai 04111001090
    Document28 pagini
    Tugas Kepaniteraan Klinik Birgitta Fajarai 04111001090
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Tanda Terima Skripsi VERSI DOSEN
    Tanda Terima Skripsi VERSI DOSEN
    Document3 pagini
    Tanda Terima Skripsi VERSI DOSEN
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Artikel
    Artikel
    Document5 pagini
    Artikel
    Birgitta Fajarai
    100% (1)
  • Tanda Terima Skripsi VERSI DOSEN
    Tanda Terima Skripsi VERSI DOSEN
    Document3 pagini
    Tanda Terima Skripsi VERSI DOSEN
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Skenario A L5
    Skenario A L5
    Document8 pagini
    Skenario A L5
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Format Baru Formulir Untuk Wisuda
    Format Baru Formulir Untuk Wisuda
    Document1 pagină
    Format Baru Formulir Untuk Wisuda
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări
  • Gita Skenario C Blok 27 Kel 7
    Gita Skenario C Blok 27 Kel 7
    Document8 pagini
    Gita Skenario C Blok 27 Kel 7
    Birgitta Fajarai
    Încă nu există evaluări