Fisiologi Kehamilan Pada kehamilan akan terjadi perubahan fisiologi tubuh, meliputi : Sistem Respirasi Sistem Kardiovaskular, Sistem Saraf, Sistem Gastro-intestinal, Sistem Ginjal, dan Sistem Muskuloskeletal. Sistem Respirasi & Kardiovaskular Kapiler pada lap. Mukosa jalan napas akan mengalami pelebaran penyempitan jalan napas ( glottis opening). Harus diwaspadai terjadinya edema jalan napas. Volume darah dan CO. Sering terjadi obstruksi aorta dan vena cava inferior pada usia gestasi > 20 mgg. Koagulabilitas . Sistem Saraf MAC s.d 40% kebutuhan obat anestesi lokal : Pelebaran vena-vena epidural. Penurunan kadar protein LCS. Peningkatan LCS. Progesteron . efek persarafan simpatis : drastis TD setelah anestesi spinal. Efek TD kembali normal setelah 48 jam PP. Sistem GI & Renal resiko terjadinya reflux gaster, menyebabkan sering terjadi Heartburn. Pengosongan lambung tidak berubah selama kehamilan, namun berkurang pada saat melahirkan. barrier pressure saluran cerna pada semester pertama kehamilan. Pada pasien dengan rencana GA, maka diutamakan induksi pasien secepat mungkin. RPF dan GFR pada ginjal sebanyak 50%. kadar ureum dan creatinin dalam darah. Sistem Muskuloskeletal Uterus yang membesar akan menyebabkan Lordosis yang berlebihan pada daerah Lumbal penarikan N. Cutaneus femoral lateralis, memberikan rasa baal pada daerah antero-lateral femoral meralgia parestesi. hormon relaxin : Pelebaran simphisis pubis. CTS (Carpal Tunnel Syndrome). Proses Persalinan (Delivery) Dibagi 3 tahap : Tahap I : Diawali dari kontraksi s/d dilatasi penuh. Tahap II : Dari pembukaan penuh s/d bayi lahir. Tahap III : Dari bayi lahir s/d plasenta keluar. Nyeri pada proses melahirkan terbagi menjadi 2 macam : Pada saat Tahap I, nyeri diakibatkan oleh kontraksi uterus dan dilatasi cervic, yang disalurkan melalui persarafan setingkat T10-L1. Pada akhir Tahap I dan awal Tahap 2, nyeri berasal dari peregangan perineum dan disalurkan melalui N. Pudendus setinggi S2-S4. Proses Persalinan (Delivery) DJJ harus diperhatikan Perubahan pada DJJ menjadi penanda adanya gangguan pada bayi/Fetal distress. DJJ normal : 120-160x/menit. DJJ : Fetal asfiksia, chorioamnionitis, maternal fever, dan obat-obatan. DJJ : Hipoxia, depresi SSP pada ibu. Pola DJJ Janin Ada 3 macam pola DJJ pada Janin : Early Deceleration Late Deceleration Variable Deceleration
Early Deceleration Pola ini menandakan adanya kompresi tonus vagal karena penurunan kepala bayi ke dalam jalan lahir. Terjadi bersamaan dengan kontraksi uterus. Tidak memerlukan intervensi. Late Deceleration Saat uterus berkontraksi, Deselerasi DJJ terjadi lebih awal & selesai lebih lambat. Menandakan adanya aliran darah uterus menyebabkan Hipoxia pada janin. Penanganan cepat harus dilakukan, meliputi : Pemberian Oksigen dengan face mask ke ibu. Mengatasi hipotensi yang terjadi. Mengubah posisi. Variable Deceleration Sinkronisasi DJJ janin bervariasi dalam onset maupun durasinya. Menandakan adanya kompresi tali pusat. Fetal distress yang berat terjadi jika DJJ < 70x/menit selam lebih > 60 detik, dalam periode > 30 menit. Penanganan segera harus dilakukan ketika terjadi gangguan tersebut. Pemeriksaan penujang pada Gangguan DJJ Dengan Fetal Scalp Blood Sampling. Untuk menentukan terjadinya Asidosis / , serta derajatnya. pH > 7,25 janin akan lahir dengan baik. pH 7,20 7,25 waspadai gejala asidosis, lakukan pemeriksaan ulang. pH < 7,20 menandakan asidosis pada janin dan kelahiran harus segera diselesaikan. VASOPRESSOR Hipotensi maternal dapat terjadi karena : Pemberian anestesi regional. Kompresi Aortocaval. HPP. Gejala awal Hipotensi : Pusing (Lightheadness). Mual. Diaphoresis. Sesak nafas. Vasopressor -adrenergik mempersarafi otot polos pembuluh darah, termasuk sirkulasi uteroplasenta. Stimulasi -adrenergik : Aliran darah dari uterus ke plasenta, meskipun meningkatkan TD secara umum. Obat Vasopressor yang baik adalah yang hanya sedikit bekerja pada reseptor -adrenergik dan lebih banyak pada -adrenergik : Ephedrine. Pure -adrenergik agents. Vasopressor Ephedrine : -adrenergik & -adrenergik stimulator. DOC untuk hipotensi maternal. Pure- -adrenergik agent Phenylephrine dan mixed alpha agonis (Epinefrin dan norepinefrin). TD secara signifikan dengan mengorbankan aliran darah plasenta. Dosis kecil akan TD tapi tidak sirkulasi utero plasenta. Hanya digunakan jika Ephedrine merupakan kontraindikasi dan tidak efektif. OXYTOKSIK Merupakan obat yang merangsang kontraksi uterus. Indikasi : Untuk menginduksi persalinan. Mengontrol HPP dan atonia uterus. Memfasiltasi aborsi theraputical. Jenis obat Oxytoksik yang sering digunakan : Oxytocin. Ergonovine. Methylergonovine. Golongan Ergot Alkaloid Oxytocin Merangsang kontraksi uterus, baik frekuensi maupun kekuatannya. Cara pemberian : IV dengan dilarutkan cairan infus. Efek Kardiovaskuler : Vasodilatasi Hipotensi Efek antidiuretik pada dosis ,jika disertai pemberian cairan IV yang berlebihan menyebabkan : Water intoxication. Cerebral edema. Convulsion. Ergot Alkaloid Dosis kecil : kekuatan dan frekuensi kontraksi. Masih ada relaksasi normal dari uterus. Dosis besar : Kontraksi uterus > kuat dan > lama. Tonus istirahat uterus . Dapat terjadi kontraksi tetani pada uterus. Cara pemberian : secara I.M Efek Kardiovaskuler : Hipertensi & Vasokonstriksi. Ergot Alkaloid Golongan ini hanya digunakan pada tahap III persalinan untuk mengatasi terjadinya HPP. Pemberian ergot alkaloid dilakukan secara I.M, dan tidak pernah diberikan I.V, karena dapat menyebabkan : Hipertensi berat. Edema Pulmonal. Kejang. Stroke. Ablasio retina. Prostaglandin 15-methyl F2a Merupakan pilihan terakhir. Menyebabkan kontraksi tetani uterus, digunakan pada kasus atonia uteri. Efek samping : Transient hipertensi. Bronko konstriksi. tahanan pembuluh darah di paru. Perhatian khusus pada pasien dengan riwayat Asma. Prostaglandin 15-methyl F2a Pemberian : secar I.M / Intramiometrium. Dosis yang digunakan 250g, jarak waktu pemberian minimal 15 menit.
TOKOLITIK Merupakan obat yang digunakan untuk memperlambat / menghentikan persalinan premature. Biasanya digunakan pada usia kehamilan antara 20-34 mgg, maksimal sampai usia kandungan 36 mgg. Tokolitik (Indikasi & Kontraindikasi) Indikasi Untuk memperlambat / mencegah persalinan prematur. Untuk memperlambat / mencegah persalinan saat obat diberikan, seperti saat pemberian dexamethasone u/ pematangan fungsi surfactan janin. Diberikan jika pasien akan dirujuk. Kontraindikasi Korioamnionitis. Pre-eclampsia dan Eclampsia. Fetal distress. Perdarahan berat. Macam-macam obat Tokolitik Terbutaline dan Ritrodine. Termasuk gol. Agonis selektif -2-adrenergik. Efek : Bronkodilatasi, Takikardia, Vasoldilatasi. Hiperglikemia, Hipokalemia, Hiperinsunilemia, metabolic acidosis (lactic). Pulmonary Edema (biasa setelah > 24 jam). Sebelum pemberian : cek GDS, dan EKG. MgSO4. DOC untuk Pre-eclampsia. Merupakan pilihan pertama sebagai Tokolitik Bila diberikan bersama Terbutaline, waspadai kejadian PE. Hanya sedikit mempunyai efek Kardiovaskular. Bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap Ion Ca 2+ . Indomethacine dan Ca-Channel Blocker. Placenta Transfer Terjadi melalui Passive Diffusion. Rapid diffusion terjadi pada : BM (kurang dari 600 Dalton). Obat dengan solubilitas lemak Obat dengan derajat ionisasi Obat dengan Low Protein Binding. Sebagian besar obat untuk anestesi, sedasi, dan analgesia mempunyai ke-4 sifat diatas. Placenta Transfer Muscle Relaxant tidak melewati plasenta. Larut dalam air. Terionisasi. BM . Faktor lain yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta : Hipertensi. Diabetes. Toxemia. Placenta Transfer Obat-obatan sistemik biasa digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan ibu hamil saat melahirkan. Tidak ada obat yang ideal, karena semua obat dapat melewati plasenta dan mendepresi janin. Analgesia : morfin, oxymorphone, butarol dan nalbuphine. Anxiolytic : Diazepam, Promethazine, dan Hydroxizine, dapat digunakan pada dosis rendah. Anxiolytic pada dosis : Hipotonia Janin. Gangguan pengaturan suhu tubuh. Anestesi pada persalinan pervaginam ada 3 macam : Epidural Spinal Kombinasi epidural dan spinal anestesi. Pada umumnya sebagian besar ibu lebih memilih tidak menggunakan obat apa pun dalam persalinan per vaginam, termasuk penggunaan anestesi. Anestesi Epidural Keuntungan Kerugian ada obat sistemik : resiko depresi neonatal. rasa nyeri : sekresi cathecolamine endogen. resiko hiperventilasi. meningkatkan perfusi uteroplasenta. Kesadaran ibu tetap terjaga, dan resiko aspirasi minimal. Dapat langsung dilanjutkan ke operasi caesar bila ada masalah persalinan. Hipotensi akan menyebabkan insufisiensi uteroplasenta. Proses persalinan berlangsung lambat. Ada kemungkinan terjadi reaksi toksik dari zat anestesi. PDPH. Anestesi Epidural Kontraindikasi Pasien tidak setuju (absolut). Hipovolemia. Infeksi di sekitar daerah anestesi. Gangguan pembekuan darah, termasuk pre-eclampsia. Teknik Pasang Infus dengan kateter IV besar (18G/20G), lakukan pemberian cairan 500-1000ml sebelum anestesi. Berikan antasida non-partikulat 30 ml. Cek kondisi janin (DJJ) dan TTV ibu. Posisikan pasien miring (lateral decubitus) atau duduk. Jangan melakukan anestesi pada posisi duduk pada pasien dengan pre-eclampsia.
Anestesi Epidural Test dose : Lidocaine 1,5% + Epinephrine 1:200.000 sebanyak 3 ml. Epinephrine tidak dipergunakan pada pasien pre-eclampsia. Anestesi pilihan : anestesi lokal kerja panjang + narkotik. Bupivacaine 0,75% lagi dipergunakan cardiac arrest. Secara teori semua anestesi lokal dapat digunakan, seperti : 1-2% Lidocaine. 1-2% Chlorprocaine. 0,25%-0,5% Bupivacaine. Anestesi Epidural Campuran anestesi + analgesik narkotik (fentanyl) biasa digunakan. Setelah pemberian anestesi campuran lakukan pengecekan TD setiap 15 menit, dan jika terjadi hipotensi Ephedrine 5mg - 10mg IV. Hati-hati pada pasien dengan pre-eklampsia. Anestesia Epidural Komplikasi PDPH Komplikasi paling sering th/ bedrest, hidrasi, dan analgesik. Insiden 70-80% bila ada wet tap Jika dalam 24-48 jam th/ berhasil epidural blood pacth. (efektivitas s/d 95%). IV Injeksi Ditandai : Agitasi, ggn. Penglihatan, tinitus, & kejang s/d hilangnya kesadaran. Jika ada tanda-tanda seperti diatas STOP anestesi, lakukan : Pembebasan jalan nafas, berikan O2 mll face mask. Kejang thiopental 50-150 mg I.V. Intubasi jika perlu + Hiperventilasi menjamin kecukupan oksigenasi janin dan mengatasi asidosis metabolik. Kolaps kardiovaskuler ubah posisi ibu, resuitasi RJPO + operasi caesar segera.
Anestesia Epidural Total Spinal Anestesia Mual, kesadaran hilang, hipotensi, dan diikuti penghentian jantung dan pernapasan. Penanganan : Posisikan pasien pada posisi supine. Berikan O2 mll face mask. Lakukan cricoid pressure cegah aspirasi lambung. Intubasi trachea Hipotensi cairan + ephedrine.
Anestesi Spinal Saddle block motor blockade. Anestesi spinal sebaiknya tidak digunakan pada persalinan per vaginam. Diberikan jika akan dilakukan tindakan forceps, ada laserasi jalan lahir yang berat. Spinal anestesi dapat dilakukan dengan menggantinya dengan analgesi opioid, dengan/tanpa anestesi lokal. Analgesic opioid yang biasa digunakan adalah : fentanyl 25 g atau sulfentanil 10 g. Anestesi penyerta : Bupivacaine 1,25/2,5 mg. Waspadai depresi pernapasan. Kombinasi Anestesi Spinal & Epidural Sekarang lebih sering digunakan. Hasilnya lebih bagus dan lebih cepat. Needle : Epidural : 3,5 inch. Spinal : 4 inch. Anestesi yang dilakukan lebih dulu : Spinal Epidural. Efek samping : bradikardia janin. Digunakan pada : Persalinan yang terlalu awal. Terlalu dekat dengan waktu persalinan. Anestesia Regional Anestesi Spinal Simple, Rapid, & Reliable. Hidrasi pasien berikan metoclorpramide & non- particulate antacid posisikan duduk / miring. Anestesi menggunakan Bupivacaine 0,75% dalam 8,25% dextrose. Analgesik opioid dapat ditambahkan seperti morfin 0,1 - 0,25mg sebagai analgesi post-operasi. Anestesi Epidural Diberikan sebagai alternatif jika pasien akan menjalani operasi elektif. Keuntungan, lama anestesi dapat ditentukan. Anestesi yang biasa digunakan Bupivacaine 0,5% +/- Fentanyl 50-100 g. General Anestesi Merupakan teknik anestesi pilihan pada kasus emergensi ketika ada kontraindikasi terhadap anestesi lokal. Keuntungan : Induksi cepat. Kendali optimal terhadap jalan napas dan ventilasi. insiden terjadinya hipotensi pada pasien hipovolemi. Kekurangan : Gagal dalam intubasi akan menyebabkan kematian atau komplikasi tingkat kesulitan intubasi 8x lebih sulit dibandingkan pada pasien tidak hamil. resiko aspirasi pneumonitis aspirasi. Depresi janin. Kadar anestesi yang kurang kesadaran pasien akan tindakan operasi (incisi) masih ada.
General Anestesi Persiapkan pasien dengan antasida non-partikulat Jika waktu cukup : + metoclorpramide 10 mg & Ranitidine 50 mg / Cimetidine 300 mg I.V Berikan O2 mll face mask 3 menit, jika waktu singkat 5-6 kali hembusan napas. Induksi dengan Thipoental 4-5 mg/kg, IV + Sch 1,5 mg/kg, IV kurangi dosis pada pasien hipovolemia dan perdarahan. Hipovolemia : Ketamin / Etomidate sebagai alternatif, Ketamin menyebabkan depresi janin. Anestesi volatile : NO+O2 (1:1) + Isoflurane / Enflurane Bolus Sch dapat diberikan sebagai pelemas otot. Hindari Hiperventilasi. Oksitosin 10-20 IU/L ditambahkan ke dalam infus setelah plasenta lahir, anestesi volatile dosis rendah dapat digunakan selama pemberian oksitosin. Pasang NGT, ekstubasi dilakukan setelah pasien sadar penuh. Pre-eklampsia Ditandai dengan : Hipertensi Edema Protein Uria. Eklampsia : Pre-eklampsia + Kejang. Gejala muncul pada usia kehamilan <20 mgg. Banyak didapatkan pada Nulipara, namun juga berkaitan dengan : Kehamilan Mola. Pasien dengan DM. Rh Incompability. Kehamilan gemeli. Patofisiologi Auto imun thd jaringan embrio janin Invasi Throfoblas inkomplit Vaskulitis Plasenta Iskemia + + Perfusi Plasenta Aktivasi RAA + sekresi Katekolamin General Vasokonstriksi Kerusakan endothel + Hemokonsentrasi Edema Hipoxemia DIC RBF, GFR, dan UO Penatalaksanaan Terutama ditujukan pada : Hipertensi. Kecukupan cairan. Gangguan Koagulasi. Pemberian MgSO4. Anestesi pada Pre-eklampsia Anestesi pilihan Anestesi Epidural. GA dilakukan bila : Pasien mengalami koagulopati Ada kontraindikasi pemberian anestesi regional. Spinal anestesi tidak direkomendasikan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan : Ibu : Perubahan fisiologis selama kehamilan, mulai trimester I kehamilan. Janin : hindari resiko persalinan premature, ggn pada aliran darah ke plasenta, dan efek teratogen obat-obatan. Operasi-operasi yang berkaitan dengan kehamilan : Kehamilan ektopik. Aborsi Cervix inkompeten. Strelisasi post-partum. Operasi lain yang tidak berkaitan dengan kehamilan Operasi Elektif : > 6 mgg post-partum. Semi-elektif : mulai trimester 2-3 kehamilan. Anestesi regional > baik. Pemantauan Janin kehamilan > 16 minggu. Tocodinamoneter.