Sunteți pe pagina 1din 2

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Anaisis Situasi


Komunikasi merupakan hal utama yang diperlukan untuk berhubungan
dengan orang lain. Melalui komuikasi, manusia dapat berinteraksi dengan manusia
lainnya. Manusia juga berkomunikasi unutk memperoleh informasi, dan menambah
pengetahuan serta wawasannya. Hambatan dalam komunikasi dapat mengakibatkan
suatu permasalahan tertentu bagi individu terurama dalam kehidupan sosialnya.
Begitu juga pada individu dengan penurunan kemampuan pendengaran maupun
wicara, mereka sulit untuk melakukan sosialisasi dengan orang lain. Oleh karena itu,
komunikasi antar manusia sangat penting untuk dilakukan.
Kurang pendengaran atau ketulian merupakan suatu kondisi dimana individu
mengalami kekurangan dalam kemampuan indera pendengarannya. Penurunan
kemampuan pendengaran disebut juga dengan tuna rungu, biasanya juga disertai
masalah pada kemampuan berbicaranya. Jumlah penyandang tuna rungu di Indonesia
pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,25% dari total jumlah penduduk di
Indonesia, yakni sekitar 2.962.500 jiwa. Anak dengan tuna rungu mengalami
kekurangan dalam indera pendengarannya karena kerusakan organ maupun saraf.
Sebagian besar dari mereka akan mengalami hambatan berkomunikasi dengan orang
lain.
Anak dengan tuna rungu akan sulit untuk berkomunikasi dan memahami apa
yang dikatakan oleh orang lain. Anak yang mengalami tuna rungu seringkali juga
memiliki keterbatasan dalam berbicara, hal ini semakin membuat mereka kesulitan
dalam berkomunikasi.Selain mendapatkan masalah dalam hal komunikasi, biasanya
anak dengan tuna rungu juga mendapatkan kekurangan dalam kemampuan
mencapaian tahap tumbuh kembangnya. Anak dengan tuna rungu dapat mengalami
keterlambatan dalam hal kognitif, psikomotor maupun afektifnya.

Pendidikan bagi anak tuna rungu secara khusus dapat diberikan malalui
sekolah khusus anak tuna rungu yakni SLB tipe B. salah satu SLB-B yang ada di
Kota Jember adalah SLB-B yang terletak di daerah Bintoro Kecamatan Patrang. Di
sekolah tersebut, terdapat SLB-B dengan kelas TK, SD kelas 1, 2, 3, 4, dan 6. Jumlah
seluruh siswa SLB-B di Bintoro kurang lebih 25 anak. Mereka terdiri dari anak tuna
rungu dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda, mulai dari ringan, sedang,
sampai berat. Banyak diantara mereka yang kurang mampu mencapai tugas tahap
perkembengannya, misalnya saja ada anak yang berusia 15 tahun, namun ia masih
kelas 4 SD. Di SLB-B tersebut, anak dengan tuna rungu dan wicara dilatih
kemampuan kognitif, afektif dan juga psikomotor. Anak dengan tuna rungu dan
wicara juga diajari bagaimana berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa
isyarat serta bagaimana cara membaca gerak bibir.
Selain kemampuan kognitif, stimulasi tahap tumbuh kembang juga perlu
diberikan pada anak dengan tuna rungu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan terapi bermain. Permainan yang diberikan adalah permainan yang
merangsang gerak aktif, membangun kerja sama serta kemampuan berpikir anak.
Melalui terapi bermain, anak tuna rungu dapat dilatih dalam hal sosialisasi dan
kerjasama serta melatih kemampuan motorik dan ketrampilannya.

1.2 Perumusan Masalah


apa jenis terapi bermain yang dapat diberikan kepada siswa SLB-B Bintoro
sesuai kondisi dan tahap perkembangannya?

S-ar putea să vă placă și