Sunteți pe pagina 1din 32

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH

Disusun Oleh :
Sandhy Hapsari Andamari
H2A010046

Pembimbing :
dr. Hascaryo Nugroho, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
0

LEMBAR PENGESAHAN

Referat ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter pembimbing dari :
Nama

: Sandhy Hapsari Andamari

NIM

: H2A010046

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Muhammadiyah Semarang

Judul kasus

: Infeksi Saluran Kemih

Pembimbing : dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD

Ambarawa,

Desember 2014

Dokter Pembimbing

dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: NY. Y

Umur

: 19 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Gaton 2/1 Duren Bandungan Kab. Semarang

Suku bangsa

: Jawa

Tanggal masuk

: 12-12-2014

No RM

: 056499

ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS.
Demam dirasakan mendadak dan terus menerus, pusing (+) disertai mual (+)
muntah (-). 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan dan
kiri bawah. Nyeri terasa terus menerus dan mangkel. Pasien juga mengeluh nyeri
saat kencing (+), terasa perih dan panas, anyang anyangan (+), hematuria (+) 1x,
kencing batu (-), kencing pasir (-), keputihan (+). Pasien pernah mengalami sakit
yang sama 2 bulan yang lalu, namun sembuh setelah periksa ke dokter. BAB
tidak ada keluhan.

C. Riwayat penyakit dahulu :


1. Riwayat penyakit seperti ini

: diakui sejak bulan agustus

2. Riwayat hipertensi

: disangkal

3. Riwayat diabetes melitus

: disangkal

4. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

5. Riwayat operasi sekitar perut

: disangkal

6. Riwayat alergi

: disangkal

D. Riwayat penyakit keluarga :


1. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
2. Riwayat hipertensi

: disangkal

3. Riwayat diabetes

: disangkal

4. Riwayat alergi makanan atau obat

: disangkal

E. Riwayat pribadi :
1. Kebiasaan minum air putih

: sedikit

2. Kebiasaan ganti celana

: 3 4x sehari

3. Kebiasaan menahan kencing

: diakui

F. Riwayat sosial ekonomi :


Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup

G. Anamnesis sistem
1. Keluhan utama

: demam

2. Kulit

: pucat (-), kuning (-), luka (-), gatal (-), bintik-bintik


perdarahan pada kulit (-).

3. Kepala

: nyeri kepala (-), kepala terasa berat (-), perasaan


berputar-putar (-).

4. Mata

:pandangan kabur (-),mata kuning (-), gatal (-),


bengkak (-), bola mata menonjol (-)

5. Hidung

: tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir (-), gatal


(-)

6. Telinga

: pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah (), pendengaran berdenging (-).

7. Mulut

: bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), gigi mudah


goyah (-), sulit berbicara (-), papil lidah atrofi (-)

8. Tenggorokan

: rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-),


sakit tenggorokan (-), suara serak (-).

9. Sistem respirasi

: sesak nafas (-), batuk (-), darah (-), mengi (-)

10. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-), berdebardebar (-), keringat dingin (-), ulu hati terasa panas (-)

11. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-), kembung (-), nafsu makan
menurun (-), perut penuh (-), perut membesar (-) sulit
BAB (-), BAB warna hitam (-), BAB berdarah (-).
12. Sistem musculoskeletal: lemas (+), pegal-pegal (-),kaku sendi (-), kejang (-),
nyeri otot (-), bengkak sendi (-), nyeri sendi (-)
13. Sistem genitourinaria

: BAK warna kuning tua (-), jumlah sedikit dan sering


(+), nyeri saat BAK (+), panas saat BAK (+), sering
BAK (-), rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa gatal
pada alat kelamin (-), keputihan (+)

14. Ekstremitas
a. Atas

: luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa


dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)

b. Bawah

: luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa


dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 12 Desember 2014
a. Keadaan umum

: tampak sakit ringan, composmentis

b. Tanda Vital
c.

: 130/80
1. Tekanan Darah

: 83x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

2. Nadi

: 20x/menit

3. Pernapasan

: 370C, axiler

4. Suhu
d. Kulit

: warna coklat, sama seperti warna sekitar

e. Kepala

: bentuk mesosephal, rambut warna hitam,


lurus, luka (-)

f. Wajah

: moon face (-), luka (-)

g. Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-),


mata cekung (-)

h. Telinga

: sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-),


nyeri tekan tragus (-)

i. Hidung

: sekret (-), napas cuping hidung (-), epistaksis

(-)
j. Mulut

: sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-),


pernapasan mulut (-)

k. Leher

: pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea


ditengah, JVP meningkat (-)

l. Thorax

: normochest, simetris

1. Paru
Dextra

Sinistra

Bentuk dada

AP < Lateral

AP < Lateral

Hemithorak

Simetris

Simetris

Stem fremitus

Melemah

Melemah

Nyeri tekan

(-)

(-)

Pelebaran ICS

(-)

(-)

Depan
1. Inspeksi

2. Palpasi

3. Perkusi

Sonor

seluruh Sonor

seluruh

lapangan paru

lapangan paru

Vesikuler

Vesikuler

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan

Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak

2. Palpasi
Stem fremitus
Nyeritekan
Pelebaran ICS

3. Perkusi

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

4. Auskultasi

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Suara dasar
Suara tambahan

Tampak anterior paru


ka

Tampak posterior paru

ki

ka

ki

2. Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V Mid-Clavicula sinistra dan tidak


kuat angkat (-), thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi

: batas atas : ics 3 midclavicula kiri


batas kanan : ics 3 parasternal kanan
batas kiri : ics 5 axilaris anterior
batas bawah : ics 6 axilaris anterior

Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.


Suara jantung tambahan gallop S3 (-)

m. Abdomen
Inspeksi

: perut terlihat membesar, ikterik (-), sikatrik (-), caput medusa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Perkusi

: tympani (+), nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi

: nyeri tekan pada lumbal dextra et sinistra (+), distensi (-), defans muskular
(-), hepar tidak teraba

n. Ekstremitas
Atas

: luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak
6

(-/-), lemah (-/-)


Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak
(-/-), lemah (-/-)

RESUME
Pasien perempuan berusia 19 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam
sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan terus menerus, pusing (+) disertai
mual (+). 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan dan kiri bawah.
Nyeri terasa terus menerus dan mangkel. Pasien juga mengeluh disuria (+), terasa panas,
anyang anyangan (+), hematuria (+) 1x, kencing batu (-), kencing pasir (-), leukorhea
(+). Pasien pernah juga mengalami sakit yang sama 2 bulan yang lalu, namun sembuh
setelah periksa ke dokter. BAB tidak ada keluhan.
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi : 83x/menit, isi
dan tegangan cukup, Frekuensi Respirasi : 20 x/menit, Suhu : 37 0C, pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium, lumbal dextra et sinistra

dan

suprapubik (+).

IV.

ASSESSMENT
Observasi febris dd/ ISK
Dispepsia

V.

PLANNING
1. Darah rutin
2. Urin rutin
3. USG abdomen

VI.

TERAPI
Non farmakologi
1. Istirahat
2. Minum banyak
3. Menjaga higienitas sekitar alat kelamin

Farmakologi
1. Inf RL 20 Tpm
2. Inj. Ceftriaxon 2 x 1
3. Paracetamol 3 x 1 tab (j/p)
4. Inj. Ranitidin 2 x 1amp
5. Inj ondansetron 2 x 1amp
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium Darah (Tanggal 13-12-2014)
Hematologi
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Hemoglobin

11.4

12.5-15.5

g/dl

Lekosit

5.1

4 10

Ribu

Eritrosit

4.46

3.8 5.4

Juta

Hematokrit

38.1

35-47

Trombosit

279

150 - 400

Ribu

MCV

85.4

82 98

Mikro m3

MCH

25.6

>= 27

Pg

MCHC

29.9

32 36

g/dl

RDW

13.7

10 -16

MPV

7.7

7 11

Mikro m3

Limfosit

2.3

1.0 4.5

10^3/mikroL

Monosit

0.4

0.2 1.0

10^3/mikroL

Limfosit %

44.2

25 40

Monosit %

7.2

28

PCT

0.215

0.2-0.5

PDW

14.0

10-18

Darah rutin

Kimia Klinik
SGPT

14

0-35

Mg/dl

SGOT

10

0-35

Mg/dl

Urin rutin (Tanggal 13-12-2014)


Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Warna

Kuning

Kekeruhan

Agak keruh

Protein Urine

Negatif

Negatif

g/dl

Glucose urin

Negatif

Negatif

mmol/L

PH

5.0

5-9

Bilirubine urine

Negatif

Umol/l

Urobilinogen

Negatif

Umol/L

Berat Jenis urine

1020

1000 1030

Keton Urine

Negatif

Negatif

Mmol/L

Lekosit

Negatif

Negatif

Sel/mL

Erirosit

Negatif

Negatif

Sel/mL

Nitrit

Negatif

Negatif

Epitel

Bergerombol 5-20

<4

/LPB

Eritrosit

0-3

<5

/LPB

Lekosit

<5

/LPB

Silinder

Bergerombol
>30
Negatif

Negatif

/LPK

Kristal

Negatif

Negatif

/LPB

Lain-lain

Bakteri +

Urin Rutin

Sedimen

Follow Up
Tanggal

12-12-

Pasien

KU

2014

mengeluh

sakit

A
tampak Observasi

Inf RL 20 Tpm

sedang, febris

Inj. Ceftriaxon 2 x 1

demam sejak 1 CM
hari

dd/ISK

Paracetamol 3 x 1 tab

SMRS. Kepala : CA -/- ,

Demam

(j/p)

SI -/-

mendadak

Inj. Ranitidin 2 x 1

dan Thorax :

Inj. Ondansetron 2 x 1

terus menerus. SDV +/+


nyeri

perut

bagian

BJ I-II reguler

bawah Abdomen : perut

mual

(+) datar, BU (+) N.

muntah

(-), NT (+)

BAK anyang
anyangan

(+),

(+)

terasa perih (+),


kencing

darah

keputihan
Ekstremitas

(+)

oedem (-)
13-12-

Demam

Ku

2014,

menurun,

ringan, CM

sakit Observasi
febris

pusing

(+), Abdomen : BU ke-3

mual

(+), (+) normal, NT

muntah

(-), (+) epigastrium

Terapi lanjut

hari

BAK nyeri dan & suprapubik


terasa perih (+), TD

BAB tidak ada 120/80mmHg


keluhan,
keputihan (+)
14-12-

Pusing

(+) Ku

2014

nggliyeng, mual ringan, CM

sakit Observasi
febris

Terapi lanjut

hari

(+), muntah (-), Abdomen : BU ke-4


10

nyeri ulu hati (+) N, nt (+) ISK


(+),

BAK

& epigastrium

BAB lancar

suprapubik

& Dispepsia

Eks : dbn
15-12-

Nyeri ulu hati KU : Baik, CM

Bebas

2014

(+),

demam

menurun,

pusing Abd : BU(+)n.


kaki NT

Terapi lanjut

(+) ISK

kiri kram sejak Epigastrium

Dispepsia

semalam,
demam

(-),

BAB & BAK


lancar
16-12-

Demam

(+), KU : Baik, CM

ISK

2014

pusing

(+), TD : 104/67

Dispepsia

Terapi lanjut

BAB & BAK S : 36,5


lancar

N : 67x
RR : 24x
Abd : BU (+) n,
NT

(+)

epigastrium.

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi1


Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra.
Sistem urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi
untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk
mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa
seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum
terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi
untuk regulasi volume darah tubuh, regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah,
regulasi keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran
kemih bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria)
dan uretra merupakan saluran kemih bagian bawah.

Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia


Sumber: www.kidney.org

Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal.
Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah
dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang
berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal
bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang
membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke
12

pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung


kemih.
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung
dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm,
dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir
dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal


Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition, 2007, Hal. 422.

Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih


denganluar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada
laki-laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki
merupakan tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung
kemih ke ujung penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika,
uretra membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada
pria, karena hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah
ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris.

13

Gambar 3. Vesika Urinaria dan Uretra pada perempuan & laki laki
th

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5 edition,2007, Hal. 432

2. Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:

Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme


murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 105 colony forming
units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria2,3

Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik2,3

Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa


manifestasi klinik2,3.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk

menunjukkan bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin
> 101, dan lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik3.
ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh
terhadap invasi mikroorganisme pada urothelium4,5.

3. Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan
perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada
14

perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan,


kecuali disertai factor predisposisi2.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami
ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi
5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat
mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat
praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih
aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki
yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah
disirkumsisi (0,11%)4.

Tabel 1. Epidemiologi ISK berdasarkan Umur & Jenis Kelamin

Sumber: Smiths General urology 17th edition, 2008, halaman 194

4. Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:2

Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan
ISK simtomatik maupun asimtomatik

Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK
anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase
negatif

15

Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali


pasca kateterisasi

Gambar 4. Bakteri E.Coli, berbentuk basil dan ada


fimbrae
Tabel 2. Bakteri Penyebab ISK

Sumber: Nefrologi Klinik, edisi III. 2006, hal.33

5. Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung
dari patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri
masuk ke saluran kemih (bacterial entry) 2,4.
16

Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)


Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran
kemih. Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat
uropathogen.2,4,6,7.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia.
Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke
vesika urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan
gejala klinis memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli),
sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia dan mengakibatkan
timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat
uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli).
Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor
virulensi7. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal
sebagai virulence determinalis2.

Gambar 5. Penampang permukaan E.Coli


Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86

17

Tabel 3. Faktor virulensi E. coli

Penentu virulensi
Fimbriae

Alur
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)

Kapsul antigen K

Resistensi terhadap pertahanan tubuh


Perlengketan (attachment)

Lipopolysaccharide side Resistensi terhadap fagositosis


chains (O antigen)

Lipid A (endotoksin)

Inhibisi peristalsis ureter


Proinflamatori

Membran protein lainnya

Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan

Hemolysin

Inhibisi fungsi fagosit


Sekuestrasi besi

Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010

Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi2.

Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa)


Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from
bacterial surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih2.
Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk
berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel
uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan
tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang dapat
menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel
18

uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis.
Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial4.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk
melekat pada mukosa vesika urinaria4.

Peranan Faktor Virulensi


Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel
saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya.
Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi
untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman
patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri
yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis
oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai
mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan
bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host
sebagai patogen oportunistik intraseluler2,4,5.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin
seperti -haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system
(aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 %
terikat pada gen plasmid5.

Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi


Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran
kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan
ginjal2.

Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

Faktor Predisposisi Pencetus ISK


Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK.
faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh

19

(eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal

tanpa obstruksi saluran kemih dapat

menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi2.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan
kolonisasi bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga
mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein,
dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada
defisit THG. THG membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan
berperan sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh4.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap ISK2,4. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter,
stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host4,8

Tabel 4. Faktor Predisposisi (pencetus) ISK

Faktor predisposisi (pencetus) ISK


Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009

Status Imunologi Pasien


Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang
melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan
mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll20

like receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga
menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan
seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain
itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta
untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini
berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting
dalam kejadian ISK4,5
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe
fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis2.

Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)


Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya,
bakteri di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria
dan menyebabkan ISK2,,3 Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya
bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian
ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga dipermudah oleh refluks
vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan dengan kedekatannya dengan
ruang depan vagina dan rektum merupakan predisposisi yang menyebabkan
perempuan lebih sering terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4
Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada
pasien dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies
Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan
perjalanan melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga
dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu,
invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti
pada abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat
menyebabkan ISK3.

21

6. Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:

Infeksi Saluran Kemih Atas


Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis
terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah
pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis)
yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik5.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh
radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat
mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa
ditemukan kelainan radiologik4,5. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis
kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada lakilaki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat5.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan
sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu
disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut
PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin
berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan
penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang
sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi
diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai
kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai
hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK,
nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam
patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan
pembentukan jaringan ikat parenkim2.

Infeksi Saluran Kemih Bawah


Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis,
uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada
perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki
berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis2.

22

Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah
radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak,
biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit
ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated
type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection)
termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian
khusus dalam pengelolaannya5.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang
(recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit
dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe
berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor
predisposisi5.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat
diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA
disebabkan oleh MO anaerobik2,5.

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala
lokal, sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal
seperti disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampir 90% pasien
rawat jalan dengan ISK akut5.
Tabel 5. Simtomatologi ISK

Lokal
Disuria
Polakisuria
Stranguria

Sistemik
Panas

badan

sampai

menggigil
Septicemia dan syok

Tenesmus
Nokturia
Enuresis nocturnal

Perubahan urinalisis

Prostatismus

Hematuria

Inkontinesia

Piuria

Nyeri uretra

Chylusuria
23

Nyeri kandung kemih

Pneumaturia

Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah
pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Hubungan antara lokasi ISK dan keluhan


Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85

Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C-40,5C),


disertai menggigil dan sakit pinggang2. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak
sakit berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada
infeksi E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman
staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali
per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata
dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses
dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering
pada wanita usia subur dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank
pain), panas menggigil, mual, dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe
complicated seperti obastruksi, refluks vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai
komplikasi

bakteriemia

dan

syok,

kesadaran

menurun,

gelisah,

hipotensi

hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik5.


Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari
keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada
24

pemeriksaan urin rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik,
infeksi eksaserbasi akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)5.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik
seperti polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang
dengan hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan,
kecuali bila disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam
setelah melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki,
prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat
menyebabkan sistitis sekunder2,5.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria5.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing2.

8. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis


a. Analisis urin rutin5
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria
(albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin
masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting
organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang
dari 1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar
(100 x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit.
Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria
>105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85%
dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadangkadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasienpasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >101.
Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi
ISK.
25

Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas
100% untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 1220 leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang
tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung
untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 %
dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF.
Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar
10%11.
b. Uji Biokimia5
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit
dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya
sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak
dapat menentukan tipe bakteriuria.
c. Mikrobiologi5
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU)
ml urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK,
tindak lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji
saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan
contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan
pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing
(UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per
ml >105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut
kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK
d. Renal Imaging Procedures2
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen,
pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi
lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh,
pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria
persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta
ISK berulang dengan interval 6 minggu.
26

9. Terapi
a. Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 2
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan
rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral
minimal 48 jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam
mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien
sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi
lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti
kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum
adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau
tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida.
b. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan,
pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk
alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari2,5
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin,
ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid
cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan
nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum
diketahui hasil bakteriogram5.
10. Komplikasi2
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan
ISK tipe berkomplikasi (complicated).
a. ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan
hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan
tidak menyebablan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan
pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS)
27

merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus


(LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan
infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis
emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan
klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif
pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis
emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis
(41%), dan obstruksi ureter (20%).
Tabel 6. Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi
BAS tidak diobati

Risiko Potensial
Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension
Bayi mengalami retardasi mental

ISK trimester III

Pertumbuhan bayi lambat


Cerebral palsy
Fetal death

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012

11. Prognosis5
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang
diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit
dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien
Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah
mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal
jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan
utama.
28

Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila
terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis
sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor
predisposisi mudah dikenal dan diberantas.

29

BAB III
PEMBAHASAN
1. Demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan terus menerus, pusing
(+) disertai mual (+). 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan
dan kiri bawah. Nyeri terasa terus menerus dan mangkel. Pasien juga mengeluh
disuria (+), terasa panas, anyang anyangan (+), hematuria (+) 1x, kencing batu (-),
kencing pasir (-), leukorhea (+). Pasien pernah juga mengalami sakit yang sama 2
bulan yang lalu, namun sembuh setelah periksa ke dokter. BAB tidak ada keluhan.
Demam dapat disebabkan adanya proses peradangan atau inflamasi. Pada pasien ini
didapatkan keluhan pada BAKnya. Kedua keluhan tersebut berhubungan, adanya rasa
nyeri pada saat BAK dapat disebabkan oleh bakteri. Jika bakteri berkoloni dalam
jumlah yang banyak ditambah dari kebersihan sekitar alat kelamin kurang maka dapat
menyebabkan peradangan disekitar yang salah satunya dapat menyebabkan nyeri saat
BAK. Selain itu bakteri tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya keputihan.
2. Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi : 83x/menit, isi
dan tegangan cukup, Frekuensi Respirasi : 20 x/menit, Suhu

: 37 0C, pada

pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada lumbal dextra et sinistra dan
suprapubik (+), CVA -/Nyeri pada suprapubik dan sekitarnya khas terjadi pada pasien dengan ISK. Pada
daerah yang mengalami peradangan akan terasa nyeri apalagi bila daerah tersebut di
tekan. Sedangkan pada pemeriksaan CVA tidak didapatkan hasil yang bermakna, hal
ini dapat menggambarkan bahwa ginjal tidak mengalami peradangan oleh karena batu
maupun penyebab lainnya.
3. Pemeriksaan urin rutin terdapat bakteri dan warna yang agak keruh.
Warna yang agak keruh tersebut berhubungan dengan adanya bakteri pada urin.
Banyaknya bakteri pada urin menyebabkan tubuh mengaktifkan sel darah putih yang
bercampur dengan urin dan bakteri bakteri, sehingga didapatkan urin berwarna agak
keruh.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition.
Philadelpia: FA Davis Company. 2007: 420-432
2. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
3. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In
Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
4. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. &
McAninch J.W. ed. Smiths General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill
Medical Publishing Division. 2008: 193-195
5. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology.
California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16
6. Ronald A.R & Nicoll L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W,
ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2001: 1687
7. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In
In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1.
Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826
8. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential
Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189
9. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis,
and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrisons Manual of Medicine16th Edition.
Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
10. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallachs
Interpretation of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a
Wolters Kluwer Publishers. 2011: 730-731
11. Meyrier,

A.

Urinary

Tract

Infection.

Available

from:

http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf

31

S-ar putea să vă placă și