Sunteți pe pagina 1din 8

6. DD amebiasis hati ameba!

Jawab:
A.

EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi Abses hati amebik(2,4):
Pria : wanita berkisar 3:1 sampai 22:1.
Usia berkisar antara 20-50 tahun, terutama di dewasa muda, jarang

pada anak-anak.
Penularan dapat melalui oral-anal-fecal ataupun melalui vektor

(lalat dan lipas).


Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah
endemis, wisatawan ke daerah endemis atau para homoseksual

B.

ETIOLOGI
Dapat disebabkan oleh kuman-kuman patogen, seperti: (6,7,8)
o Gram positif coccus: Streptococcal spp., enterococcus, dan
Staphylococcus aureus.
o Anaerob: Bacteroides sp., Fusobacterium sp., Actinomyces sp.,
o
o
o
o
o

Clostridium sp., etc.


Enterobacteriaceae: E.coli, Klebsiella spp.,
Yersinia enterocolitica jarang.
Candida spesies
Entamoeba histolytica terbanyak untuk abses hati piogenik
Echinococcus granulosus tersering penyebab kista hydatid

Etiologi untuk abses hati amebik (1,2,4):


Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai
parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba
histolytica yang dapat menyebabkan penyakit.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba
histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga
ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen.
Bervariasinya virulensi berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda
berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.
Siklus hidup Entamoeba histolytica dapat dibagi menjadi 2 bentuk
yaitui tropozoit dan kista. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya
hidup komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara
membelah diri menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan
1

anaerob dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya.
Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan
hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan
ukuran 10-20 um yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50
um.Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati
dalam suasana kering atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan
membentuk kista sebelum keluar ke tinja.
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan
berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,
tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista berbentuk bulat dengan
diameter 8-20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan
berkurangnya bahan makanan atau perubahan osmolaritas media.
C.

PATOGENESIS
D.I Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral baik melalui makanan atau
minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Sesudah masuk per oral hanya bentuk kista
yang bisa sampai ke dalam intestine tanpa dirusak oleh asam lambung,
kemudian kista pecah keluar tropozoit. Di dalam usus tropozoit
menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik
yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar.
Amuba kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik,
terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi
mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuklah abses. Di daerah
sentralnya terjadi pencairan yang berwarna cokelat kemerahan
Anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan
berdegenerasi. Amubanya seperti ditemukan pada dinding abses dan
sangat jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kirakira 25 % abses hati amebik mengalami infeksi sekunder sehingga
cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.(1)
2

D.

GAMBARAN KLINIK
Manifestasi klinis dari abses hati amebic(1,2,4):
a. Demam
b. Nyeri perut kanan atas
c. Kadang ada nyeri bahu kanan
d. Anoreksia
e. Mual dan muntah
f. Berat badan menurun
g. Batuk
h. Diare (tinja ada lendir dan darah)
i. Pembengkakan perut kanan
j. Ikterus
k. Berak darah (jarang)
l. Malnutrisi
m. Hepatomegali
n. Nyeri tekan perut kanan atas

E.

DIAGNOSIS
Abses hati amebik(2):
Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan
jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada
nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali
meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan
pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses
hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria
Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri


2. Kelainan hematologis
3. Kelainan Radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
Kriteria diagnosis:
1. Hati membesar dan nyeri,
2. Leukositosis, tanpa anemia pada pasien abses hati amebik yang akut,
atau leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik,
3. Adanya pus amebik yang mungkin mengandung tropozoit
Entamoeba histolytica.
4. Pemeriksaan serologik terhadap Entamoeba histolytica positif.
5. Gambaran radiologi yang mencurigakan terutama pada foto thorax
posteroanterior dan lateral kanan.
6. Adanya filling defect pada sidik hati.
7. Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole
F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
G.I Pemeriksaan Laboratorium
Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri,
biasanya antara 13000 16000, bila disertai infeksi sekunder biasanya di
atas 20000 per mm. Sebagian besar penderita menunjukkan peningkatan
laju endap darah (LED), peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim
transaminase dan serum bilirubin, anemia pada 50% kasus, berkurangnya
konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin

yang memanjang

menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.


Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding,
sensitivitasnya 91 93% dan spesifitasnya 94 99%. Kultur darah yang
memperlihatkan

bakteri

penyebab

menjadi

standar

emas

untuk

menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan pus,


bakteri penyebab seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa
ditemukan.(1,3)
Di daerah endemik amoebiasis, seseorang tanpa amoebiasis invasif
sering memberikan reaksi serologik positif akibat antibodi yang terbentuk
pada infeksi sebelumnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kuantitatif lebih

bernilai dalam diagnostik. Titer di atas 1/512 (positif kuat) menyokong


adanya abses amebik sebaliknya abses stadium awal bisa memberikan
serologi negatif. (1,3)
G.II Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma
kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema, atau abses
paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi
lateral, sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat
bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak
kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskuler.(3)
Selain foto polos, pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan
yaitu pemeriksaan sidik hati/USG/tomografi komputer, biopsi hati.
Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam

meningkatkan

kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis,


mengarahkan proses drainase untuk mendapatkan hasil terapi yang baik.
Abdominal CT Scan memiliki sensitifitas 95 100% dan dapat
mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen
memiliki sensitifitas 80 90%. Kultur hasil aspirasi terpimpin dengan
ultrasound didapatkan positif 90% kasus.(3)
Untuk mendiagnosis abses hati amebik, USG sama efejtifnya
dengan CT atau MRI. Gambaran ultrasonografi pada amebiasis hati

G.

adalah(9):
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendh dari renkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
PENATALAKSANAAN
- Abses hati amebik (1)
1. Medikamentosa
Prinsipnya diberikan amebisid jaringan untuk mengobati kelainan
hatinya disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan parasit
Entamoeba histolytica dalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses
hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk
mencegah timbulnya resistensi parasit.

Sebagai amebisid jaringan, metronidazole saat ini merupakan


pilihan pertama dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai
pilihan

kedua

adalah

kombinasi

emetin-hidroklorida

atau

dehidroemetin (DHE), dengan klorokuin. Baik emetin maupun


dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat,
didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini
tidak bisa sebagai ambisid intestinal, kurang sering dipakai karena efek
sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan berat. Obat ini
toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan
pada pasien penyakit jantung (kecuali perikarditis amebik) dan wanita
hamil. Dosis yang diberikan 1 mg emetin/kgBB selama 7-10 hari atau
1,5 mg dehidroemetin kurang toksik dibanding dengan emetin.
Amebisid jaringan lain ialah klorokuin yang punya nilai kuratif
sama dengan emetin hanya pemberiannya membutuhkan waktu yang
lama. Kadar yang tinggi didapatkan di hati, paru dan ginjal. Efek
samping sesudah pemakaian lama adalah retinopati. Dosis yang
diberikan 600 mg klorokuin basa, lalu 6 jam kemudian 300 mg
selanjutnya 2 x 150mg/hari selama 28 hari, ada pula yang memberikan
klorokuin 1 gr/hari selama 2 hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21
hari.
Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat 3x500
mg/hari selama 10 hari atau diidohidroksikuin 3x600mg/hari selama
21 hari atau klefamid 3x500 mg/hari selama 10 hari.
2. Aspirasi terapeutik
Indikasi:
a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah.
b. Respon terhadap terapi medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
c. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga
perikardium atau peritoneum.
Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan
USG. Bila sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara

membuta pada daerah hati atau thorax bawah yang paling menonjol
atau daerah yang paling nyeri saat dipalpasi.
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a. Abses disertai dengan komplikasi infeksi sekunder
b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal.
c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
d. Ruptur abses ke dalam rongga pleura /intraperitoneal
/prekardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau
tindakan reseksi misalnya lobektomi

H.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-5,6%.
Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal, atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase. Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang
berat, seperti peritonitis generalisata dengan mortalitas 6 7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,
empiema,

fistula

hepatobronkial,

ruptur

ke

dalam

perikard

atau

retroperitoneum. Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik,


infeksi lukas, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau
reaktivasi abses.(3,9, 10)
I.

PROGNOSIS
Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang
sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis
buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil
kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak

dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi


pleural atau adanya penyakit lain. (3)

S-ar putea să vă placă și