Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Jawab:
A.
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi Abses hati amebik(2,4):
Pria : wanita berkisar 3:1 sampai 22:1.
Usia berkisar antara 20-50 tahun, terutama di dewasa muda, jarang
pada anak-anak.
Penularan dapat melalui oral-anal-fecal ataupun melalui vektor
B.
ETIOLOGI
Dapat disebabkan oleh kuman-kuman patogen, seperti: (6,7,8)
o Gram positif coccus: Streptococcal spp., enterococcus, dan
Staphylococcus aureus.
o Anaerob: Bacteroides sp., Fusobacterium sp., Actinomyces sp.,
o
o
o
o
o
anaerob dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya.
Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan
hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan
ukuran 10-20 um yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50
um.Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati
dalam suasana kering atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan
membentuk kista sebelum keluar ke tinja.
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan
berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,
tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista berbentuk bulat dengan
diameter 8-20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan
berkurangnya bahan makanan atau perubahan osmolaritas media.
C.
PATOGENESIS
D.I Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral baik melalui makanan atau
minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Sesudah masuk per oral hanya bentuk kista
yang bisa sampai ke dalam intestine tanpa dirusak oleh asam lambung,
kemudian kista pecah keluar tropozoit. Di dalam usus tropozoit
menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik
yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar.
Amuba kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik,
terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi
mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuklah abses. Di daerah
sentralnya terjadi pencairan yang berwarna cokelat kemerahan
Anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan
berdegenerasi. Amubanya seperti ditemukan pada dinding abses dan
sangat jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kirakira 25 % abses hati amebik mengalami infeksi sekunder sehingga
cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.(1)
2
D.
GAMBARAN KLINIK
Manifestasi klinis dari abses hati amebic(1,2,4):
a. Demam
b. Nyeri perut kanan atas
c. Kadang ada nyeri bahu kanan
d. Anoreksia
e. Mual dan muntah
f. Berat badan menurun
g. Batuk
h. Diare (tinja ada lendir dan darah)
i. Pembengkakan perut kanan
j. Ikterus
k. Berak darah (jarang)
l. Malnutrisi
m. Hepatomegali
n. Nyeri tekan perut kanan atas
E.
DIAGNOSIS
Abses hati amebik(2):
Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan
jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada
nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali
meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan
pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses
hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria
Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
G.I Pemeriksaan Laboratorium
Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri,
biasanya antara 13000 16000, bila disertai infeksi sekunder biasanya di
atas 20000 per mm. Sebagian besar penderita menunjukkan peningkatan
laju endap darah (LED), peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim
transaminase dan serum bilirubin, anemia pada 50% kasus, berkurangnya
konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin
yang memanjang
bakteri
penyebab
menjadi
standar
emas
untuk
meningkatkan
G.
adalah(9):
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendh dari renkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
PENATALAKSANAAN
- Abses hati amebik (1)
1. Medikamentosa
Prinsipnya diberikan amebisid jaringan untuk mengobati kelainan
hatinya disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan parasit
Entamoeba histolytica dalam usus sehingga dicegah kambuhnya abses
hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang adekuat untuk
mencegah timbulnya resistensi parasit.
kedua
adalah
kombinasi
emetin-hidroklorida
atau
membuta pada daerah hati atau thorax bawah yang paling menonjol
atau daerah yang paling nyeri saat dipalpasi.
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a. Abses disertai dengan komplikasi infeksi sekunder
b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal.
c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
d. Ruptur abses ke dalam rongga pleura /intraperitoneal
/prekardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau
tindakan reseksi misalnya lobektomi
H.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-5,6%.
Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal, atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase. Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang
berat, seperti peritonitis generalisata dengan mortalitas 6 7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,
empiema,
fistula
hepatobronkial,
ruptur
ke
dalam
perikard
atau
PROGNOSIS
Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang
sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis
buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil
kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak