Sunteți pe pagina 1din 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Ambiguous sexual atau yang disebut juga Disorders of Sexual

Development (DSD). Ambiguitas sexual adalah cacat lahir di mana alat kelamin
luar tidak memiliki penampilan yang khas, baik laki-laki atau perempuan.
Ambiguous sexual merupakan salah satu kondisi yang menarik yang dihadapi
oleh dokter. Kelahiran bayi dengan genitalia meragukan merupakan kegawatan
social dan tantangan bagi dokter yang menangani, terutama dalam diagnosis dan
pengelolaannya. Diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin, sehingga segera
dapat dibuat rencana pengelolaan yang tepat untuk meminimalkan komplikasi
medis, psikologis dan social. 1,2
Ambigous genitalia diperkirakan terjadi pada 1 dari 4.500 kelahiran.
Penyebab paling umum ambigu alat kelamin pada bayi baru lahir adalah
Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) 1 per 15.000 kelahiran hidup. Frekuensi
tertinggi pada neonatus Yahudi Eropa, Hispanik, Slavia, atau keturunan Italia.
Angka kejadian ambiguous genitalia belum pernah dilaporkan di Indonesia. 1,3
Kemampuan untuk mendiagnosa kondisi ini telah maju pesat dalam
beberapa tahun terakhir. Saat ini, dalam kebanyakan kasus, dokter dapat segera
membuat diagnosis yang akurat dan memberi nasehat kepada orang tua tentang
pilihan terapeutik. 2
Untuk mencapai hasil yang diharapkan paling sediking harus dikelola
oleh tim yang terdiri dari ahli endokrin anak, ahli bedah urologi anak, ahli genetic
dan ahli psikiatri anak yang bekerja sama dengan keluarga agar dapat mencapai
dua tujuan utama, yaitu menetapkan diagnosis yang tepat dan dengan asupan dari
orang tua, menentukan jenis kelamin berdasarkan diagnosis dan anatomi bayi.2
Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus menentukan pertimbangan tersendiri
berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pertimbangan

orangtua. Sebagian besar kasus diperlukan fasilitas perawatan terus-menerus


untuk mendapatkan evalusasi yang maksimal. 2
1.2.

Tujuan
Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi

klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis


ambiguous genitalia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ambiguitas sexual adalah cacat lahir di mana alat kelamin luar tidak
memiliki penampilan yang khas, baik laki-laki atau perempuan. 1,2,3,4,5
Dicurigai ambiguous sexual, apabila alat kelamin kecil, disebut
mikropenis sedangkan klitoris terlalu besar: atau bilamana skrotum melipat pada
garis tengah sehingga tampak seperti labium mayor yang tidak normal dan gonad
tidak teraba. 2

2.2. Etiologi

Kelainan kromosom, termasuk Klinefelter sindrom (XXY) dan Turner

sindrom (XO).
Ibu menelan obat-obatan tertentu (terutama steroid androgenik) dapat

membuat perempuan genetik tampak lebih laki-laki


Kurangnya produksi hormon tertentu dapat menyebabkan embrio untuk
mengembangkan dengan tubuh perempuan tanpa memandang jenis kelamin

genetic.
Kurangnya reseptor testosteron selular. Jadi, bahkan jika tubuh membuat
hormon-hormon yang diperlukan untuk berkembang menjadi laki-laki fisik,
tubuh tidak mampu merespon hormon tersebut, dan karena itu, tubuh
perempuan-jenis hasil genetik bahkan jika seks adalah laki-laki.3

2.3. Epidemiologi
Frekuensi ambiguitas sexual bervariasi tergantung pada etiologi. CAH
(congenital adrenal hyperplasy) adalah penyebab paling umum ambigu alat
kelamin pada bayi baru lahir. Mixed gonadal dysgenesis (MGD) adalah kedua
penyebab paling umum DSD. Hipospadia terjadi pada tingkat 1 kasus per 300

kelahiran hidup laki-laki; hipospadia terjadi dalam kombinasi dengan testis.


Penelitian di Children's Hospital di Boston menemukan DSD di 50% dari anakanak dengan hipospadia dan kriptorkismus unilateral atau bilateral di mana gonad
itu inpalpable. klinisi harus mencurigai kemungkinan DSD pada pasien dengan
baik hipospadia dan kriptorkismus.
Terdapat insiden CAH 1 kasus per 15.000 kelahiran hidup 6,5 juta bayi
yang dilahirkan hidup di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi pada neonatus Yahudi
Eropa, Hispanik, Slavia, atau keturunan Italia. 1
Ambigu alat kelamin disebabkan oleh berbagai kondisi yang berbeda
sangat bervariasi dalam insiden. Genital anomali diperkirakan terjadi pada 1 dari
4.500 kelahiran. Penyebab paling umum ambigu alat kelamin pada bayi baru lahir
adalah CAH yaitu 5,3 (1 per 15.000 kelahiran hidup). Diperkirakan bahwa 50%
dari bayi dengan hipospadia dan kriptorkismus unilateral atau bilateral akan
memiliki kondisi ambiguous genitalia. 3

2.4. Patofisiologi
Untuk mengetahui patofisiologi ambiguous genittalia, harus memahami
diferensiasi sexual normal dan abnormal yang merupakan pengertian dasar pada
kelainan ini
Embriologi diferensiasi seksual
Penentuan fenotif seks dimulai dari seks genetic yang kemudian diikuti oleh
kaskade kromosom seks menentukan seks gonad, akhirnya menentukan fenotif
seks. Tipe gonad menentukan diferensiasi regresi duktus internal (mulleridan
wolfii). Identitas gender tidak hanya ditentukan oleh fenotif individu, tetapi juga
oleh perkembangan gen prenatal dan postnatal.

Diferensiasi gonad
Dalam bulan kedua kehidupan fetus, gonad indeferen dipandu menjadi testes oleh
informasi genetic yang ada pada lengan pendek kromosom Y disebut Testes
Determining Faktor (DTF), merupakan rangkaian 35-kbp dalamsubband 11,3,
area ini disebut daerah penetu seks pada kromosom Y (SRY). Bilamana daerah ini
tidak ada atau berubah, maka gonad indeferen menjadi ovarium. Gen lain yang
pentingdalam perkembangan testes antara lain DAX 1 pada kromosom X, SF1
pada 9q33, WT1 pada 11p13, SOX9 pada 17q24-q25 dan AMH pada 19q13.3

Diferensiasi genitalia eksterna


Genitalia eksterna kedua jenis kelamin masih identik sampai 7 minggu pertama
masa gestasi. Tanpa hormin androgen (testoteron dan hidrotestoteron-DHT),
genitalia eksterna secara fenotif perempuan. Bila ada gonad laki-laki, diferensiasi
terjadi secara aktif setelah minggu ke-8 menjadi fenotif laki-laki. Diferensiasi ini
dipengaruhi oleh testoteron yang berubah menjadi DHT karena pengaruh enzim 5alfa reduktase dalam sitoplasma sel genitalia eksterna dan sinus urogenital. DHT
berkaitan dengan reseptor androgem dalam sitoplasma kemudian di transport ke
nucleus, menyebabkan translasi dan transkripsi material genetik, akhirnya
menyebabkan perkembangan genitalia eksterna laki-laki normal, bagian primodial
membentuk skrotum, dari pembengkakan genital membentuk batang penis, dari
lipatan tuberkel membentuk glads penis, dari sinus urogenitalis menjadi prostat.
Maskulinisasi tidak sempurna jika testoteron gagal berubah menjadi DHT atau
DHT gagal bekerja dalam sitoplasma atau nucleus sel genitalia eksterna dan sinus
urogenital. Kadar testoteron tetap tinggi sampai minggu ke-14. Setelah minggu
ke-14, kadar testoteron menetap pada kadar yang lebih rendah dan dipertahankan
oleh stimulasi human chorionic gonadotropin (hCG) maternal daripada LH.
Kemudian pada fase gestasi selanjutnya testoteron bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan falus yang responsive terhadap testoteron dan DHT.2

Gambar 1 : Diferensiasi duktus internal pada laki-laki dan perempuan. 1

2.5. Manifestasi Klinis


A) Anamnesis
Anamnesis harus meliputi gangguan endokrin pada ibu selama kehamilan, derajat
maturitas / prematuritas umur kehamilan, ibu mengkonsumsi hormon dari luar,
juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau kontrasepsi yang
digunakan untuk menskrinning beberapa kelainan urologi, kematian neonatal
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anomaly organ genital, pubertas dini,
amenorrhea, infertilitas pada keluarga dekat atau keterkaitan keluarga. Virilitas
atau tampilan cushingoid pada ibunya jika ada, harus dicatat.

B) Pemeriksaan fisik
Karakteristik fisik tertentu dapat menentukan arah penyelidikan yang akan
dilaksanakan.

Pemeriksaan alat kelamin eksternal :

Perhatikan ukuran dan tingkat diferensiasi dari phallus, karena variasi

mungkin mewakili clitoromegaly atau hipospadia.


Perhatikan posisi meatus uretra.
Labioscrotal lipatan dapat dipisahkan atau lipatan dapat menyatu di garis

tengah, memberikan penampilan dari skrotum.


Labioscrotal lipatan dengan peningkatan

pigmentasi

menyarankan

kemungkinan peningkatan kadar kortikotropin sebagai bagian dari sindrom


adrenogenital.

Pemeriksaan gonad

Dokumentasi teraba gonad adalah penting. Meskipun telah dilaporkan


ovotestes turun sepenuhnya ke bawah labioscrotal lipatan, pada kebanyakan

pasien, hanya bahan testis turun sepenuhnya.


Jika pemeriksaan menunjukkan inguinalis teraba gonad, diagnosa dari gonad

betina, sindrom Turner, dan disgenesis gonad murni dapat dihilangkan.


Teraba gonad, bahkan dalam sebuah virilized sepenuhnya tampaknya bayi,
harus meningkatkan kemungkinan sangat virilized 46, XX DSD pasien
dengan CAH.

Pemeriksaan rektal

Pemeriksaan colok dubur dapat mengungkapkan serviks dan rahim,


menegaskan struktur Mullerian internal.

Rahim relatif diperbesar pada bayi yang baru lahir karena efek estrogen ibu,
yang memungkinkan identifikasi mudah. 1,6,7,8,9,10

Gambar 2 : bayi baru lahir dengan CAH yang menunjukan ambiguous genitalia

Gambar 3 : mikropenis dengan hypospasia (kepala panah). Scrotum terbelah dua dengan belahan
garis tengah (panah).

2.6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Karena CAH merupakan penyebab paling sering ambiguous genitalia pada

bayi baru lahir, maka skrinning biokimia untuk penyakit ini harus dilakukan pada
bayi yang mengalami maskulinisasi simetris dengan gonad tidak teraba. Walaupun
kadar 17-hidroksiprogesteron dan nadronmenidion sangat tinggi pada defisiensi
21-hidroksilase klasik, direkomendasikan panel pemeriksaan yang lebih luas,
sehingga CAH bentuk yang jarangpun dapat diketahui. Kadar elektrolit serum
harus diperiksa dengan segera dan dipantau dengan cermat sampai diagnosis
ditegakkan dan dibuat rencana pengelolaan. Analisis kromosom harus dilakukan
pada pemerikasaan awal umumnya hasil dapat diperoleh dalam waktu 72 jam

dengan teknik standar atau yang lebih cepat dengan menggunakan pemeriksaan
hibridisasi fluorosen in situ. Apabila telah ditetapkan diagnosis CAH, maka
diagnostic lebih lanjut tidak diperlukan.
Jika satu atau kedua gonad teraba atau skrinning CAH hasilnya negative,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk Ultrasonography (USG)
pelvis untuk mencari korpus uteri dan genitogram untuk mengidentifikasi adanya
vagina, kanalis uteri, tuba falopii, atau vasa deferentia. Panel biokimis diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya hambatan biosintesis testoteron, berkurangnya
aktifitas 5-alpha reduktase atau indensitifitas androgen. Ultrasonography
merupakan pemeriksaan yang yang harus dilakukan pertama kali karena
noninvasice, cepat dan murah. Walaupun akurasinya hanya 50% untuk mendeteksi
testes intra abdominal. 1,11

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan USG dapat mendeteksi gonad pada regio inguinal dan dapat

memperkirakan anatomi mulleri. Walaupun lebih mahal, pemeriksaan CT-Scan


dan MRI dapat juga dilakukan untuk menggambarkan anatomis. Pemeriksaan
genitogram harus dilakukan untuk melihat adanya sinus urogenitalis, termasuk
masuknya uretra ke vagina dan adanya bentuk serviks.1,11

Ultrasonografi
USG merupakan modalitas utama untuk menetapkan ada atau tidak adanya organ
reproduksi dan Mullerian derivatif. Hal ini dapat dilakukan dengan cepat dan
tidak menimbulkan radiasi dan tidak memakain obat penenang. Pemeriksaan USG
harus mencakup inguinal, perineal, ginjal, dan adrenalin daerah. Rahim dan
indung telur relatif mudah untuk ditemukan pada pemeriksan USG pada periode
neonatal, karena struktur ini menonjol di bawah pengaruh hormon ibu. 11

Gambar 4. Female pseudohermafroditisme (46,


XX DSD) pada bayi dengan alat kelamin
ambiguous genitalia. Rahim normal dan
ovarium terlihat di panggul. (a, b) Longitudinal
(a) dan melintang (b) Ultrasonografi
menunjukkan pembesaran kelenjar adrenal
(panah
pada
gembar
a)
dengan
mempertahankan corticomedullary diferensiasi.
(c) Ultrasonografi menunjukkan gambar yang
diperbesar kiri kelenjar adrenal (anak panah),
seperti
kelenjar
adrenal
,
memiliki
"cerebriform"
(bdk. a dan b). Peningkatan level 17-hydroxyprogesteron pasien,
yang menyebabkan
penurunan 21-hidroksilase. Dalam kasus ini,
CAH mengakibatkan virilisasi dari kelamin
eksternal.

10

Ga
mbar 5. Male pseudohermafroditisme (46, XY DSD) pada fenotif gadis remaja
yang mengalami
amenore dan penonjolan lipatan labioscrotal yang
menunjukan derajat ambiguitas genital. (a) ultrasonografi pada pelvis tidak
menggambarkan rahim atau ovarium. (b, c) Color Doppler Ultrasonography
pada gambar kanan (b) dan kiri (c) testis (panah) pada kanal inguinalis. Dalam
kasus ini, partial androgen insensitivity syndrome (Reifenstein syndrome)
menyebabkan ambiguitas kelamin. 11

Fluoroskopi-Genitography
Pada pasien dengan ambiguous genitalia, genitography menunjukkan laki-laki
atau perempuan uretra tipe konfigurasi dan fistulous apapun komunikasi dengan
vagina atau dubur. Genitogram mengidentifikasi lokasi yang tepat di mana uretra
dan vagina bergabung. Genitography menunjukkan keberadaan ada tidaknya
vagina, hubungannya dengan uretra, tingkat sfingter eksternal, dan kesan serviks.
Penting untuk memeriksa semua perineal lubang dan masukkan kateter untuk
jarak pendek ke dalam setiap lubang. Sinus urogenital adalah pendahulu dari
embryologic kandung kemih, uretra, dan kelenjar prostat pada pria dan dari
kandung kemih, uretra, dan sepertiga distal vagina pada wanita. Hal ini terbentuk
dari bagian anterior kloaka. Malformasi sinus urogenital pada wanita mengarah ke
uretra dan vagina pembukaan melalui satu celah. Hal ini dapat mengakibatkan

11

berlebihan eksposur androgen dalam rahim (misalnya, CAH), yang juga mengarah
pada virilisasi dari alat kelamin eksternal. Kehadiran hydrocolpos atau
hydrometrocolpos dan ambigu alat kelamin dengan hanya dua perineal lubang
(salah satunya adalah anus) mengkonfirmasikan adanya sinus urogenital
malformasi dihasilkan dari virilisasi (Gambar 6).11

Gambar 6. Kompleks sinus urogenital anomali pada anak dengan ambiguous genitalia.
Genitogram diperoleh setelah mendapatkan suntikan bahan kontras melalui lubang tepat di bawah
phallus menunjukkan saluran opacified (panah besar)-kemungkinan uretra-dan area segitiga
(panah kecil). Bahan Kontras kemudian refluxed ke dalam uretra dan kandung kemih anterior dan
vagina posterior dari kantong segitiga. Saluran lainnya (panah) terlihat timbul dari triangular area
superior. 11

Multi Resonance Imaging (MRI)


Dalam sebuah studi, MRI ditemukan berguna dalam evaluasi ambiguous
genital, dengan gambaran dari rahim di 93% dari kasus, vagina di 95%, penis
dalam 100%, maka testis di 88%, dan ovarium di 74% (Gambar 10, 11). MRI dan
USG dianggap memiliki sensitivitas yang sama dalam evaluasi struktur
intrapelvic. MRI lebih sensitif dari USG pada evaluasi gonad tetapi masih belum
benar-benar dapat diandalkan untuk mengecualikan intraabdominal gonad. 11

12

Gambar 7. (a) T2-weighted MRI menunjukkan tes tis normal sebagai


struktur oval hyperintense dengan pinggiran gelap (panah). (b) Axial
T2-pada MRI pelvis menunjukkan corpora cavernosa normal (panah).
Kepala panah menunjukkan corpus spongiosum.11

Gambar 8. (a, b) coronal (a) dan sagital (b) T2-pada MRI menunjukkan
ovarium kanan normal (panah pada a) dan rahim (panah melengkung
pada gambar a, panah gambar b). (c) Axial T2-MRI pada pasien
dengan agenesis Mullerian ektopik menunjukkan indung telur (panah)
di atas otot iliopsoas.11

13

Pemeriksaan histology
Bayi dengan testes intra abdominal atau tidak teraba, mungkin didapatkan
pada

true

hermaprodit,

mixed

gonadal

dysgenesis,

atau

male

pseudohermaprodite sehingga harus dipertimbangkan untuk dilakukan eksplorasi


laparoskopi dengan biopsy dalam gonad secara longitudinal untuk pemeriksaan
histologist, untuk menentukan danya ovotestes, streak gonad:, atau testes
disgenesis sehingga dapat untuk konfirmasi diagnosis.
Laparatomi

eksplorasi

biopsi

gonad:

eksplorasi

terbuka

dapat

mengidentifikasi duktus internal secara anatomi dan biopsy jaringan gonad untuk
pemeriksaan histology.
Pengambilan gonad atau organ reproduktif dilakukan bilamana sudah ada
hasil patologi anatomi yang pasti, diagnosis pasti, dan diskusi antara keluarga dan
semua konsultan, serta telah ditetapkan gendernya.
Bilamana hasil pemeriksaan ini tidak dapat menentukan diagnosis
definitive, maka untuk penetapan jenis kelamin diperlukan perimbangan yang
akan berpengaruh terhadap masa depan anak. Pemeriksaan yang lebih mendalam
dapat dilakukan di senter yang mengkhususkan dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penyakit ini.
Histology gonad, setelah biopsy gonad, dapat mengidentifikasi jaringan
ovarium, jatingan testis, ovotestis, atau lapisan gonad.1,11

2.7. Diagnosis
Pada bayi baru lahir, kromosom seks telah ditetapkan sejak saat fertilisasi,
kemudian gonad yang belum berdiferensiasi berkembangmenjadi testis atau
ovarium. Fenotif jenis kelainan bayi merupakan hasil diferensiasi duktus internal
dan genitalia eksterna dibawah perngaruh hormone dan factor transkripsi. Bila
14

terjadi kelainan di antara proses tersebut, akan mengakibatkan ambiguous


genitalia atau ambiguous genitalia. Pada bayi baru lahir, harus segera dilakukan
pemeriksaan kariotipe, gonad teraba atau tidak, kemudian lakukan pemeriksaan
pemeriksaan laboratorium. Bila gonad teraba langsung, lakukan pemeriksaan
elektrolit serum, 17-OH progesterone, testoteron, LH dan follicle-stimulating
hormone (FSH). Bila kadar 17-OH progesterone meningkat, diagnosisnya adalah
CAH. Pemeriksaan kadar 11-deoxycortisol dan deoxycorticoterone dapat
membantu membedakan antara defisiensi 21-hydroxylase dan 11-b-hydroxylase.
Bila kadarnya meningkat, maka diagnosisnya adalah defisiensi 11-b-hydroxylase,
sedangkan bila kadarnya rendah maka diagnosisnya defisiensi 21-hydroxylase.
Bila kadar 17-OH progesterone normal, tentukan rasio testoteron terhadap DHT
sebelum dan sesudah stimulasi dengan hCG untuk membantu menjelaskan
penyebab male pseudohermaproditnya. Bilamana respon terhadap hCG tidak
ada disertai dengan meningkatnya kadar LH dan FSH maka ini sesuai dengan
anorkia. Harus diingat, bahwa pada 60-90 hari pertama kehidupan, kadar normal
gonadotropin tinggi, diikuti dengan kadar testoteron dan prekusornya. Dalam
periode spesifik ini, stimulasi hCG untuk melihat kadar androgen dapat ditunda
dulu.
Sampai sekarang, ada 4 kategori utama ambiguous genitalia, yaitu (1)
female pseudohermaprodit, (2) disgenesis gonad, (3) true hermaprodit murni
atau campuran, dan (4) male pseudohermaprodit. 1
Untuk menentukan penyebab terjadinya interseksualitas atau ambiguous
genitalia tidak mudah, diperlukan kerja sama interdisipliner/intradisipliner,
tersedianya sarana diagnostik, dan sarana perawatan. Pada pemeriksaan medis
perlu perhatian khusus terhadap hal-hal tertentu.

15

Gambar 9. Skema algotitma diagnostic untuk evaluasi pada anak dengan ambiguous genitalia
6,8

2.8. Klasifikasi
Ambiguitas sexual dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok, yaitu :
A. Gangguan pada gonad dan atau kromosom.
Yang termasuk dalamn klasifikasi ini antara lain hermafrodit sejati,
disgenesis gonad campuran, disgenesis gonad yang berhubungan dengan
kromosom Y, dan testes rudimenter atau sindrom anorki 6

1) Hermafrodit sejati.
Merupakan

kelainan

Hermaphroditism ditegakkan

yang

jarang

dijumpai.

Diagnosis

apabila

pada

pemeriksaan

jaringan

True
secara

mikroskopis ditemukan gonad yang terdiri dari jaringan ovarium (perempuan)


dan testis (laki-laki). Kedua jaringan gonad tersebut masing-masing dapat terpisah

16

tetapi lebih sering ditemukan bersatu membentuk jaringan ovotestis. Pada analisis
kromosom 70% dari kasus yang dilaporkan dijumpai 46,XX, sisanya dengan
46,XY,

campuran

kromosom

laki

dan

perempuan

dengan

kombinasi

46,XX/46,XY, 45,X/46,XY, 46,XX/47,XXY atau 46,XY/47,XXY.


Manifestasi klinik dan profil hormonal tergantung pada jumlah jaringan
gonad yang berfungsi. Jaringan ovarium sering kali berfungsi normal namun
sebagian besar infertil. Sekitar 2/3 dari total kasus true hermaphrodite dibesarkan
sebagai laki-laki. Meski pun demikian alat genital luar pada penderita kelainan ini
biasanya ambiguous atau predominan wanita dan disertai pertumbuhan payudara
saat pubertas. Jaringan Gonad dapat ditemukan pada rongga perut, selakang atau
lebih kebawah pada daerah bibir kemaluan atau skrotum. Jaringan testis atau
ovotestis lebih sering tampak di sebelah kanan. Spermatozoa biasanya tidak
ditemukan. Sebaliknya oosit normal biasanya ada, bahkan pada ovotestis. Jika
pasien memilih jenis kelamin pria, rekontruksi genital dan pemotongan gonad
selektif menjadi indikasi. Jika jenis kelamin wanita yang dipilih, tindakan bedah
yang dilakukan akan menjadi lebih sederhana.. 2) Disgenesis gonad campuran.
Pada disgenesis gonad campuran ini biasanya ditemukan testes unilateral
dan fungsional abnormal.

2) Disgenesis gonad campuran.


Pada disgenesis gonad campuran ini biasanya ditemukan testes unilateral
dan fungsional abnormal.

3) Disgeriesis gonad dengan translokasi kromosom Y.


Pada kelainan ini ditemukan disgenesis gonad, namun dari hasil
pemeriksaan analisis kromosom menunjukkan adanya translokasi kromosom Y.

17

4) Testes rudimenter atau sindrom anorkia.


Ditemukan pada lelaki 46 XY dengan diferensiasi seksual normal sejak
minggu ke-8 s/d 13, tetapi kemudian testes menjadi sangat kecil atau anorkia
komplit. Struktur saluran interna adalah lelaki. Terjadi kegagalan pada proses
virilisasi.

B.

Maskulinisasi

dengan

genetik

perempuan

(Female

pseudohermaphroditism)
Merupakan istilah yang ditujukan bagi individu yang memiliki indung
telur dan kromosom 46,XX (kromosomperempuan) dengan penampakan alat
kelamin bagian luar yang ambiguous. Sebab-sebab paling umum dari kelainan ini
adalah Congenital adrenal hyperplasia (CAH) yang menyebabkan kekurangan/
ketidak hadiran ensim 21-hidroksilase , 11-hidroksilase dan 3-hidroksilase
dehidrogenase.
Congenital adrenal hyperplasia (CAH) merupakan penyebab terbesar
kasus ambiguous genitaliaual dan kelainan ini diturunkan lewat ayah dan ibu yang
sebagai pembawa separo sifat menurun dan penderitanya bisa laki-laki dan
perempuan yang mendapatkan kedua paroan gen abnormal tersebut dari kedua
orang tuanya.
Penyakit ini digolongkan menjadi tipe yang klasik dan non klasik. Tipe
yang klasik ini bisa menunjukkan gejala kehilangan garam tubuh (natrium)
sampai terjadi syok, sehingga sering meninggal pada bulan pertama setelah lahir,
sebelum diagnosis bisa ditegakkan. Sedang yang tidak menununjukan gejala
kekurangan garam bisa bertahan hidup yaitu pada wanita disertai gejala
maskulinisasi dan pada laki-laki dengan gejala pubertas dini tanpa disertai gejala
keraguan alat kelamin sehingga laki-laki sering tidak datang berobat. Pada
pengalaman diklinik kenyataanya hampir tidak pernah tertangkap penderita lakilaki. Penderita perempuan menunjukkan gejala pembesaran kelentit (klitoris) yang

18

mirip penis sejak lahir atau pada yang lebih ringan akan muncul setelah lahir.
Anak-anak penderita CAH akan tumbuh cepat tapi kemudian pertumbuhan akan
berhenti lebih awal, sehingga pada keadaan dewasa mereka akan lebih pendek
dari ukuran tinggi badan normal. Pada tipe yang non klasik gejala muncul setelah
5-6 tahun dengan maskulinisasi yang lebih ringan, pembesaran klitoris akan
muncul belakangan.
Maskulinisasi pada penderita CAH dengan genetik wanita hanya mungkin
terjadi akibat adanya hormon androgen ekstragonad (dari luar gonad) yang dapat
berasal dari endogen mau pun eksogen, karena pada penderita ini tidak ditemukan
testis yang merupakan penghasil utama hormon androgen. Manifestasi klinik dari
hormon androgen yang berlebihan ini terbatas pada alat genital bagian luar dan
derajat berat-ringannya kelainan tergantung pada tahap pertumbuhan seksual saat
terjadinya paparan hormon androgen tersebut. Pada penderita kelainan ini tidak
akan ditemukan organ laki-laki bagian dalam. Pada keadaan ringan sering
munculnya pembesaran kelentit (menjadi seperti penis) pada wanita setelah lahir,
sehingga masyarakat menganggap alat kelaminnya berubah dari wanita menjadi
laki-laki. Penyakit ini bisa diobati, untuk menghindari gejala yang lebih berat
pengobatan harus dilakukan sedini mungkin dan seumur hidup. Penapisan pada
bayi baru lahir seharusnya dilakukan di Indonesia karena prevalensi penyakit ini
cukup tinggi.
Paparan hormon androgen eksogen bisa disebabkan bahan hormonal yang
bersifat androgenik yang dikonsumsi ibu saat mengandung janin wanita, misalnya
preparat hormonal yang mengandung progestogen, testosteron atau danazol. Berat
ringannya kelainan alat genital janin tergantung dari usia kehamilan, potensi,
dosis serta lama pemakaian obat. Paparan hormon androgen dan progestogen saat
usia kehamilan 6-10 minggu dapat berakibat perlekatan pada bagian belakang
vagina, skrotalisasi labia dan pembesaran klitoris. Kelainan organ genitalia yang
disebabkan oleh paparan hormon androgen eksogen mempunyai ciri khas yaitu
proses maskulinisasi tidak berjalan progresif dan tidak didapatkan kelainan
biokimiawi. (prof sultana, undip)

19

C.

Maskulinisasi

tak

lengkap

pada

genetik

lelaki

(Male

pseudohermaphroditism)
Adalah individu yang memiliki kromosom Y (kromosom laki-laki) namun
organ genitalia luarnya gagal bertumbuh menjadi alat genital pria normal. Definisi
ini masih terlalu luas dan didalam praktek klinik masih dikelompokkan menjadi
beberapa kelainan.
Ada beberapa jenis cacat hormon laki-laki yang menimbulkan gejala
hermaprodit semu laki-laki antara lain:

yang paling sering adalah Sindrom

Resistensi Androgen atau Androgen Insensitivity Syndrome (AIS) atau Testicular


Feminization Syndrome
Penyakit ini merupakan penampilan hermaprodit semu laki-laki yang
paling sering dijumpai di klinik. AIS merupakan kelompok kelainan yang sangat
heterogen yang disebabkan tidak atau kurang tanggapnya reseptor androgen atau
sel target terhadap rangsangan hormon testosteron. AIS diturunkan melalui jalur
perempuan (ibu), perempuan adalah pembawa sifat yang menurunkan, penderita
hanya pada laki-laki. Kejadian AIS dalam satu keluarga adalah hal yang sering
dijumpai tetapi ternyata 1/3 kasus AIS tidak mempunyai riwayat keluarga yang
positif. AIS dapat terjadi dalam bentuk complete Androgen Insensitivity
Syndrome (CAIS) atau incomplete/partial Androgen Insensitivity Syndrome
(PAIS).
Penderita PAIS adalah laki-laki dengan kelainan alat kelamin luar yang
sangat bervariasi, kadang-kadang bahkan terdapat pada beberapa pria normal yang
tidak subur. Penderita PAIS mempunyai penis yang kecil yang tampak seperti
pembesaran cltoris, disertai dengan hipospadia berat (jalan kencing bocor
ditengah tidak melewati penis) yang membelah skrotum sehingga tampak seperti
lubang vagina. Skrotum kadang tidak menggantung dengan testis umumnya
berukuran normal dan terletak pada abdomen, selakangan atau sudah turun

20

kedalam skrotum. Pada usia dewasa sering tumbuh payudara dan keluarnya jakun,
walaupun tidak disertai perubahan suara
Pada CAIS, penderita dengan penampilan seperti perempuan normal,
dengan alat kelamin luar seperti wanita, mempunyai vagina yang lebih pendek
dari normal,dan payudara akan tumbuh mulai masa prepubetas dengan hasil
pemeriksaan kromosom menunjukkan 46,XY (sesuai kromosom pada laki-laki)
dan kadar hormon testosteron normal atau sedikit meningkat. Pada pemeriksaan
fisik dan USG akan teraba atau tampak 2 testis yang umumnya tidak berkembang
dan terletak dalam rongga perut atau selakangan, tanpa struktur alat genital dalam
wanita. Individu dengan CAIS sering menunjukkan gejala seperti hernia
inguinalis (hernia pada selakangan), oleh karena itu pada anak perempuan
prapubertas yang mengalami hernia inguinalis (benjolan pada selakangan) dan
gejala tidak menstruasi sejak lahir, perlu pemeriksaan kromosom. (prof. sultana
undip)

D. Gangguan pada embriogenesis yang tidak melibatkan gonad ataupun


hormone
Kelainan genitalia eksterna dapat terjadi sebagai bagian dari suatu defek
dari embriogenesis. Contoh dari kelainan ini ialah epispadia glandular, transposisi
penoskrotal, penis yang dihubungkan dengan ahus imperforata, dan klitoromegali
pada neurofibromatosis.

2.9. Penatalaksanaan
a. Penetapan jenis kelamin

Orangtua harus dianjurkan untuk menunda mendaftarkan kelahiran (ini


dapat secara legal sulit untuk diubah kemudian) dan penamaan bayi,
sampai jenis kelamin pemeliharaan adalah memutuskan.

21

Hal ini harus dilakukan setelah selesainya proses diagnostik, termasuk

penuh klinis, genetik dan biokimia penyelidikan.


Harus dilakukan tanpa penundaan dan tidak semestinya tergesa-gesa.
Harus dilakukan melibatkan orang tua dalam diskusi dan penjelasan

lengkap.
Pemeriksaan harus bertujuan untuk mendapatkan pubertas yang normal
dan kehidupan seks dengan jelas, fungsional normal genitalia eksternal
dan kemampuan reproduksi.

b. Penatalaksanaan emergency
CAH dapat hadir dengan krisis adrenocortical, hiponatremia atau hipoglikemia
dan perawatan darurat diperlukan. Monitoring kalium dan glukosa penting.

c. Penatalaksanaan jangka panjang

Pengobatan endokrin

Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah


mendorong perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tandatanda seks feminisasi (membesarkan ukurran penis, menyempurnakan distribusi
rambut dan masa tubuh) dengan memberikan testoteron).
Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong
secara simultan perkembangan karakteristik seksual kearah feminine dan menekan
perkembangan maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat
timbul pada beberapa individu setelah pengobatan estrogen).
Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormone untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankanreaksi bila terjadi stress
fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan.

22

Pengobatan dengan hormone seks biasanya mulai diberikan pada saat awal
pubertas dan glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya
dimulai pada saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien diberikan hormone seks
laki-laki, hormone seks perempuan atau glukokortikoid, maka pengobatan harus
dilanjutkan selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan saat
dewasa untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormone seks perempuan
untuk mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler dan glukokortikoid
untuk mencegah hipoglikemia dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stress.

Pengobatan pembedahan

Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar


mempunyai genitalia eksterna feminism, sedapat mungkin seperti normal dan
mengkoreksi sebanyak mungkin seperti normal dan mengkoreksi ukuran klitoris
yang membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada klitoris dan
menempatkannya tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal. Tahap kedua
menempatkan vagina keluar agar berada diluar badan didaerah bawah klitoris.
Tahap pertama biasanya dilakkan pada awal kehidupan. Sedangkan tahap kedua
mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat pasien siap memulai
kehidupan seksual.
Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan
merubah letak uretra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal ini
dapat dilakukan dalam satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak kasis hal
ini harus dilakukan lebih dari satu tahapan, khususnya bilamana jumlah jaringan
kulit yang dapat digunakan terbatas, lekukan pada penis terlalu berat dan semua
keadaan-keadaan tersebut bersamaan sehingga mempersulit letak operasi.
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah laki-laki, maka dapat dilakukan
operasi rekostuksi antara usia 6 bulan sampai 1 tahun. Secara umum sebaiknya

23

operasi sudah selesai sebelum anak berusia dua tahun dan jangan sampai ditunda
sampai anak pebertas
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah perempuan, bilamana
pembukaan vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlau besar, maka
rekonstruksi vagina dapat dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris.
Bilamana maskulisasi membuat klitoris sangat besar dan vagina tertutup (atau
lokasi vagina sangat tinggi dan sangat posterior), maka dianjurkan untuk menunda
rekonstruksi vagina sampai usia remaja. Namun hal ini masih merupakan
perdebatan, beberapa ahli menganjurkan agat rekonstruksi dilakuakan seawal
mungkin atau setidaknya sebelum usia dua tahun, namun ahli yang lain
menganjurkan ditunda sampai usia pubertas agar kadar estrogennya tinggi
sehingga vagina dapat ditarik ke bawah lebih mudah.

Pengobatan psikologis
Sebaiknya, semua pasien ambiguous genitalia dan anggota keluarganya

harus dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh


ahli endokrin anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama, konselor genetic atau
orang lain dimana keluarga dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting adalah
bahwa yang memberikan konseling harus sangat familier dengan hal-hal yang
berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan ambiguous genitalia. Sebagai
tambahan, sangat membantu bilamana konselor mempunyai latar belakang terapi
seks dan konseling seks.
Topic yang harus diberikan selama konseling adalah pengobatan tentang
keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan
konseling genetic. Bilamana pada suatu saat disepanjang hidupnya, pasien dan
orangtuanya mempunyai masalah dengan topic tersebut, maka dianjurkan untuk
berkonsultasi.

24

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Ambiguitas sexual adalah cacat lahir di mana alat kelamin luar tidak

memiliki penampilan yang khas, baik laki-laki atau perempuan.


Etiologi ambiguous genital adalah kelainan kromosom, termasuk
Klinefelter sindrom (XXY) andTurner sindrom (XO), ibu menelan obatobatan tertentu, kurangnya produksi hormon tertentu, kurangnya reseptor

testosteron selular.
Terdapat insiden CAH 1 kasus per 15.000 kelahiran hidup 6,5 juta bayi
yang dilahirkan hidup di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi pada neonatus

Yahudi Eropa, Hispanik, Slavia, atau keturunan Italia.


Terdapat insiden CAH 1 kasus per 15.000 kelahiran hidup 6,5 juta bayi
yang dilahirkan hidup di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi pada neonatus

Yahudi Eropa, Hispanik, Slavia, atau keturunan Italia. (e-med)


Pemeriksaan fisik dengan alat kelamin eksternal, gonad dan pemeriksaan

rectal
Pemeriksaan penunjang dengan Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan

histology
Klasifikasi ambiguous genitalia, yaitu (1) female pseudohermaprodit,
(2) disgenesis gonad, (3) true hermaprodit murni atau campuran, dan (4)

male pseudohermaprodit.
Penatalaksanaan dengan penetapan jenis kelamin, penatalaksanaan
emergency dan penatalaksanaan jangka panjang

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Hutcheson, Joel. Ambiguous Genitalia and Intersexuality. Pennsylvania :


Departments of Surgery and Urology, Pediatric Surgical Associates.
Pennsylvania. 2009.
2. Susanto, Rudy. Ambiguous Genitalia Pada Bayi Baru Lahir. IKA FKUndip:Semarang. 2006.
3. Draper, Richard. Ambiguous Genitalia. Patient UK. 2008.
4. Faradz, Sultana MH. Kelamin Ganda, Penyakit atau Penyimpangan
Gender. Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. 2008.
5. Faizi, Muhammad. Genital Ambigua. Surabaya : Universitas Airlangga.
2006.
6. Damiani, Durval. Disorders of Sexual Development - Still a Big
Challenge!. Journal of Pediatric Endocrinology & Metabolism. So Paulo
University Medical School. 2007.
7. Kaneshiro, Neil K. Ambiguous genitalia. University of Washington School
of Medicine. 2009.
8. Siregar, Charles Darwin. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada
Anak. Cermin Dunia Kedokteran No. 126. 2000.
9. Siregar, Charles D. Isolated Clitoromegaly pada Neonatus sebagai Gejala
Awal Sindrom Hiperplasi Adrenal Kongenital. Jakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
10. Krisdawati, Sanni. Deteksi Dini Ambiguitas Seksual.
Puskesmas Sawit Seberang Kabupaten Langkat. 2008.

Bagian Gizi di

11. Chavhan, Govind B. Imaging of AmbiguousGenitalia: Classificationand


Diagnostic Approach. University of Toronto RadioGraphics :Departments
of Diagnostic Imaging Pediatric Urology. 2008.

REFERAT

26

AMBIGUOUS GENITALIA

Oleh:
Desca Noermiyantie

Pembimbing:
dr. Fritz Nahusuli, Sp. B

SMF Ilmu Bedah


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

27

UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA


2010

28

S-ar putea să vă placă și