Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Sarcoptes Scabiei
Sarcoptes Scabiei
ABSTRACT
The objective of the experiment is to study the protein profile of Sarcoptes
scabiei mites, based on molecule weight. Sarcoptes scabiei protein have an
antigenic effect, therefore it can be use as diagnostic substances for controlling
scabies diseases which is caused by Sarcoptes scabiei mites. This research method
was started by isolation of Sarcoptes scabiei mites from goat that infected by
scabies. By scraping of goat skin until blood spot appearance. Sarcoptes scabiei
isolates was analysed by SDS-PAGE 12% to detect of whole protein on sarcoptes
which is measuring in relative moleculer weight (kDa). Results of the experiment
showed the whole protein of Sarcoptes scabiei was identified of 12 bands of
protein, and range about 26.7 kDa to 208.4 kDa with detail as follow as: 208.4
kDa, 187.4 kDa, 128.9 kDa, 98.2 kDa, 79.9 kDa, 58.5 kDa, 49.9 kDa, 43.9 kDa,
40.6 kDa, 35.0 kDa, 28.2 kDa, and 26.7 kDa. Several bands of protein which
appeared bold are: 208.4 kDa, 58.5 kDa, 49.9 kDa and 40.6 kDa.
Key words: Sarcoptes scabiei, SDS-PAGE, Protein Profile, Molecule Weight,
Goats.
Pendahuluan
Scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang gatal dan menular pada
mamalia domestik maupun mamalia liar yang disebabkan oleh ektoparasit jenis
tungau (mite), Sarcoptes scabiei (Soulsby, 1986). Di Australia dapat ditemukan
pada anjing Australia (Canis dingo), srigala liar (Vulpes vulpes) dan wombat pada
umumnya (Vombatus ursinus). Kematian secara luas terjadi pada srigala dan
wombat yang terkena Sarcoptes scabiei (Kemp et al., 2002).
Ektoparasit tersebut disebabkan oleh jenis tungau yang sama dan
strukturnya identik, tetapi secara fisiologis berbeda (Walton et al., 1999 yang
dikutip oleh Lastuti dkk., 2006). Berdasarkan analisis sekuens daerah ribosomal
RNA menunjukkan adanya perbedaan diantara spesies (Soulsby, 1986).
Berdasarkan eksperimental tidak terjadi penularan scabies dari anjing ke tikus,
marmut, domba, dan kambing, hal tersebut menunjukkan Sarcoptes scabiei
mempunyai induk semang spesifik (Arlian et al., 1994). Tiap induk semang hanya
berbeda dalam ukurannya sedangkan morfologinya sulit dibedakan (Hungerford,
1975).
Menurut McCarthy et al. (2004) Sarcoptes scabiei ini ditemukan hampir di
seluruh dunia. Penularan Sarcoptesscabiei dapat terjadi jika melakukan kontak
langsung secara sengaja dengan larva, nimfa dan tungau betina fertil baik dari
permukaan kulit secara langsung atau dari bendabenda yang terinfeksi Sarcoptes
scabiei (Sasmita dkk., 2005). Prevalensi scabies pada manusia di negara yang
belum berkembang sebesar 4% sampai 27% (Guldbakke, 2006), sedangkan
prevalensi pada ternak cukup tinggi seperti pada babi sebesar 20% sampai 80%
(Damriyasa et al., 2004).
Prevalensi scabies pada populasi kambing lebih fluktuatif, mulai kurang
dari 5% sampai mendekati 100% dan mortalitas cukup tinggi antara 67%-100%
pada kambing berumur muda dan sekitar 11% pada kambing dewasa (Tarigan,
2004). Prevalensi kudis scabies yang cukup tinggi juga dilaporkan di Malaysia
(Dorny et al., 1994), di Libya (Gabay et al., 1992). Kejadian scabies pada babi
tampaknya juga cukup tinggi sebesar 33,7% (Gutierrez et al., 1996), dan di
Tanzania sebesar 88% (Kambarage et al., 1990). Scabies merupakan penyakit
kulit yang bersifat zoonosis dengan menimbulkan kegatalan yang hebat serta
gejala kudis yang berkerak dan sangat mengganggu dalam aktivitasnya yang
berakibat menurunnya produktivitas daging dan kulit (Ralph et al., 1985).
Scabies umumnya disebut itch mite merupakan penyakit yang
menyebabkan gatal sehingga menyebabkan depresi dan kelelahan (Kemp et al.,
2002). Prevalensi scabies pada manusia tinggi, para ahli dermatologi
memperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kasus scabies pada manusia terjadi
setiap tahun di dunia (Arlian et al., 1994). Tungau sarkoptik terdiri dari spesies
Sarcoptes scabiei yang bersembunyi di dalam kulit dan menyebabkan kudis
sarkoptik (Noble and Noble, 1989).
Sarcoptes scabiei mempunyai banyak varietas sesuai dengan induk
semangnya yaitu Sarcoptes scabiei var.humani pada manusia, var.canis pada
anjing, var.suis pada babi, var.ovis pada biri-biri, var.caprae pada kambing,
var.equi pada kuda dan var.bovis pada sapi (Levine, 1994). Walaupun penyakit ini
diketahui seribu tahun yang lalu, namun belum ada alat diagnostik yang praktis
dan kontrol pencegahan yang tersedia.
Studi tentang biologi molekuler untuk scabies masih terbatas, mengingat
kesulitan dalam mengisolasi parasit (Schumann et al., 2001). Penelitian lain
tentang karakterisasi protein Sarcoptesscabiei stadium dewasa menunjukkan
bahwa hasil SDS-PAGE terlihat dari 33 pita (band) yang berkisar 15 - 225 kDa,
tetapi hanya ada 18 pita (band) yang potensial (Arlian et al., 1994). Pengendalian
penyakit scabies selama ini menggunakan antiparasit yang dapat menimbulkan
resistensi dan residu pada produk ternak sehingga diperlukan bahan biologis untuk
pengendaliannya (Karthikeyan, 2004).
Diagnosa scabies yang dilakukan saat ini masih didasarkan pada gejala
klinis dan pemeriksaan mikroskopis dengan membuat kerokan kulit (scraping)
daerah yang menunjukan gejala krusta, dan terjadi allopesia. Tungau tidak selalu
mudah ditemukan dan umumnya dengan kerokan ditemukan positif sekitar 30%50% (Soulsby, 1986).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dikembangkan cara
diagnosis yang tepat dan akurat melalui penelitian awal dengan cara
mengidentifikasi whole protein dari Sarcoptes scabiei yang diisolasi dari kambing
dengan metode analisis SDSPAGE, sehingga hasil penelitian nanti bisa
dilanjutkan untuk mendapatkan antigen spesifik yang akan digunakan untuk
pengembangan kit diagnostik (Lastuti dkk., 2006).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik, yaitu suatu
penelitian yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana
profil protein antigen tungau Sarcoptes scabiei var.caprae.
Penelitian ini menggunakan bahan dasar tungau Sarcoptes scabiei
var.caprae dewasa. Bahan kimia yang digunakan pada penelitian berupa: PBS,
acrylamide, Tris HCl pH 8,8, SDS 10%, aquadest, TEMED, APS, buthanol, Tris
HCl pH 6,8, Laemmli buffer, electrophoresis buffer, methanol, acetic acid,
glutaraldehyde 10%, AgNO3, NaOH 0,36%, NH3, Formaldehyde, Zitronensaure.
Koleksi dan Isolasi tungau Sarcoptes scabiei dimulai dengan proses scraping pada
bagian keropeng scabies menggunakan pisau scalpel hingga terdapat bintik-bintik
darah, hal ini untuk mendapatkan tungau Sarcoptes scabiei yang berada di
terowongan lapisan tanduk, kemudian diletakkan pada petridish (Lastuti dkk.,
2006). Hasil scraping keropeng tersebut dimasukkan dalam tabung konikel
berukuran 10 ml dan dilarutkan dalam PBS 10% kemudian disentrifus dengan
kecepatan 2.000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan debris dan tungau.
Supernatan hasil sentrifus dikumpulkan, sedangkan endapan yang berisi
kerak dilarutkan kembali dengan PBS 10% dan disentrifus lagi untuk
mendapatkan supernatan yang banyak mengandung sarcoptes. Supernatan
diperiksa, diletakan di petridish dan dilakukan preparasi di bawah mikroskop
disecting dengan perbesaran 40 kali dan sarcoptes yang terlihat diambil satu
persatu dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan dalam tabung berisi
PBS 10% (Lastuti dkk., 2006).
Sebagian isolat dicuci dengan PBS 10% dan disentrifus dengan kecepatan
3.000 rpm selama 10 menit. Pencucian tersebut dilakukan tiga kali. Endapan yang
terbentuk berupa pellet disimpan dalam freezer -80C yang siap digunakan untuk
elektroforesis protein sarcoptes. Kemudian dilakukan teknik sonikasi. Isolat
dilarutkan dalam satu ml PBS dan disonikasi pada 30 kHz, diulang sebanyak 16
kali, masing-masing selama 4 menit dengan waktu istirahat 2 menit. Larutan hasil
sonikasi disentrifus dengan kecepatan 16.000 rpm selama 5 menit, kemudian
supernatan yang dihasilkan siap digunakan sebagai sampel protein untuk SDSPAGE dan didiamkan semalam sebelum digunakan dan konsentrasinya diukur
menggunakan spektrofotometer (Lastuti dkk., 2006).
Karakterisasi protein dilakukan melalui elektroforesis whole protein
dengan menggunakan teknik SDSPAGE. Menurut Rantam (2003) adapun cara
kerja dari SDS-PAGE sebagai berikut:
a. Mencetak running gel 12% Bahan-bahan running gel 12% dicampur
sampai homogen (acrylamide 2,5 ml, Tris HCl (pH 8,8) 1,2 ml, SDS 10%
1,2 ml, aquadest 1,1 ml, TEMED 5 l, APS 10% 30 l) kemudian
campuran tersebut dimasukkan dalam gelas plate melalui dindingnya agar
tidak terbentuk gelembung, sampai kira-kira satu cm dari atas. Buthanol
ditambahkan di atasnya sampai penuh (lebih kurang 1 ml) dan dibiarkan
selama 25 menit pada suhu kamar agar gel membeku, selanjutnya sisa
buthanol dibuang dan dibersihkan dengan PBS lalu dikeringkan.
b. Mencetak stacking gel 5% Cara pembuatan stacking gel sama seperti
mencetak running gel. Bahanbahan stacking gel 5% dicampur hingga
homogen (acrylamide 0,66 ml, Tris HCl (pH 6,8) 0,8 ml, SDS 10% 0,8 ml,
aquadest 0,8ml, TEMED 4 l, APS 10% 20 l) kemudian campuran
tersebut dimasukkan di atas running gel yang telah mengeras hingga
penuh. Comb dimasukkan dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 1525 menit sampai stacking gel mengeras. Langkah terakhir yaitu melepas
serta mencuci stacking gel dengan electrophoresis buffer.
c. Persiapan sampel Sampel sebanyak 15 l dicampur dengan Laemmli
buffer dengan perbandingan 2:1lalu dimasukkan ke dalam appendorf yang
telah di lubangi tutupnya dengan jarum tusukan (3 lubang). Campuran
tersebut dipanaskan dengan waterbath pada suhu 100C selama 5menit.
d. Elektroforesis dimulai dengan memasang gelas plate dan dirangkai dengan
frame dari bio-Rad.. Sampel dan marker yang telah dibuat dimasukkan ke
dalam lubang comb. Marker yang digunakan adalah protein dengan berat
molekul 14.4 200 kDa. Elektroforesis dijalankan dengan kecepatan 125
V dan kuat arus 40 mA. Proses ini dihentikan setelah warna biru turun
(Laemmli turun) kurang lebih tiga sampai empat jam.
e. Pencucian terhadap hasil running Gel hasil elektoforesis dimasukkan ke
dalam petridish dan dilakukan 4 kali pencucian. Pencucian pertama
menggunakan methanol 25 ml, acetic acid 3,75 ml, aquadest. Pencucian
kedua menggunakan methanol 2,5 ml, acetic acid 3,75 ml, aquadest.
Pencucian ketiga menggunakan glutaraldehyde 10 %. pencucian keempat
menggunakan aquadest 100 ml sebanyak 3 kali pencucian. Masingmasing pencucian selama 30 menit.
kDa, 187,4 kDa, 128,9 kDa, 98,2 kDa, 79,9 kDa, 58,5 kDa, 49,9 kDa, 43,9 kDa,
40,6 kDa, 35,0 kDa, 28,2 kDa, dan 26,7 kDa. Beberapa pita protein tampak tercat
tebal yaitu 208,4 kDa, 58,5 kDa, 49,9 kDa, dan 40,6 kDa.
Ucapan Terima kasih
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:Ibu Nunuk Dyah Retno Lastuti, M.S., drh. Selaku dosen
pembimbing pertama dan Ibu Prof. Romziah Sidik B., PhD., drh sebagai dosen
pembimbing kedua. Serta Ibu Ririn Ngesti Wahyuti, M.kes. drh., selaku ketua
penguji, Ibu Dr. Rahaju Ernawati, M.Sc. drh., selaku sekretaris penguji dan Bapak
Dr. Bimo A.H.P., M.kes. drh., selaku anggota penguji.
Daftar Pustaka
Arlian, L.G., M.S. Morgan, D.L. Vyszenski-Moher, and B.L. Stemmer. 1994.
Sarcoptes scabiei: the circulating antibody respone and induced immunity to
scabies. Exp.Parasitol.78:37-50
Damriyasa, I.M., Failing., R Volmer., H.Zahner and C.Bauer. 2004. prevalence,
risk factor and economic importance of infestations with Sarcoptes scabiei
and Haematopinus suis in sows of pig breeding farms in Hesse, Germany.
Medical and Veterinary Entomology 18:361-367
Dorny, P.T.V., Wyngaarden, J.Vercruysse, C.Symeons, and A.Jalia,A. 1994. survey
on the importance of mange in the aetiologi of skin in goats in peninsular
Malaysia. Trop.Mad.Parasitol 26:81-86
Gabay, M.M.,W.N.Beesley and M.A.Awan. 1992. A survey on farm animals in
Libya. Ann.Trop.Med.Parasitol.86;537-542
Guldbakke, K.K. 2006. Crusted scabies: a clinical review journal of drugs in
dermatology. (http://findaricles.com/p/articles/ mi_mOPDE).
Gutierrez., J.F., J.Mendez De Vigo, J.Castella, E. Munoz and D. Ferrer. 1996.
Prevalence of sarcoptic mange in fatening pigs sacrifieced in a
sleughterhouse of northeasthern spain. Vet.Parasitol.61:145-149
Harumal, P., M.Morgan., S.F Walton., D.C. Holt., J. Rode., L.G. arlian., B.J.
Currie and D.J. Kemp. 2003. Identification of homologue of a house dust
mite allergen in cDNA library from Sarcoptes scabiei var.hominis and
evaluation of its vaccine potential in Sarcoptes scabiei var.canis.
Am.J.Trop.Med.Hyg.68(1):54-60
Hungerford, T.G. 1975. Disease of Livestock. 8th ed. Mc.Graw-Hill Book
Company. Sydney. 894-895
Karthikeyan, K. 2004. Treatment of scabies: never prespectives. Postgraduate
medical Jornal 2005:81:7-11.
Kambarage, D.M., P.Msolla and J.Falmer-Hansen, 1990. Epidemiological studies
of Sarcoptes mange in Tazmanian pig herds. Trop.anim.Health.22:226-230
Kemp, D.J, Shelley F Walton, Pearly Harumal and Bart J Currie. 2002. The
Scourge of scabies (http:// www.google.com/TheScourgeofScabies/pdf)