Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
ABSTRAK
Demensia merupakan sindroma klinis yang meliputi hilangya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi dalam kehidupan seharihari. Senam otak adalah metode gerak aktif dan latih otak untuk mengaktifkandua belah
otak dan memadukan fungsi semua bagian otak sehingga dapat meningkatkan fungsi
kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak dengan fungsi
kognitif pada lansia demensia.Desain penelitian ini adalah quasy experiment dengan pre
and post test without control dengan tehnik total sampling, yaitu tehnik pengambilan
sample dimana jumlah sample sama dengan populasi.Sample dalam penelitian ini adalah
lansia yang berada di Panti Wredha Darma Bakti Kasih Surakarta sebanyak 15 orang.
Alat pengumpulan data yangdigunakan kuesioner Mini Mental Status Examination.
Analisis uji statistik ini menggunakan Paired sample t test. Hasil penelitian ini
menunjukkan t hitung (8,500) > dari t table (6,714) dan p value (0,000) < dari (0,05)
sehingga Ho ditolak artinya ada pengaruh senam otak dengan fungsi kognitif lansia
demensia.Senam otak efektif untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia demensia.
Diharapkan lansia dapat melakukan senam otak secara teratur.
Kata Kunci : Senam otak, Lansia, Fungsi Kognitif, Demensia
ABSTRACT
Dementia is a clinical syndrome which includes the severe loss of intellectual function
and memory so that it causes dysfunctions in their daily life. Brain gymnastics is an
active motion method and a brain exercise to activate the two halves of the brain and to
integrate all of the functions of the two halves so as to improve the cognitive functions.
The objective of this research is to investigate the effect of brain gymnastics on cognitive
function of the dementia elderly.This research used the quasi experimental research
method with the pretest and posttest without control design. The samples of the research
were taken by using the total sampling technique. They consisted of the dementia elderly
as many as 15 person living in Darma Bakti Kasih Nursing Home of Surakarta. The data
of the research were gathered through questionnaire of Mini Mental Status Examination.
The data of the research were statistically analyzed by using the paired sample t test.
The result of the research shows that the value of tcount is 0.000, which is smaller than that
of =0.05 so that Ho is rejected, meaning that there is an effect of brain gymnastics on
cognitive function of the dementia elderly.Thus, a conclusion is drawn that the brain
gymnastics is effective to improve the cognitive function of the dementia elderly. The
elderly are expected to carry out the brain gymnastics regularly.
Keywords: Brain gymnastics, elderly, cognitive function, and dementia
PENDAHULUAN
Perkembangan jumlah penduduk
lanjut usia di dunia, menurut
perkiraan World Healt Organitation
(WHO) akan meningkat pada tahun
2025 dibandingkan tahun 1990
dibeberapa Negara dunia seperti
China 220%, India 242%, Thailand
337%, dan Indonesia 440% (Wiwin
2011). Asia merupakan wilayah yang
paling banyak mengalami perubahan
komposisi
penduduk
dan
diperkirakan pada tahun 2025,
populasi lanjut usia akan bertambah
sekitar 82%. Penduduk lanjut usia di
Indonesia 2008 sebesar 21,2 juta
jiwa, dengan usia harapan hidup 66,8
tahun, tahun 2010 sebesar 24 juta
jiwa dengan usia harapan hidupnya
67,4 tahun dan pada tahun 2020
jumlah lansia diperkirakan sebesar
28,8 juta jiwa dengan usia harapan
hidup 71,1 tahun (Arita, 2011).
Jumlah penduduk lanjut usia di
DI.Yogyakarta mencapai 5 juta jiwa
dan Jawa tengah mencapai 3 juta.
Jumlah Lansia di Puskesmas Weru
sebanyak 16.191 orang. Surakarta
menunjukkan penduduk yang berusia
65 tahun keatas sebanyak 23.496
orang (Badan Pusat Statistika 2012).
Meningkatnya populasi lansia
akan dapat menimbulkan masalah
masalah penyakit pada usia lanjut.
Menurut Departemen Kesehatan
tahun 1998, terdapat 7,2 % populasi
usia lanjut 60 tahun keatas untuk
kasus demensia. Sebanyak 5 % usia
lanjut 65 70 tahun menderita
demensia dan akan meningkat dua
kali lipat setiap 5 tahun mencapai
lebih 45% pada usia diatas 85 tahun
2
(Nugroho,
2008).
Demensia
merupakan suatu gangguan fungsi
daya ingat yang terjadi perlahan
lahan, serta dapat mengganggu
kinerja dan aktivitas kehidupan
sehari hari (Atun 2010).
Demensia di tandai dengan
adanya gangguan mengingat jangka
pendek dan mempelajari hal hal
baru, gangguan kelancaran berbicara
(sulit menyebutkan nama benda dan
mencari kata kata untuk
diucapkan), keliru mengenai tempat waktu orang atau benda, sulit
hitung menghitung, tidak mampu
lagi membuat rencana, mengatur
kegiatan, mengambil keputusan, dan
lain lain (Sumijatun 2005).
Beberapa tindakan yang dapat
digunakan untuk mengatasi demensia
antara lain dengan mengenal
kemampuan-kemampuan yang masih
dimiliki, terapi individu dengan
melakukan terapi kognitif, terapi
aktivitas kelompok dan senam otak
(Stuart & Laraia 2010).
Senam otak adalah suatu usaha
alternative alami yang sehat untuk
menghadapi
ketegangan
dan
menghadirkan
relaksasi
dalam
kehidupan sehari-hari. Senam otak
bertujuan meningkatkan rasa percaya
diri, menguatkan motivasi belajar,
merangsang otak kiri dan kanan,
merelaksasi
otak
dan
dapat
meningkatkan fungsi kognitif (Andri
2013).
Kegiatan senam otak ditujukan
untuk
merelaksasi
dimensi
pemusatan, menstimulasi (dimensi
lateralis) dan meringankan (dimensi
pemfokusan). Dengan senam otak
Jumlah (n)
Persentase %
53
27
Jumlah (n)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
4
11
15
Persentase (%)
27
73
100
Jumlah (n)
Persentase %
Tidak sekolah
20
SD
SMP
SMA
Total
6
5
2
15
40
27
13
100
Jumlah (n)
0
3
7
5
15
Persentase %
0
20
47
33
100
Tabel 5 Distribusi Fungsi kognitif MMSE sesudah dilakukan senam otak (n = 15)
Klasifikasi
Normal
Kognitif Ringan
Kognitif Sedang
Kognitif Berat
Jumlah
Jumlah (n)
0
8
5
2
15
Persentase %
0
53
33
14
100
Shapiro- wilk
P value
0,484
0,637
Mean
P value
19.20
8.500
.000
20.33
dan sesudah 15,85 dengan selisih
6,7. Hasil ini sesuai dengan
penelitian
sebelumnya
yang
menyatakan bahwa senam otak dapat
meningkatkan daya ingat lansia
dengan nilai signifikan yaitu p=0,005
(p<0,05)
Gerakan-gerakan ringan dengan
permainan melalui olah tangan dan
kaki dapat memberikan rangsangan
atau stimulus pada otak. Gerakan
yang menghasilkan stimulus tersebut
merupakan gerakan yang dapat
meningkatkan kemampuan kognitif
(kewaspadaan,
konsentrasi,
kecepatan, persepsi, belajar, memori,
pemecahan masalah dan kreativitas).
selain itu kegiatan kegiatan yang
berhubungan
dengan
spiritual
sebaiknya digiatkan agar dapat
memberi ketenangan pada lansia
(Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
Menurut
Penelitian
Sapardjiman (2007) menyatakan
bahwa senam otak juga bermanfaat
untuk membuka bagian-bagian otak
yang sebelumnya tertutup atau
terhambat sehingga kegiatan belajar
7
atau
bekerja
berlangsung
menggunakan seluruh otak (whole
brain), mengurangi stress emosional
dan pikiran lebih jernih, menjadikan
orang lebih bersemangat, lebih
konsentrasi, lebih kreatif dan efisien,
kemampuan berbahasa dan daya
ingat meningkat, hubungan antar
manusia dan suasana belajar/bekerja
lebih rileks dan senang.
Hasil dari uji Paired Sample ttest didapatkan mean pre test 19.20
dan untuk mean post test 20.33
sehingga dapat dilihat adanya
peningkatan fungsi kognitif sebelum
dan sesudah perlakuan 1,13. Hasil t
hitung sebesar 8,500 > t table 6,714
dengan nilai p value 0,000 sehingga
Ho ditolak artinya ada pengaruh
sebelum dan sesudah senam otak
dengan fungsi kognitif lansia
demensia di Panti Wredha Darma
Bakti Kasih Surakarta. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
senam otak secara signifikan
bermanfaat dalam meningkatkan
fungsi
kognitif
lansia
yang
mengalami demensia dibuktikan
dengan hasil yang bermakna skor
nilai
fungsi
kognitif
setelah
dilakukan senam otak.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Mayoritas usia responden
yang mengalami demensia
paling banyak berumur 6074 tahun sebanyak 11
responden (53%).
2. Jenis kelamin responden
paling
banyak
adalah
berjenis
perempuan
sebanyak 11
responden
(73%).
3. Tingkat
pendidikan
responden paling banyak
adalah
pendidikan
SD
sebanyak
6
responden
(40%).
4. Nilai kognitif responden
sebelum diberikan senam
otak terbanyak adalah skor
nilai
kognitif
sedang
sebanyak
7
responden
(33%).
5. Nilai kognitif responden
sesudah diberikan senam
otak terbanyak adalah skor
nilai
kognitif
ringan
sebanyak
8
responden
(53%).
6. Ada pengaruh sebelum dan
sesudah diberikan senam
otak dengan fungsi kognitif
lansia demensia dengan p
value 0,000.
SARAN
Hasil
penelitian
ini
diharapkan dapat menjadi refensi
penanganan pada lansia yang
mengalami demensia di Panti
Wredha yaitu dengan senam otak dan
menjadi dasar dalam pengembangan
ilmu yaitu dengan penelitian dan
seminar sebagai upaya untuk
mengetahuipengaruh senam otak
dengan fungsi kognitif lansia
demensia.
Penelitian
yang
selanjutnya disarankan lebih terfokus
pada pengaruh senam otak yang
dapat meningkatkan fungsi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Andri
S.
2013.
Metode
Dan
Pelaksanaan Senam Otak,
Mulia Medika, Jakarta.
Anton surya prasetya. 2010,.Pengaruh
terapi kognitif dan senam latih
otak terhadap depresi dengan
10
Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Cruris di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta
Yunuzul Demo Satriya1), Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd2), bc. Yeti Nurhayati, M.Kes3)
1,2,3)
Abstrak
The findings of the research are as follows. The pain responses of the postoperative
clients with fracture of the lower leg are different in terms of scale, quality, and duration.
The clients response to the extension of deep breathing relaxation technique can decrease
the scales of their pain from moderate to light ones. The constraints encountered by the
clients to conduct the deep breathing relaxation technique are influenced by their
concentration level and their surrounding condition. Thus, a conclusion is drawn that the
deep breathing relaxation technique can decrease the scales of pain felt by the
postoperative clients with fracture of the leg, but it only functions as complimentary
therapy to medical one.
Deep breathing relaxation technique, pain, postoperative clients with
fracture of the lower leg.
References: 25 (2001-2013)
Keywords:
PENDAHULUAN
Kecelakaan
lalu
lintas
(WHO 2011).
&
yang
WHO
2011).
World
Health
berbeda.
Insiden
fraktur
di
2007).
fisik.
Indonesia
kepolisian
Organitation
Kecelakaan
berdasarkan
laporan
di
Fraktur
ekstremitas
bawah
Hasil
pra
penelitian
yang
dengan
stabilitas,
pada
tahun
ekstremitas
2011
bawah
penderita
fraktur
terbanyak
ialah
mengembalikan
mengurangi
gerakan,
nyeri
dan
ketidaknyamanan
bagi
sampai
November
2013
terdapat
yang
keluhan
Fraktur
adalah
dapat
menimbulkan
gejala.
Keluhan
berbagai
harus
terputusnya
dikemukakan
adalah
nyeri
dipertimbangkan.
setelah
pencegahannya
Pencegahan
pembedahan.
tergantung
nyeri
Cara
pada
Proses
keperawatan
selama
utama,
yaitu
tindakan
pengobatan
(farmakologi)
dan
faramakologi
(tanpa
farmakologis
distraksi,
normalnya
terbimbing,
dapat
diramalkan
hanya
tindakan
Pengobatan)
terdiri
teknik
dari
relaksasi,
umpan
non
balik
berbagai
imajinasi
biologis,
dan
Pengendalian
atau
Perawat
mengembalikan
tidak
dapat
kenyamanan.
melihat
atau
nyeri
secara
tidak
kemampuan
bertujuan
untuk
klien
meningkatkan
sendiri
untuk
pemulihan memanjang.
Metode
farmakologi
orang.
diperlukan
non
untuk
mempersingkat
Carney
pelatihan
berjam-jam
atau
Mengkombinasikan
farmakologi
dengan
berhari-hari.
metode
non
obat-obatan
Carney
(1983)
menjelaskan
relaksasi
mencatat
dapat
bahwa
dilakukan
penelitian
yang
dengan
nyeri
kepala
yang
disertai
(2009)
pengukuran
yang
menyebutkan
rata-rata
tingkat
bahwa
nyeri
Moewardi
rata-rata
memberikan
setelah
pemberian
teknik
Surakarta.
teknik
Peneliti
relaksasi
nafas
masing-masing
analisis interaktif.
responden,
semua
dalam
pada
lansia
dengan
arthritis
rheumatoid.
data
dengan
menggunakan
metode
dilakukan
METODOLOGI
pasien
Penelitian
ini
untuk
pasca
memperoleh
operasi
fraktur
data
cruris
menggunakan
pasien
dalam
pelaksanaan
teknik
nyeri
cruris,
dalam
cruris.
a.
(4)
kendala
parawat
secara
subjektif
di
antaranya
yang
cruris
Respon
Pada
nyeri
pasien
penelitian
ini
peneliti
pengkajian
nyeri
untuk
mengetahui
nyeri,
quality
adalah
untuk
menggunakan
penyebab
pengkajian
ekspresi
tempat
yang
nyeri,
scale
adalah
wajah
tampak
merintih
melakukan
pasien dan
pengkajian
dengan
peneliti.
mengaduh,
time adalah
aktivitas
karakteristik
nggeget
sehari-hari.
wajah
untu,
pasien
gerakan
cenut-cenut,
berkeringat.
termasuk
nyeri
kategori
7-9
nyeri
yang
berat
bibir,
imobilisasi,
menghindari
dari
mengkaji
menangis
kesakitan,
observasi
memberikan
nyeri
bahwa
pasien
penjelasan
sebelum
peneliti
terhadap
gelisah,
yang
melindungi
dirasakan
daerah
muncul
nyeri.
Pasien
dan
4
Pasien 4 : kalau disuruh milih angka 010 ya saya rasa angka 7 untuk
nyeri saya.
berupa
rasa
nyeri.
dimana
dan
nyeri
hasil
tindakan
dialami :
(misal
mengelus
wawancara
bagian
yang
mengenai
seseorang
dengan
pengarahan
tubuh,
memperlihatkan
aktivitas,
tenaga,
istirahat,
mengatur
penggunaan obat-obatan,
posisi
dan
yang
sama
(appendicitis,
pembedahan
adalah
nyeri yang sama. Sensasi yang sangat
10
b.
bahwa
Respon
pasien
terhadap
setelah
nafas
melakukan
dalam,
nyeri
teknik
relaksasi
yang
dalam
operasi
kedua.
analgesik
fraktur
oleh
cruris
hari
perawat.
Sebelum
menganjurkan
pasien
untuk
mandiri
perawat
teknik
relaksasi
kemudian
nafas
dalam
saat
11
lebih
fokus
pada
nyeri
yang
nyeri sedang.
Nyeri
pasca
operasi
akan
pengaruh
negative
pada
observasi
menunjukkan
penting sesudah pembedahan, nyeri yang
dapat
mengurangi
pasien
yang
semula
dalam, dapat mentoleransi mobilisasi
mengerutkan
dahi,
mengaduh
dan
yang
nggeget
untu,
setelah
cepat.
Pengkajian
nyeri
dan
diberikan
kesesuaian analgesik harus digunakan
tetap
mengerutkan
dahi,
merelaksasikan otot. Beberapa penelitin
juga
dengan
pasien
bahwa
teknik
relaksasi
yang
efektif dalam menurunkan skala nyeri
12
mendukung
rasa
nyeri.
beberapa
operasi.
Tindakan
relaksasi
dapat
Muhamadiyah Semarang.
memberikan
langsung
tekanan darah,
farmakologi
efek
secara
nadi,
dan
frekuensi
tidak
bertujuan
untuk
masa
Pengendalian
sampel
yang
menglami
nyeri
saat
dalam
terdapat
nyeri
sedang
pemulihan
tidak
nyeri
memanjang.
nonfarmakologis
pasien
dalam
teknik
relaksasi
pelaksanaan
13
intensitas
nyeri
pasca
operasi
fraktur cruris
Pasien pada penelitian ini dapat
satu
pasien
terlihat
tidak
dapat
II
RSUD
Dr.
Moewardi
yang
dirasakan.
Berikut
pernyataan
mempengaruhi
pasien
dalam
14
Hasil
observasi
menunjukan
farmakologi
optimal.
perawat.
Sedangkan
pada
dalam
menurunkan
Pengendalian
nyeri
dengan
terapi
non-farmakologi
yang
berupa
teknik
relaksasi
nafas dalam
dapat
tidak
efek
samping
pada
juga
terlihat
dan
tampak
menandakan
ringan.
dianggap
tingkat
menghidari
menggigit
pasien
terdapat
percakapan
bibir
yang
konsentrasi
seseorang
dan
lingkungan.
Metode non-farmakologi yang
Sehingga
efektif
teknik
dalam
relaksasi
menurunkan
dengan
efektif,
maka
diperlukan
15
berkonsentrasi
relaksasi
kepada
pasien
nafas
dalam
melakukan teknik relaksasi, perawat
pasca
operasi
memberikan motivasi kepada pasien dan
fraktur cruris.
keluarga
pasien.
Berikut
perawat
mengenai
pernyataan
mengatasi
pernyataan
perawat
saat
mengajarkan
teknik
yang
relaksasi nafas dalam kepada responden,
menunjukkan
bahwa
perawat
tidak
perawat
terlihat
mengajarkan
teknik
16
suatu
bentuk
tersebut.
Apabila
klien
tampak
asuhan
segera
intervensi
untuk
meningkatan
melakukan
SIMPULAN
a. Respon
nyeri
latihan
relaksasi
pasien
yang
makna
nyeri
bagi
setiap
individu.
surakarta
Nyeri
merupakan
suatu
mengetahui
menjadi
perawat
akan
tidak
nyaman,
menghentikan
maka
latihan
kualitas
melakukan
intensitas
nyeri
skala
perawat
pengkajian
dan
harus
dengan
17
dirasakan
oleh
pasien.
Respon
individu
yang
nonfarmakologis
c. Kendala
fraktur
cruris
terhadap
dan
lingkungan
termasuk
dalam
hanya
pasien
pelaksanaan
teknik
yang
terapi
digunakan
dalam
relaksasi
dalam
fraktur cruris
dapat
sehingga
dirasakan
dapat
mendukung
teknik
orang.
oleh
responden
keberhasilan
digunakan
tidak
secara
mandiri,
ditemukkannya
18
d. Kendala
perawat
dalam
kepada
pasien
pasca
dimiliki
melakukan
jumlah
waktu
perawat
dalam
asuhan
keperawatan,
membantu
pasien
dalam
Ardinata,
2007.Multidimensional
nyeri. Jurnal keperawatan rufaidah
Sumatera Utara. Vol. 2. No. 2.
Creswell, J.W, 2010. Research design
pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed. Edisi 3. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI 2007. Riset
kesehatan dasar. diakses 3 November
2013. <http://www.depkes.co.id >.
Dewi, D, Setyoadi, dan Widastra, NM
2009. Pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam
terhadap penurunan
19