Sunteți pe pagina 1din 12

TUBERKULOSIS

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis (MTB). Penyakit ini primer menyerang saluran pernafasan, namun pada
keadaan tertentu dapat menyebar per kontinuatum, limfogen, maupun hematogen
ke organ lain.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit infeksi yang paling mematikan.
Pada tahun 2013 World Health Organization memperkirakan bahwa 9 juta penduduk
dunia terinfeksi TB dan 1.5 juta diantaranya meninggal diakibatkan penyakit TB.
Lebih dari setengah dari penduduk yang terinfeksi (56%) berasal dari Asia Tenggara
dan Pasifik Barat. Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan
jumlah kasus TB anak per tahun adalah 6-10% dari total kasus TB,dimana 70-80%
merupakan TB pulmonal sedangkan sisanya TB ekstrapulmonal.
FAKTOR RISIKO
a. Faktor Risiko Infeksi TB
Faktor risiko trejadinya infeksi TB pada anak antara lain adalah anak yang terpajan
dengan orang dewasa dengan TN aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan
tempat penampungan umum yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di
sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan pada
sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan hal
tersebut :
1. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena
imunitas anak masih lemah maka dengan yang jumlah sedikit juga sudah bisa
menyebabkan penyakit
2. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit tB primer
biasanya terdapat di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak
terjadi produksi sputum
3. Tidak adanya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah
parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak.
b. Faktor Risiko sakit TB
Berikut adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB
menjadi sakit TB :
1. Usia. Anak berusia <5 tahun mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami
progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitasnya belum berkembang
sempurna. Pada bayi yang terinfeksi TB 43% nya akan menjadi sakit TB, pada
anak usia 1-5 tahun yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15%, dan
pada dewasa 5-10%. Anak berusia < 5tahun memiliki risiko lebih tinggi

mengalami Tb disseminata. Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi


menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi.
2. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif
menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
3. Malnutrisi
4. Keadaan imunokompromais
ETIOLOGI
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis complex
yang terdiri atas: M. tuberculosis (tipe humanus), M. bovis, M. africanum, M. microti, dan
M. canetti. Patogen paling sering adalah M. tuberculosis (tipe humanus). Bakteri ini
merupakan basil berukuran panjang 2-4 m, tidak menghasilkan spora, non motil,
pleomorfik, obligat aerob. Termasuk golongan bakteri tahan asam yang akan
mempertahankan pewarnaan setelah dilakukan diskolorisasi dengan menggunakan
alkohol asam. Dinding sel yang kaya akan lemak berperan dalam menghambat efek
bakterisidal antibodi dan sistem komplemen. Tumbuh dengan menggunakan agar
Lowenstein Jensen, tumbuh lambat sekitar 3-6 minggu dan 4 minggu tambahan untuk
tes kerentanan antibiotik.
PATOGENESIS
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier
mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi
respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya
dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan
tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang
biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman
TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara
fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek
primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek
primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji
tuberkulin.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami
salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang
berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal
yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi
inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal yang akan menimbulkan hiperinflasi di segmen distal
paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada
penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar
(occult hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas
paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya,
kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan
tubuh pejamu turun.

TB PRIMER *3)

Inhalasi Mycobacterium
tuberculosis
Fagositosis oleh
makrofag alveolus paru

Kuman mati

Kuman hidup
Berkembang biak
Pembentukan fokus primer
Penyebaran limfogen
Penyebaran hematogen *1)

Kompleks primer *2)

Uji tuberkulin
(+)

Terbentuk imunitas seluler


spesifik

Sakit TB

Infeksi TB

Komplikasi kompleks primer


Komplikasi penyebaran
hematogen
Komplikasi penyebaran
limfogen

Imunitas optimal

Meninggal
Imunitas turun,
Reaktivasi/terinfeksi
Sembuh

Sakit TB
*4)

*Catatan :
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic
spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan
vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari (1) fokus primer, (2) limfangitis, (3) limfadenitis regional
3. Tb primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas seluler spesifik, hingga pasien
mengalami infeksi TB
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut pasca primer karena mekanismenya bisa melalui
reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi oleh kuman TB (eksogen)
PERJALANAN ALAMIAH

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga
dari studi wallgreen disusun menjadi kalender perjalanan penyakit TB primer.
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala.Uji tuberkulin biasnaya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi
TB, dapat dijumpai demam yang tidak terlalu tinggi dan eritema nodosum, tetapi
kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat
terjadi kapan saja pada tahap ini.
Tuberkulosis miler dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6
bulan pertama setelah terinfeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis
pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah terinfeksi TB. Tuberkulosis skeletal terjadi
pada tahun pertama meskpiun dapat terjadi pada tahun kedua atau ketiga. Tuberkulosis
ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer.

DIAGNOSIS
a. Manifestasi Klinis
Manifestasi sistemik
Manifestasi sistemik merupakan gejala yang bersifat umum dan tidak
spesifik karena da[at disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan
lain.Sesuai dengan sifat bakteri TB yang lambat membelah,manifestasi TB
umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali pada TB
disseminata yang berlangsung cepat dan progresif. Gejala umum pada TB
anak biasanya dijumpai :
1. Demam lama (2minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain) yang
dapat disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi
2. Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan
3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1

bulan dengan penanganan gizi yang adekuat.


4. Lesu atau malaise
5. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare
Manifestasi spesifik lokal/organ
1. Kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe merupakan manifestasi TB yang sering
dijumpai. Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe colli
anterior atau posterior, tetapi juga dpat terjadi di aksilla, inguinal,
submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, karateristik kelenjar
yang dijumpai biasanya multipel, unilateral,tidak nyeri tekan, tidak
hangat pada perabaan, mudah digerakkan, dan dapat saling melekat
satu sama lain.
2. Tuberkulosis otak dan saraf
c. Meningitis TB
d. Tuberkuloma otak
3. Tuberkulosis sistem skeletal
- Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
- Tulang panggul (coccytis) : pincang
- Tulang lutut (gonitis) : pincang dan/atau bengkak
- Tulang kaki dan tangan
4. Tuberkulosis kulit : skrofuloderma
5. Tuberkulosis mata
6. Tuberkulosis lainnya

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik
yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi
TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular
terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini
terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel
inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak
dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit.

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi
yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi
untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter
transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya
dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya
dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative. Secara umum,
hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa
menghiraukan penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1015 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah,
tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi
>15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan
tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-point hasil
positif yang digunakan adalah 5 mm. Keadaan imunokompromais dapat ditemui
pada pasien dengan gizi buruk, infeksi HIV, keganasan, morbilli, pertusis, varisela,
atau pasien yang mendapat imunosupresan jangka panjang (2 minggu). Pada anak
yang mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA positif juga
digunakan batas 5 mm.

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1. Tidak ada infeksi TB.

2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.


3. Anergi (keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga
tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya telah
terinfeksi TB)
Klasifikasi Individu Berdasarkan Status Tuberkulosisnya
Pajanan
Infeksi
Sakit
Terapi

Kel
as

(kontak

(Uji

(Uji tuberkulin,

dengan

tuberkulin

klinis, dan

pasien TB

positif)

penunjang

aktif)

positif)

0
1

Prophylaxis

Primer
Prophylaxis

sekunder
Terapi

2. Uji Interferon
3. Serologis
4. Mikrobiologis
5. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB
dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak
terdetek secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan
pemeriksaan penunjang lain mendukung. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks
saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier.
Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah :
-

Pembesaran kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate


Konsolidasi segmental/lobar
Milier
Kalsifikasi dengan infiltrate
Atelektasis
Kavitas
Efusi pleura
Tuberkuloma

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Parameter
Kontak TB

0
Tidak
jelas

1
-

Negatif

Berat
badan/keadaan gizi

BB/TB <90%
atau BB/U
<80%

Demam tanpa sebab


yang jelas
Batuk
Pembesaran kelenjar
limfe koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen toraks

2 minggu

3 minggu
1 cm,
jumlah >1,
tidak nyeri
Ada
pembengkak
an

Kesan TB

Uji tuberkulin

Normal/
Tidak jelas

2
Laporan
keluarga,
BTA (-),
tidak
tahu/tidak
jelas
-

Klinis gizi
buruk
BB/TB
<70%
atau BB/U
< 60%
-

3
BTA (+)

Positif (10
mm, atau 5
mm pada
keadaan
imunosupresi
)
-

Catatan:

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter

Jika dijumpai gambaran milier atau skrofuloderma langsung didiagnosis TB

Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)

Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku

Foto rontgen bukan alat diagnosis utama pada TB anak

Gambaran sugestif TB, berupa : pembesaran


dengan/tanpa

infiltrat;konsolidasi

kelenjar hilus atau paratrakeal

segmental/lobar;

kalsifikasi

dengan

infiltrat;

atelektasis; tuberkuloma.

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (<7 hari) harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak

Didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih
bersifat tentatif/ sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang
dikerjakan.

TATALAKSANA TB
Prinsip Penatalaksanaan pasien TB

Obat anti TB tidak boleh diberikan secara monotherapi, obat anti TB merupakan

kombinasi dari berbagai jenis obat


Lama pengobatan 6-12 bulan
Fase intensif minimal 3 macam obat (RHZ) selama 2 bulan
Fase lanjutan minimal 2 macam obat (RH) selama 4-10 bulan.
Obat diberikan setiap hari (bukan 2-3 kali seminggu)
Keteraturan berobat sangat penting
Perhatikan aspek lain meliputi perbaikan gizi dan mengobati penyakit lain

Obat TB yang digunakan


Nama obat

Dosis harian
(mg/kgBB/har
i)
5-15*

Dosis
maksimal
(mg/hari)
300

Rifampisin*
*

10-20

600

Pirazinamid

15-30

2000

Etambutol

15-20

1250

Isoniazid

Efek samping
Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye
kemerahan.
Toksisitas hepar, artralgia,
gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah
hijau, hipersensitivitas,
gastriintestinal
Ototoksisk, nefrotoksik

Streptomisi
15-40
1000
n
*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi
10mg/kgbb/hai
**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisinRifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan)
Prinsip pengobatan TB dilakukan dengan multidrugs dan bukan monoterapi, hal itu
disebabkan karena masing-masing obat TB memiliki karakter yang berbeda, mencegah
terjadinya resistensi, dan mencegah terjadinya rise-and-fall phenomenon

Panduan Obat TB
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif ( 2 bulan) dan sisanya
sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada
fase intensif ( 2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase
lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular.
Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika
obat tidak diminum setiap hari. Saat ini panduan obat yang baku untuk sebagian besar
kasus TB pada anak adalah panduan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Pada fase
intensif diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid,sedangkan pada fase lanjutan
hanya diberikan rifampisin dan isoniazid.
Pada kasus TB berat baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti Tb milier,
meningitis TB dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol atau streptomycin) kemudian
diberikan 2 macam obat rifampisin dan isoniazid pada fase lanjutan selama 10 bulan.
Untuk kasus tertentu seperti meningitis TB, TB milier, efusi pleura, perikarditis TB, TB
endobronkhial, dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian selama 2-4 minggu
dengan dosis penuh kemudian tappering off selama 1-2 minggu.

Jenis
TB ringan
Efusi Pleura TB

Panduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya


Fase Intensif
Fase Lanjutan Prednison
Lama
2 HRZ
4 HR
6 bulan
2 minggu dosis
penuh
kemudian

TB BTA positif
TB paru dengan

2 HRZE
2 HRZ + E atau

tanda-tanda

4 HR
7-10 HR

tappering off
4 minggu dosis
penuh

kerusakan

kemudian

luas :
TB milier
TB + destroyed

tappering off

lung
Meningitis TB

10 HR

4 minggu dosis
penuh
kemudian

Peritonitis TB

9-12 bulan

tappering off
2 minggu dosis
penuh
kemudian

12 bulan

tappering off
2 minggu dosis

Perkarditis TB

penuh
kemudian
tappering off
-

Skeletal TB

Dosis Kombinasi IDAI pada Tuberkulosis Anak


Berat Badan

2 bulan

4 bulan

RHZ

RH (75/50)

(75/50/150)
1 tab
2 tab
3 tab
4 tab

5-9
10-14
15-19
20-32

1
2
3
4

tab
tab
tab
tab

Dosis Kombinasi pada TB Anak


(new)
Berat

2 bulan

4 bulan

badan

RHZ

RH (75/50)

5-7
8-11
12-16
17-22
23-30

(75/50/150)
1 tab
2 tab
3 tab
4 tab
5 tab

1
2
3
4
5

tab
tab
tab
tab
tab

EVALUASI PENGOBATAN
Sebaiknya pasien kontrol setiap dua minggu pada saat mulai terapi intensif,
dilajutkan setiap bulan sampai dengan akhir fase lanjutan. Hal-hal yang harus dievaluasi
selama pengobatan meliputi penilaian perbaikan gejala, kepatuhan minum obat, dan
efek samping obat.
Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi
radiologis dan pemeriksaan LED. Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak
perlu dilakukan secara rutin kecali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas
seperti TB milier, efusi pleura, bronkopneumonia TB. Pada pasien TB milier foto toraks
perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi pengobatan, sedangkan pada efusi pleura
TB pengulangan foto toraks dilakukan setelah 2 minggu.

S-ar putea să vă placă și