Sunteți pe pagina 1din 8

Hematopoiesis, proses pembentukan sel darah,

postnatal terjadi di red bone marrow (RBM). Pada


janin, hematopoiesis berawal dari mesoderm,
hepar, limpa, dan timus, lalu diambil alih oleh RBM
di trimester akhir.
Red bone marrow merupakan jaringan ikat yang
sangat tervaskularisasi yang terletak pada ronggarongga mikroskopik diantara traberkula jaringan
tulang spons. RBM terutama terdapat pada tulang
aksial, pektoral, dan pelvis, dan pada epifisa
proksimal dari humerus dan femur. Sekitar 0,0050,1% sel-sel RBM merupakan derivasi dari
mesenkim, yang dinamakan pluripotent stem
cells atau hemositoblast. Sel-sel ini memiliki
kapasitas untuk berkembang menjadi banyak tipe
sel lain. Pada bayi yang baru lahir, seluruh bone
marrow merupakan RBM yang aktif dalam produksi
sel darah. Seiring dengan pertumbuhan individu,
rata-rata produksi sel darah berkurang; RBM pada
rongga medular tulang panjang menjadi tidak aktif
dan digantikan oleh yellow bone marrow (YBM)
yang merupakan sel-sel lemak. Pada kondisi-kondisi
tertentu, seperti saat terjadi pendarahan, YBM
dapat berubah menjadi RBM dengan ekstensi RBM
kearah YBM, dan repopulasi YBM oleh pluripotent
stem cells.
Stem cells pada RBM memperbanyak diri sendiri,
berproliferasi, dan berdiferensiasi menjadi sel yang
selanjutnya akan berkembang menjadi sel darah,
makrofag, sel retikular, sel mast, dan adiposit.
Sebagian stem cells juga membentuk osteoblast,
chondroblast, dan sel-sel otot. Sel retikular
memproduksi serabut retikular, yang membentuk
stroma untuk menunjang sel-sel RBM. Saat sel
darah selesai diproduksi di RBM, sel tersebut
masuk ke sirkulasi darah melalui sinusoid (sinus),
kapiler-kapiler yang membesar dan mengelilingi
sel-sel dan serabut RBM. Terkecuali limfosit, sel-sel
darah tidak membelah setelah meninggalkan RBM.
Untuk membentuk sel darah, pluripotent stem cells
di RBM memproduksi 2 jenis stem cells lanjutan,
yang memiliki kemampuan untuk berkembang
menjadi beberapa jenis sel. Sel-sel ini dinamakan
myeloid stem cells dan lymphoid stem cells. Sel
myeloid memulai perkembangannya di RBM, dan
selanjutnya akan menghasilkan sel-sel darah
merah, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan
basofil. Sel lymphoid mulai berkembang di RBM
dan mengakhiri perkembangannya di jaringanjaringan limpatik; sel-sel ini akan membentuk
limfosit.

Saat berlangsung hematopoiesis, beberapa sel


myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor.
Sel myelod yang lain dan sel-sel lymphoid
berkembang langsung menjadi sel prekursor. Selsel progenitor tidak lagi memiliki kemampuan
untuk memperbanyak dirinya sendiri, dan sebagai
gantinya membentuk elemen darah yang lebih
spesifik.
Pada tahap selanjutnya, sel-sel ini dinamakan sel
prekursor, dikenal juga dengan sebutan blast.
Melalui beberapa tahap pembelahan, sel-sel ini
berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya.
Sebagai contoh, monoblast berkembang menjadi
monosit, myeloblast eosinofilik berkembang
menjadi eosinofil, dan seterusnya. Sel prekursor
dapat dikenali dan dibedakan gambaran
mikroskopisnya.
Beberapa hormon yang dinamakan faktor
pertumbuhan hematopoietik (hematopoietic
growth factors) meregulasi diferensiasi dan
proliferasi dari sel progenitor. Eritropoietin atau
EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah
merah. EPO diproduksi oleh sel-sel ginjal yang
terletak diantara tubulus-tubulus ginjal (sel
intersisial peritubular). Dalam keadaan gagal ginjal,
pelepasan EPO melambat dan produksi sel darah
merah menjadi tidak adekuat. Trombopoietin
atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh
hati yang menstimulasi pembentukan platelet
(trombosit) dari megakariosit. Beberapa sitokin
yang berbeda meregulasi perkembangan berbagai
jenis sel darah. Sitokin merupakan glikoprotein
kecil yang diproduksi oleh sel, seperti sel RBM,
leukosit, makrofag, fibroblast, dan sel endotel.
Sitokin umumnya bekerja sebagai hormon lokal
(autokrin atau parakrin), yang menstimulasi
proliferasi sel-sel progenitor di RBM dan meregulasi
aktivitas sel yang berperan dalam pertahanan
nonspesifik (seperti fagosit) dan respon imun
(seperti sel B dan sel T). Dua keluarga penting
sitokin yang menstimulasi pembentukan sel darah
putih adalah colony-stimulating factors (CSFs)
dan interleukin.
METABOLISME ZAT BESI (Fe)

A . METABOLISME ZAT BESI (Fe)


Tubuh manusia mengandung sekitar 2 sampai 4
gram besi. Lebih dari 65% zat besi ditemukan di
dalam hemoglobin dalam darah atau lebih dari
10% ditemukan di mioglobin, sekitar 1% sampai
5% ditemukan sebagai bagian enzim dan sisa zat
besi ditemukan di dalam darah atau ditempat
penyimpanan. Jumlah total besi ditemukan dalam
orang tidak hanya terkait berat badan tetapi juga
pengaruh dari berbagai kondisi psikologi termasuk
umur, jenis kelamin kehamilan dan status tingkat
pertumbuhan. Besi merupakan mineral mikro yang
paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia
yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Didalam tubuh sebagian besar Fe
terkonjugasi dengan protein dan terdapat dalam
bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi
biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk
inaktif adalah sebagai ferri(misalnya dalam bentuk
storage). Besi, mempunyai beberapa tingkat
oksidasi yang bervariasi dari Fe6+ menjadi Fe2-,
tergantung pada suasana kimianya. Hal yang stabil
dalam cairan tubuh manusia dan dalam makanan
adalah bentuk ferri (Fe3+) dan ferro (Fe2+).
Bentuk-bentuk konjugasi Fe adalah:
Hemoglibin; mengandung bentuk ferro. Fungsi
hemoglobin adalah mentranspor CO2 dari jaringan
keparu-paru untuk dieksresikan kedaam udara
pernapasan dan membawa O2 dari paru-paru ke
sel-sel jaringan. Hemoglibin terdapat pada
erytrocyt.
Myoglobin; terdapat dalam sel-sel otot,

mengandung Fe bentuk ferro. Fungsi myoglobin


adalah dalam proses kontraksi otot.
Transferrin; mengandung Fe bentuk ferro.
Transferrin merupakan konjugat Fe yang berfungsi
mentransporFe tersebut didalam plasma darah dari
tempat penimbunanFe kejaringan-jaringan (sel)
yang memerlukan (sumsum tulang dimana
terdapat jaringan hemopoletik).
Ferritin; adalah bentuk storage Fe, dan
mengandung bentuk Ferri. Kalau Fe
Ferritindiberikan pada transterin untuk ditransfor,
zat besinya diubah menjadi
Berikut fungsi Besi dalam tubuh.
Alat angkut oksigen
Sebagian besar besi berada dalam hemoglobin
(molekul protein mengandung besi dari sel darah
merah dan mioglobin di dalam otot. Hemoglobin
dalam darah membawa oksigen untuk disalurkan
ke seluruh tubuh. Miogloboin berperan sebagai
reservoir oksigen: menerima, menyimpan dan
melepas oksigen di dalam sel-sel otot.
Metabolisme energi
Fungsi besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang
terlibat dalam metabolisme energi.
Kemampuan belajar
Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi
tinggi yang diperoleh dari transport besi yang
dipengaruhi oleh reseptor transferin. Defisiensi besi
berpengaruh negatif terhadap fungsi otak,
terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter.
Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin
berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya

reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat,


dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas
rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.
Sistem kekebalan
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan
tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T
terganggu karena berkurangnya pembentukan selsel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sistesis
DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim
reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi
untuk dapat berfungsi.
SUMBER
Besi biasanya selalu terkandung dalam makanan.
Diet orang barat diperkirakan tidak lebih dari 5-7
mg besi per 1.000 kkal. Diet besi ditemukan dalam
satu dari dua bentuk dalam makanan yaitu hem
dan non hem. Besi heme terutama berasal dari
hemoglobin dan mioglobin. Besi hem berada pada
makanan hewani dan besi non hem berada pada
makanan nabati. Besi nonheme umumnya terdapat
dalam makanan (kacang-kacangan, buah-buahan,
sayur-sayuran, biji-bijian, dan tofu) dan dairy
produk (susu, keju dan telur), meskipun dairy
produk sangat sedikit mengandung besi. Besi
nonheme biasanya berikatan dengan komponen
makanan dan harus di hidrolisis atau dilarutkan
terlebih dahulu baru di absorbsi. Sumber besi ialah
makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan..
Sumber baik yang lainnya ialah telur, serelia
tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan
beberapa jenis buah. Makanan yang memiliki
banyak kadar besi, yaitu hati dan organ daging,
yang bukan merupakan bahan yang popular di
kebanyakan diet orang barat. Beberapa makanan
yang lebih popular yang secara keseluruhan
merupakan sumber besi yang baika dalah daging
merah, tiram dan kerang, kacang (lima,laut), dark
green, sayur daun-daunan, dan buah kering.
Sebagai tambahan untuk sejumlah besi alami
ditemukan pada makanan, makanan seperti roti,
roti kadet, paset, sereal, kersik, dan tepung yang
difortifikasi dengan besi. Besi alami, besi askorbat,
besi karbonat,besi sitrat, besi fumarat, besi
glukonat, besi laktat, besi pirofosfat, dan besi sulfat
disediakan dan digunakan untuk fortifikasi
makanan.
PENCERNAAN, ABSORPSI, DAN TRANSPOR
Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi.
Sebelum diabsorpsi, di dalam lambung besi dalam
bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini
terjadi dalam suasana asam di dalam lambung
dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat
dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di
bagian atas usus halus (duodenum) dengan
bantuan alat angkut-protein di dalam sel mukosa
usus halus yang membantu penyerapanbesi, yaitu
transferin dan feritin. Transferin, protein yang
disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua
bentuk. Transferin dan feritin. Transferin, protein
yang disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua

bentuk. Transferin mukosa mengangkut besi dari


saluran cerna untuk mengikat besi lain, sedangkan
transferin reseptor mengangkut besi melalui darah
ke semua jaringan tubuh. Dua ion feri diikatkan
pada transferin untuk dibawa ke jaringan-jaringan
tubuh. Banyaknya reseptor transferin yang
terdapat pada membran sel bergantung pada
kebutuhan tiap sel. Kekurangan besi pertama dapat
dilihat dari tingkat kejenuhan transferin.
Pencernaan dan Absorbsi Besi Heme
Besi heme sebelumnya dihidrolisis dari hemoglobin
bagian dari globin atau mioglobin untuk absorpsi.
Percernaan dibantu oleh proteases dalam lambung
dan usus kecil dan hasilnya berupa pelepasan besi
heme. Demikian , heme mengandung ikatan besi
berupa cincin porphyrin sehingga lebih mudah
diabsorpsi sebagai metaloporphyrin ke dalam sel
mokusal dari usus kecil.
Absorpsi besi heme dipengaruhi oleh simpanan
besi tubuh. Absorpsi heme berhubungan dengan
simpanan besi dan kemungkinan range dari 15%
dengan status besi normal sampai 35% pada orang
yang kekurangan besi. Absorpsi besi berlangsung
seluruhnya di usus kecil tetapi lebih efisiens dalam
proximal portion, khususnya di duodenum. Dalam
mokusal sel absorpsi heme cincin porphyrin
dihidrolisis oleh heme oksigenase ke dalam besi
ferrous inorganic dan protoporphyrin. Pelepasan
besi digunakan oleh mokusal sel usus atau
transport selanjutnya ke sel usus dan kemudian
transport diteruskan darah untuk digunakan oleh
sel tubuh yang lain.
Pencernaan dan Absorbsi Besi Non Heme
Besi non heme, berikatan dengan komponen
makanan, harus dibebaskan secara enzymatic
dalam sialuran pencernaan untuk diabsorbsi lebih
lanjut. Sekresi lambung mengandung HCL dan
pepsin protease membantu melepaskan besi
nonheme dari komponen bahan makanan.
Pelepasan pertama dari komponen bahan
makanan, banyak besi nonheme tampil sebagai
Ferric (Fe3+) dalam lambung. Besi bentuk ferric
dapat larut dalam waktu lama pada pH asam
lambung, juga dalam suasana asam lambung,
banyak besi bentuk ferric di reduksi menjadi
bentuk ferro. Besi bentuk ferro dapat larut bahkan
pada pH 8. Meskipun memiliki kelarutan pada pH
basa dalam usus kecil, beberapa besi bentuk ferro
mungkin mengalami oksidasi menjadi besi bentuk
ferric. Besi bentuk ferric lebih kompleks untuk
memproduksi ferric Hodroxida (Fe(OH)3 yang
cenderung tidak larut dan membentuk agregat
sehingga menyebabkan ketersediaan besi menurun
untuk di absorbsi.
BESI LAIN-MENGANDUNG ENZIM
Enzim tubuh yang lain termasuk dalam berbagai
proses, disamping rangkaian respirasi, juga
permintaan besi besi. Banyak monooksigen,
sebagai contoh, mengandung besi. Fungsi
monooksigen adalah memasukan satu dari dua

molekul oksigen ke dalam subtract. Contoh besi


mengandung oksigen termasuk
Fenilalanin monooksigen
Tirosin monooksigen dan
Triptofan monooksigen
Enzim itu memasukan molekul oksigen kedalam
fenilalanin, tirosin, dan triptofan, saling
berhubungan. Monooksigen lebih jauh diklasifikasi
berdasarkan pada co-substrat yang berperan
dalam reaksi. Fungsi co-subtract untuk
menyediakan atom hydrogen yang dikurangi
molekul oksigen kedua dalam air. Fenilalanin
monooksigen, tirosin monooksigen dan triptofan
monooksigen semuanya menggunakan
tetrahidrobiopterin sebagai co-subtract dan selama
reaksi, tetrabiopetrin dioksidasi menjadi
dihidrobiopetrin. Reaksi dikatalisis oleh fenilalanin
monooksigen (juga disebut hidroksilase karena
subtract utama fenilalanin menjadi hidrisilat).
Enzim ini mengandung satu sampai dua atom besi
dan konversi fenilalanin menjadi tirosin; vitamin C
termasuk dalam reaksi ini.
Banyak dioksigenase juga mengandung besi.
Katalis dioksigenase menempatkan dua atom
oksigen kedalam subtract. Ada banyak besi penting
yang dibutuhkan dioksigenase dalam tubuh.
Beberapa contoh termasuk
Triptofan dioksigenase (metabolism asam amino)
Homogentisate dioksigenase (metabolime asam
amino)
Trimetil lisin dioksigenase dan -butirobetain
dioksigenase (sintesis karnitin)
Lisin dioksigenase dan prolin dioksigenase (sintesis
prokolagen)
Sintesis nitric oksida
-karoten dioksigenase (sintesis vitamin A)
Reaksi penting yang lain untuk melindungi tubuh
juga menggunakan besi yang mengandung enzim,
seperti katalisis dan mieloperoksidasi.
Katalisis, dengan empat kelompok heme,
mengubah hydrogen perooksida menjadi air dan
molekul oksigen. Katalisis membantu mencegah sel
rusak yang diakibatkan oleh hydrogen perioksida.
Mieloperoksida, heme lain mengandung enzim,
ditemukan dalam plasma sama dangan granula
dalam neutrofil (sel darah putih). Selama
fagositosis bakteri, mieloperooksida dilepaskan dari
fagositosis vesikel dalam neutrofil. Vesikel
fagositosis mengandung berbagai senyawa
termasuk peroksida (H2O2), hidroksi radikal bebas
(OH-) dan ion lain seperti klorida (Cl-).
Bentuk hipoklorit dalam reaksi sitoksida kuat yang
penting untuk menghancurkan subtansi asing
seperti bakteri. Aktivitas Mieloperoksida mungkin
dilemahkan oleh defisiensi besi dengan
meningkatnya susceptibilitas atau infeksi
sederhana.
Beberapa oksidereduktase yang termasuk besi-

terikat
Aldehid oksidase, yang menggunakan oksigen
untuk mengubah alehid (RCOH) menjadi alcohol
(RCOOH):
Oksidasi sulfit, besi sulfur mengandung enzim yang
mengubah suilfit (SO3-) menjadi sulfat (SO4-) : dan
Oksidasi xanthin dan dehidrogenase, kedua non
besi heme tersebut dan molybdenum yang
mengandung enzim yang mengubah hipoxantine
dihasilkan dari kataboisme purin menjadi xantin
dan ketika xantin menjadi asam uric untuk
pengeluaran.
Enzim non heme terikat lain yang dibutuhkan
dalam sintesis DNA dan replikasi sel adalah
ribonukleotida reduktase yang mengubah
adenosine difosfat (ADP) menjadi dioksi ADP
(dADP) . Dalam glikolisis, gliserol fosfat
dehidrogenase, flavoprotein, adalah komponen besi
non heme. Dalam Siklus krebs, akonitasi yang
mengubah sitrat menjadi isositrat, membutuhkan
satu sampai dua atom besi non heme.
Fosfoenolpirufat karbosikinase, penting dalam
glukoneogenesis, juga membutuhkan besi untuk
fungsinya. Tiroperoksida, enzim besi heme terikat
lain, dibutuhkan untuk organifikasi iodida
(penambahan 2I- menjadi tiroglobulin tirosin) dan
konjugasi residu iodinated tirosin pada tiroglobulin.
Reaksi ini dibutuhkan untuk sintesis dari hormone
tiroid T3 dan T4.
Sebagai peroksidan, besi ferro bebas mengkatalisis
reaksi non enzimatik fenton, yang mana reaksi besi
ferrous dengan hydrogen perioksida untuk
menghasilkan besi ferrik dan radikal bebas. Dalam
reaksi diketahui sebagai reaksi Haber Weiss,
superoksida radikal O2- kemungkinan bereaksi
dengan molekul hydrogen perioksida lain untuk
menghasilkan molekul oksigen dan hidroksil radikal
bebas seperti OH-, sebuah membrane oksida
berbahaya.
INTERAKSI DENGAN BAHAN MAKANAN LAIN
Zat gizi lain yang memiliki kemungkinan untuk
berinteraksi dalam hal penyerapan adalah zinc.
Ingestion kedua zat gizi adalah 25: 1 molar hal ini
mengurangi absorpsi zinc dari air sampai 34% pada
manusia; meskipun, ketika rasio besi sama dengan
zinc yang diberikan lewat daging, tidak ada efek
inhibitor yang diperlihatkan. Rasio besi non heme
dengan zinc pada 2:1 dan 3:1 juga menunjukkan
adanya hambatan absorpsi zinc, sementara rasio
yang sama antara besi heme dengan zinc tidak ada
efek absorpsi zinc.
Asosiasi lain antara vitamin A dan besi. Status
kekurangan vitamin A merubah distribusi besi
antara jaringan. Konsentrasi rendah plasma retinol
diasosiasi dengan pengurangan plasma besi dan
hemoglobin darah dan hematrokit sebanding
bertambahnya akumulasi hepatic besi dalam tikus.
Besi dan timah juga berinterksi. Timah
menghalangi aktifitas -aminolevulinik asam
dehidratase, enzim dimasukkan dalam sintesis

heme. Timah juga menghalangi aktifitas


ferochelatase enzim yang menggabungkan besi ke
heme. Sebagai tambahan, absorpsi timah
meningkat berlangsung dengan kekurangan besi
pada hewan dan dapat bermasalah untuk anakanak yang sering kekurangan besi dan dapat
meningkatkan perombakan ke timah. Seluruh
Mekanisme kekurangan besi yang diperbaiki oleh
absorpsi timah tidak diketahui.
Defisiensi besi diasosiasi dengan penurunan
konsentrasi selenium sama dengan sintesis dan
aktivitas glutation peroksida. Glutation peroksida,
sebuah enzim yang diperlukan oleh selenium,
untuk mengkatalisis reduksi hydrogen peroksida
dengan menggunakan glutation (GSH). Sebagai
tambahan enzim ini mengubah peroksida organic
(ROOH) menjadi bentuk hidroksinya (atau alcohol).
Mekanisme interaksi antara besi dan selenium
tidak diketahui. Besi jumlah sedikit dibutuhkan
dalam regulasi pretranslasional sintesis glutation
peroksida. Secara berurutan, defisiensi besi
berpengaruh pada absorpsi selenium atau
peningkatan penggunaan selenium pada tubuh.
Kemungkinan lain besi atau protein yang
mengandung besi dibutuhkan untuk aktifitas
glutation peroksida.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besi yaitu:
Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh
terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang
merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin
yang terdapat di dalam daging hewan dapat
diserap dua kali lipat daripada besi-nonhem.
Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu
penyerpan besi-nonhem dengan merubah bentuk
feri menjadi fero. Bentuk fero lebih mudah diserap
oleh tubuh.
Asam fitat dan faktor lain di dalam serat serealia
dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat
penyerapan besi. Faktor-faktor ini mengikat besi,
sehingga mempersulit penyerapannya.
Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat di
dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan
buah juga menghambat absorpsi besi namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya
larut besi. Kekurangan asam klorida di dalam
lambung atau penggunaan obat-obatan yang
bersifat basa seperti antasid menghalangi absorpsi
besi.
Faktor intrinsik di dalam lambung membantu
penyerapan besi, diduga karena hem mempunyai
struktur yang sama dengan vitamin B12.
Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar
terhadap absorpsi besi. Bila tubuh kekurangan besi
atau kebutuhan meningkat pada masa
pertumbuhan, absorpsi besi non-hem dapat
meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besihem dua kali.

B. PERTUKARAN BESI DALAM TUBUH


Meskipun diet besi penting dalam
mempertahankan adekutnya dalam jangka panjang
oleh tubuh besi, namun jumlah absorpsi besi,
sekitar 0,06% total kandungan besi tubuh hal ini
tidak menyediakan konsentrasi besi yang
dibutuhkan.
Kebanyakan besi masuk ke dalam plasma untuk
distribusi dan redistribusi oleh transferin yang juga
berkonstribusi melalui bagian pengrusakan
hemoglobin dan bagian degradasi ferritin dan
hemosiderin. Hemoglobin didegradasi terutama
oleh fagosit pada system retikuloendotelia
(ditemukan dalam hati, limfa dan sumsum tulang).
Simpanan besi sebagai feritin dan hemosiderin
didegradasi terutama dalam hati, limfa dan
sumsum tulang.
Kebanyakan sel darah merah berumur sekitar 120
hari, yang tua selanjutnya dimakan oleh makrofag
di dalam limfa dan diturunkan (fagositosit);
walaupun , sel makrofag retikuloendotelial dalam
sumsum tulang dan sel kupfer dalam hati juga
mendegradasi sel darah merah.
Selama degradasi sel darah merah, bagian heme
dari molekul hemoglobin dalam sel darah marah
dikatabolis oleh oksigenase heme menjadi
biliverdin dan selanjutnya menjadi bilirubin, yang
kemudian dikeluarkan ke empedu untuk diekskresi
dari tubuh. Sebagai tambahan, sekitar 20 sampai
25 mg besi per hari dilepaskan dari katabolisme
hemoglobin. Besi itu akan digunakan kembali,
sebagai contoh untuk eritropoiesis atau untuk
penggabungan kedalam enzim besi terikat, atau
besi menjadi cadangan untuk disimpan.
Walaupun kebanyakan sel darah merah
didegradasikan dalam system retikuloendotelial,
beberapa lisis sel darah merah berlangsung dalam
darah. Dua protein, haptoglobin dan hemopexin,
berfungsi untuk melepaskan pelepasan hemoglobin
dan heme bebas, secara berturut-turut di dalam
darah. Haptoglobin, disintesis oleh hati, bentuk
kompleks dengan hemoglobin bebas , sementara
hemopexin, juga disintesisoleh hati, bentuk
kompleks dengan heme bebas dalam darah.
Protein lalu mengantarakan komponen yang
mengandung besi ke hati, dimana degradasi lebih
jauh berlangsung untuk dapat digunakan kembali
besi tersebut.
Kecuali kalau simpanan tubuh dihabiskan,
persedian besi pada plasma pool dapat disesuaikan
dengan batas banyaknya. Kebutuhan untuk besi
transferin ditentukan oleh kebutuhan sumsum
tulang untuk sintesis sel darah merah. Walaupun ,
hemolisis kronik kuantiti besi melewati plasma
dapat dikembangkan enam sampai delapan kali
normal.
EKSKRESI
Kehilangan besi sehari-hari oleh laki-laki dewasa
kira-kira antara 0,9 dan 1,0 mg/hari (12-14

mg/Kg/hari). Kehilangan tersebut berlangsung dari


berbagai letak:
Dinding gastrointersinal : 0,6
Kulit : 0,2-0,3
Ginjal : 0,1
Dapat dilihat dari angka tersebut, kebanyakan
kehilangan besi via daerah gastrointestinal (0,6
mg). dari 0, 6 mg, sekitar 0,45 mg sesuai dari
kehilangan darah menit (-1 mL) dan 0,15 mg besi
yang lain sesuai kehilangan empedu dan kematian
sel mokusa. Kehilangan pada kulit kira-kira 0,2
sampai 0,3 mg besi berlagsung untuk kematian
permukaan sel dari kulit. Terakhir, kira-kira sangat
sedikit , sekitar 0,1 mg, hilang di urin. Kehilangan
besi , walaupun mungkin meningkat pada orang
dengan ulkus gastrointensial atau parasit intestinal
atau hemorange ditimbulkan oleh operasi atau luka
yang sesuai.
Kehilangan besi basal baru digambarkan sedikit
(0,7-0,8 mg/hari) pada wanita karena daerah
permukaannya lebih kecil. Kehilangan total
premanopause wanita, walaupun diperkirakan
kurang lebih 1,3 sampai 1,4 mg/hari karena
kehilangan besi pada saat menstruasi. Rata-rata
kehilangan darah selama siklus menstruasi sekitar
35 mL, dengan batas lebih sekitar 80 mL.
Kandungan besi dalam darah sekitar 0,5 mg/100
mL darah, yang kehilangan hampir 17,5 mg besi
per periode. Ketika dirata-ratakan lebih sebulan,
kehilangan besi dalam menstruasi sekitar 0,5 mg
per hari; pada beberapa wanita, kehilangan besi
untuk menstruasi mungkin melebihi 1,4 mg/hari.
Ekskresi besi meningkat pada orang sehat dengan
asupan yang melebihi rata-rata konsentrasi besi
ferritin pada kematian sel mokusa sel.
Keseimbangan pemasukan besi dengan
kehilangannya dari tubuh sangat penting untuk
kesehatan. Tingginya kejadian anemia defisiensi
besi, merupakan defisiensi gizi yang umum pada
manusia di dunia, menjadi fakta bahwa
keseimbangan besi sering tidak dicapai, sebagian
pada banyak anak-anak, perempuan dan wanita
usia subur.

maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringanjaringan (Evelyn, 2009). Hemoglobin merupakan
senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah
Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks
kapasitas pembawa oksigen pada darah.
Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang
mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna
merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah
molekul hemoglobin memiliki empat gugus haeme
yang mengandung besi fero dan empat rantai
globin (Brooker, 2001).
Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan
Fe yang dinamakan conjugated protein. Sebagai
intinya Fe dan dengan rangka protoperphyrin dan
globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah
merah karena Fe ini.
Eryt Hb berikatan dengan karbondioksida menjadi
karboxy hemoglobin dan warnanya merah tua.
Darah arteri mengandung oksigen dan darah vena
mengandung karbondioksida (Depkes RI dalam
Widayanti, 2008).
Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul
yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit.
Setiap subunit mengandung satu bagian heme
yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme
adalah suatu derivat porfirin yang mengandung
besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai
bagian globin dari molekul hemoglobin (Shinta,
2005).
2.1.1 Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik
dalam butiran-butiran darah merah (Costill, 1998).
Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah
kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah
ini biasanya disebut 100 persen (Evelyn, 2009).
Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang
sukar ditentukan karena kadar hemoglobin
bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun
WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin
normal berdasarkan umur dan jenis kelamin (WHO
dalam Arisman, 2002).
2.1.2 Struktur Hemoglobin (Hb)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut
oksigen yang mengandung besi dalam sel merah
dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul
hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan
empat gugus heme, suatu molekul organik dengan
satu atom besi (Wikipedia, 2007). Hemoglobin
adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki
afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan
dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di
dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini

Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik


yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu
atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal
ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi
disebut heme. Nama hemoglobin merupakan
gabungan dari heme dan globin, globin sebagai
istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa
protein mengandung heme dan hemoglobin adalah
yang paling dikenal dan banyak dipelajari.
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa
tetramer (mengandung 4 submit protein), yang
terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa
dan beta yang terikat secara non kovalen. Sub

unitnya mirip secara struktural dan berukuran


hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul
kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul
total tetramernya menjadi 64.000 Dalton. Tiap sub
unit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara
keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat
molekul oksigen (Wikipedia, 2007).
2.1.3 Guna Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari
paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa
kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paruparu untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin
berperan sebagai reservoir oksigen : menerima,
menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel
otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada
di dalam hemoglobin (Sunita, 2001).
Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin
antara lain :
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan
karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh.
2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian
dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh untuk
dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan
tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru
untuk di buang, untuk mengetahui apakah
seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat
diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin.
Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti
kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti,
2008).
2.1.4 Faktor-Faktor Mempengaruhi Kadar
Hemoglobin
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar
hemoglobin adalah :
1. Kecukupan Besi dalam Tubuh
Menurut Parakkasi, Besi dibutuhkan untuk produksi
hemoglobin, sehingga anemia gizi besi akan
menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang
lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang
rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil
dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi
mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara
pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada
sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase,
katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam
sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan
mioglobin dalam sel otot. Kandungan 0,004 %
berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin
yang disimpan sebagai ferritin di dalam hati,
hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang
(Zarianis, 2006).
Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada
sebagai mioglobin dan senyawa-senyawa besi
sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan
flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil
namun mempunyai peranan yang sangat penting.

Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen


menerobos sel-sel membran masuk kedalam sel-sel
otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa
mitokondria yang mengandung besi lainnya,
memegang peranan penting dalam proses oksidasi
menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang
merupakan molekul berenergi tinggi. Sehingga
apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka
terjadi penurunan kemampuan bekerja. Pada anak
sekolah berdampak pada peningkatan absen
sekolah dan penurunan prestasi belajar (WHO
dalam Zarianis, 2006).
Menurut Kartono J dan Soekatri M, Kecukupan besi
yang direkomendasikan adalah jumlah minimum
besi yang berasal dari makanan yang dapat
menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang
sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar
kemungkinan anemia kekurangan besi (Zarianis,
2006).
2. Metabolisme Besi dalam Tubuh
Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di
dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih
dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel
darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g),
myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati,
limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua
bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional
yang dipakai untuk keperluan metabolik dan
bagian yang
merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin,
sitokrom, serta enzim hem dan nonhem adalah
bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55
mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan
apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis
dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin
dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan
yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan
sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh
terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan,
pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran
(Zarianis, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Zat Besi
2.1.1. Fungsi Zat Besi
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang
esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan
dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu
dalam sintesa haemoglobin (Hb) (Moehji, 1992).
Seorang ibu yang dalam masa kehamilannya telah
menderita kekurangan zat besi tidak dapat
memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam
jumlah yang cukup untuk beberapa bulan pertama.
Meskipun bayi itu mendapat air susu dari ibunya,
tetapi susu bukanlah bahan makanan yang banyak
mengandung zat besi karena itu diperlukan zat besi
untuk mencegah anak menderita anemia (Siregar,
2000). Pada beberapa orang, pemberian tablet zat
besi dapat menimbulkan gejalagejala seperti mual,
nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan

sulit buang air besar (Departemen Kesehatan,


1999), pusing bau logam (Hartono, 2000). Selain
itu setelah mengkonsumsi tablet tersebut, tinja
akan berwarna hitam, namun hal ini tidak
membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat
besi ini tergantung pada dosis zat besi dalam pil,
bukan pada bentuk campurannya.
Semakin tinggi dosis yang diberikan maka
kemungkinan efek samping semakin besar.
Menurut Wirakusumah (1999), tablet zat besi yang
diminum dalam keadaan perut terisi akan
mengurangi efek samping yang ditimbulkan tetapi
hal ini dapat menurunkan tingkat penyerapannya.
2.1.2. Komposisi Zat Besi di Dalam Tubuh
Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal
berkisar antara 3 5 gr tergantung dari jenis
kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di
dalam tubuh terdapat dalam haemoglobin
sebanyak 1,5 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat di
dalam plasma dan jaringan. Di dalam plasma besi
terikat dengan protein yang disebut transferin
yaitu sebanyak 3 4 gr. Sedangkan dalam jaringan
berada dalam suatu status esensial dan bukan
esensial. Disebut esensial karena tidak dapat
dipakai untuk pembentukan Hb maupun keperluan
lainnya (Soeparman, 1990).
2.1.3. Sumber Zat Besi
Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat
besi yang berasal dari hem dan bukan hem.
Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan
hanya antara 5 10% tetapi penyerapannya hanya
5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan
ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat
besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat besi
non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti
sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan
buah-buahan (Wirakusumah, 1999)
Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui
suplemen tablet zat besi. Suplemen ini biasanya
diberikan pada golongan rawan kurang zat besi
yaitu balita, anak sekolah, wanita usia subur dan
ibu hamil. Pemberian suplemen tablet zat besi
pada golongan tersebut dilakukan karena

kebutuhan akan zat besi yang sangat besar,


sedangkan asupan dari makan saja tidak dapat
mencukupi kebutuhan
tersebut. Makanan yang banyak mengandung zat
besi antara lain daging, terutama hati dan jeroan,
apricot, prem kering, telur, polong kering, kacang
tanah dan sayuran berdaun hijau (Pusdiknakes,
2003).
2.1.4. Penyerapan Zat Besi
Besi diserap (absorbsi) terutama dalam duodenum
dalam bentuk fero dan dalam suasana asam
(Soeparman, 1990). Penyerapan zat besi non hem
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat
maupun pendorong, sedangkan zat besi hem tidak.
Asam askorbat (vitamin C) dan daging adalah
faktor utama yang mendorong penyerapan zat besi
dikenal sebagai Meat, Fish, Poultry factory (MFP).
Tingkat keasaman dalam lambung ikut
mempengaruhi kelarutan dan penyerapan zat besi
di dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik
dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum
makan, karena zat besi akan lebih efektif diserap
apabila lambung dalam keadaan asam (ph rendah).
Disamping faktor yang mendorong penyerapan zat
besi non hem, terdapat pula faktor yang
menghambat penyerapan yaitu teh, kopi dan
senyawa Ethylene Diamine Tetraacetit Acid (EDTA)
yang biasa digunakan sebgai pengawet makanan
yang menyebabkan penurunan absorbsi zat besi
non hem sebesar 50% (Wirakusumah, 1999).
2.1.5. Eksresi Zat Besi
Berbeda dengan mineral lainnya, tubuh tidak dapat
mengatur keseimbangan besi melalui ekskresi. Besi
dikeluarkan dari tubuh relatif konstan berkisar
antara 1,0 1,5 mg setiap hari melalui rambut,
kuku, keringat, air kemih dan terbanyak melalui
deskuamasi sel epitel saluran pencernaan. Lain
halnya dengan wanita yang sedang menstruasi dan
wanita hamil setiap hari kehilangan besi 0,5 1,0
mg atau 40 80 ml darah dan wanita yang sedang
menyusui sebanyak 1,0 mg sehari. Wanita yang
melahirkan dengan pendarahan normal akan
kehilangan besi 500-550 mg (Soeparman, 1990).

S-ar putea să vă placă și