Sunteți pe pagina 1din 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilitis tuberculosis (TB) atau Infeksi spinal oleh tuberculosis sangat
berpotensi menyebabkan morbiditas serius dalam hal ini termasuk deficit
neurologis dan deformitas tulang yang permanen, sehingga diagnosis dini
sangatlah penting. Diagnosis dini spondilitis TB sering di salah artikan sebagai
neoplama spinal atau spondilitits piogenik lainnya. Diagnosis baru dapat di
tegakkan ketika stadium lanjut dan sudah terjadi deformitas tulang belakang yang
berat serta deficit neurologis seperti paraplegia. (Zuwanda, Janitra, 2013)
Negara Indonesia menempati peringkat ketiga setelah india dan china
sebagai Negara dengan polpulasi penderita TB terbanyak. Sekitar 20% penderita
TB paru akan mengalami penyebaran TB ektrapulmonal yang dapat berupa TB
otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, dan
endometrial. 11% dari TB ektrapulmonal adalah TB osteoartikular dan kurang
lebih dari penderita TB osteoartikular akan mengalami infeksi TB tulang
belakang atau spondilitis TB. Secara umum, tatalaksana spondilitis TB yaitu
dengan kemoterapi dengan OAT ( Obat Anti Tuberculosis), Imobilisasi, dan
intervensi bedah ortopedi/saraf. (Zuwanda, Janitra, 2013)
WHO, 2005 memperkirakan bahwa jumlah kasus TB paru terbesar
terdapat di Asia Tenggara (34% insiden TB secara global) termasuk Indonesia.
Jumlah penderita diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penderita AIDS oleh infeksi HIV. (Zuwanda, Janitra, 2013)
Di negara berkembang penderita TB usia muda diketahui lebih rentan
terhadap spondilitis TB daripada usia tua, sedangkan di Negara maju, usia
munculnya spondilitis TB

biasanya pada decade kelima dan keenam. TB

osteoartikular banyak ditemukan pada penderita dengan HIV positif, imigran dari
Negara dengan prevalensi TB yang sangat tinggi, usia tua, anak dibawah usia 15
tahun serta kondisi defisiensi imun lainnya. Pada pasien dengan HIV positif,
insiden TB diketahui 500 kali lebih tinggi dibanding populasi dengan HIV

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 1

negative. Di sisi lain, sekita 25-50% kasus baru TB di Amerika Serikat disebabkan
oleh HIV positif. (Zuwanda, Janitra, 2013)
Oleh karena itu, penanganan atau tatalaksana yang tepat dalam menangani
pasien dengan spondilitis tuberculosis sangat diperlukan untuk menurunkan angka
morbiditas yang terjadi yaitu kemoterapi dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis),
Imobilisasi, dan intervensi bedah ortopedi/saraf. (Zuwanda, Janitra, 2013)
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal?
b. Bagaimana memahami Defisini spondilitis TB?
c. Bagaimana memahami Etiologi spondilitis TB?
d. Bagaimana memahami Manifestasi klinis spondilitis TB?
e. Bagaimana memahami Patofisologi serta Web of Caution spondilitis
TB?
f. Bagaimana memehami penatalaksanaan spondilitis TB?
g. Bagaimana memahami pemeriksaan penunjang dan diagnostic dari
spondilitis TB?
h. Bagaimana memahami komplikasi dan prognosis dari spondilitis TB?
i. Bagaimana memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system musculoskeletal spondilitis TB?
1.3 Tujuan
Tujuan umum:
Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
system musculoskeletal spondilitis TB
Tujuan Khusus:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal?


Memahami Defisini spondilitis TB?
Memahami Etiologi spondilitis TB?
Memahami Manifestasi klinis spondilitis TB?
Memahami Patofisologi serta Web of Caution spondilitis TB?
Memehami penatalaksanaan spondilitis TB?
Memahami pemeriksaan penunjang dan diagnostic dari

spondilitis TB?
h. Bagaimana memahami

komplikasi

dan

prognosis

dari

spondilitis TB?
i. Bagaimana memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan system musculoskeletal spondilitis TB?
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi System Musculoskeletal
1. Sistem Rangka

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 3

Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang


adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang dapat
bertumbuh dan memperbaiki dirinya sendiri setelah cedera. Tulang
banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam
kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetai sepertiga dari bahan
tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastic.
(Sloane, 2003)
a. Pembagian skeletal, yaitu :
1) Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak,
kolumna vertebra, tulang iga, tulang hioid sternum.
2) Apendikular skeletom terdiri dari
a) kerangka tulang lengan dan kaki
b) ekstrimitas atas(skapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan
(karpal, metakarpal, falang)
3) Ekstrimitas bawah (tulangpelvis, femur, patela, tibia, fibula) dan kaki
(tarsal, metatarsal, falang) (Suratun, 2008).
b. Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
1. Tulang memberikan topangan dan bentuk pada tubuh
2. Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada persendian dan
berfungsi sebagai pengungkit. Jika otot-otot yang tertanam pada tulang
berkontraksi, kekuatan yang diberikan pada pengungkit menghasilkan
gerakan.
3. Perlindungan. System rangka melindungi organ-organ lunak yang ada
dalam tubuh.
4. Pembentukan sel darah (hematopolesis). Sumsum tulang merah, yang
ditemukan pada orang dewasa dalam tulang sternum, tulang iga, badan
vertebra, tulang pipih ada cranium, dan pada bagian ujung tulang
panjang, merupakan tempat produksi sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit darah.
5. Tempat penyimpanan mineral. Matriks tulang tersusun dari sekitar 62%
garam anorganik, terutama kalsium fosfat dan kalsium karbonat dengan
jumlah magnesium, klorida, florida, sitrat yang lebih sedikit. Rangka
mengandung 99 % kalsium tubuh. Kalsium dan fosfor dosimpan dalam
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 4

tulang agar bias ditarik kembali dan dipakai untuk fungsi-fungsi tubuh :
zat tersebut kemudian diganti melalui nutrisi yang diterima. (Sloane,
2003)
c. Jenis Tulang
Ada empat jenis tulang yaitu tulang panjang,tulang pendek, tulang
pipih, dan tulang tidak beraturan (Suratun, 2008).
1) Tulang panjang
Tulang panjang (misal femur, humerus) bentuknya silindris dan
berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang
kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun
atas kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar berupa tulang
kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut kanal
medula yang mengandung sumsum kuning. sumsum kuning terdiri dari
lemak dan pembuluh darah, tetapi suplai eritrositnya tidak begitu
banyak. Tulang epifisis terdiri dari tulang spongiosa yang mengandung
sumsum merah yang isinya sama seperti sum-sum kuning dan dibungkus
oleh selapis tipis tulang kompakta. Bagian luar tulang panjang dilapisi
jaringan fibrosa kuat yang disebut periosteum. Sumsum tulang adalah
tempat produksi untuk semua elemen darah yang dibentuk: eritrosit,
granulosit, monosit, limfosit, dan megakariosit (Suratun, 2008).
2) Tulang pendek
Tulang pendek ( misal falang, karpal) bentuknya hampir sama
dengan tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian
proksimal, serta berukuran pendek dan kecil (Suratun, 2008).

3) Tulang pipih
Tulang pipih (misal, sternum, kepala, skapula, panggul) bentuknya
gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan melindungi organ vital dan
lunak dibawahnya. tulang pipih terdiri atas dua lapisan kompakta dan di
bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa. tulang ini juga dilapisi oleh
periosteum yang dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 5

menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang


spongiosa (Suratun, 2008).
4) Tulang Tidak Beraturan
Tulang tidak beraturan (misal vertebra, telinga tengah) mempunyai
bentuk yang unik sesuai fungsinya. tulang tidak beraturan terdiri dari
tulang spongiosa yang dibungkus oleh selais tipis tulang kompakta
(Suratun, 2008).
5) Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid (misal patela) merupakan tulang kecil yang
terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persendian,
berkembang bersama tendon dan jaringan fasia (Suratun, 2008).
2. ANATOMI KOLUMNA VERTEBRALIS
Rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang
dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang. dia antara dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat
bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang
dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm. Vertebra dikelompokkan dan
dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya (Evelyn, 2011).
a. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk bagian
belakang torax atau dada
b. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk
bagian belakang torax atau dada
c. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
d. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum
atau tulang kelangkang
e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tulang tunggung membentuk
tulang koksigeus atau tulang tungging.

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 6

Gambar 1. Anatomi Columna vertebra


1) Struktur Tulang Vertebra
a. Vertebra Cervicalis
Vertebra cervicalis memiliki corpus yang tipis dan memiliki
corpus yang tipis, dan memiliki processus transversus, dibedakan
dengan adanya foramen dan ujung dua tuberkel. vertebra cervicalis
pertama berbeda karena : tidak mempunyai corpus-hanya sebuah arcus
transversus tulang di bagian depan, b. facies articularis pada bagian
dalam arcus transversus ini untuk processus odontoid ada axis c) facies
articularis di bagian atas untuk artikulasi dengan permukaan inferior os
occipital (John, 2002).
Axis (vertebra cervicalis ke 2) berbeda dengan adanya processus
odontoid yang mencuat ke atas dari corpus dan berartikulasi dengan
anterior atlas. provessus odontoid ini dalam perkembangannya
merupakan corpus atlas yang telah dialihkan pada axis. provessus ini
difiksasi oleh ligamen-ligamen (John, 2002).
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 7

b. Vertebra toracica
Berikut ini adalah vertebra tipikal. vertebra ini menjadi lebih
besar dari atas ke arah bawah karena harus menopang berat badan yang
makin besar, dan vertebra thoracica ke 12 merupakan vertebra masif
yang menyerupai vertebra lumbalis (John, 2002).
c. Vertebra lumbalis
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.
badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan
berbebtuk seperti ginjal. prosessus spinosusnya lebar dan berbentuk
seperti kapalk kecil (Evelyn, 2011).
d. Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada
bagian bawah columna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang
inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga
pelvis (Evelyn, 2011).
2 ) Fungsi Kolumna vertebralis
Columna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan
perantara

tulang

lengkungannya

rawan
memberi

cakram

intervertebralis

fleksibilitas

dan

yang

memungkin

membungkuk tanpa patah. cakramnya juga berguna untuk


menyerap guncangan yang terjadi bila menggerakkan badan seperti
berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum
tulang belakang telindung terhadap goncangan (Evelyn, 2011).
2.2 Definisi Spondilitis TB
Spondilitis TB atau dikenal dengan penyakit Potts disease
adalah penyakit yang di sebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis yang mengenai tulang belakang (Naidich, et al, 2011).
Spondilitis TB telah ditemukan pada mumi dari Spanyol
dan Peru pada tahun 1779. Infeksi mycobacterium tuberculosis
terbanyak disebarkan melalui infeksi diskus. Mekanisme terjadinya
infeksi

ini

biasanya

menyebar

secara

hematogen.

Secara

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 8

epidemologi, TB merupakan penyakit infeksi pembunuh nomor 1


di dunia, 95% kasus berada dinegara berkembang. Organisasi
WHO pada tahun 2000 memperkirakan 2 juta penduduk terserang
dan 3 juta penduduk di seluruh dunia meninggal oleh karena TB.
Komplikasi dari spondilitis TB dapat mengakibatkan morbiditas
yang cukup tinggi dan dapat timbul secara cepat maupun lambat.
Paralisis dapat tumbuh secara cepat di sebabkan oleh abses,
sedangkan secara lambat oleh karena perkembangan dari kifosis,
kolaps vertebra dengan retropulasi dari tulang dan debris.
(Paramarta, Purniti, Subanada, Astawa, 2008)
2.3 Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
kuman Mycobaterium Tuberculosis yang merupakan anggota ordo
Actinomicetales dan family Mycobacteriase. Basil tuberkel
berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit untuk
diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus
walaupun dengan zat asam. Hal ini disebabkan oleh kuman
bacterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan
lilin dan lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bakteri ini bersifat
pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta
memiliki panjang sekitar 2-4m. (Paramarta, Purniti, Subanada,
Astawa, 2008)
2.4 Manifestasi Klinis
Penderita memperlihatkan gejala-gejala hampir sama
dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/
lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit
meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada
punggung. Pada anak anak sering disertai dengan menangis pada
malam hari (night cries) (Rasjad, 2012). Nyeri punggung atau
pinggang terjadi akibat spasme otot otot punggung, makin lama
makin kaku karena sudah mulai terjadi deformitas. Bila penyakit
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 9

berlanjut dan terjadi fraktur kompresi, dapat ditemukan gibus.


Gibus tuberkulosis tidak terdapat penyempitan sela diskus pada
gisbus traumatik dan gibus metastatik tumor korpus vertebra.
(Sjamsuhidayat, 2010)
a. Pada vertebra servikal dapat ditemukan gejala kaku leher ,
nyeri vertebra yang menjalar ke oksipital atau lengan, yang
dirasakan lebih hebat bila kepala ditekan ke arah kaudal. Dapat
terjadi deformitas, lordosis-normal akan berkurang dan anak
menopang kepalanya dengan lengan, abses retrofaringeal atau
servikal, paralisa lengan diikuti oleh paralisa tungkai. Gejala
neurologik dapat terjadi karena, subluksasi antar vertebra,
penekanan medula spinalis atau radiks saraf serta diskus oleh
tulang, terbentuknya abses, reaksi terhadap infeksi lokal,
terjadinya vaskulitis tuberkulosa (Tachidjan, 1990). Pada
vertebra servikal bawah dan torakal atas, ditemukan gejala
lokal, misalnya kekakuan kifosis angular sampai gibbus, nyeri
sepanjang

pleksus

brakialis.

Abses

retrofaringeal,

supraklavikular dan mediastinal jarang menyebabkan gangguan


saraf spinal. Bila terjadi penekanan saraf simpatis, akan timbul
sindrom Horner dan kaku leher (Nazar, 2006).
b. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak
menjadi kaku. Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan
mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat mengambil sesuatu
dari

lantai

ia

mempertahankan

menekuk
punggungnya

lututnya
tetap

sementara
kaku

(coin

tetap
test)

(Tachidjan, 1990).
c. Pada daerah torakal dan lumbal dapat ditemukan kifosis
angular sampai gibbus, nyeri pada daerah tersebut dapat
menyebar ke ekstrimitas bawah, khususnya daerah lateral paha,
juga dapat ditemukan abses iliaka atau abses psoas. (Nazar,
2006)

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 10

d. Pada daerah lumbosakral dapat dijumpai gejala lokal misalnya


deformitas, nyeri yang menyebar ke ekstrimitas bawah, abses
psoas, dan gangguan gerak pada sendi panggul. (Nazar, 2006)
e. Di regio lumbar abses akan tampak sebagai suatu
pembengkakan lunak yang terjadi di atas atau di bawah lipat
paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis
dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien
tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan
menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya
diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan
deformitas fleksi sendi panggul (Miller, 1999).
Stadium Pott Paraplegia:

2.5 Patofisiologi
Droplet Mycobacterium tuberculosis masuk melalui saluran
napas dan akan menimbulkan fokus infeksi di jaringan paru. Fokus
infeksi ini disebut fokus primer (fokus Ghon). Kuman kemudian
akan menyebar secara limfogen dan menyebabkan terjadinya
limfangitis lokal dan limfadenitis regional. Gabungan dari fokus
primer, limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai
kompleks primer. Jika sistem imun penderita tidak cukup
kompeten infeksi akan menyebar secara hematogen/ limfogen dan
bersarang di seluruh tubuh mulai dari otak, gastrointestinal, ginjal,

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 11

genital, kulit, getah bening, osteoartikular, hingga endometrial


(Vitriana, 2002).
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara
hematogen/limfogen melalui nodus limfatikus para-aorta dari fokus
tuberkulosis di luar tulang belakang yang sebelumnya sudah ada.
Pada anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di
paru,

sedangkan

pada

orang

dewasa

berasal

dari

fokus

ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Perjalanan infeksi pada


vertebra dimulai setelah terjadi fase hematogen atau reaktivasi
kuman dorman. Vertebra yang paling sering terinfeksi adalah
vertebra torako-lumbal T8- L3, sedangkan yang paling jarang
adalah C1-2 (Sjamsuhidajat, 2010). Jika pada orang dewasa
spondilitis TB banyak terjadi pada vertebra torakal bagian bawah
dan lumbal bagian atas, pada anak-anak spondilitis TB lebih
banyak terjadi pada vertebra torakal bagian atas (Mason et all,
2005).
Penyakit ini pada umunya mengenai lebih dari satu
vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentarral, bagian depan atau
daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hipertermi dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian
depan korpus ini akan menyebabkan kifosis. Kemudian eksudat
(yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis
serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang
lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia
paravertebralis dan meneyebar ke depan dan menonjol ke dalam
faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan
ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 12

pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanay tetap tinggal pada


daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk
massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat
menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada
daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas
dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial
paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada
trigonumnatau regio glutea. (Rasjad, 2012)
Menurut Kumar perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 5
stadium yaitu (Rasjad, 2012):
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selam 6 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada
daerah paradiskus dan pada anak anak umunya pada daerah sentral
vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjtunya terjadi destruksi korpus
vertebra serta penyempitan yang sering pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya kan terbnetu sekuestrum serta kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 13

spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempnyai kanalis spinalis


yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi
pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat
derajat kerusakan paraplegia, yaitu:
Derajat I: kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukan aktivitas

atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini

belum terjadi gangguan saraf sensoris


Derajat II: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi
penderita masih dapat melakukan pekerjaannya
Derajat III: terdapat kelemahan pada naggota gerak bawah yang
membatasi gerak/
aktivitas penderita serta hipestesia/ anestesia
Derajat IV: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi
dan miksi.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadum
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan

Gambar 3. Spondilitis tuberkulosis. A) Gibus thorakolumbar dengan


hipertonus erektor trunkus. Penderita menyandarkan diri pada ekstremitas
atas; B) 1. rarefaksi bagian anterior vertebra mulai nampak penyempitan
diskus intervertebralis, 2. rarefaksi meluas, penyempitan jelas, 3. kompresi
vertebra bagian ventral, terjadinya gibus, kompresi medulla spinalis.

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 14

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran


hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau
melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada
sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi
primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling
sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Pada anakanak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus
primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi
melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke
dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra
diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang
lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra
yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih
vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga
bentuk spondilitis:
a. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area
metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area
subkondral).

Banyak

ditemukan

pada

orang

dewasa.

Dapat

menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak


ditemukan di regio lumbal.
b. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan
ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan
dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih
hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat
trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 15

c. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra
di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya
scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra
(berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi
aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah
ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal
dari suplai darah vertebral.
d. Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya
tidak

dapat

diidentifikasikan.

Termasuk

didalamnya

adalah

tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan


granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang
(tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan
spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior
tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%. Infeksi
tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra.
Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas,
berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen
longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang
berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal
anterior atau secara langsung melewati diskus intervertebralis.
Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh
vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke
vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
2.6 Pemeriksaan diagnostic
a. Sinar Rontgen
Diperlukan pengambilan gambar dua arah , antero-posterior
(AP) dan lateral (L). Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik
pada bagian anterior korpus vertebra dan osteoporosis regional.
Penyempitan ruang diskus intervertebralis, menujukkan terjadinya
kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan lunak disekitar vertebra
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 16

menimbulkan bayangan fusiform. Pada fase lanjut, kerusakan


bagian anterior semakin parah. Korpus menjadi kolaps dan terjadi
fusi anterior yang menghasilkan angulasi yang khas disebut gibbus.
Bayangan opaque pada sisi lateral vertebra, memanjang kearah
distal, merupakan gambaran abses psoas pada torakal bawah dan
torakolumbal yang berbentuk fusiform.

b. Mielografi
Melalui punksi lumbal dimasukkan zat kontras kedalam
ruang subdural . Secara konvensional dibuat foto AP/L atau
dilakukan pemeriksaan dengan CT-Scan ,disebut CTmielografi.
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran adanya penyempitan
pada kanal spinalis dan atau tekanan terhadap medula spinalis.
c. CT-Scan
Dapat memperlihatkan bagian-bagaian vertebra secara rinci
dan melihat kalsifikasi jaringan lunak. Membantu mencari fokus
yang lebih kecil, menentukan lokasi biopsi dan menetukan luas
kerusakan.

d. MRI
Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak
dan aman digunakan. MRI juga memiliki kelebihan dalam
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 17

mendiagnosa penyakit pada masa dini atau lesi multipel


dibandingkan CT dan pemeriksaan radiologik konvensional.
Gambaran lesi pada T1 weighted image adalah hypointense
sedangkan pada T2 weighted image adalah hiperintens. Lesi juga
dapat menjadi lebih jelas dengan injeksi Gadolinium DTPA
intravena. Pada spondilitis tuberkulosa akan didapat gambaran
dengan lingkaran inflamasi dibagian luar dan sekuester ditengah
yang hipointens ; tetapi gambaran ini mirip dengan infeksi
piogenik dan neoplasma sehingga tidak spesifik untuk spondilitis
tuberkulosa.

e. Sidik Tulang
Dengan menggunakan Tc 99M methylene diphosphonate
dan isotop gallium-67 , sidik tulang memberikan sensitifitas 92%
dan spesifisitas 88%. Pemeriksaan ini tidak digunakan secara rutin.
f. Mielografi
Melalui punksi lumbal dimasukkan zat kontras kedalam
ruang subdural . Secara konvensional dibuat foto AP/L atau
dilakukan pemeriksaan dengan CT-Scan ,disebut CTmielografi.
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran adanya penyempitan
pada kanal spinalis dan atau tekanan terhadap medula spinalis
(Moesbar, 2006).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 18

Laboratorium
a. Darah
Secara umum,

sama

dengan

penderita

penyakit

kronik

lainnya,sering ditemukan anemia hipokrom. Hitung-jumlah lekosit


dapat normal atau meningkat sedikit, pada hitung jenis ditemukan
monositosis. Laju endap darah meningkat tetapi tidak dapat menjadi
indikator aktivitas penyakit. Nazar Moesbar Infeksi Tuberkulosa
pada Tulang Belakang Suplemen (Ramachandran R, 2003)
b. Tes Tuberkulin
Dengan cara Mantoux, disuntikkan PPD 5 TU (0.1 ml) intrakutan.
Reaksi pada tubuh dibaca setelah 48-72 jam. Jika indurasi < 5 mm
dikatakan tes Mantoux negatif. Indurasi > 10 mm , tes Mantoux
positif ; sedangkan indurasi 5 9 mm meragukan dan perlu diulang.
(Ramachandran R, 2003)
c. Bakteriologi
Untuk pemeriksaan balteriologik dan histopatologik diperlukan
pengambilan bahan melalui biopsi atau operasi. Biopsi dapat
dilakukan dengan cara fine needle aspiration dengan tuntunan CT
atau video assisted thoracoscopy. Pemeriksaan terhadap bahan
pemeriksaan yang diambil dengan biopsi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan pewarnaan Ziehl
Nielsen, Tan Thiam Hok, Kinyoun-Gabbet atau denagn metoda
fluorokrom yang memakai pewarnaan auramine dan rhodamine.
Pemeriksaan ini membutuhkan sedikitnya 5 x 103 kuman per ml
sputum. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh : jenis spesimen,
ketebalan sediaan apus yang dihasilkan, ketebalan pewarnaan,
kemampuan dan keahlian pemeriksa. Beberapa cara yang dilakukan
untuk meningkatkan sensitifitas hasil pemeriksaan sediaan apus
secara

mikroskopik,

pemeriksaan

sputum,

yaitu:

cytocentrifugation

mencairkan

sputum

dari

dengan

bahan
sodium

hypochloride diikuti dengan sedimentasi selama satu malam.


Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 19

tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan tuberkulosis


paru. Juga pada pewarnaan biasa hanya sanggup mendiagnosa
sekitar separuhnya. (Ramachandran R, 2003)
d. Kultur
Semua spesimen yang mengandung mikobakteria harus di inokulasi
melalui media kultur, karena : kultur lebih sensitif dari pada
pemeriksaan mikroskopis, dapat mendeteksi hingga 10 bakteri per
ml ; kultur dapat melihat perkembangan organisme yang diperlukan
untuk identifikasi yang akurat dan dengan pembiakan kuman dapat
dilakukan resistensi tes terhadap obat-obat anti tuberkulosa.
(Ramachandran R, 2003)
e. Histopatologi
Secara histopatologik, hasil biopsi memberi gambaran granuloma
epiteloid yang khas dan sel datia Langhans, suatu giant cell
multinukleotid yang khas. (Ramachandran R, 2003)
f. PCR
Prinsip kerja PCR adalah 3 tahapan reaksi yang dilakukan pada
suhu yang berbeda. Yaitu: denaturasi, aneling primer, dan
polimerase. Ini adalah suatu proses amplifikasi DNA yang
dilakukan berulangkali. Produk yang dihasilkan bertindak sebagai
template

untuk

siklus

berikutnya

sehingga

setiap

siklus

menghasilkan produk secara eksponensial. Dengan kemampuan ini


PCR dapat mendeteksi basil tuberkulosa yang jumlahnya tidak
cukup untuk bisa diperiksa secara mikroskopis atau bakteriologis.
Jumlah kuman 10 1000 sudah dapat dideteksi dengan pemeriksaan
ini. Target yang paling sering digunakan pada pemeriksaan ini
adalah IS6110. Deteksi dengan menggunakan IS6110 ini dilakukan
dari sputum (pada tuberkulosa paru) dan darah (pada tuberkulosa
diluar paru). Pemeriksaan PCR memberikan sensitifitas 94.7% ,
spesifisitas 83.3% dan akurasi 92% terhadap bahan pemeriksaan
yang berasal dari spondilitis tuberkulosa.
g. ICT Tuberkulosis
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 20

Tes

immunokromatografi

untuk

mendeteksi

mikobakterium

tuberkulosa atau ICT Tuberkulosis adalah suatu pemeriksaan


serodiagnostik dengan mengembangkan antigen untuk mendetekdi
antibodi yang dihasilkan oleh tubuh penderita. Pemeriksaan ini
menggunakan membran atau strip nitroselulose yang disensitisasi
dengan antigen. Teknik pemeriksaan dengan metode ini cepat dan
mudah. Strip dapat dibaca secara manual atau dibaca oleh
densitometer. Antigen yang paling sering digunakan untuk
mendiagnosa tuberkulosis adalah antigen 38 kDa dengan sensitifitas
45% 85% dan spesifisitas 98%. (Rini, 2004)
2.8 Penatalaksanaan (Paramarta, Purniti, Subanada, Astawa, 2008)
Saat ini pengobatan spondilitis TB berdasarkan terapi
diutamakan dengan pemberian obat anti TB dikombinasikan dengan
imobilisasi menggunakan korset. Pengobatan non-operatif dengan
menggunakan kombinasi paling tidak 4 jenis obat anti tuberkulosis.
Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi kepekaan kuman
terhadap obat. Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan
selama seluruh pengobatan.
1. Terapi Konservatif
a. Tirah Baring
Tindakan dilakukan pada penyakit yang telah lanjut dan tidak
tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk melakukan
operasi radikal spinal anterior atau bila terdapat masalah teknik
yang membahayakan. Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 34 minggu sehingga dicapai keadaan yang tenang dengan melihat
tanda-tanda klinis, radiologis, dan laboratorium. Setelah tindakan
operasi pasien biasanya beristirahat ditempat tidur selama 3-6
minggu. Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu
pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi
konservatif) tetapi tidak memberikan respon yang baik. Jika tidak
ada perbaikan, terapi paling efektif pada lesi spinal adalah dengan
operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi pus
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 21

tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa dan tulang yang


terinfeksi, serta memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat.
b. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
c. Gips Badan
Istirahat dapat digunakan dengan memakai gips untuk melindungi
tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan
yang akut atau fase aktif. Penggunaan gips ini digunakan untuk
fiksasi guna mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan
deformitas lebih lanjut
d. Medikamentosa (OAT)
Sekarang, penanganan spondilitis TB secara umum dibagi
menjadi dua bagian yang berjalan dapat secara bersamaan,
medikamentosa dan pembedahan. Terapi medikamentosa lebih
diutamakan, sedangkan terapi pembedahan melengkapi terapi
medikamentosa dan disesuaikan dengan keadaan individual tiap
pasien. Pasien spondilitis TB pada umumnya bisa diobati secara
rawat jalan, kecuali diperlukan tindakan bedah dan tergantung pada
stabilitas keadaan pasien. Tujuan penatalaksanaan spondilitis TB
adalah untuk mengeradikasi kuman TB, mencegah dan mengobati
defi sit neurologis,serta memperbaiki kifosis
pada fase awal, terapi medikamentosa memberikan hasil
yang lebih memuaskan dibandingkan terapi bedah. Namun, ketika
deformitas kifosis telah melanjut, terapi medikamentosa justru
tidak begitu berguna. Terapi OAT selama 9 bulan memberikan
angka remisi yang lebih baik (hingga 99 persen) dibandingkan
terapi OAT selama 6 bulan
Spondilitis TB dapat diobati secara sempurna hanya dengan
OAT saja hanya jika diagnosis ditegakkan awal, dimana destruksi
tulang dan deformitas masih minimal. terapi infeksi spondilitis TB
adalah multidrug therapy. Secara umum, regimen OAT yang
digunakan pada TB paru dapat pula digunakan pada TB ekstraparu,
namun rekomendasi durasi pemberian OAT pada TB ekstraparu
hingga saat ini masih belum konsisten antarahli. World Health
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 22

Organization

(WHO)

menyarankan

kemoterapi

diberikan

setidaknya selama 6 bulan. British Medical Research Council


menyarankan bahwa spondilitis TB torakolumbal harus diberikan
kemoterapi OAT selama 6 9 bulan. Untuk pasien dengan lesi
vertebra multipel, tingkat servikal, dan dengan defi sit neurologis
belum dapat dievaluasi, namun beberapa ahli menyarankan durasi
kemoterapi selama 912 bulan
Sementara

itu

pengobatan

anti

tuberkulosa

standar

pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu :


1. Kategori I untuk penderita baru BTA (-/+) / rontgen (+)
a. Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, etambutol 750 mg, INH
300 mg, dan pirazinamid 1500 mg per hari selama 2 bulan
pertama (60 kali)
b. Tahap II diberikan rifampisin 450 mg, INH 600 mg 3 kali per
minggu selama 4 bulan (54 kali)
2. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum
obat selama sebulan, termasuk penderita yang kambuh.
a. Tahab I : diberikan streptomisin 750 mg diberikan 2 bulan
pertama (60 kali) dan obat lainnya 3 bulan (90 kali)
b. Tahap II : INH 600 mg, Rifampisin 450mg dan etambutol
1250mg per 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali). Kriteria
penghentian

pengobatan

yaitu

apabila

keadaan

umum

penderita bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejalagejala klinis berupa nyyeri dan spasme berkurang, serta
gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra
Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin,
dan pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih
kontroversial.

Meskipun

beberapa

penelitian

mengatakan

memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan, pengobatan rutin yang


dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan
biasanya berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas
klinik pasien.
Obat yang biasa dipakai untuk pengobatannya seperti pada
Tabel :
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 23

Pemberian obat bila dikombinasikan antara INH dan


rifampisin maka dosis dari INH tidak boleh lebih dari 10
mg/KgBB/hr dan dosis rifampisin tidak boleh lebih dari 15
mg/kgBB/hr serta dalam meracik tidak boleh diracik dalam satu
puyer tetapi pada saat minum obat dapat bersamaan. Sebagai
tambahan terapi, anti inflamasi non steroid kemungkinan
digunakan lebih awal pada penyakit dengan inflamasi superfisial
membran yang non spesifik untuk menghambat atau efek
minimalisasi destruksi tulang dari prostaglandin.
2. Terapi Pembedahan
Selain memberikan medikamentosa, imobilisasi regio
spinalis harus dilakukan. Pengobatan yang paling penting adalah
imobilisasi dan artrodesis posterior awal. Jika terjadi Potts
paraplegia maka pembedahan harus dilakukan.
Indikasi pembedahan antara lain :
a. Indikasi absolut :
Paraplegi dengan onset yang terjadi selama pengobatan
konservatif, paraplegia memburuk atau menetap setelah dilakukan
pengobatan konservatif, kehilangan kekuatan motorik yang bersifat
komplit selama 1 bulan setelah dilakukan pengobatan konservatif,
paraplegia yang disertai spastisitas yang tidak terkontrol oleh
karena suatu keganasan dan imobilisasi tidak mungkin dilakukan
atau adanya risiko terjadi nekrosis akibat tekanan pada kulit,
paraplegia yang berat dengan onset yang cepat, dapat menunjukkan
tekanan berat oleh karena kecelakaan mekanis atau abses dapat
juga merupakan hasil dari trombosis vaskular tetapi hal ini tidak
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 24

dapat didiagnosis, paraplegia berat lainnya, paraplegia flaksid,


paraplegia dalam keadaan fleksi, kehilangan sensoris yang komplit
atau gangguan kekuatan motoris selama lebih dari 6 bulan.
b. Indikasi relatif :
Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga
serangan awal sering tidak disadari, paraplegia pada usia tua,
paraplegia yang disertai nyeri yang diakibatkan oleh adanya
spasme atau kompresi akar saraf serta adanya komplikasi seperti
batu atau terjadi infeksi saluran kencing.
Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB
yang

mengalami

paraplegi

adalah

costrotransversectomi,

dekompresi anterolateral dan laminektomi.


2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis
1.

tuberkulosa yaitu:
Pottds paraplegiaa.
Komplikasi yang paling berbahaya, hanya terjadi pada 4 38
persen penderita.9 Potts paraplegia dibagi menjadi dua jenis:
paraplegia onset cepat (early-onset) dan paraplegia onset lambat

(late-onset) (Agrawal, 2010).


a. Paraplegia onset cepat terjadi saat akut, biasanya dalam dua tahun
pertama. Paraplegia onset cepat disebabkan oleh kompresi medula
spinalis oleh abses atau proses infeksi (Albar Z, 2002).
b. Sedangkan paraplegia onset lambat terjadi saat penyakit sedang
tenang, tanpa adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya
disebabkan oleh tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan
2.

tulang akibat destruksi tulang sebelumnya (Albar Z, 2002).


Kifosis berat
Hal ini terjadi oleh karena kerusakan tulang yang terjadi sangat
hebat sehingga tulang yang mengalami destruksi sangat besar
(Paramarta dkk, 2008). Parthasarathy menyimpulkan bahwa pada
pasien usia dibawah 15 tahun dan dengan kifosis lebih dari 30 o

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 25

cenderung tidak responsif terhadap pengobatan. Kifosis berat, selain


3.

memperburuk estetika, dapat mengurangi kemampuan bernafas.


Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder
karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus
intervertebralis atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda
spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa. Jika cepat diterapi
sering berespon baik. MRI dan mielografi dapat membantu
membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan
corda spinalis (Staf IKA UI, 2007).
2.10 Prognosis
Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: 1) usia, 2)
deformitas kifotik, 3) letak lesi, 4) defisit neurologis, 5) diagnosis
dini, 6) kemoterapi, 7) fusi spinal, 8) komorbid, 9) tingkat edukasi
dan sosioekonomi. Usia muda dikaitkan dengan prognosis yang
lebih baik (Vitriana, 2002). Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi
badan vertebra yang nyata dikombinasi dengan kemoterapi yang
adekuat menjanjikan pemulihan yang sempurna pada semua kasus.
Adanya resistensi terhadap OAT memperburuk prognosis spondilitis
TB. Komorbid lain seperti AIDS berkaitan dengan prognosis yang
buruk. Penelitian lain di Nigeria mengatakan bahwa tingkat edukasi
pasien mempengaruhi motivasi pasien untuk datang berobat. Pasien
dengan tingkat edukasi yang rendah cenderung malas datang
berobat sebelum muncul gejala yang lebih berat seperti paraplegia
(Njoku, 2007).

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal


Spondilitis Tuberculosis
Page 26

2.11 WOC ( terlampir)

BAB III
Page 27

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SPONDILTIS


TUBERKULOSIS
(ASKEP UMUM)
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia,
alamat, nomor telepon, status pernikahan, pendidikan terakhir,
pekerjaan, agama, suku, bangsa, dan nama penanggung jawab klien
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada klien spondilitis TB adalah adanya nyeri
punggung bagian bawah.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Awal gejala dapat dijumpai nyeri redikuler yang mengelilingi
dada dan perut, nyeri dirasakan meningkat pada malam hari
dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang
belakang. Pasien sering mera lemah dan lesu, nafsu makan
berkurang serta sakit pada punggung, pada anak-anak sering
disertai dengan menangis pada malam hari, BB turun, nyeri
spinal menetap, nyeri redikuler yang mengelilingi dada atau
perut. Suhu meningkat terutama pada malam hari, paraplegia,
paraperesis, kifosis.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Spondilitis tuberkolosa biasanya terjadi pada klien dengan
penyakit tuberkolosis pada masa lalu (R. Sjamsu Hidajat,1997).
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyebaba spondilitis TB salah satunya adalah kontak dengan
penderita penyakit TB atau lingkungan keluarga ada yang
menderika penyakit tersebut.
d. Psikososial
Pasien akan merasa cemas dan terlihat sedih, kurang pengetahuan
mengenai penyakit TB, pengobatan dan perawatannya sehingga
membuat emosinya tidak stabil.
2. Pemeriksaan Fisik
Review of System
a. B1 (Breathing) : Kaji pernafasan klien terkait otot bantu nafas,
pernafasan cuping hidung, RR. Pada pasien dengan spondylitis TB
biasanya terdapat Suara nafas tambahan ronki akibat peningkatan
produksi.

Page 28

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

b. B2 (Blood) : Kaji perubahan denyut nadi serta tekanan darah


pasien.
c. B3 (Brain) : Nyeri yang bervariasi, misal nyeri ringan sampai nyeri
berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
d. B4 (Bladder) : Pada spondilitis TB daerah torakal dan servikal,
tidak ada kelainan pada system ini.P ada spondilitis tuberkulosa
daerah lumbal, sering didapatkan keluhan inkontinensia urine,
ketidak mampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi urine.
e. B5 (Bowel): Klien spondilitis TB sering ditemukan penurunan
nafsu makan dan gangguan menelan karena adanya stimulus nyeri
menelan dari abses faring sehingga pemenuhan nutrisi menjadi
berkurang
f. B6 (Bone)
1. Look : Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas,
terlihat abses pada paravertebral, abdominal, inguinal.
2. Feel : Akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya
terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, berbeda dengan abses
piogenik yang terasa panas). Sensasi ini dapat dipalpasi didaerah
lipat paha, fosa iliaka, retrofiring, atau di sisi leher (dibelakang
otot sternokleidomastoideus), bergantung dari level lesi. Dapat
juga teraba didaerah disekitar dinding dada.
3. Move : Kelemahan anggota gerak (paraplegia) dan gangguan
tulang belakang.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Radiologi :
- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior
- Penyempitan diskus
- Abses paravertebral (fusi form)
b. Laboratorium :
Laju endap darah meningkat
c. Tes kuberkulin : reaksi tuberculin biasanya positif
3.2 Analisis Data
No

Data

Analisa Data

Masalah
Keperawatan

Page 29

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

1.

Ds:
Klien mengatakan nyeri
punggung bagian bawah
Do :
- P: pasien merasakan nyeri
di daerah punggung bagian
bawah
- Q : rasa nyeri redikuler
dada atau perut
- R : Punggung bagian
bawah.
- S : pasien mengatakan
skala nyeri 6 ( 0 10 )
- T: nyeri meningkat pada
malam hari

2.

DS:
- pasien mengatakan nyeri di
tenggorokan dan sulit
menelan
DO:
- Kurang nafsu makan
- lemah dan lesu
- Konjungtiva pucat
Denyut nadi lemah

Myobacterium tuberculosis

Terhirup masuk ke traktus


respiratorius

Infeksi secara hematogen


tuberculosis paru ke korpus
vertebrata dekat diskus
intervertebralis

Spondilitis TB

Kerusakan korpus vertebra


dan agulasi vertebra ke
depan

Kompresi radiks saraf pada


vertebra torakalis

Stimulus nyeri

Nyeri
Myobacterium tuberculosis

Terhirup masuk ke traktus


respiratorius

Infeksi secara hematogen


tuberculosis paru ke korpus
vertebrata dekat diskus
intervertebralis

Spondilitis TB

Kerusakan korpus vertebra


dan agulasi vertebra ke
depan

Gangguan mobilitas leher

Leher kaku dan


pembentukan abses pada
faring

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan

Nyeri akut

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

Page 30

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

3.

4.

DS:
- Depersonalisasi bagian
tubuh
- Perasaan negatif tentang
tubuh
- Secara verbal
menyatakan perubahan
gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual
struktur dan fungsi tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak
Berfungsi

Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)

Myobacterium tuberculosis

Terhirup masuk ke traktus


respiratorius

Infeksi secara hematogen


tuberculosis paru ke korpus
vertebrata dekat diskus
intervertebralis

Spondilitis TB

Kerusakan korpus vertebra


dan agulasi vertebra ke
depan

Perubahan vertebrata
menjadi kifosis

Gibbus

Gangguan Body Image


Myobacterium tuberculosis

Terhirup masuk ke traktus


respiratorius

Infeksi secara hematogen


tuberculosis paru ke korpus
vertebrata dekat diskus
intervertebralis

Spondilitis TB

Perubahan pada vertebrata


lumbalis

Penekana radiks saraf oleh


abses/ tulang yang bergeser

Abses lumbal

Resiko penyebaran infeksi

Resiko Infeksi

Gangguan
Image

Resiko Infeksi

3.3 Diagnosa Keperawatan

Page 31

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

Body

1. Nyeri akut berhubungan dengan kompresi radiks saraf servikal,


spasme otot servikal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
3. dengan asupan nutrisi tidak adekuat akibat nyeri tenggorokan dan
gangguan menelan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
3.4 Intervensi

No.
1.

Diagnosa
Nyeri
akut
berhubungan
dengan kompresi
radiks
saraf
servikal,
spasme
otot servikal

NOC
Setelah dilakukan tindakan

NIC
a.

keperawatan selama 3x24 jam


Pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,frekuensi dan
tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

b.
c.

d.
e.
f.

g.

h.

Lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

Page 32

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

2.

3.

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
asupan
nutrisi
tidak
adekuat
akibat
nyeri tenggorokan
dan
gangguan
menelan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan
selam 3x 24 jam.nutrisi
kurang
teratasi dengan indikator:
-

Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Dalam batas normal

Gangguan
body Setelah dilakukan
image berhubungan
dengan gangguan tindakan keperawatan
struktur tubuh
selama 3x24 jam gangguan
body image
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
a.
b.
c.
d.

e.

Body image positif


Mampu
Mengidentifikasi kekuatan
personal
Mendiskripsikan secara
factual perubahan fungsi
tubuh
Mempertahankan interaksi
social

a. Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
b. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
c. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
d. Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
e. Monitor lingkungan selama
makan
f. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor intake nuntrisi
i. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
j. Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
k. Anjurkan banyak minum
l. Pertahankan terapi IV line
m. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
a. Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
b. Monitor frekuensi mengkritik
dirinya
c. Jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit
d. Dorong klien mengungkapkan
perasaannya
e. Identifikasi arti pengurangan
melalui pemakaian alat bantu
f. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam kelompok
kecil

Page 33

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

4.

Resiko
infeksi Setelah dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan selama 3x24 jam
dengan
pembentukan abses pasien tidak mengalami
tulang
infeksi dengan kriteria

b.

c.
d.
e.

b.
c.

d.
e.

hasil:
a.

a.

f.

Klien bebas dari tanda


dan gejala infeksi
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam
batas normal
Menunjukkan perilaku
hidup sehat
Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam
batas normal

g.

h.
i.
j.
k.

Pertahankan teknik aseptif


Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
Tingkatkan intake nutrisi
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Page 34

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

Infeksi spinal oleh tuberculosis atau biasa disebut


spondilitis tuberculosis sangat memerlukan penanganan atau
diagnosis dini sebab sangat berpotensi terhadap peningkatan
morbiditas terutama di Negara berkembang salah satunya adalah
Indonesia. Peningkatan jumlah penderita Spondilitis TB sangat
dipengaruhi oleh penyakit yang berhubungan dengan defisiensi
system imun seperti AIDS yang disebabkan oleh Virus HIV.
Spondilitis

TB

disebabkan

oleh

kuman

mycobacterium

tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke ekstrapulmonal.


Secara umum, tatalaksana spondilitis TB yaitu dengan kemoterapi
dengan OAT ( Obat Anti Tuberculosis), Imobilisasi, dan intervensi
bedah ortopedi/saraf. (Zuwanda, Janitra, 2013). Adapun masalah
keperawatan yang dapat timbul akibat penyakit spondilitis TB
meliputi nyeri akut, ketidakseimbangan nutrisi dan hambatan
mobilitas fisik. Oleh karena itu perlu penanganan yang tepat dalam
tatalaksana atau intervensi pada pasien dengan spondilitis TB
sehingga dapat mengurangi angka morbiditas yang terjadi.
4.2 Saran
Penulis menyarankan agar perawat dan pembaca dapat
memahami terkait dengan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan

musculoskeletal

khususnya

pada

pasien

dengan

Spondilitis TB (TB tulang spinal) sehingga dapat memudahkan kita


terutama perawat dalam melakukan intervensi atau tatalaksana
yang sesuai dengan kondisi pasien Spondilitis TB tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. 2010. Tuberculosis of Spine.
Journal of Craniovertebral Junction and Spine 2010, 1: 14.

Page 35

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

Albar Z. 2002. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia


Kedokteran No. 137,29.
Evelyn C Pearce. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta :
EGC. dikses tanggal 07-09-2014.
Harsono, 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi.
Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. pp. 195-197
John, Gibson. 2002. Fisiologi dan Anatomi modern untuk perawat. Jakarta :
EGC
Naidich, Castilo, Cha, et al. 2011. Imaging of The Spine. China: Saunder
Elsevier.
Njoku CH, Makusidi MA, Ezunu EO. 2007. Experiences in Management of
Potts paraplegia and Paraparesis in Medical Wards of Usmanu
Danfodiyo University Teaching Hospital, Sokoto, Nigeria. Annals of
African Medicine. Vol. 6, No .1, 22 25
Paramarta, Gede Epi, et al. 2008. Jurnal Spondilitis Tuberkulosis volume 10
No. 3. Bagian ilmu kesehatan anak dan bagian ilmu bedah ortopedi FK
Udayana RS Sanglah Denpasar.
Paramarta, I.G. Purniti, P.S. Subanada, I.B. Astawa, P. 2008. Spondilitis
TB. Sari Pediatri; 10(3) pp.177-83
Parthasarathy R, et al. A comparison between ambulant treatment and
radical surgery - ten-year report. J Bone and Joint Surg 1999; 81B:
464-71.
Suratun, SKM, Heryati S.Kep, M.Kes dkk, 2008, Klien gangguan
muskuloskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Vitriana. 2002. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi FK-UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN
dr. Ciptomangunkusumo.
Vali P, Chaloupka R. Management of tuberculous Spondylitis. Scripta
Medica (Brno) 2000;3:1658
Wilkinson, Judith M. 2009. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

Page 36

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

Zuwanda, Raka Janitra. 2013. Jurnal Diagnosis dan Penatalaksanaan


Spondilitis TB vol. 40 No. 9. Dokter Umum di Jakarta, Dokter Umum
Atambua NTT( Nusa Tenggara Timur).
Zuwanda, Raka Janitra. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis
Tuberkulosis. Nusa Tenggara Timur. CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Ramachandran R, Paramasivan CN. What is new in the diagnosis of
tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis 2003; 6: 182 8.
Moesbar, Nazar. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Medan.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39: No. 3 :September 2006
Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa.

Page 37

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

Page 38

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

Page 39

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Musculoskeletal Spondilitis Tuberculosis

S-ar putea să vă placă și