Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilitis tuberculosis (TB) atau Infeksi spinal oleh tuberculosis sangat
berpotensi menyebabkan morbiditas serius dalam hal ini termasuk deficit
neurologis dan deformitas tulang yang permanen, sehingga diagnosis dini
sangatlah penting. Diagnosis dini spondilitis TB sering di salah artikan sebagai
neoplama spinal atau spondilitits piogenik lainnya. Diagnosis baru dapat di
tegakkan ketika stadium lanjut dan sudah terjadi deformitas tulang belakang yang
berat serta deficit neurologis seperti paraplegia. (Zuwanda, Janitra, 2013)
Negara Indonesia menempati peringkat ketiga setelah india dan china
sebagai Negara dengan polpulasi penderita TB terbanyak. Sekitar 20% penderita
TB paru akan mengalami penyebaran TB ektrapulmonal yang dapat berupa TB
otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, dan
endometrial. 11% dari TB ektrapulmonal adalah TB osteoartikular dan kurang
lebih dari penderita TB osteoartikular akan mengalami infeksi TB tulang
belakang atau spondilitis TB. Secara umum, tatalaksana spondilitis TB yaitu
dengan kemoterapi dengan OAT ( Obat Anti Tuberculosis), Imobilisasi, dan
intervensi bedah ortopedi/saraf. (Zuwanda, Janitra, 2013)
WHO, 2005 memperkirakan bahwa jumlah kasus TB paru terbesar
terdapat di Asia Tenggara (34% insiden TB secara global) termasuk Indonesia.
Jumlah penderita diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penderita AIDS oleh infeksi HIV. (Zuwanda, Janitra, 2013)
Di negara berkembang penderita TB usia muda diketahui lebih rentan
terhadap spondilitis TB daripada usia tua, sedangkan di Negara maju, usia
munculnya spondilitis TB
osteoartikular banyak ditemukan pada penderita dengan HIV positif, imigran dari
Negara dengan prevalensi TB yang sangat tinggi, usia tua, anak dibawah usia 15
tahun serta kondisi defisiensi imun lainnya. Pada pasien dengan HIV positif,
insiden TB diketahui 500 kali lebih tinggi dibanding populasi dengan HIV
negative. Di sisi lain, sekita 25-50% kasus baru TB di Amerika Serikat disebabkan
oleh HIV positif. (Zuwanda, Janitra, 2013)
Oleh karena itu, penanganan atau tatalaksana yang tepat dalam menangani
pasien dengan spondilitis tuberculosis sangat diperlukan untuk menurunkan angka
morbiditas yang terjadi yaitu kemoterapi dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis),
Imobilisasi, dan intervensi bedah ortopedi/saraf. (Zuwanda, Janitra, 2013)
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal?
b. Bagaimana memahami Defisini spondilitis TB?
c. Bagaimana memahami Etiologi spondilitis TB?
d. Bagaimana memahami Manifestasi klinis spondilitis TB?
e. Bagaimana memahami Patofisologi serta Web of Caution spondilitis
TB?
f. Bagaimana memehami penatalaksanaan spondilitis TB?
g. Bagaimana memahami pemeriksaan penunjang dan diagnostic dari
spondilitis TB?
h. Bagaimana memahami komplikasi dan prognosis dari spondilitis TB?
i. Bagaimana memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system musculoskeletal spondilitis TB?
1.3 Tujuan
Tujuan umum:
Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
system musculoskeletal spondilitis TB
Tujuan Khusus:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
spondilitis TB?
h. Bagaimana memahami
komplikasi
dan
prognosis
dari
spondilitis TB?
i. Bagaimana memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan system musculoskeletal spondilitis TB?
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi System Musculoskeletal
1. Sistem Rangka
tulang agar bias ditarik kembali dan dipakai untuk fungsi-fungsi tubuh :
zat tersebut kemudian diganti melalui nutrisi yang diterima. (Sloane,
2003)
c. Jenis Tulang
Ada empat jenis tulang yaitu tulang panjang,tulang pendek, tulang
pipih, dan tulang tidak beraturan (Suratun, 2008).
1) Tulang panjang
Tulang panjang (misal femur, humerus) bentuknya silindris dan
berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang
kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun
atas kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar berupa tulang
kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut kanal
medula yang mengandung sumsum kuning. sumsum kuning terdiri dari
lemak dan pembuluh darah, tetapi suplai eritrositnya tidak begitu
banyak. Tulang epifisis terdiri dari tulang spongiosa yang mengandung
sumsum merah yang isinya sama seperti sum-sum kuning dan dibungkus
oleh selapis tipis tulang kompakta. Bagian luar tulang panjang dilapisi
jaringan fibrosa kuat yang disebut periosteum. Sumsum tulang adalah
tempat produksi untuk semua elemen darah yang dibentuk: eritrosit,
granulosit, monosit, limfosit, dan megakariosit (Suratun, 2008).
2) Tulang pendek
Tulang pendek ( misal falang, karpal) bentuknya hampir sama
dengan tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian
proksimal, serta berukuran pendek dan kecil (Suratun, 2008).
3) Tulang pipih
Tulang pipih (misal, sternum, kepala, skapula, panggul) bentuknya
gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan melindungi organ vital dan
lunak dibawahnya. tulang pipih terdiri atas dua lapisan kompakta dan di
bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa. tulang ini juga dilapisi oleh
periosteum yang dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 5
b. Vertebra toracica
Berikut ini adalah vertebra tipikal. vertebra ini menjadi lebih
besar dari atas ke arah bawah karena harus menopang berat badan yang
makin besar, dan vertebra thoracica ke 12 merupakan vertebra masif
yang menyerupai vertebra lumbalis (John, 2002).
c. Vertebra lumbalis
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.
badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan
berbebtuk seperti ginjal. prosessus spinosusnya lebar dan berbentuk
seperti kapalk kecil (Evelyn, 2011).
d. Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada
bagian bawah columna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang
inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga
pelvis (Evelyn, 2011).
2 ) Fungsi Kolumna vertebralis
Columna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan
perantara
tulang
lengkungannya
rawan
memberi
cakram
intervertebralis
fleksibilitas
dan
yang
memungkin
ini
biasanya
menyebar
secara
hematogen.
Secara
pleksus
brakialis.
Abses
retrofaringeal,
lantai
ia
mempertahankan
menekuk
punggungnya
lututnya
tetap
sementara
kaku
(coin
tetap
test)
(Tachidjan, 1990).
c. Pada daerah torakal dan lumbal dapat ditemukan kifosis
angular sampai gibbus, nyeri pada daerah tersebut dapat
menyebar ke ekstrimitas bawah, khususnya daerah lateral paha,
juga dapat ditemukan abses iliaka atau abses psoas. (Nazar,
2006)
2.5 Patofisiologi
Droplet Mycobacterium tuberculosis masuk melalui saluran
napas dan akan menimbulkan fokus infeksi di jaringan paru. Fokus
infeksi ini disebut fokus primer (fokus Ghon). Kuman kemudian
akan menyebar secara limfogen dan menyebabkan terjadinya
limfangitis lokal dan limfadenitis regional. Gabungan dari fokus
primer, limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai
kompleks primer. Jika sistem imun penderita tidak cukup
kompeten infeksi akan menyebar secara hematogen/ limfogen dan
bersarang di seluruh tubuh mulai dari otak, gastrointestinal, ginjal,
sedangkan
pada
orang
dewasa
berasal
dari
fokus
Banyak
ditemukan
pada
orang
dewasa.
Dapat
c. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra
di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya
scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra
(berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi
aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah
ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal
dari suplai darah vertebral.
d. Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya
tidak
dapat
diidentifikasikan.
Termasuk
didalamnya
adalah
b. Mielografi
Melalui punksi lumbal dimasukkan zat kontras kedalam
ruang subdural . Secara konvensional dibuat foto AP/L atau
dilakukan pemeriksaan dengan CT-Scan ,disebut CTmielografi.
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran adanya penyempitan
pada kanal spinalis dan atau tekanan terhadap medula spinalis.
c. CT-Scan
Dapat memperlihatkan bagian-bagaian vertebra secara rinci
dan melihat kalsifikasi jaringan lunak. Membantu mencari fokus
yang lebih kecil, menentukan lokasi biopsi dan menetukan luas
kerusakan.
d. MRI
Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak
dan aman digunakan. MRI juga memiliki kelebihan dalam
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 17
e. Sidik Tulang
Dengan menggunakan Tc 99M methylene diphosphonate
dan isotop gallium-67 , sidik tulang memberikan sensitifitas 92%
dan spesifisitas 88%. Pemeriksaan ini tidak digunakan secara rutin.
f. Mielografi
Melalui punksi lumbal dimasukkan zat kontras kedalam
ruang subdural . Secara konvensional dibuat foto AP/L atau
dilakukan pemeriksaan dengan CT-Scan ,disebut CTmielografi.
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran adanya penyempitan
pada kanal spinalis dan atau tekanan terhadap medula spinalis
(Moesbar, 2006).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Musculoskeletal
Spondilitis Tuberculosis
Page 18
Laboratorium
a. Darah
Secara umum,
sama
dengan
penderita
penyakit
kronik
mikroskopik,
pemeriksaan
sputum,
yaitu:
cytocentrifugation
mencairkan
sputum
dari
dengan
bahan
sodium
untuk
siklus
berikutnya
sehingga
setiap
siklus
Tes
immunokromatografi
untuk
mendeteksi
mikobakterium
Organization
(WHO)
menyarankan
kemoterapi
diberikan
itu
pengobatan
anti
tuberkulosa
standar
pengobatan
yaitu
apabila
keadaan
umum
penderita bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejalagejala klinis berupa nyyeri dan spasme berkurang, serta
gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra
Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin,
dan pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih
kontroversial.
Meskipun
beberapa
penelitian
mengatakan
mengalami
paraplegi
adalah
costrotransversectomi,
tuberkulosa yaitu:
Pottds paraplegiaa.
Komplikasi yang paling berbahaya, hanya terjadi pada 4 38
persen penderita.9 Potts paraplegia dibagi menjadi dua jenis:
paraplegia onset cepat (early-onset) dan paraplegia onset lambat
BAB III
Page 27
Page 28
Data
Analisa Data
Masalah
Keperawatan
Page 29
1.
Ds:
Klien mengatakan nyeri
punggung bagian bawah
Do :
- P: pasien merasakan nyeri
di daerah punggung bagian
bawah
- Q : rasa nyeri redikuler
dada atau perut
- R : Punggung bagian
bawah.
- S : pasien mengatakan
skala nyeri 6 ( 0 10 )
- T: nyeri meningkat pada
malam hari
2.
DS:
- pasien mengatakan nyeri di
tenggorokan dan sulit
menelan
DO:
- Kurang nafsu makan
- lemah dan lesu
- Konjungtiva pucat
Denyut nadi lemah
Myobacterium tuberculosis
Spondilitis TB
Stimulus nyeri
Nyeri
Myobacterium tuberculosis
Spondilitis TB
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan
Nyeri akut
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Page 30
3.
4.
DS:
- Depersonalisasi bagian
tubuh
- Perasaan negatif tentang
tubuh
- Secara verbal
menyatakan perubahan
gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual
struktur dan fungsi tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak
Berfungsi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
Myobacterium tuberculosis
Spondilitis TB
Perubahan vertebrata
menjadi kifosis
Gibbus
Spondilitis TB
Abses lumbal
Resiko Infeksi
Gangguan
Image
Resiko Infeksi
Page 31
Body
No.
1.
Diagnosa
Nyeri
akut
berhubungan
dengan kompresi
radiks
saraf
servikal,
spasme
otot servikal
NOC
Setelah dilakukan tindakan
NIC
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Page 32
2.
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
asupan
nutrisi
tidak
adekuat
akibat
nyeri tenggorokan
dan
gangguan
menelan
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Dalam batas normal
Gangguan
body Setelah dilakukan
image berhubungan
dengan gangguan tindakan keperawatan
struktur tubuh
selama 3x24 jam gangguan
body image
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
a.
b.
c.
d.
e.
Page 33
4.
Resiko
infeksi Setelah dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan selama 3x24 jam
dengan
pembentukan abses pasien tidak mengalami
tulang
infeksi dengan kriteria
b.
c.
d.
e.
b.
c.
d.
e.
hasil:
a.
a.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Page 34
TB
disebabkan
oleh
kuman
mycobacterium
musculoskeletal
khususnya
pada
pasien
dengan
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. 2010. Tuberculosis of Spine.
Journal of Craniovertebral Junction and Spine 2010, 1: 14.
Page 35
Page 36
Page 37
Page 38
Page 39