Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DOLLS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asesmem Klinis
Dosen Pengampu : Arif T. Setyanto, S.Psi., M.Psi., Psi
Disusun Oleh :
Inta Miftakhul Jannah
G0111045
Marashadi Nur H
G0111053
BAB I
PENGANTAR KASUS
Boneka
Rocky seorang anak berusia 8 tahun, orang tuanya saat ini sedang
mengusahakan untuk mencari sebuah treatment karena Rocky ingin menjadi
seorang gadis. Teman karib sepermainannya adalah adik perempuannya,
meskipun orang tuanya selalu mencoba mendorongnya untuk menjalin
persahabatan dengan anak-anak lain, Rocky lebih suka bermain dengan gadisgadis atau bersama ibunya atau pengasuh perempuan. Dia menolak untuk bermain
permainan kasar dan permainan fisik dengan anak laki-laki, meskipun ia tumbuh
dengan baik dengan tinggi badan di atas rata-rata untuk anak seusianya, dan
sistem koordinsainya berkembang dengan baik. Di rumah ia sering ikut dalam
permainan fantasi, ia selalu mengasumsikan dirinya dengan berperan perempuan.
Ketika bermain rumah-rumahan dengan adik perempuanya, ia memainkan peran
"ibu" atau "kakak perempuan" dan membiarkan adik perempuannya berperan
sebagai laki-laki. Dia suka meniru tokoh perempuan yang ada TV, seperti Brenda
dari Beverly Hills 90210 atau adik perempuan Bart Simpson, Lisa. Demikian
halnya, Rocky ingin bermain karakter wanita dari berbagai buku-buku anak-anak.
Rocky tidak pernah tertarik pada mobil-mobilan, truk, atau kereta api,
tetapi lebih menikmati bermain dengan boneka (bayi, Barbie, dan seperangkat
boneka keluarga) dan mainan masak-masakan. Dia juga suka bermain pernikahan,
kehamilan, menjadi guru perempuan, atau seorang dokter wanita. Dia pandai
menggambar dan sangat tertarik menggambar tokoh perempuan. Meskipun orang
tuanya mencoba untuk membatasi aktivitasnya itu, ia sering melakukan crossdressing. Kadang-kadang dia menggunakan selimut atau handuk untuk dijadikan
rok, T-shirt atau gaun pesta. Ia tidak menggunakan sama sekali pakaian dalam
wanita atau pakaian mandi wanita. Dia menyukai bando di rambutnya dan kadang
menggunakan underskirt atau kerudung untuk meniru rambut panjang. Dia suka
menari dengan menggunakan gaun. Dia sangat tertarik pada perhiasan, memiliki
kalung plastik, dan berpura-pura memakai anting-anting. Selain itu, ia berpurapura memakai lipstik (dengan Chapstick) dan akan menggunakan lipstik nyata dan
parfum jika ibunya mengizinkannya. Dia sering menyatakan, "Saya ingin menjadi
gadis," ketika ia tidak bahagia (misalnya, ketika ia mulai masuk taman kanakkanak, ketika ia merasa tersaingi dengan adik perempuannya).
Pada pemeriksaan fisik, anak itu memiliki alat kelamin laki-laki normal.
Perkembangan intelektualnya tampak normal. Meskipun agak enggan, ia mampu
menjelaskan dengan baik mengenai apa yang dikatakan orang tuanya tentang
mainannya dan permainan yang dia sukai. Dia mengatakan bahwa dia tidak ingin
menjadi anak laki-laki karena dia takut dia harus bermain dengan tentara atau
bermain tentara dengan anak-anak lain ketika ia tumbuh besar. Dia berharap peri
bisa mengubah dirinya menjadi seorang gadis. Dia suka menjadi perempuan
karena menjadi gadis-gadis yang dapat mengenakan gaun, berambut panjang,
mengenakan perhiasan. Hasil gambarnya semua tokoh perempuan.
Riwayat keluarga, kehamilan, kelahiran, dan perkembangan awal semua
berjalan normal. Orang tua pasien tidak menunjukkan adanya gejala
psikopatologi. Masalah pasien tampaknya telah dimulai saat kelahiran adiknya,
ketika ia berusia 2 tahun. Selama 4 bulan pertama, adik perempuannya
mempunyai masalah pencernaan dan membutuhkan banyak perhatian dan
pengasuhan. Rocky kemudian mulai menunjukkan tanda-tanda regresiia
memainkan peran bayi lagi, ia ingin minum dari botol, direngkuh dan digendong.
Ibunya menyerah pada batas tertentu. Kedua orang tua dan pengasuh bayi berpikir
bahwa cross-dressing dan keinginan menjadi seorang gadis kembali pada saat itu,
meskipun sebelum kelahiran adik perempuannya, sudah ada beberapa kasus
dimana Rocky meniru rambut panjang dengan memakai handuk di kepalanya.
Ketika Rocky berusia 4 tahun, saat adik perempuannya memiliki boneka bayi, ia
mengambil boneka itu. Disaat yang sama ia menghabiskan liburan dengan adik
perempuannya di tempat kakek-nenek mereka dan mengeluh bahwa adik
perempuannya mendapat perhatian lebih daripada dia, pada berakhir dengan
Mengapa aku tidak dapat menjadi seorang gadis? Mengapa Tuhan tidak
menjadikan aku seorang gadis? Gadis dapat berdandan, bisa memakai hal-hal
cantik.
Dari usia 3 tahun, Rocky terdaftar di sekolah kanak-kanak, dan ia awalnya
sering menunjukkan separation anxiety. Dia tampak lebih sensitif dibandingkan
dengan anak-anak lain, tampaknya ia selalu merasa terancam oleh temantemannya, dan tidak dapat mandiri. Gurunya mencatat sejak awal bahwa ia sering
berdandan, mengatakan bahwa ia ingin menjadi seorang ibu ketika ia tumbuh
dewasa, dan menolak untuk terlibat dalam kegiatan keras dan kasar. Di kelas tiga,
guru kelasnya menutup ruang boneka karena pra okupasinya dalam permainan
boneka.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Gangguan Identitas Jenis Kelamin
Gangguan identitas jenis kelamin (gender identity disorders) ditandai oleh
perasaan kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin
biologisnya sendiri atau peran jenis kelamin seksualnya sendiri. Pemahaman
gangguan mengharuskan dijelaskannya terminology yang kompleks dan
bervariasi yang digunakan dalam mendiskusikan keadaan ini untuk
menghindari kebingungan.
Identitas jenis kelamin (gender identity) adalah keadaan psikologi yang
mencerminkan perasaan dalam (inner sense) diri seseorang sebagai laki-laki
atau wanita. Identitas jenis kelamin didasarkan pada sikap, pola perilaku dan
atribut lain yang ditentukan secara cultural yang biasanya berhubungan
dengan maskulinitas atau feminitas. Orang dengan identitas jenis kelamin
yang sehat adalah mampu berkata dengan yakin, Saya adalah laki-laki atau
Saya adalah wanita. Peran jenis kelamin (gender role) adalah pola perilaku
eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari identitas jenis
kelamin. Ini adalah pernyataan masyarakat; citra kelelakian atau kewanitaan
adalah dikomunikasikan kepada orang lain.
Di dalam situasi yang ideal, identitas jenis kelamin dan peran jenis
kelmain adalah sejalan; yaitu, seorang wanita yang memiliki perasaan dirinya
sendiri sebagai wanita menyatakan hal tersebut kepada dunia luar dengan
berkelakuan sebagai wanita; demikian juga, laki-laki yang memandang dirinya
sebagai laki-laki berkelakuan sebagai laki-laki. Peran jenis kelamin adalah
segala sesuatu yang dikatakan atau dilakukan seseorang untuk menyatakan
kepada orang lain bahwa ia adalah laki-laki atau wanita. Identitas jenis
kelamin dan peran jenis kelamin harus dibedakan dari perkelamian (sex) atau
juga dikenal dengan sebagai perkelamian biologis, yang sangat terbatas pada
karakteristik anatomis dan fisiologis yang menyatakan apakan seseorang
adalah laki-laki atau wanita.
Kompleks Oedipus pada laki-laki dan pada perempuan tidak sama. Mulamula kedua jenis anak itu cinta kepada ibunya, karena ibu memenuhi kebutuhankebutuhannya,
dan
menentang
ayah
karena
dianggap
saingan
dalam
memperebutkan kasih itu. Perasaan yang demikian itu pada anak laki-laki tetap,
sedangkan pada anak perempuan berubah. Castration anxiety muncul pada anak
laki-laki ketika ia mulai merasa cemas kalau-kalau ayahnya memakai
kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut kasih sayang ibunya. Ia
cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya, sehingga timbul rasa cemas dikebiri
atau
castration
anxiety.
Kecemasan
ini
mendorong
anak
laki-laki
perempuan terhadap ayah dan orang laki-laki yang lain disertai oleh rasa kosong,
karena orang-orang itu memiliki sesuatu yang dia tidak punya.
Freud berpendapat bahwa tiap orang secara inherent adalah biseksual; tiap
jenis kelamin tertarik oleh jenis kelamin yang sama dan jenis kelamin yang
berlainan. Inilah yang menjadi dasar daripada homoseksualitas, kendatipun pada
kebanyakan orang impuls homoseksualitas itu tetap latent. Pikiran tentang
biseksualitas ini dikuatkan oleh hormonology, di mana dikemukakan bahwa
hormon seksual kedua jenis kelamin itu ada pada masing-masing jenis kelamin.
Timbulnya Oedipus Complex itu merupakan hal yang pokok pada masa falis dan
tetap membekas selama hidup.
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Assessmen
Dari anamnesis kasus tersebut, didapatkan data-data yang menyangkut klien
sebagai berikut.
1) Identitas pribadi klien
Nama
: Rocky
Umur
: 8 tahun
Urutan anak : Anak pertama dari dua bersaudara. Adik klien perempuan
Pendidikan
: Sekolah dasar
2) Riwayat klien
Riwayat keluarga, kehamilan, kelahiran dan pengembangan awal anak
berjalan dengan normal. Keluarga klien tidak menunjukkan gejala
psikopatologis. Pada pemeriksaan fisik, anak memiliki alat kelamin lakilaki normal.
3) Perilaku yang ditampakkan klien
Klien sering bermain dengan perempuan. Dalam permainan peran, dia
lebih suka memilih peran perempuan. Dia tidak menyukai permainan lakilaki dan permainan fisik. Ia lebih suka bermain dengan boneka dan
permainan perempuan lainnya. Ia suka menggambar sosok perempuan dan
berdandan seperti seorang perempuan. Ia juga sering menyatakan ingin
menjadi seorang perempuan, terutama saat merasa tidak bahagia.
4) Faktor penyebab kasus klien
Klien mulai mengalami regresi-memainkan peran menjadi bayi ketika ia
berusia 2 tahun dan adiknya mengalami masalah pencernaan. Kedua
orangtua dan pengasuh bayi berpikir bahwa cross-dressing dan keinginan
menjadi seorang gadis pada saat itu, meskipun sebelum kelahiran adiknya,
ia mulai berdandan seperti anak perempuan. Pada umur 4 tahun, ia
merebut boneka milik adiknya dan ia cemburu terhadap perhatian
keluarganya pada adiknya.
B. Diagnosis
1) Diagnosis multiaksial (F64.2)
Berdasarkan PPDGJ III, hasil diagnosis dari kasus ini adalah :
AKSIS I: GANGGUAN KLINIS
Keterangan
Diagnosis
Kriteria
Simptom yang
Aksis I
Diagnostik
Muncul
Tidak
Memenuhi
Memenuh
i
F64.2
Keinginan
Klien sering
Gangguan
anak yang
berdandan
Identitas
mendalam
seperti seorang
Jenis
(pervasive)
perempuan,
Kelamin
Masa
(persistent)
seperti seorang
Kanak
untuk menjadi
perempuan,
(atau
senang
keteguhan
bahwa dirinya
adalah) jenis
kelamin lawan
jenisnya,
disertai
penolakan
terhadap
perilaku,
atribut
dan/atau
pakaian yang
sesuai untuk
menggambar
perempuan dan
sering berkata
ingin menjadi
seorang
perempuan.
jenis
kelaminnya;
Tidak ada
rangsangan
seksual dari
pakaian;
Yang khas
Onset sudah
adalah bahwa
dimulai sejak
manifestasi
klien berusia 2
pertama
tahun.
timbul pada
usia prasekolah.
Gangguan
harus sudah
tampak
sebelum
pubertas;
Pada kedua
jenis kelamin,
kemungkinan
ada
Klien tidak
penyangkalan
merasa
terhadap
terganggu
struktur
dengan struktur
anatomi, jenis
anatomi jenis
kelaminnya
kelaminnya.
sendiri, tetapi
hal ini jarang
terjadi.
Klien tampak
anak dengan
lebih sensitif
gangguan
dibandingkan
identitas jenis
dengan anak-
kelamin,
anak lainnya,
menyangkal
dan tampak
bahwa dirinya
selalu merasa
terganggu,
terancam oleh
meskipun
teman-
mereka
temannya.
mungkin
Namun, ia
tertekan oleh
masih suka
konflik
berdandan dan
dengan
mengungkapkan
keinginan
keinginannya
untuk menjadi
kawan
seorang
sebayanya dan
oleh ejekan
dan/atau
penolakan
oleh orang-
perempuan.
orang yang
berhubungan
dengan
dirinya.
Kesimpulan:
Diagnosis
Kriteria
Aksis II
Diagnostik
Tidak ada.
Keterangan
Simptom
yang
Muncul
-
Memenuhi
-
Tidak
Memenuhi
-
GAF Sebelum = 80
GAF Sesudah = 88
2) Berdasarkan DSM-IV, hasil diagnosis dari kasus ini adakah :
302.6
Diagnosis
Kriteria
Simptom yang
Aksis I
Diagnostik
Muncul
Tidak
Memenuhi
Memenuh
i
302.6
A strong and
Gender
persistent
Identity
cross-gender
bahwa dirinya
Disorder in
identification
ingin menjadi
Children
(not merely a
seorang gadis,
desire
for any
perceived
mengubahnya
cultural
advantages of
kali berujar
peri
menjadi
perempuan
sex).
In children,
the
disturbance is
manifested by
four (or more)
of the
following:
(1) repeatedly
handuk sebagai
stated desire to
rok.
be, or
insistence that
memakai
he or she is,
peran sebagai
the
other sex
(2) in boys,
seorang
preference for
cross-dressing
or simulating
female attire;
in girls,
perempuan,
misalnya
sebagai ibu atau
kakak
perempuan atau
peran-peran
insistence on
perempuan
wearing only
lainnya.
stereotypical
masculine
clothing
(3) strong and
persistent
preferences for
cross-sex roles
in
makebelieve
play or
persistent
permainan laki-
fantasies of
atau mobilmobilan.
(5) Klien lebih
suka bermain
bersama
perempuan.
Bermain
bersama ibu,
adik perempuan
klien, dan
pengasuh
sex
(5) strong
preference for
playmates of
the other sex
perempuan.
Klien tidak
menyukai
bermain
bersama lakilaki.
Persistent
Klien tidak
discomfort
menyukai
permainan laki-
sex or sense of
laki dan
inappropriaten
permainan kasar
ess
in the gender
maupun fisik.
role of that
sex.
In children,
the
disturbance is
manifested by
any of the
following: in
boys, assertion
that his penis
or testes are
disgusting or
will disappear
or assertion
that it would
be better not
to have a
penis, or
aversion
toward roughand-tumble
play and
rejection of
male
stereotypical
toys,
games, and
activities; in
girls, rejection
of urinating in
a sitting
position,
assertion that
she has or will
grow a penis,
or assertion
that she does
not want to
grow breasts
or menstruate,
or marked
aversion
toward
normative
feminine
clothing.
The
Klien memiliki
disturbance is
jenis kelamin
not concurrent
laki-laki yang
with a
physical
jelas dan
intersex
normal.
condition.
The
disturbance
causes
Kasus klien
kemungkinan
disebabkan oleh
clinically
kecemburuan
significant
klien terhadap
distress or
adik
impairment in
social,
permpuannya
occupational,
mendapatkan
or other
perhatian dari
important
areas of
functioning.
yang selalu
orang tua
maupun orang
terdekat.
C. Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan gangguan identitas jenis kelamin adalah masalah yang
kompleks dan jarang berhasil jika tujuannya adalah untuk membalikkan tujuannya
adalah untuk mengembalikkan gangguan.Sebagian besar orang dengan gangguan
identitas jenis kelamin memiliki gagasan dan nilai yang terpaku dan tidak mau
diubah.
Anak-anak dengan pola perilaku jenis kelamin lawan biasanya dibawa ke
dokter psikiatrik oleh orang tuannya. Richard Green mengembangkan suatu
program pengobatan yang dirancang untuk menanamkan pola perilaku yang
diterima secara kultural pada anak laki-laki. Green menggunakan bermain
berhadap-hadapan dengan anak dimana orang dewasa atau teman sebaya
memainkan model-peran perilaku maskulin. Konseling parental bersama-sama
dengan pertemuan kelompok orang tua dan anak-anaknya yang memiliki masalah
yang sama juga digunakan. Dorongan orang tua pada perilaku anak yang atipikal
(seperti mengenakan pakaian perempuan pada seorang anak laku-laki atau tidak
memotong rambutnya) dinilai jika orangtua tidak menyadari bagaimana mereka
mendorong perilaku jenis kelamin lawan.
Terapi yang paling tepat untuk digunakan dalam kasus ini adalah terapi
perilaku (behavioral theraphy), seperti terapi berpakaian lawan jenis. Karena
terapi lainnya seperti pembedahan penggantian jenis kelamin dan terapi hormonal
tidak sesuai dengan umur anak pada kasus ini. Sedangkan pada terapi kondisi
interseks, anak dalam kasus ini jenis kelaminnya tampak jelas.
Terapi berpakaian lawan jenis ditujukan untuk membantu klien mengatasi
stressor dengan cara yang tepat dan jika mungkin, menghilangkannya. Karena
berpakaian lawan jenis dapat terjadi secara implusif, maka diperlukan medikasi
yang dapat mengendalikan implus tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Etiologi dari kasus ini
a. Faktor Biologi
b. Faktor psikososial yang meliputi :
1) Kualitas hubungan ibu dan anak dalam tahun-tahun pertama
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers
Kaplan, Harlod, dkk. 2010.Sinopsis Psikiatri. Tangerang : Binarupa
Aksara
http://www.minddisorders.com/Flu-Inv/Gender-identity-disorder.html
Domenico Di Ceglie. Gender identity disorder in young people.
Advances in Psychiatric TreatmentJournal (2000), vol. 6, pp. 458
466.