Sunteți pe pagina 1din 15

PENCEGAHAN ULKUS KAKI DIABETIK

Amanda Kurniasih1, Titis Kurniawan2


1
Mahasiswa Pascasarjana Keperawatan Medikal Bedah UNPAD,
amanda.kurniasih@yahoo.com
2
Staf Fakultas Keperawatan UNPAD, tkurniawan@gmail.com
1,2
Gedung Rumah Sakit Pendidikan UNPAD, Jalan Eyckman No.38 Bandung
ABSTRAK
Pendahuluan dan Tujuan
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes adalah ulkus kaki. Terjadinya
amputasi, memanjangnya lama rawat di rumah sakit, mahalnya biaya perawatan,
menurunya kualitas hidup, dan terjadinya depresi baik pada pasien mau pun
caregiver, merupakan berbagai kerugian yang diakibatkan oleh komplikasi tersebut.
Sehingga, diperlukan review evidence berkaitan dengan efektifitas dari metode yang
dianjurkan untuk mencegah ulkus kaki diabetik.
Metode
Cochrane Library, Ebscohost, Proquest, ScienceDirect, dan SpringerLink merupakan
database yang digunakan dalam review ini. Kriteria artikel yang diambil adalah
penelitian original dengan rancangan penelitian randomized controlled trial atau
cohort.
Hasil
Sembilan artikel memenuhi kriteria dan dapat menjawab tujuan review. Model
prediksi Boyko dapat memprediksi kejadian ulkus kaki diabetik dengan nilai
p<0,001. Hubungan signifikan ditunjukkan pada pelaksanaan perawatan kaki dengan
perkembangan ulkus kaki diabetik. Dan beliefs menjadi prediktor independent pada
pelaksanaan perawatan kaki (P<0,0001).
Pembahasan dan kesimpulan
Pencegahan yang efektif untuk menurunkan insiden ulkus kaki diabetik adalah
skrining, meningkatkan pengetahuan perawatan diri dan kaki, penggunaan alas kaki,
serta menguatkan belief pada pasien. Pengoptimalan Boyko Model perlu digunakan
perawat sebagai alat untuk memprediksi terjadinya ulkus dan dasar pemberian
intervensi. Sebaiknya, fokus pencegahan ulkus kaki diabetes tidak hanya
meningkatkan keahlian dalam pelaksanaan perawatan kaki tetapi juga memfasilitasi
secara efektif modifikasi dari belief sehingga outcomes diabetes tercapai. Perawat
harus memastikan pemahaman pasien terhadap ulkus kaki diabetes sesuai dengan
bukti klinis dan secara berkala melakukan pengkajian kaki. Program perawatan kaki
disarankan diberikan dengan metode perkuliahan, hands-on workshop, pelatihan
keahlian, pengingat melalui telepon, dukungan keluarga, dan follow up di klinik kaki.
Kata kunci belief, Pelaksanaan perawatan kaki, Pencegahan ulkus kaki diabetik

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan isu masalah kesehatan yang serius di
negara kita. Prevalensi diabetes mellitus di dunia yang dilaporkan oleh World Health
Organization (WHO, 2006) pada tahun 2000 mencapai angka 171,000,000 dan
diestimasikan pada tahun 2030 meningkat menjadi 366.000.000. Sedangkan
Indonesia menyumbang tercatat setidaknya 8.426.000 pada tahun 2000, dan
diprediksi mengalami peningkatan menjadi 21.257.000 pada tahun 2030 (WHO,
2006).
Selain prevalensi yang tinggi, DM juga dilaporkan banyak menimbulkan
komplikasi. Komplikasi kaki merupakan hal yang banyak terjadi pada pasien
diabetes, termasuk neuropati perifer, penyakit arteri perifer yang dapat berupa
traumatik injuri, ulkus kaki diabetes, dan gangreng (American Diabetes Association
[ADA], 2014; Dorresteijn, Kriegsman, & Valk, 2010).
Menurut review yang dilakukan oleh Apelqvist (2012) melaporkan bahwa
pasien diabetes selamanya memiliki risiko sebesar 15% untuk mempunyai ulkus kaki
diabetik dan 15% diantaranya dari penderita ulkus kaki diabetik berisiko untuk
dilakukan amputasi yang disebabkan ulkus kaki diabetik yang tidak kunjung sembuh
sebanyak 85% kasus. Dilaporkan dalam penelitian yang dilakukan di Tokyo
olehPenelitian Oe et al. (2014) di Jepang selama 5 tahun, mencatat insiden ulkus kaki
diabetik sebanyak 1,2 % disebabkan oleh trauma dan luka bakar. Tingginya angka
ulkus kaki diabetik dilaporkan juga oleh Lamri, Gripiotis dan Ferrario (2014) dengan
siystematical reviewmenemukan bahwa 50% pasien DM yang mengalami neuropati
dan kerusakan pada ekstremitas bawah dan sebanyak 50% dari penderita diabetes
dengan seperempat diantaranya memerlukan amputasi.
Ulkus kaki diabetik dan amputasi dapat menjadi pemicu terjadinya stres atau
depresidilaporkan menimbulkan banyak dampak negatif. Secara signifikan

(P=

0,001) dDepresi ditemukan berkaitan erat dengan pasien yang memiliki ulkus kaki
diabetik pada periode pertama namun tidak pada pasien yang mengalami ulkus kaki
diabetik pengulangan (Gonzalez et al., 2010). Gangguan emosional dan perasaan
terbebani ternyata tidak hanya dialami oleh pasien, namun juga dialami oleh

caregiver yang merawat pasien dengan ulkus kaki diabetik (p0,05) (NabuursFranssen, Huijberts, Kruseman, Willems, & Schaper, 2005).Depresi ini bersifat
independent dan tidak terkait dengan perawatan kaki diabetes (P=0,731). Selain itu,
adanya ulkus kaki diabetik juga mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan pasien.
Penelitian prospective randomised double blind dan placebo controlled
trial,lain menunjukkan kualitas hidup pada pasien yang sembuh dari ulkus kaki
diabetik lebih tinggi daripada pasien yang bertahan dengan ulkus kaki diabetik dalam
jangka panjangrelatif rendah (p=0,03). Gangguan emosional dan perasaan terbebani
tidak hanya dialami oleh pasien, namun juga dialami oleh caregiver yang merawat
pasien dengan ulkus kaki diabetik (p0,05) (Nabuurs-Franssen, Huijberts, Kruseman,
Willems, & Schaper, 2005). Penelitian ini di dukung oleh penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh (Sumber, tahun; Ribu et al (2006;), bahwa kualitas hidup pasien yang
mengalami ulkus kaki diabetik secara signifikan lebih rendah. Hal tersebut mencakup
peran yang terbatas karena masalah fisik (p<0,001), fungsional fisik (p<0,001), dan
kesehatan secara keseluruhan (p<0,001). Selain itu,
uUlkus kaki tidak hanya menyebabkan cacat fisik dan penurunan kualitas
hidup namun diabetic juga dilaporkan meningkatkan beban ekonomi (Dorresteijn,
Kriegsman, & Valk, 2011; Lamri, Gripiotis dan Ferrario (2014) dan . Perawatan ulkus
kaki diabetik juga membutuhkan waktu yang lama , dilaporkan pada penelitian
(Muduli, Ansar, Panda, dan Behera, (2012) waktu tinggal di rumah sakit selama 25
hari. Hal tersebut menyebabkan biaya pada penanganan ulkus kaki diabetik
meningkat, seperti yang diungkapkan oleh Lamri, Gripiotis dan Ferrario (2014)
bahwa beban keuangan untuk penanganan diabetes dan komplikasinya terus
meningkat bersama peningkatan prevalensinya.). Besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk perawatan ulkus kaki diabetik tentunya menjadi beban tersendiri bagi pasien
dan keluarga (Lamri et al., 2014).
Sehingga Dengan banyaknya kerugian dan sulitnya penanganan komplikasi
kaki diabetes, strategi terbaik untuk penatalaksanaan prioritas masa yang akan datang
pada manajemen komplikasi inidiabetes adalah dengan berfokus pada meningkatkan

upaya pencegahan peningkatan skrining diabetes dan komplikasinya melalui


penguatan informasi kesehatan dan perencanaan pencegahan diabetes (Lamri et al.,
2014). Guna menemukan strategi pencegahan yang efektif, menjadi penting untuk
melakukan review tehadap literatur dan hasil-hasil penelitian terkait. Sehingga,
diharapkan hasil review ini dapat menjadi landasan dalam penyusunan program
pencegahan komplikasi kaki diabetes.
Berhubungan dengan banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh kejadian
ulkus kaki diabetik, maka strategi terbaik yang dilakukan untuk menurunkan kejadian
ulkus kaki diabetik adalah melakukan pencegahan (Lamri, Gripiotis & Ferrario, 2014;
Dorresteijn, Kriegsman, & Valk, 2011). Beberapa pencegahan yang pernah diteliti
keefektifanya adalah penggunaan sol sepatu dengan tekanan, penggunaan infrared
temperature home monitoring, educational leaflets, pendidikan kesehatan melalui
telepon, pendidikan kesehatan dengan one to one health prevention, edukasi
pengetahuan perawatan kaki dan laporan kebiasaan diri (Dorresteijn, Kriegsman,
Assendelft, & Valk, 2012; Dorresteijn, Kriegsman, & Valk, 2011; Lavery et al., 2007;
Patona, Bruceb, Jonesa, & Stenhousea, 2011).
Beberapa hasil penelitian tersebut tidak efektif untuk mengurangi kejadian
ulkus kaki diabetik. Hasil efektif hanya ditunjukkan pada edukasi pengetahuan
perawatan kaki, dan penggunaan

laporan kebiasaan diri, meskipun hanya

berpengaruh positif dalam jangka pendek. Namun, edukasi perawatan kaki dan
laporan kebiasaan diri memiliki prosedur yang sangat bervariasi, sehingga belum
dapat diketahui prosedur mana yang cocok diterapkan, khususnya di Indonesia
(Dorresteijn et al., 2012; Dorresteijn et al., 2011; Lavery et al., 2007; Patona et al.,
2011).
Review yang dilakukan oleh Dorresteijn, Kriegsman, dan Valk (2011)
memaparkan kesimpulan bahwa tidak ditemukan bukti penelitian yang berkualitas
dan memiliki manfaat yang cukup dalam penanganan komplek untuk mencegah
terjadinya ulkus kaki diabetik. Strategi preventif secara tunggal tidak menunjukkan
pengurangan insiden terjadinya ulkus kaki pada pasien diabetes. Sehubungan dengan
hal di atas, menjadi penting untuk melakukan review evidence lebih lanjut terkait

program apa saja yang efektif dan dibutuhkan untuk pencegahan ulkus kaki diabetik.
Sehingga diharapkan akan ditemukan strategi terbaik atau evidence yang dapat
diterapkan untuk melakukan pencegahan ulkus kaki diabetik.
TUJUAN
Melakukan review terhadap evidence dan literature bterkaitan strategi
dan/program

dengan

efektifitas

dari

metode

yang

dianjurkan

untuk

mencegahpencegahan ulkus kaki diabetik


METODE
Kriteria penelitian yang dilakukan review
Tipe penelitian
Pada review ini, kami mengambil penelitian original dengan rancangan penelitian
randomized controlled trial atau cohort. Penelitian diekslusikan apabila intervensi
hanya berfokus pada manajemen farmakologi. Hal tersebut dikarenakan, upaya
preventif ini memiliki sasaran yang mungkin bisa dilakukan oleh perawat secara
mandiri.
Tipe pastisipan
Melibatkan partisipan berumur lebih dari 18 tahun dengan diabetes mellitus tipe 1
atau 2 diberbagai seting pelayanan kesehatan.
Tipe intervensi/Pengamatan
Penelitian yang dimasukkan jika menjelaskan tentang upaya preventif pada ulkus
kaki diabetik yang dapat dilakukan mandiri oleh perawat, baik dengan dilakukan
intervensi atau pengamatan.
Tipe outcome measures
Outcomes primer
-

Insiden dari ulkus kaki diabetik

Kekambuhan ulkus kaki diabetik


Outcomes sekunder

Perkembangan kalus
Foot care practice
Foot care behaviour
Foot care knowledge
Predictor foot care behaviour
Penelitian akan diambil meski pun hanya mempunyai satu secondary outcome.
Metode pencarian artikel
Dalam penyusunan review ini dipilih penelitian original yang dipublikasikan secara
online. Pencarian dilakukan pada bulan Oktober 2014 dan dibatasi artikel yang
dipublikasikan dengan bahasa Inggris antara bulan January 2010 dan Oktober 2014.
Database yang digunakan meliputi The Cochrane Library, Ebscohost, Proquest New
Platform, ScienceDirect, dan SpringerLink. Cluster Key word yang digunakan adalah
diabetes atau diabetic, foot ulcer, dan prevention atau preventing.
HASIL
Total hasil penelusuran penelitian original dengan key word yang ditentukan
adalah 307 artikel dengan rincian Cochrane sejumlah 22 artikel, Ebscohost sejumlah
147 artikel, Springer link sejumlah 26 artikel, Science Direct sejumlah 65 artikel, dan
Proquest sejumlah 47 artikel. Dilakukan pemilihan melalui judul dipilih 105 artikel
dan 45 artikel didapatkan melalui skrining kesesuaian dengan tujuan review. Setelah
diskrining lebih lanjut sesuai desain, sample, dan keterkaitan dengan implikasi
keperawatan maka terpilih 9 artikel yang dapat menjawab tujuan review. Dari 9
artikel tersebut, adastrategi untuk mencegah ulkus kaki diabetik, yaitu; ..
(sumber, th).(sumber, tahun), ..(sumber, th),..dst
Skrining Risiko? ulkus kaki diabetes
Strategi ini diungkapkan dalam penelitian.

Monterio-Soares dan Dinis-Riberio (2010) dalam penelitian retrospective


cohort merekrut pasien yang berada di klinik kaki diabetes dari Rumah Sakit di Vila
Nova de Gaia, Portugal Utara. Observasi yang berlangsung selama bulan Februari
2002 sampai oktober 2008 ini, bertujuan untuk memvalidasi dan mengoptimalkan
Boykos model sebagai prediksi klinis terjadinya ulkus kaki diabetik pada seting
pelayanan yang berbeda. Dengan jumlah partisipan sebanyak 360 pasien, awalnya
partisipan dilakukan prediksi ulkus kaki diabetik kemudian dilakukan follow up 1
sampe 12 bulan. Ulkus kaki diabetik terjadi pada 94 (26%) partisipan dikarenakan
tidak adekuatnya penggunaan alas kaki, self treatment injury, dan trauma langsung
pada area kaki. Kedua model tersebut, baik Boyko original model atau model
tambahan, secara signifikan dapat memprediksi kejadian ulkus kaki diabetik dengan
nilai p<0,001. Namun, model tambahan memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dan
memiliki nilai rasio yang positif pada semua level risiko. Namun, penelitian ini masih
perlu dikembangkan pada sample yang lebih besar.
Dengan kata lain strategi penceghan melalui skrining adalah.
Perilaku perawatan diri terkait dengan perkembangan ulkus kaki diabetik
Bermula dari ketidakpopuleran foot care clinic di Asia, Chin, Liang, Wang,
Hsu, dan Huang (2014) menuliskan bahwa pencegahan ulkus kaki diabetik sangat
penting untuk dilakukan, khususnya pada pasien yang mengalami neuropati.
Strategi ini diungkapkan pada. Artikel penelitian. Penelitian longitudinal
dilaksanakan pada dua rumah sakit di Taiwan bagian utara, membahas tentang
hubungan perilaku perawatan kaki dengan perkembangan ulkus kaki diabetik pada
pasien dengan neuropati diabetes. Sejumlah 295 pasrtisipan terlibat dalam penelitian
ini, 5 diantaranya dikeluarkan karena tidak dapat difollow up, diamati selama bulan
maret 2010 sampai bulan mei 2011. Sebanyak 29,3% dari total partisipan mengalami
ulkus kaki diabetik selama satu tahun follow up. Pelaksanaan perawatan kaki secara
signifikan berhubungan dengan perkembangan ulkus kaki diabetik dengan CI 1,011,07. Di antara pelaksanaan perilaku pelaksanaan perawatan kaki, hanya variabel
penggunaan lotion yang secara signifikan menjadi pemicu terjadinya ulkus kaki

diabetik dengan CI 1.04-1.36. Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak


dikontrolnya variabel confonding seperti jenis lotion yang digunakan, rendahnya
sumber dana yang menyebabkan pengamatan kaki hanya dilakukan tiga kali dalam 12
bulan, dan dua pertiga dari partisipan berpendidikan setingkat sekolah dasar sehingga
hasil tidak dapat digeneralisasikan pada populasi yang memiliki pendidikan lebih
tinggi.
Penelitian program perawatan kaki juga dilakukan oleh Liang, Zuojie, Zhou,
dan Meijuan (2012) di kelompok minoritas suka Zhuang di Guangxi China pada
pasien diabetes mellitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku
perawatan kaki, meningkatkan pencapaian nilai HbA1C dan mengurangi kejadian
ulkus kaki serta amputasi. Dengan rancangan RCT, sebanyak 31 partisipan pada
setiap grup kontrol dan intervensi, dilakukan selama bulan July 2005 sampai April
2008. Kedua grup mendapatkan perawatan konvensional sesuai dengan standar ADA,
dan pada grup intervensi mendapatkan perawatan kaki tambahan yaitu perawatan
kuku, krim perawatan kaki, monofilamen, termometer air, kapas alkohol, dan cermin.
Kelompok penelitian melakukan perawatan kaki setiap hari dengan bantuan kaca dan
dibantu oleh satu keluarga serta mendapatkan pendidikan diabetes khusus setiap 3
sampai 6 bulan (materi mencakup penguatan pengetahuan dan demontrasi perawatan
kaki). Tidak ada perbedaan awal pada kedua grup tentang pengetahuan dan kebiasaan
perawatan kaki, namun setelah dilakukan intervensi, 1 sampai 2 tahun kemudian
terdapat perbedaan signifikan dengan nilai P <0,01. Kelompok intervensi secara
signifikan memiliki komplikasi diabetik yang lebih rendah dibandingkan kelompok
kontrol dengan p = 0,0137. Penelitian ini menyarankan untuk melakukan training
keahlian perawatan kaki dengan follow up pendidikan setiap 3 sampai 6 bulan.
Intervensi ini tidak hanya dapat mengubah kebiasaan dan pengetahuan tetapi juga
dapat diperoleh penurunan kejadian ulkus kaki diabetik dan amputasi.
Sementara dengan topik program yang sama, Fujiwara et al. (2011)
melakukan penelitian selama dua tahun dengan jumlah partisipan sebanyak 88 orang
pada klinik di Departement of Endocrinology. Partisipan dilakukan foot assesment
awal dan dilakukan seleksi risiko, kemudian dilakukan intervensi berupa foot care

nursing berdasarkan pada grup risiko dan dilakukan foot assesment setiap enam bulan
sekali. Hasil penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu tanpa ulkus dan
dengan ulkus. Pada hasil tanpa ulkus dipaparkan berkurangnya keparahan pada tinea
pedis dengan nilai( P<0,001) dan meningkatnya bebas dari tinea pedis dari 14,8%
menjadi 37,5%. Hal yang sama terjadi Demikian juga pada partisipan yang
mempunyai riwayat ulkus kaki diabetes, keparahan tinea pedis, menurun secara
signifikan keparahan dari tinea pedis dengan nilai (P=0,017) dan persentase bebas
dari tinea pedis meningkattnya persentase bebas dari tinea pedis dari 0% menjadi
30,4%. Pada terjadinyaTerkait derajat kalus, pada partisipan yang memiliki risiko
tinggi untuk terjadi ulkus kaki diabetes mengalami penurunan grade kalus secara
bermakna dengan nilai (P=0,026), dan . Tujuh7 pasien yang mengalami ulkus kaki
diabetes karena akibat kalus, setelah mendapatkan program foot care nursing tidak
lagi mengalami kekambuhan. Sedangkan pada kelompok dengan ulkus, enam pasien
mengalami kejadian ulang ulkus kaki diabetik dalam 2 tahun ini akibat karena luka
bakar dan trauma kecil. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan terkait tidak
adanya kelompok kontrol karena alasan etik.
Secara lebih khusus, Cisneros (2010) melakukan penelitian mengevaluasi
efektifitas intervensi pendidikan terapeutik dan penggunaan protective alas kaki
dalam menurunkan kejadian ulkus/kekambuhan dengan desain penelitian RCT,
melibatkan 53 partisipan dan dilakukan yang dilakukan secara RCT selama 2 tahun.
di bagian dari National Health System (SUS) di Porto Alergre, Rio Grand do Sul.
Perekrutan awal partisipan berjumlah 563 orang dengan pengambilan sampel sSetelah
dilakukan skrining, sebanyak 53 partisipan yang dibagi dalam 30 orang partisipan
sebagai dimasukan kelompok intervensi dan 23 orang lainnya dalam dimasukkan ke
dalam grup kontrol dilakukan secara blinded. Pada grup kontrol mendapatkan
perawatan rutin sesuai standar di unit tersebut sedangkan pada kelompok intervensi
mendapatkan pendidikan terapeutik dan penyediaan alas kaki khusus sebanyak dua
pasang dengan pilihan warna dan model. Partisipan dilakukan clinical foot
examination, monofilament testing, dan plantar pressure measures yang digunakan
sebagai dasar pembagian grade risiko untuk evaluasi keefektifan program. Di akhir

penelitian, dari 30 orang kelompok..?, 29 orang menyelesaikan edukasi dan 72,4%


menggunakan alas kaki secara rutin. Hasil evaluasi menunjukkan Hasil penelitian ini
adalah angka kejadian ulkus kaki diabetik pada kelompok intervensi lebih kecil yaitu
(38,2%) dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak (51,1%). Dan Angka
bebas dari ulkus kaki diabetik kelompok intervensi sebanyak (75%), lebih tinggi
dibanding kelompok kontrol (..%). Dari 30 orang, 29 orang menyelesaikan edukasi
dan 72,4% menggunakan alas kaki secara rutin. Intervensi ini mampu menurunkan
tingkat kekambuhan dan meningkatkan durasi bebas dari ulkus kaki diabetik namun
tidak dapat mencegah kekambuhan dan terjadinya ulkus kaki diabetik pada neuropati
diabetes. Hal tersebut dikarenakan banyak sample yang mengalami loss follow up
sehingga jumlah total partisipan pada setiap grup sangat kecil. Sehingga tidak cukup
untuk mengevaluasi program preventif yang dilakukan.
Pengembangan sepatu orthoses dengan fokus offloading terletak pada area
ujung metatarsal dirancang berdasarkan bentuk dan tekanan plantar untuk
mengurangi kejadian ulkus submetatarsal pada plantar. Intervensi ini dilakukan
dengan rancangan single blinded RCT dengan jkumlah kelompok intervensi sebanyak
66 partisipan dan 64 pastisipan pada kelompok kontol. Partisipan diikuti selama 15
bulan menghasilkan kesimpulan bahwa rancangan ini lebih efektif dalam mengurangi
kekambuhant ulkus di submetatarsal pada ujung plantar dibandingkan dengan
peggunaan standar orthoses dengan nilai( p = 0,03). Namun, penggunaan keduanya
tidak signifikan mengurangi terjadinya lesi tanpa ulkus (Ulbrecht, Hurley, Mauger, &
Cavanagh, 2014).
Prediktor penting yang berkaitan dengan self-care behavior diungkapkan oleh
Vedhara et al. (2014) yaitu belief. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran
patients illness belief terhadap perilaku perawatan diri pada pasien dengan ulkus kaki
diabetik. Menggunakan metode cohort, sebanyak 169 partisipan direkrut ke dalam
penelitian dan diikuti selama 25 minggu. Seluruh partisipan dikaji nilai dasar belief
dan pelaksanaan perawatan kaki sebagai data dasar pada minggu ke 0. Pengamatan
pelaksanaan perawatan kaki behaviors menggunakan instrumen SDSCA diulang pada
minggu ke 6, 12, dan 24. Beliefs menjadi prediktor independent pada pelaksanaan

perawatan kaki mulai pada minggu ke 6 dengan P(p < 0,0001). Disebutkan oleh
Vedhara et al. (2014) bahwa belief pasien tentang gejala ulkus kaki diabetik,
pemahaman tentang ulkus, dan anggapan kontrol diri pasien, menjadi faktor
independent yang lebih menentukan terjadinya ulkus kaki diabetik. Belief yang
dimiliki oleh pasien sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan perawatan kaki.
Mungkin hal itu yang menjadi penyebab pengaruh belief terhadap perkembangan
ulkus kaki diabetik.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Boyko model memiliki kapasitas yang tinggi untuk memprediksi terjadinya
ulkus diabetik dan model dapat lebih optimal dengan penambahan variabel alas kaki
(Monteiro-Soares & Dinis-Ribeiro, 2010). Pengamatan pada model ini meliputi
HbA1C, riwayat ulkus kaki dan amputasi, tinea pedis, sex, hallux limited,
penggunaan alas kaki, kelemahan visual, insensitifiti monofilamen, onychomyosis.
Selain itu, diperlukan pula pengkajian tentang hal yang berkaitan dengan kalus,
deformitas kaki, dan edema (Monteiro-Soares & Dinis-Ribeiro, 2010). Secara
lengkap dilakukan pengamatan terhadap masalah mata karena diabetes, kelemahan
fisik (susah mengetahui keberadaan kaki), infark miokard dan stoke, level edukasi,
neuropathy dan gejalanya, penyakit vaskular perifer, kebiasaan melakukan foot care,
perawatan kuku, kelembaban kulit dan penggunaan alas kaki (Monteiro-Soares &
Dinis-Ribeiro, 2010). Skrining ini perlu dilakukan secara rutin dan berkelanjutan baik
oleh diri sendiri (sesuai kemampuan) dan terutama oleh perawat. Skrining ini
dilakukan setiap pertama kali bertemu dengan pasien diabetes dan dilakukan follow
up setiap bulan sesuai dengan kebutuhan.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan skrining adalah pemantapan perilaku
perawatan diri yang telah terbukti berhubungan secara signifikan terhadap
perkembangan ulkus kaki diabetik. Program perawatan diri pada pasien diabetes
sebaiknya dipantau berkala oleh tim multidisiplin yang dipimpin oleh perawat supaya
terjadi upaya pencegahan secara holistik (Fujiwara et al., 2011). Pelaksanaan program
perawatan diri dianjurkan dilakukan dengan metode yang komprehensive meliputi

perkuliahan dalam kelompok kecil, hands-on workshop, pelatihan keahlian (terutama


perawatan kaki), pengingat melalui telepon, dukungan keluarga, dan follow up di
klinik kaki (Liang, Dai, Zuojie, Zhou, & Meijuan, 2012).
Program perawatan diri ini mempunyai outcomes kontrol gula darah dan
kualitas hidup (Vedhara et al., 2014). Chin, Liang, Wanga, Hsuc, and Huanga (2014)
menuliskan bahwa pelaksanaan perawatan kaki dapat mencegah terjadinya ulkus kaki
diabetik pada pasien dengan neuropati diabetes. Pelaksanaan perawatan kaki tersebut
merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi outcomes (Vedhara et al., 2014).
Pelaksanaan pelaksanaan perawatan kaki sebaiknya dilakukan secara harian
dan berkelanjutan pada setiap pasien diabetes. Komponen dari pelaksanaan perawatan
kaki terdiri dari (1) Pemeriksaan kaki harian oleh pasien tentang gejala ulkus kaki
diabetik seperti adanya tinea pedis dan callus; (2) perawatan kuku yang baik dan
benar; (3) penggunaan alas kaki yang teratur; (4) Penggunaan lotion sesuai dengan
anjuran isi, dosis, dan waktu yang tepat (Liang et al., 2012; Monteiro-Soares & DinisRibeiro, 2010; Patona et al., 2011; Ulbrecht et al., 2014; Vedhara et al., 2014).
Hindari penggunaan lotion yang mengandung steroid, karena dapat menyebabkan
kulit menjadi tipis sehingga mudah terluka (Monteiro-Soares & Dinis-Ribeiro, 2010).
Beberapa pasien penderita ulkus diabetik mengalami kekambuhan karena
ketidakpatuhan dalam penggunaan alas kaki. Ketidakpatuhan tersebut, salah satunya
disebabkan alas kaki yang cenderung buruk secara estetika. Sehingga, beberapa
pasien menggungkapkan perasaan malu apabila menggunakan alas kaki, terutama
pada acara resmi seperti pernikahan. Adanya pemilihan model dan warna pada alas
kaki diperkirakan menjadi motivasi tersendiri pada kepatuhan yang tinggi dalam
penggunaanya (Cisneros, 2010). Oleh karena itu, kami menyarankan pengembangan
alas kaki, selain menjalankan fungsinya sebagai pencegah terjadinya ulkus kaki
diabetik, juga tersedia dalam berbagai model dan warna yang menarik secara estetika.
Serta, edukasi penggunaan alas kaki dan motivasi diperlukan agar dapat
meningkatkan pemahaman dan kepatuhan penggunaan alas kaki.
Alas kaki yang terbukti secara efektif mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik
adalah sepatu orthosis dengan fokus offloading terletak pada area ujung metatarsal

(Ulbercht et al., 2014). Sepatu tersebut dirangcang dengan bantalan spon dan desain
tertentu yang dapat melindungi kaki dari luka. Pasien dianjurkan menggunakan alas
kaki setiap kegiatan di dalam rumah atau pun di luar rumah. Apabila kondisi buruk,
pasien dapat melapisinya dengan sepatu yang longgar dan tidak menekan kaki
(Ulbercht et al., 2014).
Meskipun, pengetahuan (baik teori mau pun praktek) menjadi bagian penting
dari kesuksesan pelaksanaan pelaksanaan perawatan kaki, namun hal tersebut sangat
dipengaruhi oleh belief yang dimiliki oleh pasien terkait dengan penyakitnya
(Vedhara et al., 2014). Belief tersebut mungkin dapat berpengaruh terhadap risiko
terjadinya ulkus kaki diabetik, penyembuhan dan juga kekambuhan. Fokus intervensi
yang harus dilakukan menurut Vedhara et al. (2014) tidak hanya meningkatkan
pelaksanaan perawatan kaki tetapi juga memfasilitasi secara efektif pemodifikasian
belief pasien sehingga dapat meningkatkan outcomes pada diabetes.
Penulis menyarankan dilakukan cek pemahaman secara berkala terkait dengan
gejala ulkus kaki diabetik, pemahaman tentang ulkus kaki diabetik, dan anggapan
kontrol diri yang baik dan yang dilakukan oleh pasien. Lebih dalam dari pada itu,
diberikan pula alasan kuat tentang urgensi pelaksanaan perawatan kaki untuk
meningkatkan kepatuhan pelaksanaan dan dijelaskan berbagai macam kerugian yang
ditimbulkan akibat terjadinya ulkus kaki diabetik.
Kesimpulan
Dengan demikian, pencegahan yang baik adalah dialkukan secara berkelanjutan dan
rutin. Dimulai dari skrining, peningkatan pengetahuan, penggunaan alas kaki, dan
penguatan belief pasien. Apabila pencegahan tersebut dilaksanakan maka insiden
ulkus kaki diabetik menurun, sehingga kerugian-kerugian yang disebabkan tidak
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Apelqvist, J. (2012). Diagnostic and treatment of the Diabetic Foot. Endocrine vol 41
pg 384-397 doi: 10.1007/s12020-012-9619-x

Chin, Y.-F., Liang, J., Wanga, W.-S., Hsuc, B. R.-S., & Huanga, T.-T. (2014).
The role of foot self-care behavior on developing foot ulcers in
diabetic patients with peripheral neuropathy: A prospective study.
International Journal of Nursing Studies, xxx, xxxxxx. doi:
10.1016/j.ijnurstu.2014.05.001
Cisneros, L. L. (2010). Evaluation of a neuropathic ulcers prevention
program for patients with diabetes. Rev Bras Fisioter, 14, 31-37.
Dorresteijn, J. A., Kriegsman, D. M., Assendelft, W. J., & Valk, G. D. (2012).
Patient education for preventing diabetic foot ulceration. Cochrane
Database
of
Systematic
Reviews(10).
doi:
10.1002/14651858.CD001488.pub4
Dorresteijn, J. A., Kriegsman, D. M., & Valk, G. D. (2011). Complex
interventions for preventing diabetic foot ulceration. Cochrane
Database
of
Systematic
Reviews(1).
doi:
10.1002/14651858.CD007610.pub2.
Fujiwara, Y., Kishida, K., Terao, M., Takahara, M., Matsuhisa, M., Funahashi,
T., . . . Shimizu, Y. (2011). Beneficial effects of foot care nursing for
people with diabetes mellitus: An uncontrolled before and after
intervention study. Journal of Advanced Nursing.
Gonzalez, J. S., Vileikyte, L., Ulbrecht, J. S., Rubin, R. R., Garrow, A. P.,
Delgado, C., . . . Peyrot, M. (2010). Depression predicts first but not
recurrent diabetic foot ulcers. Diabetologia, 53, 22412248. doi:
10.1007/s00125-010-1821-x

Lamri L., Eorofile G., Alessandra F. 2014. Diabetes in Algeria and Challenger for
Health policy: a literature review of prevalance, cost, management and
outcomes of diabetes and its complication. Globalization and Health 10/11 pg
1-14
Lavery, L. A., Higgins, K. R., Lanctot, D. R., Constantinides, G. P.,
Zamorano, R. G., Athanasiou, K. A., . . . Agrawal, C. M. (2007).
Preventing diabetic foot ulcer recurrence in high-risk patients: Use
of temperature monitoring as a self-assessment tool. Diabetes
Care, 30, 1420. doi: 10.2337/dc06-1600
Liang, R., Dai, X., Zuojie, L., Zhou, A., & Meijuan, C. (2012). Two-year foot
care program for minority patients with type 2 diabetes mellitus of
zhuang tribe in guangxi, china. Canadian Journal of Diabetes, 36,
15-18. doi: 10.1016/j.jcjd.2011.08.002
Monteiro-Soares, M., & Dinis-Ribeiro, M. (2010). External validation and
optimisation of a model for predicting foot ulcers in patients with
diabetes. Diabetologia, 15251533. doi: 10.1007/s00125-010-1731y

Oe M., Kimie T., Yukomiko O., Yuko M., Ryoko M., Chieko K., Kohjiro U., Takashi
K., Hiromi S. (2014). Incident of foot ulcer in Patient With Diabetes at a

University Hospital in Tokyo over a 5-year Period. Diabetol Int doi:


10.1007/s13340-014-0174-y

Patona, J., Bruceb, G., Jonesa, R., & Stenhousea, E. (2011). Effectiveness of
insoles used for the prevention of ulceration in the neuropathic
diabetic foot: a systematic review. Journal of Diabetes and Its
Complications, 25, 5262. doi: 10.1016/j.jdiacomp.2009.09.002

Ribu L., Berit RH., Tarbjon M., Kare B., Tone R. 2007. A Comparison of Healthrelated Quality of Life in Patients With Diabetic Foot Ulcers, With a diabetes
group and a Nondiabetes Group From the General Populations. Quality of Life
Research Vol 16 pg 179-189 doi: 10.1007/s11136-006-0031-y

Ulbrecht, J. S., Hurley, T., Mauger, D. T., & Cavanagh, P. R. (2014).


Prevention of recurrent foot ulcerswith plantar pressure based inshoe orthoses: The careful preventionmulticenter randomized
controlled trial. Diabetes Care. doi: 10.2337/dc13-2956
Vedhara, K., Dawe, K., Wetherell, M. A., Miles, J. N. V., Cullum, N., Dayan,
C., . . . Campbell, R. (2014). Illness beliefs predict self-care
behaviours in patients with diabetic foot ulcers: A prospective study.
d i a b e t e s r e s e a r c h a n d c l i n i c a l p r a c t i c e, 106, 6 7
7 2. doi: 10.1016/j.diabres.2014.07.018

WHO.

2006. Country and regional data on diabetes.


http://www.who.int/diabetes pada tanggal 10 Mei 2014

Diambil

dari

S-ar putea să vă placă și