Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan isu masalah kesehatan yang serius di
negara kita. Prevalensi diabetes mellitus di dunia yang dilaporkan oleh World Health
Organization (WHO, 2006) pada tahun 2000 mencapai angka 171,000,000 dan
diestimasikan pada tahun 2030 meningkat menjadi 366.000.000. Sedangkan
Indonesia menyumbang tercatat setidaknya 8.426.000 pada tahun 2000, dan
diprediksi mengalami peningkatan menjadi 21.257.000 pada tahun 2030 (WHO,
2006).
Selain prevalensi yang tinggi, DM juga dilaporkan banyak menimbulkan
komplikasi. Komplikasi kaki merupakan hal yang banyak terjadi pada pasien
diabetes, termasuk neuropati perifer, penyakit arteri perifer yang dapat berupa
traumatik injuri, ulkus kaki diabetes, dan gangreng (American Diabetes Association
[ADA], 2014; Dorresteijn, Kriegsman, & Valk, 2010).
Menurut review yang dilakukan oleh Apelqvist (2012) melaporkan bahwa
pasien diabetes selamanya memiliki risiko sebesar 15% untuk mempunyai ulkus kaki
diabetik dan 15% diantaranya dari penderita ulkus kaki diabetik berisiko untuk
dilakukan amputasi yang disebabkan ulkus kaki diabetik yang tidak kunjung sembuh
sebanyak 85% kasus. Dilaporkan dalam penelitian yang dilakukan di Tokyo
olehPenelitian Oe et al. (2014) di Jepang selama 5 tahun, mencatat insiden ulkus kaki
diabetik sebanyak 1,2 % disebabkan oleh trauma dan luka bakar. Tingginya angka
ulkus kaki diabetik dilaporkan juga oleh Lamri, Gripiotis dan Ferrario (2014) dengan
siystematical reviewmenemukan bahwa 50% pasien DM yang mengalami neuropati
dan kerusakan pada ekstremitas bawah dan sebanyak 50% dari penderita diabetes
dengan seperempat diantaranya memerlukan amputasi.
Ulkus kaki diabetik dan amputasi dapat menjadi pemicu terjadinya stres atau
depresidilaporkan menimbulkan banyak dampak negatif. Secara signifikan
(P=
0,001) dDepresi ditemukan berkaitan erat dengan pasien yang memiliki ulkus kaki
diabetik pada periode pertama namun tidak pada pasien yang mengalami ulkus kaki
diabetik pengulangan (Gonzalez et al., 2010). Gangguan emosional dan perasaan
terbebani ternyata tidak hanya dialami oleh pasien, namun juga dialami oleh
caregiver yang merawat pasien dengan ulkus kaki diabetik (p0,05) (NabuursFranssen, Huijberts, Kruseman, Willems, & Schaper, 2005).Depresi ini bersifat
independent dan tidak terkait dengan perawatan kaki diabetes (P=0,731). Selain itu,
adanya ulkus kaki diabetik juga mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan pasien.
Penelitian prospective randomised double blind dan placebo controlled
trial,lain menunjukkan kualitas hidup pada pasien yang sembuh dari ulkus kaki
diabetik lebih tinggi daripada pasien yang bertahan dengan ulkus kaki diabetik dalam
jangka panjangrelatif rendah (p=0,03). Gangguan emosional dan perasaan terbebani
tidak hanya dialami oleh pasien, namun juga dialami oleh caregiver yang merawat
pasien dengan ulkus kaki diabetik (p0,05) (Nabuurs-Franssen, Huijberts, Kruseman,
Willems, & Schaper, 2005). Penelitian ini di dukung oleh penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh (Sumber, tahun; Ribu et al (2006;), bahwa kualitas hidup pasien yang
mengalami ulkus kaki diabetik secara signifikan lebih rendah. Hal tersebut mencakup
peran yang terbatas karena masalah fisik (p<0,001), fungsional fisik (p<0,001), dan
kesehatan secara keseluruhan (p<0,001). Selain itu,
uUlkus kaki tidak hanya menyebabkan cacat fisik dan penurunan kualitas
hidup namun diabetic juga dilaporkan meningkatkan beban ekonomi (Dorresteijn,
Kriegsman, & Valk, 2011; Lamri, Gripiotis dan Ferrario (2014) dan . Perawatan ulkus
kaki diabetik juga membutuhkan waktu yang lama , dilaporkan pada penelitian
(Muduli, Ansar, Panda, dan Behera, (2012) waktu tinggal di rumah sakit selama 25
hari. Hal tersebut menyebabkan biaya pada penanganan ulkus kaki diabetik
meningkat, seperti yang diungkapkan oleh Lamri, Gripiotis dan Ferrario (2014)
bahwa beban keuangan untuk penanganan diabetes dan komplikasinya terus
meningkat bersama peningkatan prevalensinya.). Besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk perawatan ulkus kaki diabetik tentunya menjadi beban tersendiri bagi pasien
dan keluarga (Lamri et al., 2014).
Sehingga Dengan banyaknya kerugian dan sulitnya penanganan komplikasi
kaki diabetes, strategi terbaik untuk penatalaksanaan prioritas masa yang akan datang
pada manajemen komplikasi inidiabetes adalah dengan berfokus pada meningkatkan
berpengaruh positif dalam jangka pendek. Namun, edukasi perawatan kaki dan
laporan kebiasaan diri memiliki prosedur yang sangat bervariasi, sehingga belum
dapat diketahui prosedur mana yang cocok diterapkan, khususnya di Indonesia
(Dorresteijn et al., 2012; Dorresteijn et al., 2011; Lavery et al., 2007; Patona et al.,
2011).
Review yang dilakukan oleh Dorresteijn, Kriegsman, dan Valk (2011)
memaparkan kesimpulan bahwa tidak ditemukan bukti penelitian yang berkualitas
dan memiliki manfaat yang cukup dalam penanganan komplek untuk mencegah
terjadinya ulkus kaki diabetik. Strategi preventif secara tunggal tidak menunjukkan
pengurangan insiden terjadinya ulkus kaki pada pasien diabetes. Sehubungan dengan
hal di atas, menjadi penting untuk melakukan review evidence lebih lanjut terkait
program apa saja yang efektif dan dibutuhkan untuk pencegahan ulkus kaki diabetik.
Sehingga diharapkan akan ditemukan strategi terbaik atau evidence yang dapat
diterapkan untuk melakukan pencegahan ulkus kaki diabetik.
TUJUAN
Melakukan review terhadap evidence dan literature bterkaitan strategi
dan/program
dengan
efektifitas
dari
metode
yang
dianjurkan
untuk
Perkembangan kalus
Foot care practice
Foot care behaviour
Foot care knowledge
Predictor foot care behaviour
Penelitian akan diambil meski pun hanya mempunyai satu secondary outcome.
Metode pencarian artikel
Dalam penyusunan review ini dipilih penelitian original yang dipublikasikan secara
online. Pencarian dilakukan pada bulan Oktober 2014 dan dibatasi artikel yang
dipublikasikan dengan bahasa Inggris antara bulan January 2010 dan Oktober 2014.
Database yang digunakan meliputi The Cochrane Library, Ebscohost, Proquest New
Platform, ScienceDirect, dan SpringerLink. Cluster Key word yang digunakan adalah
diabetes atau diabetic, foot ulcer, dan prevention atau preventing.
HASIL
Total hasil penelusuran penelitian original dengan key word yang ditentukan
adalah 307 artikel dengan rincian Cochrane sejumlah 22 artikel, Ebscohost sejumlah
147 artikel, Springer link sejumlah 26 artikel, Science Direct sejumlah 65 artikel, dan
Proquest sejumlah 47 artikel. Dilakukan pemilihan melalui judul dipilih 105 artikel
dan 45 artikel didapatkan melalui skrining kesesuaian dengan tujuan review. Setelah
diskrining lebih lanjut sesuai desain, sample, dan keterkaitan dengan implikasi
keperawatan maka terpilih 9 artikel yang dapat menjawab tujuan review. Dari 9
artikel tersebut, adastrategi untuk mencegah ulkus kaki diabetik, yaitu; ..
(sumber, th).(sumber, tahun), ..(sumber, th),..dst
Skrining Risiko? ulkus kaki diabetes
Strategi ini diungkapkan dalam penelitian.
nursing berdasarkan pada grup risiko dan dilakukan foot assesment setiap enam bulan
sekali. Hasil penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu tanpa ulkus dan
dengan ulkus. Pada hasil tanpa ulkus dipaparkan berkurangnya keparahan pada tinea
pedis dengan nilai( P<0,001) dan meningkatnya bebas dari tinea pedis dari 14,8%
menjadi 37,5%. Hal yang sama terjadi Demikian juga pada partisipan yang
mempunyai riwayat ulkus kaki diabetes, keparahan tinea pedis, menurun secara
signifikan keparahan dari tinea pedis dengan nilai (P=0,017) dan persentase bebas
dari tinea pedis meningkattnya persentase bebas dari tinea pedis dari 0% menjadi
30,4%. Pada terjadinyaTerkait derajat kalus, pada partisipan yang memiliki risiko
tinggi untuk terjadi ulkus kaki diabetes mengalami penurunan grade kalus secara
bermakna dengan nilai (P=0,026), dan . Tujuh7 pasien yang mengalami ulkus kaki
diabetes karena akibat kalus, setelah mendapatkan program foot care nursing tidak
lagi mengalami kekambuhan. Sedangkan pada kelompok dengan ulkus, enam pasien
mengalami kejadian ulang ulkus kaki diabetik dalam 2 tahun ini akibat karena luka
bakar dan trauma kecil. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan terkait tidak
adanya kelompok kontrol karena alasan etik.
Secara lebih khusus, Cisneros (2010) melakukan penelitian mengevaluasi
efektifitas intervensi pendidikan terapeutik dan penggunaan protective alas kaki
dalam menurunkan kejadian ulkus/kekambuhan dengan desain penelitian RCT,
melibatkan 53 partisipan dan dilakukan yang dilakukan secara RCT selama 2 tahun.
di bagian dari National Health System (SUS) di Porto Alergre, Rio Grand do Sul.
Perekrutan awal partisipan berjumlah 563 orang dengan pengambilan sampel sSetelah
dilakukan skrining, sebanyak 53 partisipan yang dibagi dalam 30 orang partisipan
sebagai dimasukan kelompok intervensi dan 23 orang lainnya dalam dimasukkan ke
dalam grup kontrol dilakukan secara blinded. Pada grup kontrol mendapatkan
perawatan rutin sesuai standar di unit tersebut sedangkan pada kelompok intervensi
mendapatkan pendidikan terapeutik dan penyediaan alas kaki khusus sebanyak dua
pasang dengan pilihan warna dan model. Partisipan dilakukan clinical foot
examination, monofilament testing, dan plantar pressure measures yang digunakan
sebagai dasar pembagian grade risiko untuk evaluasi keefektifan program. Di akhir
perawatan kaki mulai pada minggu ke 6 dengan P(p < 0,0001). Disebutkan oleh
Vedhara et al. (2014) bahwa belief pasien tentang gejala ulkus kaki diabetik,
pemahaman tentang ulkus, dan anggapan kontrol diri pasien, menjadi faktor
independent yang lebih menentukan terjadinya ulkus kaki diabetik. Belief yang
dimiliki oleh pasien sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan perawatan kaki.
Mungkin hal itu yang menjadi penyebab pengaruh belief terhadap perkembangan
ulkus kaki diabetik.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Boyko model memiliki kapasitas yang tinggi untuk memprediksi terjadinya
ulkus diabetik dan model dapat lebih optimal dengan penambahan variabel alas kaki
(Monteiro-Soares & Dinis-Ribeiro, 2010). Pengamatan pada model ini meliputi
HbA1C, riwayat ulkus kaki dan amputasi, tinea pedis, sex, hallux limited,
penggunaan alas kaki, kelemahan visual, insensitifiti monofilamen, onychomyosis.
Selain itu, diperlukan pula pengkajian tentang hal yang berkaitan dengan kalus,
deformitas kaki, dan edema (Monteiro-Soares & Dinis-Ribeiro, 2010). Secara
lengkap dilakukan pengamatan terhadap masalah mata karena diabetes, kelemahan
fisik (susah mengetahui keberadaan kaki), infark miokard dan stoke, level edukasi,
neuropathy dan gejalanya, penyakit vaskular perifer, kebiasaan melakukan foot care,
perawatan kuku, kelembaban kulit dan penggunaan alas kaki (Monteiro-Soares &
Dinis-Ribeiro, 2010). Skrining ini perlu dilakukan secara rutin dan berkelanjutan baik
oleh diri sendiri (sesuai kemampuan) dan terutama oleh perawat. Skrining ini
dilakukan setiap pertama kali bertemu dengan pasien diabetes dan dilakukan follow
up setiap bulan sesuai dengan kebutuhan.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan skrining adalah pemantapan perilaku
perawatan diri yang telah terbukti berhubungan secara signifikan terhadap
perkembangan ulkus kaki diabetik. Program perawatan diri pada pasien diabetes
sebaiknya dipantau berkala oleh tim multidisiplin yang dipimpin oleh perawat supaya
terjadi upaya pencegahan secara holistik (Fujiwara et al., 2011). Pelaksanaan program
perawatan diri dianjurkan dilakukan dengan metode yang komprehensive meliputi
(Ulbercht et al., 2014). Sepatu tersebut dirangcang dengan bantalan spon dan desain
tertentu yang dapat melindungi kaki dari luka. Pasien dianjurkan menggunakan alas
kaki setiap kegiatan di dalam rumah atau pun di luar rumah. Apabila kondisi buruk,
pasien dapat melapisinya dengan sepatu yang longgar dan tidak menekan kaki
(Ulbercht et al., 2014).
Meskipun, pengetahuan (baik teori mau pun praktek) menjadi bagian penting
dari kesuksesan pelaksanaan pelaksanaan perawatan kaki, namun hal tersebut sangat
dipengaruhi oleh belief yang dimiliki oleh pasien terkait dengan penyakitnya
(Vedhara et al., 2014). Belief tersebut mungkin dapat berpengaruh terhadap risiko
terjadinya ulkus kaki diabetik, penyembuhan dan juga kekambuhan. Fokus intervensi
yang harus dilakukan menurut Vedhara et al. (2014) tidak hanya meningkatkan
pelaksanaan perawatan kaki tetapi juga memfasilitasi secara efektif pemodifikasian
belief pasien sehingga dapat meningkatkan outcomes pada diabetes.
Penulis menyarankan dilakukan cek pemahaman secara berkala terkait dengan
gejala ulkus kaki diabetik, pemahaman tentang ulkus kaki diabetik, dan anggapan
kontrol diri yang baik dan yang dilakukan oleh pasien. Lebih dalam dari pada itu,
diberikan pula alasan kuat tentang urgensi pelaksanaan perawatan kaki untuk
meningkatkan kepatuhan pelaksanaan dan dijelaskan berbagai macam kerugian yang
ditimbulkan akibat terjadinya ulkus kaki diabetik.
Kesimpulan
Dengan demikian, pencegahan yang baik adalah dialkukan secara berkelanjutan dan
rutin. Dimulai dari skrining, peningkatan pengetahuan, penggunaan alas kaki, dan
penguatan belief pasien. Apabila pencegahan tersebut dilaksanakan maka insiden
ulkus kaki diabetik menurun, sehingga kerugian-kerugian yang disebabkan tidak
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Apelqvist, J. (2012). Diagnostic and treatment of the Diabetic Foot. Endocrine vol 41
pg 384-397 doi: 10.1007/s12020-012-9619-x
Chin, Y.-F., Liang, J., Wanga, W.-S., Hsuc, B. R.-S., & Huanga, T.-T. (2014).
The role of foot self-care behavior on developing foot ulcers in
diabetic patients with peripheral neuropathy: A prospective study.
International Journal of Nursing Studies, xxx, xxxxxx. doi:
10.1016/j.ijnurstu.2014.05.001
Cisneros, L. L. (2010). Evaluation of a neuropathic ulcers prevention
program for patients with diabetes. Rev Bras Fisioter, 14, 31-37.
Dorresteijn, J. A., Kriegsman, D. M., Assendelft, W. J., & Valk, G. D. (2012).
Patient education for preventing diabetic foot ulceration. Cochrane
Database
of
Systematic
Reviews(10).
doi:
10.1002/14651858.CD001488.pub4
Dorresteijn, J. A., Kriegsman, D. M., & Valk, G. D. (2011). Complex
interventions for preventing diabetic foot ulceration. Cochrane
Database
of
Systematic
Reviews(1).
doi:
10.1002/14651858.CD007610.pub2.
Fujiwara, Y., Kishida, K., Terao, M., Takahara, M., Matsuhisa, M., Funahashi,
T., . . . Shimizu, Y. (2011). Beneficial effects of foot care nursing for
people with diabetes mellitus: An uncontrolled before and after
intervention study. Journal of Advanced Nursing.
Gonzalez, J. S., Vileikyte, L., Ulbrecht, J. S., Rubin, R. R., Garrow, A. P.,
Delgado, C., . . . Peyrot, M. (2010). Depression predicts first but not
recurrent diabetic foot ulcers. Diabetologia, 53, 22412248. doi:
10.1007/s00125-010-1821-x
Lamri L., Eorofile G., Alessandra F. 2014. Diabetes in Algeria and Challenger for
Health policy: a literature review of prevalance, cost, management and
outcomes of diabetes and its complication. Globalization and Health 10/11 pg
1-14
Lavery, L. A., Higgins, K. R., Lanctot, D. R., Constantinides, G. P.,
Zamorano, R. G., Athanasiou, K. A., . . . Agrawal, C. M. (2007).
Preventing diabetic foot ulcer recurrence in high-risk patients: Use
of temperature monitoring as a self-assessment tool. Diabetes
Care, 30, 1420. doi: 10.2337/dc06-1600
Liang, R., Dai, X., Zuojie, L., Zhou, A., & Meijuan, C. (2012). Two-year foot
care program for minority patients with type 2 diabetes mellitus of
zhuang tribe in guangxi, china. Canadian Journal of Diabetes, 36,
15-18. doi: 10.1016/j.jcjd.2011.08.002
Monteiro-Soares, M., & Dinis-Ribeiro, M. (2010). External validation and
optimisation of a model for predicting foot ulcers in patients with
diabetes. Diabetologia, 15251533. doi: 10.1007/s00125-010-1731y
Oe M., Kimie T., Yukomiko O., Yuko M., Ryoko M., Chieko K., Kohjiro U., Takashi
K., Hiromi S. (2014). Incident of foot ulcer in Patient With Diabetes at a
Patona, J., Bruceb, G., Jonesa, R., & Stenhousea, E. (2011). Effectiveness of
insoles used for the prevention of ulceration in the neuropathic
diabetic foot: a systematic review. Journal of Diabetes and Its
Complications, 25, 5262. doi: 10.1016/j.jdiacomp.2009.09.002
Ribu L., Berit RH., Tarbjon M., Kare B., Tone R. 2007. A Comparison of Healthrelated Quality of Life in Patients With Diabetic Foot Ulcers, With a diabetes
group and a Nondiabetes Group From the General Populations. Quality of Life
Research Vol 16 pg 179-189 doi: 10.1007/s11136-006-0031-y
WHO.
Diambil
dari