Sunteți pe pagina 1din 9

Adam Air Tidak Meledak di Udara

Oleh:

Canny Watae
warga biasa tinggal di Makassar
Saya tergerak untuk beranalisis mengingat semua analisis yang terpublikasi sejak kasus
Adam Air ini terjadi belum ada yang menyertakan detil geografis, dalam artian
mencocokkan informasi-informasi koordinat Lintang dan Bujur dengan kondisi alam
yang mendekati riil di lapangan. Juga, belum ada yang berusaha memasukkan kesaksiankesaksian warga secara runut. Saya masih percaya kalau warga pedesaan kita cukup jujur.
Orang-orang yang kelewat pintar saja yang salah mengambil kesimpulan dari kesaksian
mereka.
Penemuan Tail Horizontal Stabilizer oleh nelayan Bakri di pantai Mallusetasi Kab. Barru
memang penemuan yang sangat penting. Tetapi, sejauh ini belum ada yang berteriak
Eureka!, seperti yang dilakukan Archimedes beberapa ribu tahun yang lalu ketika
menemukan hukum berat jenis benda. Bagi saya, yang iseng-iseng mencari pesawat
nahas dengan nomor penerbangan KI-574 via layar komputer, temuan Pak Bakri
memacu urat spontan saya berteriak Eureka!
Cross-wind 74 knot (130 km/jam) yang menimpa KI-574 seperti yang disampaikan
Menhub Hatta Radjasa (Fajar, 5/1), plus kecepatan jelajah pesawat (Cruising Speed)
600-700 km/jam menghasilkan resultan gaya yang cukup besar. Jika arah KI-574 adalah
jam 12, maka Cross-wind ini datang dari arah jam 3 (menuju jam 9). Terjadi resultan
sebesar antara akar kuadrat dari 600 kuadrat plus 130 kuadrat ( 613 km/jam) dan 700
kuadrat plus 130 kuadrat ( 712 km/jam) dengan arah vektor sekitar jam 11. Arah pesawat
bergeser. Fakta menunjukkan pesawat bergeser, Kokpit Adam Air KI-574 sempat meminta
ATC Makassar memandunya karena pesawat berubah arah akibat dorongan angin. Dari posisi
heading timur-laut, bergeser ke utara. Kemudian oleh ATC Makassar pesawat diminta
kembali ke heading semula. Ketika pilot kembali heading timur laut dari posisi heading
utara, pesawat bukan lagi kena cross-wind melainkan parallel-wind arah berlawanan.
Arah vektor kecepatan pesawat nyaris berlawanan dengan arah angin. Resultan kecepatan
pesawat terhadap angin adalah minimal 600 + 130 = 730 km/jam, dan maksimal 700 +
130 = 830 km/jam! Pengecekan saya pada alamat web
http://uk.flyasiana.com/travelplanner/travelplanner_aircrafts.asp menunjukkan bahwa
kecepatan jelajah maksimum B737-400 adalah 790 km/jam! My God,.... besar

kemungkinan gerak relatif KI-574 terhadap angin lebih besar dari pada kecepatan
maksimum yang diizinkan.
Tail Horizontal Stabilizer bisa saja menjadi komponen yang paling bekerja keras ketika
KI-574 mencapai kecepatan jelajah maksimumnya. Apa tah lagi kondisi udara yang
ditembus tidak karu-karuan. Mengapa Tail Horizontal Stabilizer kanan yang lepas?
Karena dia-lah yang mengalami masa papar cross-wind hingga parallel-wind terlama.
Angin cross sebelumnya datang dari arah kanan. Komponen ini terpental ke arah kiri, ke
arah badan pesawat, yang memungkinkan badan pesawat sobek lalu berlubang.
Perbedaan tekanan antara kabin dan atmosfer pada ketinggian di atas 30.000 kaki
menimbulkan efek hisap yang sangat kuat. Tatakan meja, sandaran jok, life-vest
(pelampung), fiber penutup bagasi kabin, isi bagasi kabin, tas, bungkusan makanan,
video-monitor di kabin penumpang, semuanya tersedot keluar. Fakta menunjukkan
barang-barang tersebut sudah ditemukan para nelayan di perairan Barru dan Pangkep.
Penumpang saya perkirakan sedang memakai seat-belt karena sedari awal cuaca jelek.
Tidak ada penumpang yang tersedot ke atmosfer! Bakalan tidak ada pula jenazah yang
ditemukan di perairan yang membentang sepanjang jazirah Sulawesi Selatan (Pinrang,
Parepare, Barru, Pangep, Maros, dan Makassar). Fakta menunjukkan belum ada jenazah
dari Adam Air KI-574 yang ditemukan di perairan ini.
Karena kebocoran kabin, pilot berusaha menurunkan ketinggian pesawat sesegera
mungkin. Demi penumpang, ia berusaha terbang pada ketinggian yang memungkinkan
penumpang bernapas tanpa alat bantu. Penurunan ketinggian yang mendadak ini
menimbulkan efek sentakan pada bodi pesawat, mungkin mencapai minus 3G yang
memicu trigger ELBA. Penurunan ketinggian ini juga membuat KI-574 tidak bisa
terpantau radar. Fakta menunjukkan KI-574 hilang dari pantauan radar ATC Makassar.
Dalam kondisi terbang rendah, sekitar 8000 kaki atau di bawahnya, pesawat terus
berusaha mengarah ke Manado (timur-laut). Pesawat melintasi perairan
Pinrang/Polewali?Majene, lalu daratan Enrekang, kemudian sampai di atas Tana Toraja.
Fakta menunjukkan Saul Palulungan (57 tahun) mendengar suara pesawat (Fajar, 5/1). Di
Tana Toraja pilot melakukan manuver tajam ke kiri. Di kiri pesawat ada Bandara
Pongtiku, kawasan Rante Tayo, kurang lebih 10 Km dari Makale. Sementara di kanan
pesawat adalah Bulu (Gunung) Rante Kombala dan Bulu Rante Mario. Dalam keadaan
kehilangan Tail Horizontal Stabilizer (belakangan juga beberapa bagian sayap kanan
yang ditemukan di perairan Pinrang, mungkin Aileron yang bertanggung jawab pada gaya
angkat pesawat), manuver pesawat sangat berat dan menimbulkan hentakan. Hentakan ini
men-trig aktivasi sinyal ELBA. Fakta menunjukkan RCC Singapura sempat menangkap
sinyal ELBA pada lokasi ini (Fajar, 3/1).
Usaha mendarat darurat di Bandara Pongtiku gagal. Pesawat susah dikendalikan untuk
manuver-manuver halus mengingat salah satu Tail Stabilizer Horizontal, belakangan juga
sayap kanan, rusak. Ces-pleng, Bandara Pongtiku berada di daerah perbukitan
sebagaimana lazimnya kontur Tana Toraja.

Pilot memutuskan untuk lurus, sebab pada arah lurus ini ada bandara Tampa Padang ,
Mamuju, Sulawesi Barat.
Dalam lintasan menuju Bandara Tampa Padang, KI-574 harus bermanuver melewati
pegunungan, termasuk kawasan Matangnga. Banyak kesaksian warga yang menyatakan
mendengar suara gemuruh dan ledakan sepanjang lintasan Toraja Mamuju ini.
Termasuk di antaranya Abu Haris yang kemudian di-cap berbohong. Padahal, ia sendiri
tidak pernah menyatakan ada pesawat jatuh. Pernyataannya adalah ada suara pesawat.
Di lepas pantai Mamuju, nelayan Baharuddin bersaksi pada Danlantamal VI Makassar
bahwa ia melihat pesawat berbadan biru laut melintas dari arah bandara Tampa Padang.
Fakta menunjukkan bahwa warna pesawat Adam Air KI-574 bukanlah Oranye seperti
lazimnya dalam display-display promosi Adam Air. Warnanya putih (Fajar, foto headline,
12/1). Warna biru laut yang dilihat Baharuddin sangat mungkin akibat pantulan air laut.
Pesawat lagi-lagi tak berhasil mendarat di bandara alternatif. Tepat di atas kepala
Baharuddin, pesawat belok kiri ke arah daratan Sulawesi. Jika kita memperhatikan peta
rupa bumi, tampak bahwa daratan Sulawesi di depan KI-574 adalah pegunungan. Masuk
akal ketika Baharuddin mengatakan pesawat kembali ke arah laut. Pesawat menghindari
tabrakan dengan gunung. Pilot memilih ditching (mendarat di laut).
Posisi deteksi sonar KRI Fatahillah adalah 02.35.18 LS, 118.48.36 BT. Jarak antara Saksi
Baharuddin dan posisi Sonar ini kurang lebih 12,5 KM. Artinya dengan asumsi tinggi
mata saksi dari permukaan laut 2m, maka posisi di mana KRI Fatahillah mendeteksi
adanya logam bulat, sudah tidak terjangkau lagi oleh Baharuddin. Posisi itu tertutup garis
horizon jika dipandang dari tempat saksi berdiri. Saksi sendiri mengaku tidak melihat
apakah pesawat tersebut jatuh atau tidak. Yang ada hanya terdengarnya suara gemuruh
dan bunyi ledakan. Karena kecepatan suara adalah 340 m/detik, maka ledakan itu terjadi
12.500 / 340 = 37 detik sebelumnya. Antara posisi Saksi dan saat pesawat berbalik arah
ke laut jaraknya 3 nm, dan dari posisi balik arah ini ke Sonar KRI Fatahillah 10 nm. Total
lintasan pesawat dari Saksi hingga Sonar adalah 13 nm atau 25 km. Waktu tempuh jarak
25 km itu oleh pesawat dengan kecepatan 700 km/jam adalah 25/700 jam = 0,036 jam
atau 128,5 detik. Jadi antara pesawat melintasi posisi saksi hingga saksi mendengar
ledakan adalah 128,5 + 37 = 165,5 detik. Antara 2 hingga 3 menit. Persis seperti
kesaksian Baharuddin pada Danlantamal VI Makassar. Secara ilmiah-matematis
kesaksian Baharuddin bisa dipertanggungjawabkan.
Pesawat, menurut saya, ditching di lepas pantai Mamuju. Pilot Revri A. Widodo dan CoPilot Yoga berusaha maksimal. Namun, tanpa Tail Stabilizer Horizontal dan sayap kanan
yang rusak, ditching tidak mulus. Pesawat turun ke laut dengan sudut elevasi yang cukup
besar. Mungkin saja 45 derajat.
Kesimpulan:
1. Adam Air KI-574 jatuh di perairan Mamuju di sekitar lokasi deteksi sonar KRI
Fatahillah.
2. Adam Air KI-574 tidak meledak di udara

3. Semua penumpang dan awak pesawat masih berada di badan pesawat, di dasar
laut.
Prediksi:
1. Serpihan Adam Air KI-574 berada di sekitar lintasan. Yang jatuh di laut akan
terbawa arus ke pantai mulai dari lepas pantai Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep,
Maros, hingga Makassar termasuk pulau-pulau Spermonde (Pantai Barat Jazirah
Sulawesi Selatan). Di darat di kawasan Pinrang, Enrekang, Toraja, Matangnga,
dan Mamuju).
2. Tidak akan ada jenazah penumpang yang ditemukan terdampar di pantai barat
Jazirah Sulawesi Selatan (Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, Maros, dan
Makassar).
3. Serpihan dari dalam kabin penumpang semuanya berdimensi kecil, tidak melebihi
besar lubang sobekan pada badan pesawat.
Satu hal perlu saya tambahkan. Pilot Revri dan Co-Pilot Yoga orang hebat. Dalam kondisi
pesawat susah untuk dikendalikan, mereka masih sanggup mencari lokasi pendaratan
yang aman bagi penumpangnya.
Semoga Tuhan Menyertai Kita Semua, dan Keluarga Korban Tabah. Amien.
Canny Watae
Warga Makassar
canny_watae@yahoo.co.uk
Dukungan Gambar di Bawah

Dukungan Gambar
1. Lost Contact Point

2. Pesawat Manuver ke Arah Bandara Pongtiku, Toraja. Di sebelah kanan ada Bulu
Rantekombala dan Bulu Rantemario. Akibat manuver tajam timbul hentakan keras yang
memicu pancaran ELBA yang terlacak oleh RCC Singapura

4. Bandara Pongtiku sulit untuk tercapai, pesawat lurus ke Bandara Tampa Padang,
Mamuju

5. Manuver pesawat di sekitar bandara Tampa Padang, disaksikan oleh Nelayan


Baharuddin.

6. Tinjauan lintasan secara keseluruhan sejak hilang kontak hingga mendarat di laut

S-ar putea să vă placă și