Sunteți pe pagina 1din 12

OPEN REDUCTION EKTERNAL FIXATION

1. Pengertian
OREF adalah reduksi terbuka dengan Fiksasi eksterna . Fiksasi
eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars.
Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia,
tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,
2000). . Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif ( hancur atau remuk ). Pin yang telah terpasang dijaga agar
tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini
memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen
tulang.
Adapun definisi lainnya adalah bahwa Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada
bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan
satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis. Prinsip dasar dari teknik ini
adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan
distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau
rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat
digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau
sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi
pada tulang dan jaringan lunak.Pada pelvis, kompresi oleh fiksasi eksterna
dapat

menstabilisasikan

pelvis,

mengurangi

perdarahan,

sebagai

penatalaksanaan resusitasi awal dan sebagai definitive treatment pada


beberapa trauma . Fiksasi eksterna terutama digunakan ketika terdapat luka

dan trauma pada jaringan lunak yang merupakan kontraindikasi langsung


untuk dilakukan pembedahan terhadap fraktur.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :

2. Indikasi
a. Fraktur terbuka grade II dan III
b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
c. Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal
: infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h. Kadang kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
3. Keuntungan , Kerugian dan Komplikasi Eksternal Fiksasi
A. Keuntungan eksternal fiksasi adalah :
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal
da latihan

awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan


imobilisasi
dapat diminimalkan.
B. Kerugian eksternal fiksasi adalah :
a. Pin dan wires dapat menembus jaringan lunak
b. Membatasi pergerakan sendi.
c. Terdapat komplikasi pin-track pada penggunaan fiksasi
eksterna yang lama.
d. Secara mekanis pemasangan pin dan rangka fiksasi sulit
dilakukan dan mudah terjadi infeksi jika teknik
pemasangannya tidak benar.
e. Alat-alat pada fiksasi eksterna sangat mahal.
f. Rangka fiksasi dapat terdiri dari beberapa rangkaian sehingga
pasien merasa tidak nyaman dan dengan alasan estetika.
C. Sedangkan komplikasinya adalah :
a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed
union atau non union .
d. Emboli lemak.
e. Overdistraksi fragmen.
4. Hal hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan
Eksternal Fiksasi
a.

Persiapan psikologis

Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang


fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien.
Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan
bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini,
begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator
ini.
b.

Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.

Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin
harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat
pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri
tekan, nyeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial

masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh
darah.
c.

Pencegahan infeksi

Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara
rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga
kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus
diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan
ukurannya.
d.

Latihan isometrik

Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa
menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas
cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk
meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan
tulang.

5. Terdapat beberapa tipe fiksasi eksterna yaitu ada 4 :


1. Pin fixators : unilateral, bilateral frame, V-shaped dan triangular.
Ring (Wire fixator)
2. Hybrid fixators (wire and pin), adalah tipe fiksasi eksternal yang
digunakan untuk fraktur tertutup pada sendi. Dinamakan hybrid karena
terdiri dari wire fixation (3/4 ring fixator) dengan pin fixator (fiksasi
unilateral pada bagian diafisis).
3. Pinless external fixators , tujuan utama desain dari pinless fixator
adalah untuk menghindari tembusnya pin kedalam kanalis medularis.
4. Mefisto, merupakan teknik fiksasi eksterna yang baru diperkenalkan
dan dirancang untuk limb lengthening dan bone transport.

6. Metode dan Teknik Pemasangan


A. Metode

Terdapat dua metode yang pada umumnya digunakan untuk meletakkan pin
yang digunakan pada fiksasi eksterna yaitu :

1. Through-and-through, yaitu masing-masing pin dimasukkan melalui kulit


dan menembus fragmen tulang kemudian keluar menembus kulit pada sisi
sebelahnya.
2. One-side (Cantilever system), yaitu pin dimasukkan melewati fragmen
tulang tetapi tidak sampai menembus sampai pada sisi sebelah dan
menonjol hanya pada salah satu sisi tubuh.
B. Teknik Pemasangan
1. Teknik pin insertion

Sebelum dilakukan fiksasi, berikan tanda silang pada tempat atau daerah
safe Zone sebagai tempat untuk memasukkan pin dan meminimalkan
resiko trauma pada sistem saraf, pembuluh darah dan tendo.
a) Diafisis
i. Untuk pemasangan pin pada bagian diafisis sangat penting
bagi kita untuk menghindari terjadinya kerusakan pada tulang
akibat rasa panas yang ditimbulkan pada saat memasukkan pin
ii.

atau schanz screws.


Untuk memasukkan pin atau schanz screws secara tepat,
maka pin tersebut harus mencapai korteks pada bagian
ujungnya tetapi tidak sampai menembus terlalu jauh. Dan untuk
mencapai sasaran yang tepat maka kita bisa menggunakan

iii.

ukuran atau dibantu dengan intraoperative x-ray.


Jika pin yang dimasukkan tidak mencapai ujung korteks maka
kemungkinan pin yang digunakan agak pendek atau pin yang
dimasukkan menembus bagian lain. Dan dari gambaran x-ray
kontrol akan tampak empty hole pada bagian ujung korteks
yang berarti skrup yang dimasukkan tidak mencapai ujung
korteks.

b) Metafisis
i. Untuk pemasangan pada bagian metafisis terdapat hal-hal
penting yang
harus diperhatikan pada saat akan memasukkan pin atau
schanz screw yaitu :
Tidak membuat trauma pada pembuluh darah dan nadi.
Tidak meletakkan pin pada sendi.

Menghindari fracture lines.


Menggunakan self-drilling screws pada tulang metafisis.
2. Frame construction
a.

Tampak gambaran ilustrasi penatalaksanaan fixator first untuk complex

open fracture.
b. Pada setiap fragment tulang, pin dipasang berdasarkan kondisi
jaringan lunak.
c. Hubungkan pin pada rangka atau bar yang memiliki dua pengait untuk
mereposisi.
d. Setelah direposisi, kedua bars dihubungkan dengan tube ketiga dan
dilakukan tube-to-tube clamps.
e. Tampak pada tulang fibula juga difiksasi untuk menjaga stabilisasi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

a.

Pre operasi
Data subyektif
a. Mengeluh takut

Data Obyektif

menjalani operasi

a. Klien tampak gelisah,

b. Mengeluh takut

murung

dipasang alat-alat

b. Peningkatan denyut

yang banyak pada

nadi

Masalah

Kecemasan

tubuh
c. Menyatakan
kekhawatiran
kaki/tangan tidak
berfungsi lagi.
a. Mengeluh sakit
dan sulit bergerak

a. Tampak meringis dan

pada tubuh yang

memegangi tubuh yang

cedera
b.
Post Operasi

cedera

Data subyektif

Nyeri

Data obyektif
- Ada luka post
operasi,terpasang alat

Masalah
1). Resti infeksi

fiksasi eksterna ( pin,


kerangka portable )
- Mengeluh malu

2) Gangguan citra

dengan keadaan tubuh

diri

penuh alat
- Mengeluh tidak bisa

- Klien tampak kesulitan

3) Hambatan

bergerak bebas

dalam bergerak.

mobilitas fisik

- Klien mengatakan

- Klien selalu

4) Defisit

tidak tahu cara

menanyakan kapan alat

pengetahuan

perawatan alat yang

bisa dibuka.

5) Resiko

penatalaksanaan
regimen terapeutik
dipasang

inefektif
- Terpasang pin logam dan
fiksator dengan ujung
tajam

2.

Diagnosa Keperawatan

a.

Pre operasi
1)

6) Resiko cedera

Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat


operasi d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir
tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung ,
tachicardi.

2)

Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak
meringis dan memegangi tubuh yang cedera.

b.

Post operasi
1)

Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat


adanya jalur invasif (pin ).

2)

Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder


akibat pemasangan eksternal fiksasi.

3)

Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi.

4)

Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi.

5)

Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d


ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi.

6)

Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam.

3.

Perencanaan

a.

Prioritas Diagnosa Keperawatan

Pre operasi :

1)

Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak
meringis dan memegangi tubuh yang cedera

2)

Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi


d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan
kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.

Post operasi :
1) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya
jalur invasif (pin ).
2) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam
3) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi
4) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat
pemasangan eksternal fiksasi
5) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan
tentang perawatan eksternal fiksasi
Diagnosa Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi tidak diangkat
karena dengan diatasinya diagnosa ke-5 , mak diagnosa ini juga dapat
diatasi.
b.

Rencana Keperawatan

Pre operasi
1) Diagnosa 1
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 124 jam diharapkan keluhan nyeri
berkurang.

Rencana tindakan
a. Kaji tingkat nyeri dan

Rasionalisasi
a. Mengetahui tingkat nyeri

intensitas.

b. Mengurangi nyeri tanpa tindakan

b. Ajarkan teknik distraksi selama invasif

nyeri akut
c. Observasi vital sign

c. Tingkat nyeri dapat diketahui dari

d. Kolaboratif pemberian obat

vital sign.

analgesik dan kaji efektivitasnya. d. Mengatasi nyeri pasien dan


menyusun rencana selanjutnya bila
nyeri tidak bisa diatasi dengan
analgesik.
2) Diagnosa 2
Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan
kecemasan klien
berkurang
Rencana tindakan
a. Kaji tingkat ansietas

Rasionalisasi

b. Beri kenyamanan dan

a. Sebagai acuan membuat strategi

ketentraman hati, perlihatkan

tindakan.

rasa empati.

b. Agar pasien lebih tenang

c. Bila ansietas berkurang , beri

menghadapi operasi.

penjelasan tentang operasi ,

c. Bila keadaan klien lebih tenang

pemasangan eksternal fiksasi,

maka klien akan lebih mudah

serta persiapan yang harus

menerima penjelasan yang diberikan.

dilakukan.

Post operasi
1)

Diagnosa 1

Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi

Rencana tindakan
a. Jaga kebersihan di daerah

Rasionalisasi

pemasangan eksternal fiksasi.

a. Mencegah kolonisasi kuman.

b. Lakukan perawatan luka

b. Mencegah infeksi kuman melalui pin

secara aseptik di daerah pin.

c. Menemukan tanda-tanda infeksi

c. Observasi vital sign dan

secara dini.

tanda-tanda infeksi sistemik

d. Untuk mencegah atau

maupun lokal ( demam, nyeri,

mengobati infeksi.

kemerahan, keluar cairan,


pelonggaran pin )
d. Kolaboratif pemberian
antibiotika.
2)

Diagnosa 2

Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan


tidak terjadi cedera /trauma akibat alat yang dipasang.

1.

Rencana tindakan
Tutup ujung-ujung pin

atau fiksator yang tajam


2.

1.

yang tajam

Beri penjelasan pada klien 2.

agar berhati hati dengan alat

Rasionalisasi
Mencegah cedera akibat alat
Agar pasien mengantisipasi

gerakan untuk mencegah cedera.

yang terpasang

3)

Diagnosa 3

Rencana tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien
mampu memperlihatkan kemampuan mobilitas.
1.

Rencana Tindakan
Rasionalisasi
Latih bagian tubuh yang a. Mencegah terjadinya atrofi disuse .

sehat dengan latihan ROM


b. Bila bengkak pada

b. Membantu meningkatkan kekuatan


c. Mempercepat kemampuan klien

daerah pemasangan eksternal

untuk mandiri serta meningkatkan rasa

fiksasi sudah berkurang, latih

percaya diri klien.

pasien untuk latihan isometrik


di daerah tersebut.
2.

Latih pasien

menggunakan alat bantu jalan

S-ar putea să vă placă și