Sunteți pe pagina 1din 16

Laporan Pendahuluan Praktikum

Perawatan Luka Lanjut: Luka Infeksi, Luka Bakar, dan Luka Kronis (Kanker)
Oleh Lina Budiyarti, 0806316190 Kelas B

I.

Pendahuluan
Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit
terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh
terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang
menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan
penyembuhan luka (Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi
sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon
yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan
berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur
anatomi, fungsi dan penampilan. Untuk memulai perawatan luka, pengkajian awal yang
harus dijawab adalah, apakah luka tersebut bersih, atau ada jaringan nekrotik yang harus
dibuang, apakah ada tanda klinik yang memperlihatkan masalah infeksi, apakah kondisi
luka kelihatan kering dan terdapat resiko kekeringan pada sel, apakah absorpsi atau
drainage objektif terhadap obat topical dan lain-lain. Terjadinya peradangan pada luka
adalah hal alami yang sering kali memproduksi eksudat; mengatasi eksudat adalah bagian
penting dari penanganan luka. Selanjutnya, mengontrol eksudat juga sangat penting untuk
menangani kondisi dasar luka, yang mana selama ini masih kurang diperhatikan dan
kurang diannggap sebagai suatu hal yang penting bagi perawat, akibatnya bila produksi
eksudat tidak dikontrol dapat meningkatkan jumlah bakteri pada luka, kerusakan kulit,
bau pada luka dan pasti akan meningkatkan biaya perawatan setiap kali mengganti
balutan. Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci
dalam mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang
berlebihan pada luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka.
Laporan ini akan membahas mengenai perawatan luka lanjut meliputi luka infeksi, luka
bakar dan luka kronis (kanker).

II.

Isi
1. Konsep Perawatan Luka
a. Definis Penyembuhan/Perawatan luka
Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses
pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan
fungsi secara terus menerus.(Joyce M. Black, 2001).
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali

pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara
bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka
yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.
b. Etiologi/Penyebab Luka
Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai
perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan
dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :
Trauma
Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
Gigitan binatang atau serangga
Tekanan
Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
Immunodefisiensi
Malignansi
Kerusakan jaringan ikat
Penyakit metabolik, seperti diabetes
Defisiensi nutrisi
Kerusakan psikososial
Efek obat-obatan
c. Jenis Luka
1) Mekanisme terjadinya luka :
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
Luka Bakar (Combustio), yaitu luka yang disebabkan paparan suhu yang tinggi
2) Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,

pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal;
Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik
atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

3) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :


Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

4) Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :


Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
d. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan
lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka

yang normal adalah melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi
yang merupakan suatu kerangka untuk memahami prinsip dasar perawatan luka.
Melalui pemahaman ini profesional keperawatan dapat mengembangkan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan dapat membantu perbaikan
jaringan. Luka kronik mendorong para profesional keperawatan untuk mencari
cara mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka kronik membutuhkan perawatan
yang berpusat pada pasien patient centered, holistik, interdisiplin, cost efektif
dan eviden based yang kuat.
Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat fase
penyembuhan luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui fase
yang sama. Fase tersebut adalah sebagai berikut:
1) Hemostasis
Pada penyembuhan luka kerusakan pembuluh darah harus ditutup. Pada proses
penyembuhan luka platelet akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh
darah tersebut. Pembuluh darah sendiri akan konstriksi dalam berespon terhadap
injuri tetapi spasme ini biasanya rilek. Platelet mensekresi substansi
vasokonstriktif untuk membantu proses tersebut.
Dibawah pengaruh adenosin diphosphat (ADP) kebocoran dari kerusakan jaringan
akan menimbulkan agregasi platelet untuk merekatkan kolagen. ADP juga
mensekresi faktor yang berinteraksi dengan dan merangsang pembekuan intrinsik
melalui produksi trombin, yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen.
Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet menjadi hemostatik yang stabil.
Akhirnya platelet juga mensekresi sitokin seperti platelet-derived growth factor.
Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali ada
gangguan faktor pembekuan.
2) Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,
sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang
terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang
mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi
penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung
5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf
sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi
vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga
menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah
keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi
oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit,
oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang
menampilkan eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering
dihubungkan dengan nyeri, secara klasik rubor et tumor cum calore et dolore.
Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4 hari sesudah injuri. Pada proses
penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris/sisa-sisa. Ini adalah
pekerjaan dari PMNs (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi menyebabkan
pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMNs ke sekitar
jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan mikroorganisme dan merupakan
pertahanan awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin
kemudian pecah sebagai bagian dari pembersihan ini.
Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan
kontraktor. Sel yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini
adalah makrofag. Makrofag mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis
pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi komotaktik yang bervariasi dan faktor
pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor pertumbuhan
epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL1).

3) Proliferasi (proliferasi, granulasi dan kontraksi)


Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya
berlangsung hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka.
Secara klinis ditandai oleh adanya jaringan yang berwarna merah pada dasar luka
dan mengganti jaringan dermal dan kadang-kadang subdermal pada luka yang
lebih dalam yang baik untuk kontraksi luka. Pada penyembuhan luka secara
analoginya satu kali pembersihan debris, dibawah kontraktur langsung terbentuk
jaringan baru.
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat
besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas
sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah
terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam
daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan
beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan
proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru
(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas,
memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas
sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh
darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan
granulasi. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen
telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai

growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. Pada tahap akhir
epitelisasi, terjadi kontraktur dimana keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk
lapisan protektif luar atau stratum korneum.
4) Remodeling atau maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang
lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas
sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa
mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut
akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Untuk mencapai
penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang
diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu
terbuka.
Pada beberapa literatur dijelaskan juga bahwa proses penyembuhan luka meliputi
dua komponen utama yaitu regenerasi dan perbaikan (repair). Regenerasi adalah
pergantian sel-sel yang hilang dan jaringan dengan sel-sel yang bertipe sama,
sedangkan repair adalah tipe penyembuhan yang biasanya menghasilkan
terbentuknya scar. Repair merupakan proses yang lebih kompleks daripada
regenerasi. Penyembuhan repair terjadi oleh intention primer, sekunder dan
tersier.
a) Intension primer
Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :
(1). Fase Inisial (3-5 hari)
(2). Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel, mulai pertumbuhan sel
(3). Fase granulasi (5 hari 4 minggu)
Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama
fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah.
Tampak granula-granula merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten
terhadap infeksi.
Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari
lapisan epitelium yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel
menebal dan mulai matur dan luka merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi
terjadi selama 3 5 hari.
(4). Fase kontraktur scar ( 7 hari beberapa bulan )
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan
miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan,
membentu menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama.
Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung
pembuluh darah dan pucat dan lebih terasa nyeri daripada fase granulasi

b) Intension sekunder
Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki
sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan
jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi
inflamasi dapat lebih besar daripada penyembuhan primer.
c) Intension Tersier
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa
granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi
terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi
ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan
granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya mengakibatkan skar
yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder
e. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyembuhan Luka
1) Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan
jaringan
2) Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat
juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan
menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman
luka
3) Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka
4) Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika
terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat
diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5) Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini
timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah),
yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah
(Pus)
6) Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat
faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

7) Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga
akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8) Pengobatan
Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera
Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
f. Komplikasi dari Luka
1) Hematoma (Hemorrhage)
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan
dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama
setelah pembedahan.
2) Infeksi (Wounds Sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di
rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 48 jam,
denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah
putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh :
terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju
ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
3) Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka
4) Keloid
Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini
biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.
2. Perawatan Luka Lanjut: Luka Infeksi, luka Bakar dan Luka Kronis (kanker)
a. Perawatan Luka Infeksi
1) Manajemen Keperawatan
Penanganan luka meliputi membersihkan luka, menutup lka, menutup dan
membalutnya, serta mengamankan balutan. Balukan luka bertujuan untuk
mengangkat jaringan nekrotik atau eksudat lluka yang kering, meningkatkan
penyembuhan luka dengan mencegah kerusakan luka, dan melindungi
pertumbuhan kulit baru dari kerusakan. Secara umum dressing/Pembalutan
bertujuan:
a) memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

b) absorbsi drainase
c) menekan dan imobilisasi luka
d) mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
e) mencegah luka dari kontaminasi bakter
f) meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
g) memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
Secara dasar ada da metode penanganan luka, yaitu metode tertutup dan terbuka.
Pemilihan metode penggunaan balutan merupakan tanggung jawab dokter, tetapi
perawat harus mengetahui hasil yang diinginkan dari perawatan luka dan
keuntungan dari kedua metode perawatan luka.
a) Metode tertutup
Keuntungan metode tertutup:
Meningkatkan penyembuhan dengan mengabsorbsi draimnase dan
mengangkat jaringan yang mati
Melindungi luka dari kontaminasi dengan mikroorganisme
Membantu dalam homeostasis melalui penggunaan tekanan
terhadap jaringan
Membantu merapatnya kembali tepi-tepi luka
Mengurangi immobilisasi dengan pembidaian dan menahan luka
Menutupi kerusakan bentuk
Kerugian metode tertutup+
Menciptakan tempat untuk pertumbuhan mikroba
Jaringan yang telah tertutup dapat menjadi tertekan dan
menyebabkan iritasi dan kerusakan kulit jika balutan y=tertarik
atau menggosok kulit
b) Metode terbuka tanpa balutan
Keuntungan metode terbuka:
Menu=gurangi atau mnghilangkan tempat pertumbuhan mikroba
Mengurangi iritasi dan gesekan luka dari kulit disekitar luka
Membantu mengeringkan luka
Kerugian metode terbuka:
Tidak mengimobilisasi bagian tubuh jika hal tersebut diperlukan
untuk penyembuhan luka
Tidak membantu perlengketan atau merapatnya tepi luka
Memungkinkan masuknya mikroorganisme yang berbahaya
terhadap terbentuknya luka
c) Jenis balutan
a) Balutan basah kering
Balutan ini digunakan untuk membersihkan luka, meningkatkan
penyembuhan, dan meningkatkan absorbsi drainase luka. Jenis balutan ini
digunakan pada luka yang luas dan akan sembuh dengan secondary
intention. Kerugian tipe balutan ini adalah dapat menyediakan media
untuk pertumbuhan bakteri. Balutan ini terdiri dari balutan yang lembab
diletakkan pada area luka. Kemudian lapisan ini tertutup dengan balutan
yang kering. Lapisan yang basah dibiarkan mongering diantara waktu

penggantia balutan. Setelah kering kassa yang basah menarik jaringan


nekrotik dan drainase. Ketika balutan diganti, kotoran luka terangkat
bersamaan dengan balutan. Balutan ini merupakan pilihan dalam
perawatan luka dengan jumlah drainase yang banyak atau luka yang perlu
debriment. Perawatan yang dilakukan adalah balutan/kassa basah jangan
terlalu basah sehingga dapat menyebabkan maserasi kulit atau
meningkatkan resiko pertumbuhan bakteri.
b) Balutan kering steril
Balutan ini digunakan untuk melindungi luka dari cideradan mencegah
kontaminasi bakteri. Balutan kering menyerap eksudat tidak kental dan
memberikan mekanisme debrimen pada luka. Balutan ini biasanya pada
luka dengan penyembuhan primary intention, seperti pada luka abarasi
dan insisi operasi. Balutan yang digunakan3 lapis: yang peratama adalah
kasa yang bersentuhan dengan kulit, lapisan yang kedua yaitu kasa yang
menyerap eksudat, dan kasa yang ketida adalah balutan yang tebal yang
emlindungi luka dari kontaminasi eksternal.
c) Balutan transparan
Balutan ini digunakan di atas luka yang tidak terkontaminasi atau luka
yang bersih. Penggunaannya bebas dari lipatan tetapi tidak secara ketat
menarik daerah kulit. Jika tanda infeksi terjadi, balutan diangkat, luka
dibersihkan diganti balutan yang baru.
d) Balutan penekan
Balutan ini digunakan untuk mencegah perdarahan setelah cedera
temporal, mengatasi perdarahan yang d=tidak terkontrol, untuk
memberikan penekanan pada suatu skin graft dan untuk menokong
struktur atau oragan bagian bawah setelah selesai pembedahan. Balutan
tetap pada posisinya sampai penanganan atau pengobatan lebih lanjut
dilakukan.
Indikasi penggunaan teknik steril:
a) Jika ada luka terbuka, misal mengganti balutan
b) Jika membuat hubungan/lubang/luka pada suatu bagian tubuh,
misalnya operasi, venaseksi, pemasangan cup
c) Jika memasukkan sesuatu ke rongga steril dalam tunbuh, misalnya:
pemasangan kateter, urin, suction
2) Alat dan bahan Perawatan Luka
a) Bahan Perawatan Luka umum
Sarung tangan bersih, tujuannya untuk melindungi tangan perawat
dari luka yang terbuka ketika menyentuh eksudat atau balutan
Sarung tangan steril, tujuannya untuk mempertahankan teknik
steril ketika sedang memegang peralatan steril
Set balutan steril : alas steril untuk menciptakan area steril, kassa
kecil untuk membersihkan luka, kom steril untuk menempatkan
larutan (membersihkan atau melembabkan bbalutan), forcep atau
hemostat untuk memegang alat-alat steril atau yang telah
terkontaminasi dan untuk mempertahankan sterilitas

Larutan steril untuk membersihkan luka dan membasahi balutan


Salep atau powder (jika perlu) untuk dibubuhi pada luka
Plaster atau perban untuk mengamankan balutan
Kantong tahan air untuk tempat pengumpulan balutan yang kotor
dan basah
Selimut untuk menutupi klien selama prosedur supaya terpelihara
privacy dan kehangatannya
Alas tahan air untuk memelihara kebersihan dan kekeringan alat
tenun
b) Bahan untuk Membersihkan Luka
Alkohol 70%
Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)
Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)
Hydrogen Peroxide
Natrium Cloride 0.9%
c) Bahan untuk mempertahankan balutan
Adhesive tapes
Bandages and binders
b. Perawatan Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna
Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi

menyebabkan:
(1). Proses inflamasi dan infeksi.
(2). Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ - organ fungsional.
(3). Keadaan hipermetabolisme
Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur
Klasifikasi Luka bakar
a) Berdasarkan kedalaman
Tingkat 1
Hanya mengenai epidermis, Kering tidak ada gelembung. edem minimal aatau tidak
ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah
merah. Nyeri.
Tingkat 2
- uperfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas dari corium. Elemen-elemen
epitelial yaitu dinding dari kelenjar keringat, lemak dan folikel rambut masih
banyak. Karenanya penyembuhan/ epitelialisasi akan mudah dalam 1-2 minggu
tanpa terbentuk cicatrix
- Dalam, sisa-sisa jaringan epitelial tinggal sedikit, penyembuhan lebih lama 3-4
minggu dan disertai pembentukan parut hipertropi.
Tingkat 3
Mengenai seluhur tebal kulit, tidakada lagi sisa elemen epitelial. Luka bakar yang
lebih dalam dari kulit seperti sub kutan dan tulang dikelompokanjuga pada tingkat III.
Kering disertai kulit mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit
yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar. Tidak
pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua. Hitam. Merah. Tidak sakit, sedikit
sakit. Rambut mudah lepas bila dicabut.
b) Berdasarkan luasnya
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atua rule of wallace yaitu:
(1) Kepala dan leher : 9%
(2) Lengan masing-masing 9% : 18%
(3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
(4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
(5) Genetalia/perineum : 1%
Prioritas pengelolaan penderita luka bakar secara umum perlu dierhatikan seperti
pengelolaan penderita trauma pada umumnya yaitu, Airway, Breathing, dan Circulation.
Terapi Cairan

Orang dewasa dengan luka bakar tingkat II-III 20 % atau lebih sudah ada indikasi
untuk pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang
tua dan anak-anak batasnya 15%.
Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Baxter.
Formula Baxter terhitung dari saat kejadian maka (orang dewasa):
8 jam pertama (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat
16 jam berikutnya (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat ditambah
500-1000cc koloid.
Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/ KgBB
Umur 1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB________+
Total Cairan
Sesuai dengan anjiuran Moncrief maka 17/20 bagian dari total cairan diberikan
dalam bentuk larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid.
Ringer lakatat dan koloid diberikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam
pertama diberikan jumlah total ciran dan dalam 16 jam berikutrnya diberikan
jumlah total cairan.
Formula tersebut hanyalah suatu pedoman, suatu estimasi yang kasar. Jangan
sekalikali fanatik terhadap formula tersebut melainkan selalu dikoreksi melalui
tanda-tanda klinis penderita dan laboratorium apakah cairan yang diberikan sudah
memadai.
Pengelolaan Nyeri
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan neurogenik syok yang terjadi pada jam-jam
pertama setelah trauma. Morphin diberikan dalam dosis 0,05 mg/Kg (iv).
Perawatan luka
Perawatan pertama
- Segera setelah terbakar, dinginkan luka dengan air dingin, yang terbaik
dengan temperatur 20oC selama 15 menit
- Luka bakar tingkat I tidak memerlukan pengobatan khusus, dibersihkan
dan diberi analgetika saja.
- Luka bakar tingkat II dan III, penderita dibersihkan seluruh tubuhnya,
rambutnya dikeramasi, kuku-kuku dipotong, lalu lukanya dibilas
dengan cairan yang mengandungdesinfektan seperti sabun cetrimid
0,5% (savlon) atau Kalium permanganat. Kulit-kulit yang mati
dibuang, bullae dibuka karena kebanyakan cairan di dalamnya akan
terinfeksi
Perawatan Definitif
- Perawatan tertutup
Setelah luka bersih, ditutup dengan selapis kain steril berlubanglubang (tulle) yang mengandung vaselin dengan atau tanpa antibiotika
lalu dibebat tebal untuk mencegah evaporasi dan melindungi kulit dari
trauma dan bakteri. Sendi-sendi ditempatkan pada posisi full
extension.
- Perawatan Terbuka

Eksudat yang keluar dari luka beserta debris akan mengering akan
menjadi lapisan eschar. Penyembuhan akan berlangsung dibawah
eschar. Penderita dirawat di dalam ruangan isolasi. Setiap eschar yang
pecah harus diberikan obat-obatan lokal dan dikontrol bila ada
penumpukan pus dibawah eschar maka haru dilakukan pempukaan
eschar (escharotomi).
- Perawatan Semi terbuka
Sama seperti perawatan terbuka tetapi diberikan juga obat-obatan
lokal. Obat lokal berberntuk krim yang akan melunakkan eschar dan
memudahkan perawatan untuk dibersihkan.
Obat-obatan lokal
- Silver sulfadiazin krim 1% diberikan sehari sekali. Silver sulfadiazin
bekerja sebagai bakterisida yang efektif terhadap kuman gram positif.
Mandi
- Badan penderita setiap 1-2 hari setelah resusitasi selesai harus
dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan memandikannya. Luka
dibilas dengan cairan yang mengandung desinfektan (savlon 1:30 atau
Kalium Permanganat 1:10.000). Escharotomi pada perawatan terbuka
umumnya dikerjakan pada minggu kedua dengan cara eksisi memakai
pisau, dermatom, elektro eksisi atau enzimatik (kolagenase).
Skin Grafting
- Skin grafting sangat penting untuk penderita untuk mempercepat
penyembuhan, mengurangi kehilangan cairan.
Antibiotika Sistemik
- Bakteri yang berada pada luka umumnya gram positif dan hanya
berkembang setempat, tetapi bakteri gram negatif seperti pseudomonas
sangat invasif dan banyak menimbulkan sepsis. Karena banyaknya
jaringan nekrotik pada luka bakar maka penetrasi antibiotika sistemik
ke luka tidaklah meyakinkan. Oleh karena itu antibiotika sistemik
digunakan bila timbul gejala sepsis. Macam antibiotika ditentukan dari
kultur dari bagian yang terinfeksi, baik luka, darah maupun urine.
- Antibiotika pilihan adalah cephalosporin generasi pertama (cefazolin,
cephapirin dan cephalotin). Generasi ketiga khususnya ceftazidim
mempunyai efektifitas besar terhadap pseudomonas.
Nutrisi
- Dukungan nutrisi yang baik sangat membantu penyembuhan luka bakar
c. Peratan Luka Kronik (Kanker)
1) Mengangkat jaringan mati
Semasih di dalam luka ada jaringan mati (nekrotik), upaya apapun
dikerjakan tidak akan berhasil. Sebab dengan adanya bagian jaringan yang
membusuk, merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Mengakibatkan koloni bakteri akan makin berkembang, nanah semakin
banyak dan kerusakan jaringan tambah lama tambah luas, sehingga jaringan
yang rusak inipun menjadi mati dan membusuk. Upaya untuk membersihkan

luka macam ini disebut dengan debridement. Pengertiannya, selain


menghilangkan jaringan mati juga membersihhkan luka dari kotoran yang
berasal dari luar yang termasuk benda asing bagi tubuh.
Cara yang dikerjakan bisa secara pasif dengan mengompres luka
menggunakan cairan atau beberapa material perawatan luka yang fungsinya
untuk menyerap dan mengangkat bagian-bagian luka yang nekrotik. Cara ini
tidak cukup dikerjakan 1 atau dua kali, mesti beberapa kali hingga butuh
beberapa hari. Atau bisa dikerjakan secara aktif, relatif lebih praktis, dengan
melakukan pembedahan. Memang dibutuhkan keberanian melakukan hal ini
walaupun pertimbangan estetik tubuh bukan lagi menjadi prioritas. Ada juga
yang kurang umum diketahui, yakni dengan mechanical debridement dan
biological debridement (menggunakan serangga).
2) Menghilangkan nanah
Luka bernanah kebanyakan disebabkan karena bakteri. Ada bakteri yang
menghasilkan banyak nanah, ada bakteri yang menimbulkan nanah serta bau
khas, menghasilkan gas gangrene dan bau busuk yang menyengat dan ada
yang dominan menyebabkan jaringan menjadi mati / nekrosis. Jadi dari
kondisi luka saja sudah dapat diduga kuman penyebabnya. Walaupun sangat
dibutuhkan pemeriksaan cultur pembiakan kuman- untuk mencari secara
pasti jenis kuman penyebab guna menentukan therapy antibiotika yang tepat.
Dengan pembedahan, membuka serta mengalirkan nanah yang
terperangkap di dalam tubuh merupakan cara terbaik untuk mengurangi
pembentukan nanah. Upaya ini akan lebih lengkap jika diiringi dengan
perawatan luka menggunakan absorbent agent atau yang lebih sederhana
cukup dengan cairan fisiologis yang nantinya kalau basah, pembungkus luka
bisa diganti beberapa kali. Banyaknya nanah menjadi salah satu indikator
tingkat perbaikan luka. Akan lebih cepat masa penyembuhannya jika
produksi nanah oleh luka ini belum sampai menimbulkan jaringan nekrotik
yang luas.
3) Menjaga kelembaban luka
Setelah jaringan mati berhasil dibersihkan dan pengeluaran nanah oleh
luka dapat diminimalisir, fase berikutnya adalah keluarnya cairan bening
yang merupakan cairan tubuh sebagai petanda tahap penyembuhan luka akan
segera dimulai. Semasih produksi cairan ini berlebihan, dibutuhkan usaha
untuk menguranginya atau mengeringkan luka tersebut. Material yang
digunakan bisa sama dengan yang digunakan untuk mengurangi nanah
seperti di atas.
Namun demikian harus tetap dijaga kelembaban luka. Makin kering
kondisi luka, basahnya kasa penutup luka juga semakin diperas. Seperti
prinsip yang sudah umum diketahui dalam menangani luka; basah dilawan
dengan basah, kering diimbangi dengan penutup luka yang semakin kering
juga. Sehingga dengan demikian waktu untuk mengganti penutup luka pun
bisa diperjarang, tidak seperti tahap tahap sebelumnya.
4) Menunjang masa penyembuhan

Penyembuhan luka atau masa granulasi dimulai jika dasar luka sudah
tampak kemerahan. Bisa diibaratkan seperti penampakan daging segar.
Selain tetap menjaga kelembaban, luka harus tetap dijaga bersih serta
hindari dari trauma sebab dengan pembentukan jaringan yang baru tumbuh
ini, rawan sekali akan terjadinya perdarahan. Tersedia juga banyak produk
perawatan luka, baik berupa cairan, cream, gel atau pasta yang berguna
untuk merangsang terbentuknya sel-sel baru, membentuk kolagen dan
mengisi bagian tubuh yang rusak dan tergerus sebelumnya. Masalah yang
biasanya dihadapi pada fase ini adalah penutupan luka di permukaan. Kalau
lukanya tidak luas, bisa berharap kulit di sekitar luka akan tumbuh juga
untuk melapisi luka. Namun jika lukanya luas, bisa dilakukan penjahitan
skunder dengan lebih mendekatkan tepi tepi luka atau sekalian dilakukan
flap atau tandur kulit yang mengambil kulit dari bagian lain tubuh.
III.

Penutup
Perawatan luka lanjut melipuri luka infeksi, luka bakar dan luka kronis membutuhkan
perawatan yang lebih intensive dan dengan prosedur yang tepat. Penting bagi perawat
profesional untuk dapat mengetaui dan memahami konsep perawatan luka secara umum
dan perawatan luka lebih lanjut, anatomi dan fisiologi juga menjadi kunci utama dalam
memnentukan derajat keparahan luka sehingga berguna untuk bagaimana sehatusnya
perawatan luka yang diberikan kepada klien dengan jenis luka yang dideritanya.
Universal precaution juga menjadi pegangan perawat supaya resiko infeksi dapat
diminimalkan atau tidak terjadi sama sekali.

Daftar Pustaka

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. Philadelpia:
J.B. Lippincott Campany.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. Philadelpia: J.B. Lippincott
Campany.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedoketran EGC.
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Sumarwati, M., dkk. (2006). Panduan Praktikum Keperawatan Dasar: II. Depok : FEUI.

S-ar putea să vă placă și