Sunteți pe pagina 1din 41

PERAWATAN ULKUS DIABETES

Lynda Hariani*, David Perdanakusuma**


PENDAHULUAN
Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan
penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin
ulkus, pengobatan infeksi, amputasi dan perawatan di rumah sakit membutuhkan biaya yang
sangat besar tiap tahun dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharaan
kesehatan.1
Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas
kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan
klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan
arahan perawatan yang adekuat.2
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan
kontrol infeksi.1 Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan perawatan karena ada
beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki
fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama
perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan kesembuhan dan pencegahan
kekambuhan setelah proses penyembuhan. Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa
perkembangan ulkus diabetes dapat dicegah.2,4
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman mengenai perkembangan
penyakit, evaluasi dan perawatan ulkus diabetes.

*
*

Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Plastik Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Spesialis Bedah Plastik (Konsultan), Staf SMF Bedah Plastik Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Diabetes Melitus
2.1.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Menurut Perkeni (2011) dan ADA (2012) Diabetes Melitus
adalah

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja


insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

2.1.1.2 Klasifikasi dan Diagnosis Diabetes Melitus


Klasifikasi dari Diabetes Melitus berdasarkan ADA (2012) dan
Perkeni (2011) adalah sebagai berikut (Gustaviani, 2007; Ignativicius dan
Workman, 2006; Smeltzer et al, 2008) :
Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA, 2007)
* Diabetes Melitus Tipe 1
(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
1 Melalui Proses Imunologik
2 Idiopatik
AI Diabetes Melitus Tipe 2
(Bervariasi mulai terutama yang predominan resistensi insulin disertai
defesiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin)
BI Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek Genetik fungsi sel Beta :
- Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)
- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
- Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)
- Kromosom 13, insulin Promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY
4)
- Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)
- Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
- DNA Mitochondria, dan lainnya
B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A,
leprechaunism, sindrom Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik,
lainnya
C. Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnya
D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya
E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis edrenergic,
tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya
F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya
G. Imunologi (jarang) : sindrom Stiff-man, antibody anti reseptor
insulin lainnya
H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter,
sindrom Turner, sindrom Wolframs, Ataksia Friedreichs, Chorea
Hutington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria,
Sindrom Prader Willi, lainnya
IV Diabetes kehamilan

Diagnosis dari Diabetes Melitus harus didasarkan atas pemeriksaan


kadar glukosa darah. Penegakan diagnosis Diabetes Melitus harus
memperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Penegakan diagnosis berdasarkan pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena (Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011). Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler (Perkeni, 2011).
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik Diabetes Melitus seperti tersebut di bawah ini (Gustaviani,
2007; Perkeni, 2011) :
Keluhan klasik Diabetes Melitus berupa : poliuria, polidipsi, polifagia
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata


kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara.
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa

plasma > 200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis Diabetes


Melitus. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga
pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis Diabetes Melitus. Ketiga
dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram, glukosa lebih
sensitif dan spesifik di banding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat di tabel 2.2 dan gambar 2.1.

Gambar 2.1 Langkah-Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan toleransi


Glukosa Terganggu (Sumber : Perkeni, 2011)
Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus dan Gangguan Glukosa
o A1C 6,5 % atau
p Kadar Glukosa Darah Sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl atau
q Kadar Glukosa Darah Puasa > 126 mg/dl atau
r Kadar Glukosa Plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO
Sumber : ADA (2012)

2.1.1.3 Gejala dan Tanda Diabetes Melitus


Gejala dan tanda-tanda Diabetes Melitus dapat digolongkan menjadi
gejala akut dan gejala kronik (Ignativicius dan Workman, 2006; Perkeni,
2011) :
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit Diabetes Melitus dari satu penderita ke
penderita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala
apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukkan
meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak makan (poliphagi), banyak
minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuri).
Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalam
waktu 2 4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan
timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut
dengan koma diabetik.
2. Gejala Kronik Diabetes Melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes
Melitus adalah kesemutan; kulit terasa panas, atau seperti tertusuktusuk jarum; rasa tebal di kulit; kram; capai; mudah mengantuk, mata
kabur, biasanya sering ganti kacamata; gatal di sekitar kemaluan
terutama wanita; gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan
seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil

sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan
bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Soegondo dkk, 2004).

2.1.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus


Semua tipe Diabetes Melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi
atau tingginya gula darah dalam tubuh yang disebabkan sekresi insulin,
kerja dari insulin atau keduanya (Ignativicius & Workman, 2006).
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu (ADA, 2012) :
o

Rusaknya sel-sel pancreas. Rusaknya sel beta ini dapat dikarenakan


genetik, imunologis atau dari lingkungan seperti virus. Karakteristik
ini biasanya terdapat pada Diabetes Melitus tipe 1.

Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.

Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.


Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat
mengakibatkan (Ignativicius dan Workman, 2006; Smeltzer et al,
2008) :
o

Menurunnya transpor glukosa melalui membran sel, keadaan ini


mengakibatkan

sel-sel

kekurangan

makanan

sehingga

meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang


muncul adalah penderita Diabetes Melitus selalu merasa lapar atau
nafsu makan meningkat atau yang biasa disebut poliphagia.

Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis,

karena proses ini disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia


sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemi. Kadar gula
darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi
dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut
glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering
berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsi.

Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam


hati dan otot terganggu.
Meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis yang memecah
sumber selain karbohidrat seperti asam amino dan laktat
Meningkatkan lipolisis, dimana pemecahan trigliserida menjadi
gliserol dan asam lemak bebas
Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas
Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan
dilepaskan ke otot

2.1.1.5 Faktor Risiko Diabetes Melitus


Penegakan diagnosa Diabetes Melitus, selain dilakukan uji
diagnostik dan skrining. Uji diagnostik Diabetes Melitus dilakukan pada
mereka yang menunjukkan gejala atau tanda Diabetes Melitus, sedangkan
skrining bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,
yang mempunyai risiko Diabetes Melitus. Skrining dikerjakan pada

kelompok dengan salah satu risiko Diabetes Melitus Tipe 2 sebagai


berikut :
1. Tidak mempunyai aktivitas fisik
2. Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi seperti Afrika
Amerika, Latin, Asia Amerika
3. Berat badan lebih : BB > 120% BB idaman atau IMT 25 kg/m

4. Hipertensi ( 140/90 mmHg)


5. Riwayat Diabetes Melitus dalam garis keturunan
6. Riwayat Diabetes dalam kehamilan, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi cacat atau berat badan lahir bayi > 4000 gram
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
8. A1C 5,7 % atau Riwayat gangguan toleransi glukosa
9. Riwayat atau penderita PJK, TBC, atau hipertiroidisme.
10. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 200 mg/dl (ADA,

2012, Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011; Ignativicius & Workman,


2006; Smeltzer et al, 2008)
Catatan : Untuk skrining kelompok risiko tinggi yang hasilnya
negatif, skrining ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka
yang berusia lebih dari 45 tahun tanpa faktor resiko, skrining dapat
dilakukan setiap 3 tahun (ADA, 2010; Soegondo dkk, 2004; Gustaviani,
2007).

Selain itu pada tabel 2.3, dapat dilihat untuk membedakan kadar
Glukosa darah antara yang pasti Diabetes Melitus dan yang bukan
Diabetes Melitus sebagai patokan penyaring .
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM
Bukan
Belum pasti
DM
DM
Kadar Glukosa darah
Plasma vena
< 110
110-199
sewaktu (mg/dl)
Darah kapiler
< 90
90-199
Kadar Glukosa darah
Plasma vena
< 110
110-125
puasa (mg/dl)
Darah kapiler
< 90
90-109
Sumber : Perkeni (2011)

DM
200
200
126
110

2.1.1.6 Manajemen Diabetes Melitus


Kaki diabetik dapat timbul karena tidak terkontrolnya gula darah, oleh
sebab itu sangat diperlukan manajemen diabetes yang baik dalam upaya
pencegahan primer kaki diabetik. Menurut Perkeni (2011), manajemen
Diabetes Melitus terdiri dari:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi.

2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Menurut Smeltzer et al,
(2008) yang juga mengutip dari ADA bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi :
1. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien Diabetes Melitus
2. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang
disajikan seperti vitamin dan mineral
3. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
4. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
pada pasien Diabetes Melitus jika serum lipid menurun maka
resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
5. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus
Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3
- 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan sehari - hari
seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani


yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Pasien yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi Diabetes Melitus dapat
dikurangi.
4. Intervensi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olah raga yang teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat
antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan
suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan
insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien
Diabetes Melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah
dan

mendeteksi

kemungkinan

terjadinya

hipoglikemia

dan

hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk


menurunkan resiko komplikasi dari Diabetes Melitus (Smeltzer et al,
2008).

2.1.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus


Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi
akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia (Perkeni, 2011).
Menurut Perkeni (2011) yang termasuk komplikasi kronik adalah
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati (Waspadji dalam Soegondo
dkk, 2004). Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati
terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina
mata, dan kapiler ginjal. Tabel di bawah ini memuat pengelompokkan
komplikasi kronis yang terjadi dari literatur lain, tetapi pada dasarnya
mempunyai konsep yang sama.
Tabel 2.4. Komplikasi Kronik yang Terjadi pada Diabetes Melitus
Beserta Tanda Patologis (Ignativicius & Workman, 2006)
Komplikasi
Mikroangiopati
Neuropati
Nepropati
Makroangiopati

Retinopati

Sistem tubuh
Neurologi
Genitourinari
(ginjal)
Sensori
Kardiovaskular
Vaskular perifer

Tanda patologis
Baal, nyeri parah
Gagal ginjal
Penglihatan kabur
Infark Miokard
Luka
sukar
sembuh, gangrene

DEFINISI
Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis,
yang biasanya terjadi di telapak kaki.4,6

EPIDEMIOLOGI
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan
diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15%
menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan
amputasi.2,3,7,12
Separo lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetes,
dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki kontralateral.
Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan
sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12%.2,6
Komunitas Latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika dan Native Amerika mempunyai
angka prevalensi diabetes tertinggi didunia, dimungkinkan berkembangnya ulkus diabetes.

2,4

Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90% diantaranya adalah
penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah
menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetes dapat terjadi setelah
waktu itu.2

ETIOLOGI
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati, penyakit
arterial, tekanan dan deformitas kaki.2

PATOFISIOLOGI
Neuropati Perifer
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan
akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi
mioinositol-perubahan

sintesis

mielin

dan

menurunnya

aktivitas

Na-K

ATPase,

hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan
sorbitol dan fruktose.2
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga
menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler,
menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin
sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stres
oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan
perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced
glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan
ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan
tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai
mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double
crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik.8
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat
langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya

fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis.


Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan infeksi.
Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat
deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.5
Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan
arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot intrinsik kaki
sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing
lubangnya (tunnel)8

Penyakit Arterial
Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan menderita
penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca, dan
femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah
hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL),
Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma,
inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan
adhesifitas platelet. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar
menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar,
dan proliferasi endotel.3,22
Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada
kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi eritrosit,
Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada
membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada
endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah
bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat
yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme

glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus
dengan kadar glukosa darah.5
Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu meningkatkan
kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui
kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi
lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul
oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan
sangatlah signifikan 5 (Gambar 1).

Deformitas kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan arkus
longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal
pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang
kecil lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan degeneratif
ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan
beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan
tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada
stadium awal.2

Tekanan
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ termasuk
sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana advanced glycosylated
end prodruct (AGEs) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga
menyebabkan

hilangnya

elastisitas

dan

bahkan

pemendekan

tendon.

Akibat

ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan kaput
metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan (gait)8
Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan
fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki
Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak.
Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat benda
tumpul atau tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah
aliran darah yang buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita
diabetes.2,12

BIOMEKANIK ULKUS DIABETES


Berjalan terdiri atas urutan peristiwa biomekanik yang komplek termasuk didalamnya
pergerakan triplanar kaki dan pergelangan kaki (Gambar 1). Variasi gaya eksterna dan
interna dapat mempengaruhi fungsi kaki (Gambar 3 dan 4).

Gambar 2 menuniukkan biomekanik dari gait. Pergerakan normal kaki dan


pergelangan merupakan hasil kombinasi fungsi otot, tendon, ligamen, dan tulang. Gait
terbagi menjadi 4 segmen. Segmen pertama adalah benturan tumit, pada saat calcaneus
menyentuh tanah dan otot, tendon, serta ligamen berelaksasi, menjadikan tempat
penyerapan energi yang optimal. Segmen kedua adalah kaki bagian tengah, pada saat kaki
mendatar dan dapat beradaptasi dengan tanah yang tidak rata, mepertahankan
keseimbangan dan menyerap goncangan saat menapak. Calcaneus tepat dibawah
pergelangan kaki, menjaga kaki depan dan belakang tetap segaris untuk penopangan

beban. Segmen ketiga adalah pengangkatan tumit, pada saat calcaneus diangkat,
mengalami pronasi, otot, tendon dan ligamen mengencang dan kaki mencapai
lengkungannya kembali. Segmen ketiga ini langsung diikuti segmen ke empat yaitu jari kaki
bergerak mendorong.

Gambar 3 menunjukkan gaya yang bekerja pada kaki. Gaya gesekan dan kompresi
dihasilkan oleh dorongan ke bawah beban tubuh dan gaya reaksi tanah. Gesekan dan

tekanan menyatu sebagai gaya menggunting selama berjalan dinamis dimana tulang-tulang
kaki meluncur melewati satu sama lain sejajar pada bidang sentuhannya selama pronasi
dan supinasi. Atrofi otot intrinsik kaki mengakibatkan ketidakseimbangan gaya yang berkerja
pada struktur tulang. Hal ini akan menyebabkan deformitas jari kaki, penonjolan kaput
metatarsal, deformitas equinus, posisi varus pada kaki belakang, dan ketidaksejajaran
bagian proksimal.

Gambar 4 menunjukkan akibat pembentukan callus. Penyebaran gaya tahan beban


yang tidak adekuat atau adanya deformitas kaki dapat menyebabkan pergerakan abnormal,
yang menghasilkan tekanan berlebihan dan berakibat kerusakan jaringan ikat dan otot.

DIAGNOSIS KLINIS
Penanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar
penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus. Penyebab
ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan pemeriksaan
fisik yang cermat.9

RIWAYAT
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia, disesthesia,
radicular

pain

dan

anhidrosis.

sebagian

besar

orang

yang

menderita

penyakit

atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita


yang menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak
sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki
sering dirasakan oleh penderita diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi
aterosklerosis tibioperoneal.3,6

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu3:

Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas

Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler

Penilaian kemungkinan neuropati perifer

Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu pemeriksaan fisik
secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan.
Pemeriksaan Ekstremitas3

Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang


menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari
yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena
pada daerah ini sering mendapatkan trauma.

Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:


o

Callus hipertropik

Kuku yang rapuh/pecah

Hammer toes

Fissure

Isufisiensi arteri perifer 2,8,12,15


Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah
level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis meliputi
adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut
pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki
diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan, anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan noninvasif yang
dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada
lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler
(Gambar 5). Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali
nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada

calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI
didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.

Neuropati Perifer 2,3,13,15


Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya
reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan pemembentukan calus
hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis
dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui
apakah penderita masih memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil

abnormal jika penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan
pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok (Gambar 6).

Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128C, dimana dapat digunakan untuk
rnengetahui sensasi getar penderita dengan memeriksanya pada pergelangan kaki dan
sendi metatarsophalangeal pertama. Pada neuropati metabolik terdapat gradien intensitas
dan paling parah pada daerah distal. Jadi pada pasien yang tidak dapat merasakan getaran
pada pergelangan ketika garputala dipindahkan dari ibu jari kaki ke pergelangan
menunjukkan gardien intensitas karena neuropati metabolik. Pada umumnya, seseorang
tidak dapat merasakan getaran garputala pada jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasien
tidak dapat merasakan getaran pada ibu jari kaki. Beberapa penderita dengan sensasi
normal hanya menunjukkan perbedaan antara sensasi pada jari kaki dengan tangan
pemeriksa kurang dari 3 detik.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 3

Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi


lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi
arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.

Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin


serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal

Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR),


atau plethymosgrafi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS3

Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan
sendi Charcot serta adanya ostomielitis.

Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):


meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis
abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.

Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif
dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin
sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.

Arteriografi konvensional:

apabila

direncanakan pembedahan

vaskuler

atau

endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit

atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi


konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
s

Teknik : secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde melalui tusukan


pada femur, kontras disuntikkan melalui aorta infrarenal. Gambar diambil
sejalan dengan kontras ke bawah pada kedua kaki.

Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa perdarahan,


terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau hilangnya lapisan
intima arteri. Saat ini metode terbaru dengan suntikan secara perkutan dapat
mengurangi komplikasi yang terjadi.

Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi merupakan


bahan nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut tinggi pada pasien
dengan insufisiensi renal dan pada penderita diabetes. Pada pasien dengan
faktor resiko tersebut 30% kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut.
Oleh karena itu, pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan
angiografi.

Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes yang


mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum obat tersebut
menjelang dilakukan angiografi dengan kontras. Pasien dapat kembali
mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi ginjal normal kembali dalam 1-2
hari setelah terpapar kontras.

Alternatif selain angiografi konvensional


o

Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif yang


dapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi
bahan kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates,
berpotensi menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan insufisiensi
renal: acute renal injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.

Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT) menghindari


penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras intravenous, CT scan
multidetektor (16 atau 64 channel) dapat meningkatkan resolusi gambar
angiografi dan dengan kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada
MDCT mempunyai resiko yang sama.

Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada penderita


dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat digunakan dan masih
membutuhkan bahan kontras iodium sebagai tambahan gas karbondioksida
untuk mendapatkan gambar yang baik.

Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada penyakit arteri
perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri yang terlihat pada plain
radiografi bukan merupakan indikator spesifik penyakit aterosklerosis.
Kalsifikasi

pada

lapisan

media

arteri

bukan

merupakan

diagnosis

aterosklerosis, bahkan juga kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan


diagnosis aterosklerosis, tidak akan menyebabkan stenosis hemodinamik
yang signifikan

KLASIFIKASI PATOLOGI
Penilaian

dan

klasifikasi

ulkus

diabetes

sangat

penting

untuk

membantu

perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil. Beberapa
sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa parameter yaitu luasnya
infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang
paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah Sistem Klasifikasi Ulkus WagnerMeggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade luka (Tabel 1)2,3,19.

University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan membaginya


lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem Texas ini meliputi 19:

TABEL 2

Setiap tingkatan dibagi menjadi 4 stadium, meliputi:

A : luka bersih

B : luka iskemik

C : luka terinfeksi non iskemik

D : luka terinfeksi dan iskemik

Klasifikasi

SAD

(Size,

Sepsis,

Arteriopathy,

Depth

and

Denervation)

mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus (ukuran,


kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi). The International Working Group on the
Diabetic Foot telah mengusulkan Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka berdasarkan 5 ciri
berdasarkan: Perfusion, Extent, Depth, Infection dan Sensation.19
Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America, mengelompokkan kaki
diabetik yang terinfeksi dalam beberapa kategori, yaitu:19

Mild

: terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan

Moderate

: lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam

Severe

:disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan metabolik

PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETES


Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah penutupan luka.
Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan
ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi.3 Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal
yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi.1

Perawatan umum dan diabetes


Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti adanya
hubungan langsung antara regulasi glukosa darah dengan penyembuhan luka. Hal itu
disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien dengan hiperglikemia kronik. Perawatan
meliputi beberapa faktor sistemik yang berkiatan yaitu hipertensi, hiperlipidemia, penyakit
jantung koroner, obesitas, dan insufisiensi ginjal. 4,11,13

Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan
fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat.
Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses
penyembuhan luka. 3,6,18
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik,
kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan
nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis
dan jaringan hidup (debridement non selektif).6,18

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan metode
yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau
terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa
pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan luka
selanjutnya.

Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan


nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papainurea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka sehari
sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen topikal tersebut
tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan perawatan terapi standar. Oleh
karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum diindikasikan untuk memperlambat
ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan perfusi arteri terbatas.
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada dasar luka.
Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wetto-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan
sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis akan
terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.

Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen
penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang
mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi
tekanan tetapi sulit untuk dilakukan
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC
dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari
area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan
bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka.
Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan
oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan
waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap
harinya.

Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam Walker,
removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka setiap hari,
penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.

Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi pada
luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan
pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama berdasarkan
keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.19
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The Infectious Diseases
Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:19

Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm

Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm

Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.


Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

19

Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi.

Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi, serta
adanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih

sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus
didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika tersebut.19
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya disebabkan
oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis

dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau


clindamycin.2,6,19
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakteri
anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus
dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram
negatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi
imipenem-cilastatin,

B-lactam

B-lactamase

(ampisilin-sulbactam

dan

piperacilin-

tazobactam), dan cephalosporin spektrum luass.3,6

Pembedahan3

Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari ulkus,
callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan adanya tulang
atau sendi yang terinfeksi.

Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik beban.
Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi

Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala dari kelainan
pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh, adanya gangren.

Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial thickness.

Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana dasar
luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft

Jaringan pengganti kulit


o

Dermagraft

Apligraft

Penutupan dengan flap

Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan
sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu
mencegah

dehidrasi

jaringan

dan

kematian

sel,

akselerasi

angiogenesis,

dan

memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang
menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah
ditemukan.19
Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain
untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan
mempercepat penyembuhan luka.16
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka.
Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan
meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis
dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.16
Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan biologis, dimana
memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan komponen matrik esktraseluler.
Recombinant Human Platelet Derived Growth Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah
satu-satunya faktor pertumbuhan yang disetujui oleh US Food and Drug Administration
(FDA). Living skin equivalen (LSE) merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA
untuk penggunaan pada ulkus diabetes.16

Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik


Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetic ulkus karena
dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan tepi luka sehingga
mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat dilakukan, hal itu
dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien dengan ulkus diabetes.16

PROGNOSIS
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki
dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu,
diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah di
Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama
rentang 5 tahun ke depan.3
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko
terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi
glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil
penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi
meningkat menjadi 12%.3

PENCEGAHAN 4,12,17

Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.


Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah keadaan yang
lebih buruk.

Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih
dengan sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal.

Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan
atau tekanan pada kaki.

RINGKASAN
Ulkus diabetes merupakan salah safu komplikasi penyakit diabetes yang menjadi
salah satu masalah yang sering timbul pada penderita diabetes. Ulkus diabetes menjadi
masalah dibidang sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer, deforrnitas struktur kaki menjadi faktor
utama penyebab ulkus diabetes. Faktor lain turut berperan timbulnya ulkus diabetes meliputi
trauma, kelainan biomekanik, keterbatasan gerak sendi, dan peningkatan resiko infeksi.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan penelusuran riwayat dengan baik,
pemeriksaan fisik untuk neuropati perifer dan insufisiensi vaskuler serta beberapa modalitas
pemeriksaan tambahan lainnya. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus menjadi bagian yang
penting dalam penanganan ulkus diabetes, yaitu dalam penentuan rencana terapi yang
tepat serta pengamatannya. Selama ini ada beberapa sistem klasifikasi yang telah
dikenalkan. Klasifikasi ulkus didasarkan pada ukuran dan kedalam ulkus, adanya hubungan
dengan tulang, jumlah jaringan granulasi dan fibrosis, keadaan sekitar luka dan adanya
infeksi.
Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3 komponen utama yaitu
debridement, offloading dan penanganan infeksi. Penggunaan balutan yang efektif dan tepat
membantu penanganan ulkus diabetes yang optimal. Keadaan sekitar luka harus dijaga
kebersihan dan kelembabannya.

Penegakan diagnosis dini dan penanganan tepat ulkus diabetes merupakan hal yang
penting untuk mencegah amputasi anggota gerak bawah dan menjaga kualitas hidup
penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes
Vol24, Number 2, 2006. p 91-93
Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam Physician, Vol
66, Number 9. 2002. p 1655-62
Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Jun 2008. Available at : URL http ://www.emedicine.com
California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. Cited September 2008.
Availabel at : URL http : // www.Podiatrist.org
Mathes. Plastic Surgery. Trunk and Lower Extremity Vol 6, Second Edition. P 1443 1450
Jones R. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA. 2007
American Medical Association. Lower Extremity Amputation Episodes Among person with
Diabetes-New Mexico,2000. JAMA. 2003 ;289 ;12: 1502-1503
H.Thorne, Charles . Grab's and Smith Plastic Surgery. 6th Edition. p 704-706.
Sumpio BE. Foot Ulcers. NEJM 2000;343:787-93
McCarthy JG, editor. Plastic Surgery. Philadelphia : W.B Saunders Company. ; 1990.p.4079
-92
Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM; Fischer JE, Galloway AC, editors. Principles
of Surgery. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 1999.p.931-1004.
Amstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcer : Prevention, Diagnosis and Classification. Am
Fam Physician. 2008

Boulton JM, Kirsner RS, Vileykite L. Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. NEJM 2004;351:4855
Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, Gibbons GW, Karchmer AW. Assessment and
Management of Foot Disease in Patients with Diabetes. NEJM 1994;331:854-60
Singh N, Amstrong DG, Lipsky BA. Preventing Foot Ulcers in Patients with Diabetes. J Am
Med Ass 2005;293,217-28
Beiser IH. Diabetic Foot. Cited Dec 1998. Available at: URL http:// Dr.Ian H Beiser Podiatric
Page
Parmet S, Glass TJ, Glass RM. Diabetic Foot Ulcers. JAMA' 2005;293(2):260
Bloomgarden ZT.The Diabetic Foot. Diabetes care. 2008;3l:372-376
Doupis J, Veves A. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic Foot Ulcers. Wound.
May 2008; 20:117-126
Brem H, Sheehan p, Boulton AJ. Protocol for Treatment of Diabetic Foot Ulcers. Am J Surg.
2004;187(5A):15-105
Sibbald RG, Amstrong DG, Orsted HL. Pain in Diabetic Foot Ulcers. Ostomy Wound
Management. Apr 2003;49 :24-29
Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis: Epidemiology,
Pathophysiology, and Management. JAMA' 2002; 287 ;19 :2570-2581

S-ar putea să vă placă și