Sunteți pe pagina 1din 62

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan dalam pembuatan referat ini sehingga pada akhirnya referat
yang berjudul Infeksi Virus ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa kekurangan adalah milik manusia dan kesempurnaan
hanyalah milik Tuhan, begitu juga dengan referat ini yang masih jauh dari kesempurnaan,
dimana masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan karena keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sonny
K. Yuliarso, Sp.A selaku pembimbing atas segala bimbingan dan perhatiannya, serta temanteman yang turut membantu dalam pembuatan dan penyusunan referat ini hingga selesai.
Penulis berharap kiranya referat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Akhir kata, penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Jakarta, Desember 2008

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I
COMMON COLD3
BAB II

PENYAKIT SISTEMIK INKLUSI SITOMEGALI ..8


BAB III
DHF16

BAB IV
MENINGITIS 24
BAB V
ENSEFALITIS..29
BAB VI
MORBILI..31
BAB VII
POLIOMIELITIS..39
BAB VIII
VARISELA...45
BAB IX
VARIOLA49
BAB X
PAROTITIS EPIDEMICA...53

BAB I
COMMON COLD

I. Pengertian
Common cold adalah infeksi spesifik pada manusia yang disebabkan oleh virus common
cold

itu sendiri, dan menimbulkan gejala-gejala yang timbul dengan cepat berupa

demam, radang kataral saluran pernapasan atau alat pencernaan. Pada umumnya penyakit
ini akan sembuh dengan sendirinya.
Penyakit ini berpotensi untuk menyerang semua peringkat umur, sama, pada anak-anak
maupun golongan dewasa. Dibanyak kasus common cold menyerang pernapasan atas dan
melemahkan tubuh manusia selama masa epidemic common cold berlangsung, serta
keseluruhan sistem pernapasan terpengaruh.

II. Sejarah Penyakit


Epidemic common cold tercatat pertama kali di Eropa pada tahun 1510. Pada tahun 1968,
satu strain virus common cold yang baru yaitu virus influenza (common cold) Hongkong
28 menimbulkan epidemic di Hongkong.
Common cold menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai jenis ras, segala
tingkatan usia baik pria maupun wanita. Penyebaran umumnya terjadi secara epidemic
yang dapat berkembang sangat luas meliputi hampir semua bagian dunia dan disebut
sebagai pandemic.

III. Etiologi
Ada tiga tipe common cold yaitu tipe A, B, dan C. Tipe A yang paling mematikan, tipe ini
juga bertanggung jawab dalam situasi epidemik penyakit common cold. Serta banyak
kematian terjadi.
Virus common cold tipe A mempunyai dua substrain yaitu substrain yaitu substrain A1
dan substrain A2. Begitu juga dengan virus common cold tipe B mempunyai substrain B1
dan B2. Virus common cold tipe C tidak mempunyai substrain. Semua tipe virus common
cold mempunyai struktur dan sifat morfologis yang sama.

IV. Epidemiologi
Common cold ditularkan secara cepat dari satu penderita kepada orang lain melalui
ludah yang infektif. Virus common cold amat mudah berjangkit dan tersebar dari
manusia ke manusia semasa penderita bersin dan batuk. Pada populasi yang padat
memungkinkan terjadinya penularan yang cepat, epidemik common cold akan segera
terjadi. Tidak terdapat carier pada common cold, tetapi penderita-penderita subklinik
sangat berperan sebagai sumber penular virus. Sebagian besar manusia boleh dikatakan
pernah mengalami infeksi dengan salah satu virus common cold sebelum ia mencapai
masa pubertasnya. Infeksi dengan virus common cold tidak memberikan perlindungan
kekebalan yang lama terhadap infeksi ulang. Sesudah sembuh dari infeksi dengan
common cold A, penderita tidak memiliki daya tahan terhadap common cold B dan
sebaliknya.

V. Patogenesis
Walaupun infeksi biasanya pada saluran napas atas namun sering menyebar ke saluran
napas bawah menimbulkan trakeitis, bronchitis, atau pneumonitis. Pada saluran napas
atas virus ini menyebabkan nekrosis dan deskuamasi epitel bersilia disertai sebukan
padat sel radang terutama limfosit.
Penyebaran infeksi ke saluran napas bawah atau paru, menyebabkan nekrosis serta sel
pelapis alveoli mengelupas, histologik merupakan gambaran pneumonitis virus.
Common cold menyebabkan komplikasi seperti pneumonia bacteria sekunder,
pneumonia virus primer dan meningkatkan tahap serangan kronik yang sedia ada.
Trachea dan bronkeolus secara terus menerus akan mengalami radang hebat, dengan
perkembangan hemorraghe berubah menjadi pneumonia, dengan ciri-ciri paru-paru lebih
besar, warna menjadi ungu dan mengeluarkan darah yang kotor, serta ukuran
mikroskopik berubah dari suatu bagian ke bagian yang lain.
Infeksi virus yang menyeluruh dengan viremia dan juga menyerang parenkim organorgan sehingga dapat menimbulkan kematian, terjadi pada beberapa penderita selama
epidemic yang besar sedang berlangsung. Virus common cold juga dapat menyerang
otak.
Bila virus dimasukkan ke dalam saluran pernapasan dengan penghisapan aerosol, ia
melekat melalui antigen bungkus HA nya pada sel epitel kolumner bersilia, menembus
sel, dan segera mulai pembelahan.
4

Sintesis virion baru tampak kurang daripada 24 jam, menyebar ke sel-sel tetangganya pada
permukaan mukosa saluran pernapasan. Masa inkubasi berakhir hanya 1-3 hari, sesudahnya
terkumpul cukup virus untuk menimbulkan gejala. Individu yang mempunyai imunitas
sebagian terhadap strain virus penginfeksi hanya dapat menimbulkan gejala-gejala faringitis
dan cold. Orang non imun yang terpapar dengan virus common cold, menderita common cold
klasik, dengan angka serangan mungkin setinggi 70%. Tanda-tanda sistematik common cold
mulainya mendadak dan meliputi demam, menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri
lumbosakral, dan sangat lemah. Nyeri kepala dan nyeri otot merupakan keluhan yang sangat
jelas, dan intensitasnya paralel dengan demam yang tinggi. Demam biasanya berakhir 2-4
hari. Batuk kering, nyeri tenggorok, rinorea juga ada, kurang kuat pada permulaan, dan jadi
lebih nyata ketika demam mengurang. Nekrosis sel epitel saluran pernapasan yang terinfeksi
nyata pada common cold, dan keluhan saluran pernapasan menggambarkan cedera ini.
Kelelahan yang sangat sering paling menonjol pada awal tanda-tanda common cold, dan
malaise umumnya gejala yang sembuh paling lambat, biasanya membutuhkan waktu sekitar
satu minggu.
Anak-anak sering mengalami demam yang lebih lama, hilangnya virus lebih lama daripada
dewasa, dan lebih mungkin terjadi pneumonia virus. Flu dapat sebagai pencetus asma pada
anak dengan mengakibatkan jalan napas hiperreaktif. Common cold dapat mempercepat
kejang demam.

VI. Diagnosis
Pada kasus-kasus yang sporadik, common cold sukar didiagnosis dengan pasti oleh
karena banyak sekali penyakit dengan gejala-gejala mirip common cold, terutama
infeksi virus-virus lainnya. Bila telah terjadi epidemic, diagnosis common cold mudah
ditegakkan.
Isolasi virus common cold dari sekresi saluran pernapasan (tidak dari darah atau tinja)
serta menentukan titer antibody yang meningkat merupakan penegak diagnosis pasti
common cold.
Serangan common cold sering secara langsung atau selama epidemik, diagnosis
biasanya dibuat atas dasar klinik saja. Walaupun demikian, pembuktian laboratorium
common cold mempunyai manfaat tersendiri.

VII. Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk memberantas virus common cold. Pengobatan yang
diberikan pada penderita merupakan pengobatan suportif. Tetapi ada sebuah penilitian
yang metodenya sebagai berikut: Metode menggunakan system SID dan dengan
penerapan evidence based medicine dilakukan penelitian dengan memakai 4 skenario
tentang cara melakukan treatmen pengobatan penyakit common cold. 4 diantaranya
adalah sebagai berikut: vitamin C, pengobatan herbal berupa Echinacea, obat batuk
berupa tablet, dan the unlicensed antiviral pleconaril.

VIII. Pencegahan
Pemberian vaksin yang mengandung inactivated virus dari strain-strain virus tipe A
atau B hanya akan bermanfaat jika infeksi common cold yang didapat sesuai dengan
vaksin yang digunakan. Jika komposisi antigenic vaksin tidak sama dengan virus
common cold yang sedang mewabah, maka vaksinasi menjadi tidak efektif. Proteksi
yang dihasilkan sesudah vaksinasi pada umumnya tidak sempurna dan hanya bertahan
selama beberapa bulan saja.
Meskipun demikian, dengan vaksinasi angka kesakitan dapat ditekan dan gambaran
klinik common cold menjadi lebih ringan. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada orangorang tua atau orang-orang yang sedang menderita penyakit berat lainnya, beberapa
saat sebelum tibanya epidemic common cold yang diperkirakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutjahyo,Endarjo. 2003. Infeksi(Common cold): Penyakit-penyakit Infeksi di Indonesia.


Jakarta : Gama Press.
2. Bruce Barrett, MD, PhD, Brian Harahan, BA, David Brown, PhD, Zhengjun Zhang, PhD
and Roger Brown, PhD . 2005 . (Sufficiently Important Difference for Common Cold:
Severity Reduction ).
3. www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel-kesehatan5.html
4. www.medicastore.com/med/common-cold
5. www.victor-health.blogspot.com/2007/08/batuk-pilek-atau-flu.html

BAB II
7

PENYAKIT SISTEMIK INKLUSI SITOMEGALI

I.

Pengertian
Cytomegalovirus (CMV) adalah herpesvirus yang terdapat dimana-mana dan
merupakan penyebab umum penyakit manusia. Cytomegalovirus yang mulanya diisolasi
dari pasien penderita penyakit inklusi sitomegali kongenital, kini dikenal sebagai kuman
patogen penting yang menyerang semua kelompok umur. Cytomegalovirus yang
menyerang manusia adalah satu dari beberapa virus khusus yang menimbulkan penyakit
yang sama pada beragam hewan. Semuanya dikaitkan dengan terjadinya perbesaran sel
yang terinfeksi virus, sehingga dinamakan cytomegalo. Karakteristik cytomegalovirus
adalah sebagai berikut:
1. Cytomegalovirus termasuk famili herpesvirus
2. Diameter virion: 100-200 manomikron
3. Mempunyai selubung (envelop)
4. Bentuk incosahedral nukleokapsid
5. Asam nukleat: DNA

II.

Etiologi
Cytomegalovirus adalah anggota kelompok virus herpes beta dan mengandung
DNA double-stranded, kapsel protein, dan selubung lipoprotein. Seperti anggota
kelompok virus herpes lainnya, cytomegalovirus memiliki gambaran ikosahedral yang
simetris, bereplikasi dalam sel nukleus dan dapat menyebabkan infeksi lisis dan produktif
atau infeksi laten.

III. Epidemiologi
Cytomegalovirus bersifat endemik diseluruh dunia. Hal ini terjadi sepanjang
tahun, tanpa variasi musiman yang terlihat pada angka infeksi. Prevalensi infeksi beragam
menurut status sosial ekonomi, kondisi lingkungan, dan praktek higienis. Prevalensi
antibodi mungkin sedang (40-80%) pada orang dewasa dalam kelompok sosial ekonomi
tinggi di Negara maju. Berbeda dengan prevalensi sebesar 90-100% pada anak-anak dan
orang dewasa di Negara berkembang dan dalam kelompok ekonomi rendah di Negara
maju.
Manusia adalah satu-satunya inang yang diketahui untuk cytomegalovirus.
Penularan memerlukan kontak erat dari orang ke orang. Virus mungkin dikeluarkan
dalam urin, air liur, air susu, dan sekresi servikal dan dibawa dalam sel darah putih yang
bersirkulasi. Penyebaran secara oral dan pernapasan kemungkinan merupakan jalur utama
penularan cytomegalovirus. Virus ini dapat menyebar melalui plasenta, melalui tranfusi
darah, melalui transplantasi organ, dan melalui kontak seksual.
Infeksi baru hampir selalu asimtomatik. Setelah infeksi, virus dikeluarkan dari
berbagai tempat. Pengeluaran virus dapat terjadi terus menerus bertahun-tahun, sering
secara intermiten, karena virus laten menjadi direaktivasi. Karena itu, pemaparan
cytomegalovirus berlangsung secara luas dan sering.
Infeksi dalam rahim dapat menimbulkan penyakit serius pada bayi yang baru lahir.
Sekitar 1% bayi yang lahir di AS terinfeksi oleh cytomegalovirus. Sebagian besar
memiliki infeksi subklinik tetapi kronik, 10% mengalami penyakit inklusi sitomegalik
dengan kecenderungan terjadi cacat. Angka kematian yang tinggi (sampai 30%) diantara
mereka dengan penyakit inklusi sitomegalik. Infeksi kongenital, baik bersifat subklinik
maupun klinik, menimbulkan infeksi kronik, dengan pengeluaran virus dapat dieteksi
selama bertahun-tahun. Beberapa infeksi didapat selama persalinan melalui pemaparan
virus pada saluran genital ibu. Jauh lebih banyak bayi (8-60%) menjadi terinfeksi
cytomegalovirus pada bulan pertama kehiduapan, sering dari air susu yang terinfeksi atau
melalui penyebaran perawatan. Kebanyakan infeksi ini bersifat subklinik tetapi biasanya
kronik, dengan pengeluaran virus yang menetap selama bertahun-tahun.
Cytomegalovirus dapat ditularkan melalui transfusi darah. Perkiraan resikonya
bervariasi tetapi kemungkinan sekitar 3% per unit darah lengkap. Infeksi cytomegalovirus
sangat meningkat pada populasi dengan fungsi imun yang lemah. Lebih dari 90%
9

penerima transplan sumsum tulang atau ginjal menjadi terinfeksi, sebagian besar
mengakibatkan reaktivasi virus laten yang dimilikinya. Hampir 100% pasien AIDS
bersifat seropositif untuk cytomegalovirus dan beresiko tinggi untuk penyakit yang
diinduksi cytomegalovirus.

IV. Patogenesis
Infeksi bawaan cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi
dari ibu. Namun, penyakit yang diderita janin atau bayi yang baru lahir dikaitkan dengan
infeksi primer ibu. Infeksi primer pada usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan
dengan respon limfosit T yang hebat. Respon limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya
simdroma mononukleosis yang serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-Barr.
Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi.
Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer, cytomegalovirus menetap
pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan laten melibatkan
bermacam sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah atau transplantasi organ
berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan ini. Cytomegalovirus dapat
menyebabkan respons limfosit T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan
superinfeksi oleh kuman oportunistik. Cytomegalovirus juga dapat mejadi faktor
pembantu dalam mengaktifkan infeksi laten HIV.

V. Patologi
Sel sitomegalik in vivo diyakini sebagai sel epitel yang terinfeksi. Sel ini
berukuran 2-4 kali lipat daripada sel disekitarnya. Sel sitomegalik dapat ditemukan di
berbagai organ, termasuk kelenjar liur, paru, hati, ginjal, pankreas, kelenjar adrenal, dan
sistem saraf pusat.
Pada infeksi cytomegalovirus susunan saraf pusat dapat menunjukan kelainankelainan sebagai berikut:
1. Nekrosis
2. Edema serebri
3. Perdarahan petekhial
4. Lesi lakuner
5. Hidrosefalus
10

VI. Gejala Klinis


1. Infeksi Cytomegalovirus Kongenital
Penyakit inklusi sitomegalik tumbuh kira-kira 5% dari janin yang terinfeksi
dan terdapat hampir pada semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
primer saat masa kehamilan. Gambaran paling umum (60-80%) adalah pedikie,
pembesaran hati dan limfa, serta ikterus.
Diagnosis banding penyakit inklusi sitomegali pada bayi adalah sifilis, rubella,
toksoplasmosis, herpes simpleks, dan sepsis bakterialis. Sebagian besar infeksi
bawaan cytomegalovirus tidak tampak pada saat lahir. Antara 5-25% bayi yang
terinfeksi secara asimtomatis akan menunjukan tanda yang jelas berupa gangguan
psikomotorik, pendengaran, penglihatan, atau pada susunan gigi setelah beberapa
tahun kemudian.

2. Infeksi Cytomegalovirus Perinatal


Kira-kira 40-60% bayi yang disusui oleh ibu seropositif selama jangka waktu
lebih dari 1 bulan, maka bayi tersebut akan tertular. Penularan iatrogenik juga dapat
melalui transfusi darah pada bayi yang baru lahir. Sebagian besar bayi yang tertular
pada saat atau beberapa saat setalah persalinan akan tetap asimtomatis.

3. Mononukleosis Cytomegalovirus
Manifestasi klinis infeksi cytomegalovirus yang paling sering dijumpai pada
pejamu diluar masa neonatal adalah sindroma mononukleosis heterofil-antibodinegatif. Hal ini dapat timbul setelah transfusi produk darah yang mengandung
leukosit. Sindroma ini paling sering kena pada orang dewasa muda dengan kehidupan
seks yang aktif. Masa tunas berkisar antara 20 sampai 60 hari, dan penyakit umumnya
berlangsung selama 2-6 minggu. Ciri khas penyakit ini adalah demam yang tinggi
berkepanjangan, kadang disertai menggigil, keletihan badan yang berlarut-larut, dan
malaise.
Sebagian besar pasien sembuh tanpa gejala sisa, walaupun astenis pascavirus
bertahan selama beberapa bulan. Cytomegalovirus dikeluarkan di air seni, cairan
kelamin, atau liur yang berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Sejumlah kecil
pasien mengalami episode demam dan malaise yang berulang, sering kali
11

dihubungkan dengan kegagalan fungsi autonom sistem syaraf, misalnya berkeringat


atau pelebaran pembuluh darah wajah.
4. Infeksi Cytomegalovirus dengan Tanggap Imun yang Lemah
Anggapan kesakitan maupun angka kematian ditingkatkan oleh infeksi
cytomegalovirus primer dan kambuhan pada orang-orang dengan fungsi imun
terganggu. Pneumonia merupakan komplikasi yang sering. Pneumonia interstisial
yang disebabkan oleh cytomegalovirus adalah penyakit yang menyebabkan kematian
dalam sumsum tulang penerima transplant. Cytomegalovirus seringkali menyebabkan
penyakit pada pasien AIDS; masalah yang sering timbul adalah gastroenteritis dan
korioretinitis yang sering mengakibatkan kebutaan yang progresif. Kolon merupakan
tempat pada saluran pencernaan yang paling sering terkena.

VII. Diagnosis
Manifestasi klinis infeksi CMV tidak cukup untuk membuat diagnosis klinis,
tanpa konfirmasi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. Virus CMV
dapat diperoleh dari urin, saliva, lendir tenggorokan, serviks, dan biopsi jaringan.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan cara:
a) Isolasi virus dengan kultur sel.
b) Pemeriksaan inclusion bodies pada sel epitel yang terinfeksi CMV yang didapat
dari sedimen urine atau cairan lambung.
c) Pemeriksaan serologi ditujukan untuk pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan IgM,
yang dapat digunakan untuk:

Menentukan infeksi viral akut atau yang sedang berlangsung

Menentukan status imunitas terhadap virus

d) Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dipakai untuk menentukan adanya viral
DNA pada specimen klinik, misalnya pada pemeriksaan cairan amnion untuk
menentukan adanya infeksi CMV kongenital.

12

2. Pemeriksaan Radiologik/Pencitraan
a) Ultrasonografi / USG sangat bermanfaat untuk pemeriksaan adanya kelainan
intracranial baik pada fetus maupun pada bayi dan anak yang ubun-ubunnya
masih terbuka. Dengan USG dapat diidentifikasi adanya kalsifikasi intraserebral,
hidrosefalus,

mikrosefal,

porensefali,

hidransefalus

atau

keterlambatan

pertumbuahn intra uterin.


b) CT Scan
Pada CT Scan dapat ditunjukan adanya:

Edema otak

Area hipodensitas

Efek massa

Contrast enhancement

Hidrosefalus

Perdarahan

Kalsifikasi kortikal, periventrikuler

c) MRI
Pada MRI kelainan otak akibat infeksi virus tampak jelas daripada CT Scan.
3. Biopsi Otak
Biopsi jaringan otak dapat dilakukan untuk pemeriksaan inclusion bodies pada
sel-sel susunan saraf pusat yang terinfeksi CMV dan untuk pemeriksaan kultur sel.

VIII. Terapi dan Pencegahan


Obat-obat spesifik yang memberikan harapan untuk terapi pada penyakit CMV adalah:
1. Ganciclovir (D H P G dihydroxy 2 propoxy methyl guarine)
Dosis intravena: 5 - 7,5 mg/kgBB
Dosis oral untuk dewasa: 3 x 1 gr atau 6 x 500 mg
Aktivitas anti virus dari ganciclovir adalah dengan menghambat sintesa DNA
2. Foscarnet (Fosfonoformate)
Dosis intravena: 60 90 mg/kg BB/hari
13

3. Imunoglobulin yang mengandung titer antibodi anti CMV yang tinggi


4. Valaciclovir dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksis untuk penyakit
akibat infeksi CMV pada individu dengan imunokompromais.
Vaksin cytomegalovirus hidup telah dikembangkan melalui pasase yang diperluas
dalam sel manusia dan telah mengalami beberapa percobaan klinik pendahuluan. Berbeda
dengan infeksi alamiah, penyebaran virus maupun reaktivasi infeksi laten telah dapat
dideteksi dengan virus vaksin. Namun, penggunakan vaksin hidup cytomegalovirus masih
terus diperdebatkan karena keamanannya. Pendekatan lain terhadap imunisasi (tidak
menggunakan virus hidup) melibatkan penggunakan polipeptida cytomegalovirus yang
dimurnikan untuk menginduksi antibodi neutralisasi.

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam FK UGM 2002.Editor
: prof.dr.H.A.H.Asdie,Sp.PD , dr. Rawan Broto SP.PD.2002.Yogyakarta: MEDIKA
Fakultas Kedokteran UGM bekerjasama dengan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM Yogyakarta.

2.

http://naya.web.id/2007/01/25/infeksi-sitomegalovirus/

3.

http://www.healthline.com/blogs/pregnancy_childbirth/2006/09/cytomegalovirus

-cmv-

primary-or.html
4. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000568.htm

15

BAB III
DHF

I. Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti (betina).

II. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe.
Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan
dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 19531954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh
dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 0C. Dengue merupakan serotipe
yang paling banyak beredar.

III. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).

16

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,


terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran
plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan

kondisi

yang

buruk

bahkan

bisa

mengalami

renjatan.

Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada
DHF menyangkut 3 faktor yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan
koagulasi.

IV. Gambaran Klinis


Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi
anatara 13 15 hari, tetapi rata-rata 5 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa
suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit
kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di
bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
pembengkakan,

lakrimasi,

fotofobia,

otot-otot

sekitar

mata

terasa

pegal.

Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 12 jam
sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama
beberapa

jam

dan

biasanya

tidak

diperhatikan

oleh

pasien.

Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mulamula berbentuk makula besar yang kemudian

17

bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini
terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya
kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada
hari ke 4 dan ke 5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis,
hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam
telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung
jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan
darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

V. Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut:
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam
disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1. Uji tourniquet positif
2. Petekia, purpura, ekimosis
3. Epistaksis, perdarahan gusi
4. Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus
d. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ).
Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

18

VI. Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 derajat :
a. Derajat I
Demam disertai , trombositopenia, gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji
tourniquet dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah
(hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini
renjatan).
d. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

VII. Pemeriksaan Diagnostik


Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat
dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai
hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan
hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan
tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah
19

pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya
limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

VIII. Diagnosa Banding


Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
a. Demam chikunguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 40 0C
disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b. Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya
leukopenia, limfositosis relatif.
c. Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam
timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
d. Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak
terjadi hemokonsentrasi.

IX. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.

20

d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau
plasma ekspander atau dekstran sebanyak 2030 ml/kgBB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara
klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam.

21

Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada
pasien DBD tanpa renjatan apabila :
-

Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.

Hematokrit yang cenderung meningkat.

X. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
- Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan
pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
- Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat
rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
- Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah
sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
- Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.

Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain:


a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan.
Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang
nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1
ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.

22

b. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
(perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari).
2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.


2. Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3. Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4. Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.

24

BAB IV
MENINGITIS

I. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer yang
mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri,
virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis
berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat
berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara
tersebut.

II. Etiologi
Penyebab infeksi ini sebagian besar disebabkan oleh virus seperti enterovirus
(poliomyelitis, Coxsakie A dan B), echovirus, mumps, virus herpes simplex, varisela,
herpes zoster, hepatitis, dan adenovirus

III. Anatomi Fisiologi


Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a. Pia meter
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan
sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk strukturstruktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.

25

c. Dura meter
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat.

IV. Tipe Meningitis

Meningitis Kriptikokus
Adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke
tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini
dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini
paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.
Diagnosis
Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua
cara. Tes yang disebut CRAG mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh
kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh
cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama. Tes
biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif.
Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan
tinta India.

Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si
penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di
musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.
Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan
virus penyebab flu perut.

Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu
bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak
kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar

26

yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal
dan menyebabkan kematian.

Meningitis Tuberkulosis Generalisata


Gejala: demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda
perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat
labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
otak, darah, radiologi, test tuberculin.

Meningitis Purulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk,
kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum,
rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab:

Diplococcus

pneumonia

(pneumokok),

Neisseria

meningitides

(meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus


influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa.
Diagnosis: dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah
tepi, elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik,
pemeriksaan EEG.

V. Gejala Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda
Kernigs dan Brudzinky positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa
yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit

27

kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah,
leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul
bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa
kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak
beraturan.

VI. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini memakai
darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil
dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah
jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum
menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang
belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat
disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi
lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.

VII. Pengobatan
-

Istirahat
Pengobatan simtomatis (anti kejang, anti piretik, anti edema otak)
Acyclovir, 10 mg/kgBB tiap 8 jam selama 10 hari
Ara-A (Vidarabine), 15 mg/kgBB/hari IV 12 jam selama 10 hari

VIII. Pencegahan
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri
penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci
tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk
tidak berbagi makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah
penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin
seperti HiB, MMR, dan IPD.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL : http://www.bluefame.com/lofiversion/index


php/t47283.html
2. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi.
3. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
4. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL:
http://spiritia.or.id/li/bacali.php

29

BAB V
ENSEFALITIS

I. Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent.

II. Etiologi
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering:

Herpes simplex

- Arbo virus
Jarang:

Entero virus

Mumps

- Adeno virus
Post Infeksi:

- Measles
- Influenza
- Varisella

Post Vaksinasi: - Pertusis

Ensefalitis virus:

30

Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili, virus rabies,
virus rubella, virus denque, virus polio, cockscakie A,B Herpes Zoster, varisela, Herpes
simpleks, variola.
III. Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.
Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar
ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem saraf.

IV. Gejala Klinis


Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis,
Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis:
- Panas badan meningkat, photo fobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai
gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Ensefalitis
2. www.medicastore.com/Ensefalitis
3. http://fkuii.org/Ensefalitis

32

BAB VI
MORBILI

I. Definisi Morbili
Infeksi menular yang disebabkan oleh virus morbili & di tandai dengan terjadinya
eksentama akut (demam, batuk, konjungtivitis dan ruam kulit). Istilah umum yang dipakai
untuk morbili yaitu campak.

II. Epidemiologi:
Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara antara lain :
a. Percikan ludah yang mengandung virus
b. Kontak langsung dengan penderita
c. Penggunaan peralatan makan & minum bersama.
Penderita dapat menularkan infeksi dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam
kulit dan selama ruam kulit ada.
III. Etiologi :
Virus Rubeola
a. Virus ini memiliki RNA rantai tunggal
b. Famili paramiksovirus
c. Sampai saat ini hanya ada satu serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit
pada manusia.
Faktor Resiko
a. Daya tahan tubuh yang lemah
b. Belum pernah terkena campak
c. Belum pernah mendapat vaksinasi campak.

33

IV. Gejala
Gejala dimulai antara 7-20 hari (rata-rata 10-12 hari) sesudah terinfeksi. Gejala awal
sulit dibedakan dengan influensa biasa. Dimulai dengan demam tinggi, hidung berair,
batuk ringan, sariawan, nyeri menelan, dan mata merah berair. Anak menjadi cengeng
dan matanya selalu terpejam akibat radang pada selaput lendir mata (konjungtivitis).
Ruam dapat muncul pada selaput lendir mulut daerah pipi 2-4 hari kemudian. Ruam di
daerah ini dikenal dengan istilah bercak Koplik (Koplik's spots). Nama tersebut diambil
dari Henry Koplik, nama seorang dokter spesialis anak di Amerika Serikat yang pertama
mendeteksi tanda itu. Bercak Koplik seringkali digambarkan seperti garam yang ditabur
di atas permadani merah. Gambaran itu memang tepat, karena bercak koplik tampak
sebagai titik-titik putih kecil dikelilingi oleh dasar mukosa yang merah. Bercak ini hanya
muncul pada masa inkubasi dan cepat menghilang.
3-5 hari setelah gejala pertama (1-2 hari setelah munculnya bercak Koplik), demam
menjadi semakin tinggi lalu diikuti dengan munculnya ruam-ruam berwarna kemerahan.
Sebagian ruam hanya berupa perubahan warna saja (makula), tapi sebagian lagi berupa
lesi yang agak menonjol (papula). Oleh karena itu, erupsi yang terjadi diistilahkan
sebagai erupsi makulopapula.
Ruam yang terasa sedikit gatal ini mula-mula muncul di belakang telinga. 1 - 2 hari
kemudian ruam akan menyebar ke leher, dada, punggung, perut, dan akhirnya lengan
serta tungkai. Pada saat ini ruam di wajah mulai menghilang.
Pada puncak penyakit, penderita tampak sakit berat, ruam sangat luas, dan suhu tubuh
dapat mencapai lebih dari 40C. Batuk dapat bertambah parah. Pada keadaan yang berat,
ruam biasanya akan tampak lebih gelap (merah kehitaman).
Dalam 3-5 hari setelah munculnya ruam, suhu tubuh mulai kembali normal. Penderita
akan merasa lebih baik dan ruam yang tersisa akan segera mengalami deskuamasi
(pengelupasan lapisan tanduk kulit) dan menghilang. Walau demikian, ruam tersebut
akan meninggalkan bekas berupa bercak berwarna kehitam-hitaman yang baru
menghilang dalam waktu yang cukup lama ( 1 bulan). Bercak ini merupakan tanda khas
bahwa seseorang baru saja terkena campak.

34

Batuk biasanya masih tetap ada sampai beberapa hari kemudian. Kadang-kadang kadar
platelet darah dapat turun sangat rendah (trombositopenia). Akibatnya penderita mudah
mengalami perdarahan (ditandai dengan mudah memar).
V. Pemeriksaan Laboratorium
Serologi
Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya.
Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan adalah:
1. Fiksasi komplemen
2. Inhibisi hemaglutinasi
3. Metode antibodi fluoresensi tidak langsung

VI. Patologi Anatomi


Pada organ limfoid dijumpai:
Hiperplasia folikuler yang nyata
Sentrum germinativum yang besar
Sel Warthin-Finkeldey
Sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak
Sel ini memiliki nukleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma
Sel ini merupakan tanda patognomonik campak
Pada bercak Koplik dijumpai:
Nekrosis
Neutrofil
Neovaskularisasi

VII. Diagnosa
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap awal, sulit untuk
menegakkan diagnosa campak. Adanya konjungtivitis merupakan petunjuk berharga

35

dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita berhasil menemukan bercak Koplik,
maka diagnosa dini dapat kita tegakkan.

Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa:


Riwayat kontak dengan penderita campak
Gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis
Bercak Koplik (patognomonik)
Erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas
Bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh

VIII. Pengobatan
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit campak.
Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk mengurangi demam dan batuk,
sehingga penderita merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik.
Dengan istirahat yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang
ringan) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan
nasehat agar selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol
bila penyakit bertambah berat.

Umum
Isolasi untuk mencegah penularan
Tirah baring
Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
Kompres hangat bila panas badan tinggi

36

Farmakoterapi
Sampai saat ini belum ada obat yang spesifik untuk mengobati campak. Obat-obatan yang
dipergunakan biasanya hanya untuk terapi simtomatik. Antibiotika dapat diberikan bila terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri.
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
Pengurang batuk (antitusif)
Vitamin A dosis tunggal
Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
Di atas 1 tahun: 200.000 unit
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis
media dan pneumonia)

IX. KOMPLIKASI
Berbagai penyakit dapat terjadi pada penderita campak. Penyakit tersebut antara lain:
Konjungtivitis
Stomatitis
Bronkopnemonia
Diare
Otitis media
Laringitis
Malnutrisi
Purpura trombositopenia
Ensefalitis
Subakut sklerosing panensefalitis (SSPE)
Malnutrisi merupakan komplikasi yang tidak boleh dipandang enteng. Malnutrisi dan campak
membentuk suatu lingkaran setan. Malnutrisi memudahkan terjadinya sekaligus memperberat
campak, sedangkan campak akan menyebabkan penderita mengalami malnutrisi. Campak
dapat menyebabkan hal tersebut karena:
37

Penderita (terutama anak) malas makan akibat mulut sakit (akibat stomatitis)
Diare menyebabkan turunnya kemampuan penyerapan makanan
Demam meningkatkan metabolisme tubuh sehingga energi yang didapat dari makanan
akan terbuang
Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000 sampai 2000 kasus, ditandai dengan demam
tinggi, kejang dan koma. Hal ini biasanya terjadi antara 2 hari sampai 3 minggu setelah ruam
muncul. Ensefalitis biasanya berlangsung singkat dan sembuh dalam waktu satu minggu, tapi
kadang-kadang bisa berkepanjangan dan mengakibatkan terjadinya kerusakan otak yang
serius bahkan kematian.
Subakut sklerosing panensefalitis merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Keadaan
ini disebabkan oleh virus "detektif" yang mengalami hipermutasi. Keadaan ini dapat
berkembang bertahun-tahun kemudian, khususnya bila campak terjadi pada usia muda.

X. PROGNOSIS
Pada anak yang sehat dan cukup gizi, campak biasanya tidak menjadi masalah serius.

XI. Pencegahan
Hindari kontak dengan penderita campak
Imunisasi campak pada usia 9 bulan
Imunisasi MMR pada usia 15 bulan
Gamma globulin
Dapat diberikan pada anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada riwayat kontak
dengan penderita
Hanya memberikan perlindungan singkat ( 3 bulan)
Dosis: 0.2 ml/kgBB
Vaksinasi biasanya dapat memberikan perlindungan seumur hidup pada penerimanya. Walau
demikian, pada beberapa kasus, orang yang telah mendapat vaksinasi masih bisa terkena
penyakit campak. Bila ini terjadi, gejala yang dialami biasanya bersifat ringan.
38

DAFTAR PUSTAKA

1. www.medicastore.com/morbili
2. www.wikipedia.org/morbili
3. www.pubmed.org
4. www.depkes.go.id
5. www.emedicine.com/morbili

39

BAB VII
POLIOMIELITIS

Poliovirus

Klasifikasi virus
Golongan:
Familia:
Genus:
Spesies:

Golongan IV ((+)ssRNA)
Picornaviridae
Enterovirus
Poliovirus

I. Definisi
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus.
Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralisis).

40

II. Etiologi
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio
menular melalui kontak antar manusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika
seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah
virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular.
Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam.
Polio menyerang tanpa mengenal usia, 50% kasus terjadi pada anak berusia antara 3 - 5
tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 - 35 hari.
Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi
poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang
terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama
beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.

III. Jenis Polio


Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi
kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun
strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200
penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi
pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu
darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang
saraf tulang belakang dan syaraf motorik yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode
inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan
atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf
tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat
41

menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam
sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak
memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan
bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan
tungkai menjadi lemas, kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP).
Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang
tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut
terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf
kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola
mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata,
gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal
yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah
dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf
tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga
sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot
pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi
kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paruparu. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan
'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara
menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara
ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan
mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang
jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
42

Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga
saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru
besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan
dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen.
Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
Anak-anak dan polio
Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan menjadi
kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang memiliki sanitasi baik justru
menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil.
Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu pencegahan polio di masa depan karena
polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita
polio bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layu otot;
gejala ini disebut sindrom post-polio.

Vaksin efektif pertama


Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk menolak untuk mematenkan
vaksin ini karena menurutnya vaksin ini milik semua orang seperti halnya sinar matahari.
Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah vaksin yang dikembangkan oleh
Albert Sabin.

IV. Gejala Klinis


Terdapat 4 gejala
1. Asimptomatis: inkubasi 7-10 hari, krn daya tahan tubuh maka tidak bergejala
2. Poliomielitis abortif: pada daerah epidemi, kontak +, mendadak sampai beberapa hari
dengan gejala infeksi virus umumnya (seperti influenza)
3. Poliomiletis non paralitik: gejala sama dengan poliomielitis abortif (nyeri kepala,
nausea, vomitus), gejala khas nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh, tungkai.
Kaku kuduk +

43

4. Poliomielitis paralitik: gejala nomor 3 ditambah kelemahan satu atau sekumpulan


otot:
-

Bentuk Spinal
Bentuk Bulbair
Bentuk Bulbospinal
Bentuk Ensefalitik

V. Pengobatan
- Istirahat
- Pengobatan simtomatik:
1. Fase akut: analgetik, antipiretik, tergantung komplikasi
2. Sesudah fase akut: kontraktur, atrofi, atoni dikurangi dengan fisioterapi

44

DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/poliomyelitis
2. http://id.medicastore.com/poliomyelitis

45

BAB VIII
VARISELA

I. Definisi
Cacar air adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela zoster, virus yang berupa
DNA rantai ganda, berdinding, dan berbentuk ikosahedral. Virus ini merupakan anggota
dari keluarga herpesvirus. Manusia adalah satu-satunya penjamu alamiahnya. Penyakit ini
biasanya

ringan

dan

dapat

sembuh

sendiri

dengan

ciri

berupa

eksantema.

Penularan penyakit ini berawal dari paparan terhadap virus Varisela zoster melalui
konjungtiva atau traktus respiratorius (air borne disease). Virus ini bereplikasi di
nasofaring dan saluran napas atas, kemudian menyebabkan viremia primer dan
menginfeksi limfonodi regional, hati, limpa, dan organ lainnya. Setelah itu diikuti dengan
viremia sekunder yang menghasilkan infeksi pada kulit dengan ciri ruam vesikuler khas.
Setelah penyakit cacar air mengalami resolusi, virus tetap dorman di sel ganglia dorsalis
sebagai infeksi laten seumur hidup. Pada reaktivasi oleh berbagai sebab, virus bermigrasi
ke bawah mengikuti jalur saraf sensoris menuju kulit. Reaktivasi ini menyebabkan ruam
pada dermatomnya dan sangat nyeri. Manifestasi dari reaktivasi virus Varisela zoster yang
laten ini disebut Herpes Zoster.

II. Manifestasi Klinis


Masa inkubasi virus Varisela zoster bervariasi antara 10-14 hari, tetapi bisa juga
memanjang hingga 21 hari. Pada akhir masa inkubasi, muncul gejala prodromal selama
24-48 jam yang mendahului munculnya ruam kulit. Gejala prodromal bisa berupa demam
46

ringan, nyeri perut, sakit kepala, batuk, coriza, nyeri tenggorok, malaise, anoreksia, dan
kadang-kadang

disertai

dengan

ruam

kulit

skarlatiniform

atau

morbiliform.

Ruam kulit muncul dimulai dari tubuh penderita, kemudian menyebar ke muka dan kulit
kepala dengan keterlibatan minimal. Bila ada, bisa juga dtemukan pada bagian distal
anggota-anggota gerak. Rasa gatal adalah gejala yang mengikuti munculnya ruam kulit
yang selalu ditemukan dan sangat mengganggu.
Ruam-ruam kulit tersebut terjadi secara cepat dan mulai sebagai gerombolan papul kecilkecil berwarna merah. Ruam segera berubah menjadi vesikel jernih berbentuk lonjong
seperti tetesan air mata dengan dasar eritem. Vesikel ini biasanya tidak berumbilikasi.
Cairan dalam vesikel akan menjadi keruh dalam 24 jam. Vesikel tersebut mudah pecah
dan kemudian berkrusta. Kadang-kadang vesikel langsung mengering sebelum menjadi
keruh.
Jumlah lesi yang timbul pada puncak perjalanan penyakit tersebut antara 100-500 buah.
Erupsi yang terjadi berupa papul, vesikel awal, lanjut, dan krusta yang semuanya
didapatkan pada saat bersamaan (polimorfis). Kelompokan vesikel yang tersebar luas
terus bererupsi selama 3-4 hari. Pada penyakit berat yang jarang terjadi, lesi kulit muncul
sebagai gumpalan keras seperti mutiara.
Vesikel-vesikel bisa juga muncul pada mukosa terutama di dalam mulut. Vesikel ini
dengan cepat akan mengalami perlunakan. Bagian atas lesi mengalami ulserasi dan
membentuk ulkus dangkal. Yang jarang ditemukan adalah lesi pada mukosa alat kelamin,
konjungtiva, dan kornea yang potensial menyebabkan bahaya bagi pengelihatan
penderita. Selain lesi kulit, mungkin dapat ditemukan adanya limfadenopati menyeluruh.

III. Komplikasi
Pneumonia varisela, biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh
sempurna.
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, dll.

IV. Diagnosis

47

Diagnosis varisela atau herpes zoster biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
khas penyakit. Pemeriksaan laboratorium jarang diperlukan. Pada pemeriksaan darah
biasanya ditemukan leukopenia dalam 72 jam pertama, kemudian diikuti dengan
terjadinya limfositosis relatif dan absolut. Imunoglobulin G (IgG) antibodi virus Varisela
zoster bisa dideteksi menggunakan beberapa metode. Peningkatan IgG antibodi 4 kali
lipat atau lebih menunjukkan terjadinya infeksi akut.

V. Diagnosis Banding
Membedakan cacar air dengan penyakit cacar adalah hal yang penting. Petunjuk klinis
yang bisa digunakan adalah:
Ruam kulit pada cacar air dimulai dari tubuh penderita kemudian menyebar ke
perifer, sedangkan ruam kulit penyakit cacar cenderung menyebar dari perifer ke
arah tubuh.
Lesi-lesi pada penyakit cacar cenderung ditemukan pada daerah kulit yang
mengalami tekanan atau peregangan, seperti di atas punggung hidung, pergelangan
tangan, daerah ikat pinggang, sedangkan lesi pada cacar air tidak memperlihatkan
kecenderungan demikian.
Lesi-lesi pada penyakit cacar air bersifat lebih superfisial dan tidak berumbilikasi,
sedangkan lesi penyakit cacar cenderung lebih dalam, bersifat jelas pada perabaan,
dan biasanya berumbilikasi.
Lesi-lesi cacar air dapat dijumpai pada setiap tingkat perkembangan pada suatu
waktu tertentu, sedangkan lesi-lesi penyakit cacar, pada setiap fase penyakit akan
didapatkan tingkat yang sama.

Gejala prodromal cacar air berlangsung dalam waktu singkat (1-2 hari) dan
biasanya bersifat ringan, sedangkan gejala prodromal penyakit cacar berjalan lebih
lama (3-4 hari) dan dapat bersifat berat dimana ditemukan demam tinggi yang akan
menurun dengan cepat bersamaan dengan munculnya ruam-ruam kulit.

VI. Pengobatan

48

Simtomatik: lokal dengan bedak salisilat 1% dan mencegah infeksi sekunder (misal
dengan menggunting kuku agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur
sesering mungkin)
Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus.
Bila terdapat infeksi sekunder gunakan antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson WE. Varicella-Zoster Virus. Available at http://www.emedicine.com/


2. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
Philadelphia, WB Saunders, 2004.
3.

Lichenstein

R.

Pediatrics,

Chicken

Pox

or

Varicella.

Available

at

http:

//www.emedicine.com/
4. Mehta PN. Varicella. Available at http://www.emedicine.com/

49

BAB IX
VARIOLA (CACAR, SMALLFOX)

I. Definisi
Variola adalah suatu penyakit akut menular dengan gejala umum yang berat yang
disebabkan oleh virus variola.

II. Etiologi
Virus variola dari genus orthopoxvirus

III. Epidemiologi
Ditularkan secara langsung dan airborne.
Pada tahun 1967 WHO mulai melaksakan rencananya membasmi penyakit variola
diseluruh dunia. Penyakit variola yang sejak berabad-abad menyerang manusia ketika itu
secara endemis didapatkan di 30 negara.WHO menyatakan suatu negara bebas cacar
setelah meneliti laporan dan mengadakan penyelidikan di lapangan 2 tahun setelah di
laporkan kasus cacar terakhir di negara tersebut. Pada tahun 1973 Amerika selatan
dinyatakan bebas cacar, pada tahun 1974 menyusul indonesia, pada tahun 1975
50

bangladesh dan 3 tahun setelah ditemukan kasus variola yang terakhir di afrika, WHO
pada bulan mei 1980 menyatakan dunia bebas cacar. Dengan kenyataan dunia bebas
cacar dan tidak ada binatang yang merupakan host bagi virus variola dan virus ini diluar
host dapat hidup selama 6-12 bulan, maka sekarang virus variola hanya didapatkan di
15-20 laboratorium yang memelihara virus variola untuk kegunaan penelitian.

IV. Patologi
Terdapat perubahan khas kulit, selaput lendir dan organ tubuh. Di kulit terjadi perubahan
kapiler pada lapisan korium. Pula terjadi degenerasi sel lapisan epidermis, sehingga selsel membengkak dan dekat nukleus tampak badan Guarnieri yang terdiri dari bahan
elementer virus sebesar 2-8 mikron. Sel-sel tersebut pecah menjadi vesikel yang
berserambi banyak. Terdapat cekungan ditengah-tengah vesikel (umbilikasi) yang
merupakan tanda khas variola. Penyembuhan kemudian terjadi tanpa menimbulkan
bekas kecuali pada muka dengan banyak kelenjar keringat atau bila ada infeksi sekunder.
Pada selaput lendir pernapasan dan pencernaan dapat terjadi kelainan seperti pada kulit.

V. Gejala Klinis
Nelson membagi variola secara klinis dalam 4 bagian, yaitu:
I. Variola mayor
1. Variola diskreta
Yaitu bila tidak smeua bagian muka terkena
2. Variola konfluens
Yaitu bila semua muka terkena

51

3. Variola hemoragika
a. Vesicular hemorrhagic smallpox: perdarahan dalam vesikel. Biasanya penderita
meninggal dunia sebelum vesikel timbul.
b. True hemorrhagic smallpox (black smallpox): perdarahan merata
Timbul pada hari kedua sampai ketiga setelah stadium prodromal. Warna hitam
disebabkan oleh ekimosis dibawah vesikel. Biasanya penderita meninggal sebelum
gejela khas lain timbul
4. Variola modifikata
II. Variola minor (alastrim)
Gejala tidak berat dan jarang menyebabkan kematian
III. Varioloid
Gejala klinis ringan dan terdapat pada penderita yang sebelumnya pernah mendapat
vaksinasi
IV. Tipe abortif
Kadang-kadang tanpa erupsi kulit dan terdapat pada penderita yang mendapatkan
vaksinasi tidak lama sebelum kontak dengan penderita variola.

Masa inkubasi biasanya 12-14 hari, tetapi pada orang yang baru divaksinasi dapat lebih lama
(sampai 21 hari). Mula-mula terdapat stadium prodromal dengan gejala nyeri kepala, rasa
menggigil, nyeri di punggung dan tungkai, panas tinggi. Gejala tersebut timbul mendadak.
Pada anak kecil kadang-kadang disertai kejang dan kesadaran yang menurun. Pada hari kedua
setelah stadium prodromal timbul kemerah-merahan pada tubuh yang sukar dibedakan
dengan morbili, scarlet fever dan petekia. Pada hari keempat baru timbul makula dan
kemudian makula akan berkelompok dan berpada (konfluens). Rasa nyeri mengurang pada
waktu makula berubah menjadi papula, Suhu dapat menjadi normal kembali sampai fase
52

pustula. Dalam waktu 24 jam papula bertambah besar, kemudian timbul vesikel yang cekung
ditengahnya (umbilikus, dele) dan dikelilingi oleh daerah yang merah yang disebut areola.
Daerah yang mula-mula dihinggapi ialah bagian kulit yang ketat, misalnya ergelangan
tangan, tulang-tulang muka yang menonjol, kemudian bagian ekstensor ekstermitas; yang
jarang terkena ialah fleksor dan ketiak. Bila perjalanan penyakit berat, biasanya daerah toraks
dan abdomen juga terkena.

VI. Laboratorium
Pada awal penyakit terdapat neutropenia, tetapi pada stadium pustula biasanya terdapat
leukositosis. Pada variola hemoragika terdapat jumlah trombosit dalam darah yang
berkurang.

VII. Komplikasi
1. Infeksi piogenik kulit oleh Streptococcus dan lain-lain
2. Bronkopneumonia
3. Osteomielitis yang kadang-kadang ditemukan antara hari ke 10-20
4. Kerusakan pada tulang mungkin terdapat pada hari ke empat. Juga sering ditemukan
ankilosis, pertumbuhan tulang yang terhenti
5. Ensefalitis dapat timbul anatara hari kelima sampai ketiga belas setelah erupsi kulit
timbul

VIII. Pengobatan

53

Simtomatik. Antibiotik profilaksis sebaiknya diberikan sejak permulaan penyakit.


Kalikus permanganas 1/5.000 dapat digunakan sebagai kompres pada kelainan kulit
yang berat. Bila perlu penderita dapat diberi sedativum (morfin dll). Pada variola
hemoragika yang berat kadang-kadang diperlukan transfusi darah atau plasma.

IX. Pencegahan:
Dengan vaksinasi.

BAB X
PAROTITIS EPIDEMIKA (MUMPS)

I. Definisi
Parotitis epidemika adalah penyakit virus menyeluruh, akut, yang
kelenjar ludahnya membesar nyeri, terutama kelenjar parotis,
merupakan tanda-tanda yang biasa ada. Nama parotitis epidemica
kurang tepat sebab tidak selalu ada radang di parotis dan penyakit
tersebut tidak selalu mewabah. Merupakan suatu penyakit menular
yang akut.

II. Etiologi
Disebabkan oleh virus. Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus yang juga
mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle. Hanya diketahui ada
satu serotip. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal dan anggota dari
54

famili Paramyxoviridae, genus Paramyxovirus. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein


yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus mumps sensitif terhadap
panas dan sinar ultraviolet.

III. Epidemiologi
Penyakit tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik.
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah,
mungkin dengan urin. Virus dapat diisolasi dari faring dua hari sebelum sampai enam
hari setelah terjadi pembesaran kelenjar parotis. Pada penderita parotitis epidemika tanpa
pembesaran kelenjar parotis, virus dapat pula diisolasi dari faring. Virus dapat ditemukan
dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran
kelenjar. Baik infeksi klinis maupun subklinis menyebabkan imunitas seumur hidup.
Bayi sampai umur 6 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits epidemika karena
dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara transplasental dari ibunya. Insiden
tertinggi pada umur antara 5 sampai 9 tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai 4
tahun, kemudian umur antara 10 sampai 14 tahun.

IV. Patogenesis
Virus masuk tubuh mungkin via hidung/mulut; proliferasi terjadi di parotis/epitel traktus
respiratorius kemudian terjadi viremia dan selanjutnya virus berdiam di jaringan
kelenjar/saraf dan yang paling sering terkena ialah glandula parotis. Pada manusia
selama fase akut, virus mumps dapat diisolir dari saliva, darah, air seni dan liquor.
Mumps ialah suatu infeksi umum.
Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli
seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.

V. Gejala Klinis

55

Masa tunas 14 - 24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal,


lamanya 1 - 2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit
kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu tubuh biasanya naik
sampai

38,5

sampai

39,50C

kemudian

timbul

pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral


tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Pembengkakan
tersebut terasa nyeri baik spontan maupun perabaan, ini
merupakan gejala khas untuk parotitis epidemika.

Infeksi Kelenjar Ludah


Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia dan malaise.
Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan mengunyah, esok
harinya tampak glandula parotis membesar yang cepat bertambah besar, mencapai ukuran
maksimal dalam 1 - 3 hari. Biasanya demam menghilang 1 - 6 hari dan suhu menjadi normal
sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar. Bagian bawah daun telinga terangkat ke atas dan
keluar oleh pembengkakan glandula parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat; nyeri
mulai berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung kira-kira selama 6
10 hari. Biasanya satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam
beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaan. Parotis unilateral ditemukan
kira-kira 25 %. Pembengkakan glandula submaksilaris dapat dilihat dan diraba di depan
angulus mandibulae. Mumps glandula submaksilaris tanpa parotitis secara klinis tidak dapat
dibedakan dengan adenitis cervical.

Epididymo-orchitis
Menduduki tempat kedua pada lelaki dewasa menurut frekuensi manifestasi klinis, biasanya
timbul sporadik parotitis dapat mendahului parotitis atau sebagai manifestasi sendiri daripada

56

mumps. Epididimitis selalu disertai orchitis. Ditemukan 20-30%, unilateral pada lelaki yang
menderita mumps sesudah pubertas, insiden orchitis bilateral rendah, kira-kira 2 %.
Orchitis kebanyakan terjadi dalam 2 minggu pertama. Adakalanya di minggu ketiga.
Diagnosis mumps orchitis tanpa parotitis ditegakkan dengan titer complement fixing
antibodies yang meningkat selama masa rekonvalesensi.
Orchitis dimulai dengan tiba-tiba demam, menggigil, sakit kepala, nausea, muntah dan nyeri
abdomen bagian bawah. Keluhan-keluhan tersebut biasanya paralel dengan beratanya
orchitis. Lamanya demam jarang lebih dari 1 mingggu, demam turun secara krisis atau lysis.
Bersama timbulnya demam, testis membengkak cepat disertai nyeri yang hebat. Tidak ada
kekhawatiran akan impotensi atau sterilitas sebab:
- Orchitis kebanyakan unilateral
- Bila ada orchitis bilateral, sangat jarang terjadi atrofi total pada kedua testis.
Meningoencephalitis
Insiden kira-kira 10%, biasanya timbul 3-10 hari sesudah parotitis, dapat juga mendahului
parotitis. Ditandai oleh demam, sakit kepala, nausea, muntah, kaku kuduk, gangguan
kesadaran dan jarang ada kejang. Positive Brudzinskis and Kernigs Signs. Liquor
menunjukkan plecytosis dengan kebanyakan limfosit, protein meninggi, glukosa dan klorida
normal.
Biasanya demam menurun secara lysis dalam 3-10 hari. Perjalanan penyakit serupa benign
aseptic meningitis dan biasanya tanpa sequelae.

Pankreatitis
Kelainan berat teapi jarang skali, tia-tiba ada keluhan hebat di epigastrium disertai demam,
menggigil, lemah sekali,nausea dan muntah. Keluh kesah hilang perlahan lahan dalam 37
hari, biasanya sembuh sempurna. Bila seorang perempuan menderita mumps disertai nyeri
abdomen bagian bawah berarti ada oophoritis, bila ovarium kanan yang sakit maka keadaan
tersebut mungkin tidak dapat dibedakan dengan acute appendicitis.

57

Kelenjar lain yang dapat meradang pada mumps, walaupun jarang ialah tiroiditis, mastitis,
dacryoadenitis dan bartholinitis.

VI. Pemeriksaan Laboratorium


Jumlah lekosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis relatif. Sebagai
pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complement-fixing antibody test, neutralization
test, isolasi virus, uji intradermal dan pengukuran kadar amylase dalam serum.

VII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeriksaan
fisik. Disamping leucopenia dengan limfositosis relative, didapatkan pula kenaikan
kadar amylase dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan
kemudian menjadi normal kembali dalam dua minggu.
Keterangan klinis berupa:
- ada kontak dengan penderita mumps 2-3 minggu sebelumnya
- gambaran klinis serupa parotitis
- Isolasi virus mumps dan test serologic tidak diperlukan pada mumps yang klasik tetapi
pada keadaan-keadaan yang meragukan seperti bila tidak ada parotitis atau pada
recurrent parotitis. Sekurang-kurang ada 3 uji serologik untuk membuktikan spesifik
mumps antibodies:
Complement fixation antibodies (CF)
Hemagglutination inhibitor antibodies (HI)
Virus neutralizing antibodies (NT)

58

CF paling praktis dan paling dipracya. Countries antibodies dapat dibuktikan di darah
pada minggu ke-1 dan pada akhir minggu ke-2 sudah ada peninggian jelas. Titer
meningkat lebih ari 4 kali atau lebih berarti mumps.

VIII. Diagnosis Banding


Diagnosis banding ini mencakup parotitis sebab lain, seperti pada infeksi virus
termasuk infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV), influenza, parainfluenza 1 dan
3,

sitomegalovirus,

koriomeningitis

atau

limfositik.

keadaan

koksakivirus

Infeksi-infeksi

ini

yang

dapat

jarang

dibedakan

dan

infeksi

dengan

uji

laboratorium spesifik;
- Parotitis supuratif, dimana nanah sering dapat dikeluarkan dari duktus
- Parotitis berulang, suatu keadaan yang sebabnya belum diketahui, tetapi mungkin
bersifat alergi yang sering berulang dan mempunyai sialogram khas
- Kalkulus salivarius, menyumbat saluran parotis, atau lebih sering saluran
submandibuler dimana pembengkakan intermitten,
- Limfadenitis preaurikuler atau servikal anterior karena sebab apapun,
- Limfosarkoma atau tumor parotis lain yang jarang
- Orkitis akibat infeksi selain daripada parotitis epidemika, misalnya infeksi yang
jarang oleh koksakivirus atau virus koriomeningitis limfositik, atau parotitis yang
disebabkan oleh sitomegalovirus pada anak yang terganggu imunnya.

IX. Pengobatan
Istirahat di tempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis.
Simtomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika. Diet
makanan cair dan lunak. Kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent

59

gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Self limiting disease.


Perjalanan penyakit tidak dapat dipengaruhi oleh anti mikroba.

X. Prognosis
Pada umumnya bagus sekali, kematian sangat jarang. Meningoencephalitis biasanya tidak
ganas dabn jarang bersequele walaupun insiden setelah atrofi testis setelah orchitis tinggi
tetapi kemandulan sangat jarang ditemukan. Hanya persentasi kecil yang mendapat tuli
permanen.

XI. Pencegahan
Perlindungan pasif
Gammaglobulin biasanya tidak efektif. Khasiat mumps immunoglobulin juga tidak jelas.
Imunisasi aktif
- Inactivated mumps virus vaccine tidak efektif
- Live attenuated mumps virus vaccine Jery Lin mulai digunakan 1968 di USA, tidak
disertai demam.
- Suntikan subkutan, kira-kira 95% akan membuat mumps antibodies tetapi antibodinya
jauh lebih rendah daripada diperoleh sesudah menderita mumps. Vaksinasi memberikan
perlindungan yanhg bagus sekali paling sedikit 4 tahun. Tidak dianjurkan kepada:
Anak dibawah 1 tahun yang alergi terhadap protein telur/neomycin
Yang mendapat obat-obatan immunosupresif
Ada kombinasi dengan vaksin morbili dan vaksin rubella.

60

DAFTAR PUSTAKA

1. http://infopenyakit.com.Desember 2008
2. http://emedicine.com//parotitis.Desember 2008
3. http://medicastore.com//mumps.Desember 2008

61

62

S-ar putea să vă placă și